Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sebuah ruang perkotaan tentulah terdapat manusia yang berada dan

berkegiatan di dalamnya. Dalam menjalani hidup dan berkegiatan, tentulah manusia


mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi, terutama di dalam ruang
perkotaan, seperti tempat tinggal, pekerjaan, tempat berinteraksi sosial, rekreasi,
berkembang biak, dll.
Manusia yang ada dalam sebuah ruang perkotaan tersebut berkegiatan dan
melakukan interaksi dengan sesama manusia maupun manusia dengan lingkungan.
Semakin banyaknya jumlah kegiatan dan interaksi yang terjadi, akan semakin
berkembang pula penggunaan lahan. Kegiatan dan interaksi yang dilakukan manusia
satu dengan manusia yang lain tentu berbeda kompleksitasnya, apabila kegiatan dan
interaksi semakin besar dan semakin banyak, bertambah pula pertumbuhan lahan
terbangun.
Dengan adanya pertumbuhan lahan terbangun, maka berkembanglah suatu
kawasan/ ruang perkotaan tersebut. Berkembang menjadi sebuah ruang perkotaan
yang lebih kompleks. Perkembangan itu bisa berupa jumlah penduduk, yang
berdampak banyak terhadap kebutuhan rumah tinggal, pekerjaan, kesehatan,
pendidikan, mobiltas dan transportasi. Apabila perkembangan tersebut tidak
direncanakan dengan tepat, justru akan memberikan masalah-masalah terkait tata
ruang, seperti banjir, kemacetan, polusi udara, kemiskinan, dan masalah-masalah lain
tentang masyarakat maupun lingkungan di wilayah perkotaan.
Surakarta merupakan salah satu kota yang sedang berkembang. Surakarta
merupakan wilayah otonom dengan status kota di bawah Provinsi Jawa Tengah.
Surakarta memiliki wilayah di sekitarnya yang dahulu disebut dengan Karisidenan
Surakarta atau yang biasa disebut dengan eks-Karisidenan Surakarta untuk saat ini,

yang di dalamnya termasuk Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten


Sragen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karaganyar, dan Kota
Surakarta.
Kota Surakarta sebagai pusat dari Karisidenan Surakarta, sekarang eksKarisidenan Surakarta, telah menjadi cikal bakal berkembangnya suatu wilayah sejak
Sunan Pakubuwana II mendirikan istana Mataram yang baru di desa Sala, yang
dinamakan Keraton Surakarta Hadiningrat. Sejak itulah Surakarta berkembang, baik
dari jumlah penduduk, lahan terbangun, maupun wilayahnya.
Seiring berjalannya waktu, Kota Surakarta semakin berkembang dan
peerkembangan tersebut mengarah ke kawasan lain. Kawasan-kawasan yang
berdekatan dengan Kota Surakarta ikut berkembang sejalan dengan berkembangnya
Kota Surakarta. Perkembangan kawasan-kawasan di sekitar Kota Surakarta ini adalah
bentuk pembagian beban kebutuhan, seperti kebutuhan permukiman, industri,
perdagangan, dan sarana penunjang lainnya.
Kawasan-kawasan yang berdekatan dengan Kota Surakarta ini saling
berintegrasi satu sama lain dan bisa dikatakan sebagai kota satelit. Kawasan ini antara
lain, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak, Kartasura, dan Solo Baru. Kota Surakarta
dengan kota-kota satelitnya yang berbatasan langsung membentuk satu kesatuan
kawasan kota besar yang terpusat.
Solo Baru, salah satu kawasan yang berbatasan langsung dengan Kota
Surakarta ini pada awalnya memang digunakan untuk membagi beban dari Kota
Surakarta, khususnya beban perumahan dan permukiman. Karena itulah Solo Baru
dikatakan sebagai kota satelit. Gagasan ini dimulai oleh PT Pondok Solo Permai
(PSP) yang merencanakan pengembangan dan pembangunan proyek besar Kawasan
Solo Baru dengan luas lahan kurang lebih 200 hektare. Perencanaan pengembangan
ini lebih mengarah ke kawasan permukiman semata. Walaupun pada awalnya banyak
pro dan kontra terhadap pengembangan di kawasan ini, tetapi ternyata pemilihan
lokasi ini justru cukup jeli. Dari sisi kewilayahan, Kota Surakarta tidak mungkin
untuk dikembangakan lagi karena adanya keterbatasan lahan, yang hanya 44
kilometer persegi.

Sebagaimana diketahui, perkembangan suatu kawasan atau wilayah sangat


dipengaruhi oleh kawasan atau wilayah yang lain, terutama kawasan atau wilayah
yang ada di sekitarnya, seperti antara kota dengan wilayah pinggirannya. Serupa
terjadi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solo Baru. Namun, beberapa tahun
terakhir ada hal menarik yang terjadi dengan perkembangan Kawasan Solo Baru.
Untuk sekelas kota satelit yang notabene adalah pembagi beban permukiman,
Kawasan Solo Baru berkembang sangat pesat, banyak fasilitas pendukung yang
dibangun di kawasan tersebut, seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen , kolam
renang, showroom kendaraan, ruko, dll. Pada beberapa titik bahkan terlihat
pembangunan beberapa fasilitas baru.

Wilayah yang dulu didominasi areal

persawahan dan lahan kosong kini ramai dipadati bangunan-bangunan yang


menawarkan berbagai fasilitas. Baik siang hari maupun malam hari kawasan ini
hidup. Bahkan, kawasan ini sering dijadikan tempat rekreasi bagi masyarakat yang
berada di wilayah sekitanya, termasuk Kota Surakarta. Sedikit terlihat berlebihan
ketika dipandang hanya sebagai kota satelit, karena memang Kawasan Solo Baru
tampak fisik kekotaannya yang justru menyerupai kota induknya, Kota Surakarta.
Dalam perkembangannya tersebut, Kawasan Solo Baru tidak hanya hal-hal
yang disebutkan diatas, namun ada sisi lain yang menarik mengenai Kawasan Solo
Baru. Sektor informal adalah sisi lain dari perkembangan Kawasan Solo Baru yang
tidak boleh dipandang sebelah mata. Sudah lama sektor informal ada di kawasan
tersebut, bahkan sebelum hingar bingar pembangunan hotel, mall, pusat perbelanjaan,
dll. Pedagang kaki lima, angkringan/wedangan, pasar tiban tiap hari Minggu, dan
pedagang skala kecil masih bertahan dan ikut andil dalam perkembangan Kawasan
Solo Baru. Kedua sisi di atas akan selalu bersentuhan, baik langsung maupun tidak
langsung. Dan dalam perjalanannya, sudut pandang akan kedua hal di atas akan ada
perbedaan. Walaupun keduanya sama-sama berperan terhadap perkembangan
Kawasan Solo Baru.
1.2

Rumusan Masalah

Kawasan Solo Baru

merupakan kawasan yang berkembang cukup pesat

beberapa tahun terkahir ini. Hal ini adalah salah satu contoh dari dinamika
pertumbuhan wilayah yang ada di pinggiran perkotaan, yaitu pinggiran Kota
Surakarta atau biasa disebut dengan kota satelit.
Dinamika pertumbuhan yang terjadi ini menggambarkan perubahan
perubahan fungsi lahan dan tentu saja kondisi sosial dan ekonomi penduduk.
Kawasan Solo Baru yang sebelumnya cukup banyak lahan terbuka namun sekarang
berubah menjadi lahan terbangun.
Berbagai gambaran yang dijelaskan di atas mengenai perkembangan Kawasan
Solo Baru mendorong peneliti untuk mengidentifikasi persepsi stakeholders
teerhadap dualisme/dualitas yang terjadi di Kawasan Solo Baru.
1.3

Pertanyaan Penelitian
Berdasarakan rumusan permasalahan di atas, maka muncul pertanyaan

penelitian

sebagai

berikut,

Seperti

apa

persepsi

stakeholders

terhadap

dualisme/dualitas yang terjadi di Kawasan Solo Baru?


1.4

Tujuan Penelitian
Kaitannya dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka

tujuan besar dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perkembangan yang
terjadi Kawasan Solo Baru. Sekaligus mampu menunjukkan bagaimana persepsi
stakeholders dalam memahami dualisme/dualitas yang terjadi di Kawasan Solo Baru.
1.5

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan oleh berbagai pihak antara lain :
1. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat pengetahuan bagi

masyarakat tentang Kawasan Solo Baru dengan perkembangannya yang pesat,


dinamika yang ada di dalamnya, serta mengawal kebijakan penataan ruang tentang
Kawasan Solo Baru.
2. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan deskripsi tentang
perkembangan Kawasan Solo Baru sebagai kota satelit yang berkembang pesat saat
ini. Persepsi dari stakeholders diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pemerintah
4

dalam perumusan kebijakan tentang arahan perencanaan, pengembangan dan


pengendalian Kawasan Solo Baru. Pengendalian dan pemanfaatan kawasan bisa
sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat sebagai pengguna ruang.
Selain itu diharapkan dapat tebentuk suatu konsep besar tentang persepsi
stakeholders mengenai dualisme/duallitas di Kawasan Solo Baru. Konsep besar
tersebut nantinya bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengambil suatu kebijakan
dalam mengembangakan Kawasan Solo Baru. Sehingga nilai empirik dari hasil
penelitian ini mampu menambah wacana baru dalam perencanaan dan pengelolaan
selanjutnya.
3. Bagi Dunia Akademis
Dengan adanya penelitian

tentang

persepsi

stakeholders

terhadap

dualism/dualitas yang terjadi di Kawasan Solo Baru diharapkan dapat menambah


literatur mengenai perkembangan yang nanti kawasan dan dualisme/dualitas yang
terjadi bersamaan dengan seiringnya berkembangnya suatu kota yang dapat
digunakan sebagai bahan rujukan berbagai kepentingan di dunia akademis..
1.6

Batasan Penelitian
a) Batasan Substansial
Perkembangan Kawasan Solo Baru berkembang bukan hanya tentang
perumahan, supermarket, pusat perbelanjaan, hotel, superblock saja, tetapi ada
hal-hal lain yang ikut berkembang seiring dengan hal-hal di atas, seperti
pedagang kaki lima, warung kelontong, wwarung makan, angkringan, pasar
Minggu pagi, dll. Persepsi stakeholders terhadap hal-hal di atas adalah fokus
dari penelitian. Selain itu eksplorasi informasi dilakukan guna menemukan
apa saja yang ditemui seiring perkembangan Kawasan Solo Baru.
b) Batasan Spasial
Batasan spasial dalam penelitian ini adalah Kawasan Solo Baru,
Sukoharjo, khususnya di sepanjang koridor Jalan Ir. Soekarno dan Jalan Raya
Solo Baru

1.7

Keaslian Penelitian
Dalam penelitian ilmiah, keaslian penelitian merupakan suatu syarat mutlak,

untuk itu ada beberapa hal yang dapat membedakan suatu penelitian dengan
5

penelitian lainnya, antara lain fokus penelitian, lokus penelitian, serta metode
penelitian. Mengacu pada uraian tersebut, maka keaslian penelitian ini diuraikan
berdasarkan struktur sebagai berikut:
Fokus penelitian
: Mengkaji persepsi stakeholders terhadap dualisme/dualitas
yang terjadi di Kawasan Solo Baru
Lokus
: Kawasan Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah
Metode
: Induktif Kualitatif
Dari hasil pengamatan sementara, masih sedikit
1.8
Sistematika Penulisan
Sistematikan penulisan dalam laporan penelitian Persepsi Stakeholders
terhadap Dualisme/Dualitas yang terjadi di Kawasan Solo Baru ini adalah sebagai
berikut
BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penlitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian, dan
sitematika penulisan penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori dan definisi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian, antara lain definisi persepsi, stakeholders, dualisme/dualitas, sektor formal
dan sektor informal.
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi paradigma penelitian yang dipakai, unit amatan dan unit analisis,
instrumen penelitian, cara dan langkah-langkah pengumpulan data, cara analisis data,
tahapan penelitian,
BAB IV DESKRIPSI WILAYAH
Menjelaskan tentang kondisi wilayah amatan dari berbagai aspek fisik dan
non-fisik, seperti: karakterisitik wilayah dan monografi Kawasa Solo Baru,
Kecamatan Grogol, dan Kabupatrn Sukoharjo.
BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan temuan-temuan di lapangan beserta hasil analisis penelitian.
Analisis penelitian dilakukan sesuai dengan kerangka pemikiran dan kerangka teori
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang ditarik oleh peneliti. Selain itu, bab ini
berisikan pula saran atau rekomendasi yang berguna untuk menindaklanjuti penelitian
yang telah dilakukan
6

Anda mungkin juga menyukai