Anda di halaman 1dari 18

TUGAS ISU TERKINI PENYAKIT NON MENULAR

PENYAKIT STROKE

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Alifia Ardyara
Jihan Annisa
Yustina Hartiana L.
Tiara Tidy
Distia Hayyudini
Cristin Oktaviana G.Y.A
Soraya Hidayati
Faraskia Kenan D.
Atikah
Febri Iswanto
Ahmad Saroni

25010113130261
25010113130262
25010113140263
25010113140264
25010113140265
25010113140266
25010113130267
25010113140268
25010113140269
25010113140313
25010115183025

KELAS D 2013
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
1. PENGERTIAN STROKE
Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak.
Biasanya terjadi karena adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Hal
ini disebabkan gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak, mungkin

karena aliran yang terlalu perlahan, atau karena aliran yang terlalu kencang
sehingga pecah (perdarahan), akhirnya sel-sel otak yang diurus oleh
pembuluh darah tersebut mati ( Yatim F, 2005 ).
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak
mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai
oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya ( Utami P, 2009 ).
2. RIWAYAT ALAMIAH STROKE
Proses suatu penyakit dimulai dari seseorang yang rantan
penyakit dan di serang oleh agen patogenik yang cukup virulen untuk
menimbulkan penyakit, perjalanan alami penyakit ini juga disebut dengan
riwayat alamiah penyakit (Timmreck, 2005).
1. Tahap Pre-patogenesis
Tahap Pre pathogenesis meliputi orang-orang yang sehat, tetapi
mempunyai faktor resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit Stroke.
Faktor-faktor resiko dari penyakit tersebut adalah; usia dan jenis kelamin,
genetika, ras, mendengkur dan sleep apnea, inaktivitas fisik, hipertensi,
merokok, diabetes militus, penyakit jantung, arteriosklerosis, dislipidemi,
alcohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas (Dewanto, 2009).
2. Tahap Sub-klinis
Pada penyakit non-infeksi merupakan periode terjadinya
perubahan anatomi dan histology mis : terjadinya aterosklerotik pada
pembuluh darah koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh
darah. Pada tahap ini sulit untuk diagnose secara klinis (Budiarto, 2001).
Aterosklerosis adalah penyakit yang merupakan dasar serangan
jantung (infark miokard) dan stroke (thrombosis serebri). Arterosklerosis
ditandai dengan penebalan berupa bercak daru intima yang mengandung
endapan lipidintrasel dan ekstrasel.
Jadi proses utama yang terlibat dalam aterosklerosis agaknya
adalah poiferasi setempat dari sel-sel otot polos, kelebihan produksi
matriks eksternalnya, dan penimbunan lipid intra dan ekstrasel, penelitian
tentang pathogenesis penyakit ini terpusat pada peran kolesterol, berbagai
lipoprotein plasma, dan yang dibebaskan setempat oleh trombosit yang
diaktifkan.

Kelainan pembuluh darah yang sering menimbulkan hipertensi


dan stroke adalah stenosis (penyempitan) karena aterosklerosis, displasia
(stenosis non aterosklerosis) dinding arteri di lapisan intima, lapisan
media dan adventisia juga turut berperan. Di dalam lapisan intima terjadi
fibroplasia intima, yaitu penimbunan jaringan fibrous sehingga lumen
arteri menyempit. Pada lapisan media terjadi fibroplasias media, yaitu
penimbunan jaringan fibrous dan atrofi otot polos, sehingga lumen arteri
menyempit. Pada lapisan adventisia, terjadi penggantian dengan jaringan
kolagen yang meluas ke jaringan ikat sehingga menjadi kaku dan sempit.
3. Tahap Klinis
Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan
fungsi organ yang terkena dsn menimbulksn gejala. Tahap klinis pada
penyakit Stroke tergantung pada neuroanatomi dan Vaskularisasinya.
Gejala klinis dan deficit neurologic yang ditemukan berguna menilai
lokasi iskemi (Dewanto, 2009).
a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis

dan

hemihipestesis

kontralateral

yang

terutama

melibatkan tungkai.
b. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan
hemiparesis dan hemihipestisi kontralateral yang terutama mengenai
lengan di sertai dengan gangguan fungdi luhur berupa afasia (bila
mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila
mengenai area otak nondominan).
c. Gangguan peredaran darah arteri serebri prosterior menimbulkan
menianopsi homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa
disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat
terjadi apabila terjadi infark pada lobus temporaliss medial. Aleksia
tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan
dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan porosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada
korteks rooksipitalis inferior.
d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan
saraf cranial seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebral,
seperti ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan kesadaran.

e. Infark lekunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan mumi


motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.
(Dewanto, 2009)
4. Tahap Penyakit Lanjut
Salah atu aspek yang tidak menguntungkan dan menghancurkan
dari beberapa penyakit akut dan kronis adalah hasil akhir yang berupa
kecacatan atau ketidakmampuan. Pada stroke dapat menyebabkan
penderitanya menjadi lumpuh (Timmreck, 2005).
5. Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
a. Sembuh sampurna
b. Sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan social)
Kecacatan ada stroke umumnya dinilai dengan kemampuan
pasien untuk melanjutkan fungsinya kembali seperti sebelum sakit
dan kemampuan pasien untuk mandiri. Salah satu skala ukur yang
aling sering dipakai untuk menggambarkan kecacatan akibat stroke
adalah skala Raknin, sebagai berikut:
i) Tidak ada distabilitas yang significant, dapat melakukan tugas
harian seperti biasa
ii) Distabilitas ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas
seperti sebelum sakit, namun dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa bentuan
iii) Distabilitas sedang berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan
iv) Distabilitas berat, di tempat tidur, inkontinisia, memerlukan
perawatan dan perhatian (Pinzon, 2010).
Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari
separuh (55%) pasien stroke sumbatan dapat mandiri dalam waktu 3
bulan pascaserangan. Ada 18% pasien yang mengalami kecacatan
berat dan memerlukan bantuan dalam banyak aspek kehidupannya.
Faktor yang berperan adalah keparahan stroke pada saat awal. Stroke
yang menunjukan derajat keparahan yang tinggi saat serangan lebih
sering dihubungkan dengan kecacatan pascastroke (Pinzon, 2010).
c. Karier

Bagi para stroke survivor, masalah belum selesai. Stroke dapat


memberikan gejala sisa atau dampak lanjut. Bagi para stroke
surviver, pencegahan serangan ulang pada penanganan gejala sisa
stroke merupakan hal yang utama (Pinzon, 2010).
d. Penyakit berlangsung kronik
e. Berakhir dengan kematian
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga, setelah
penyakit jantung dan kanker. Stroke merupakan penyebab kecacatan
nomor satu bagi para penyandangnya. Angka kematian akibat stroke
di seluruh dunia masaihlah tinggi. Kematian paling tinggi dijumpai
pada satu bulan pascaserangan stroke. Kematian akibat stroke
ditemukan pada 10-30% pasien yang dirawat. Masa kritis umumnya
dijumpai pada minggu-minggu pertama pasca serangan stroke. Chen,
dkk (2006) menyimpulkan bahwa 68,3% kematian terjadi pada lima
hari pertama perawatan di RS (Pinzon, 2010).
Berbagai dampak pascastroke adalah depresi, kepikunan,
gangguan gerak, nyeri, epilepsy, tulang keropos, dan gangguan menelan.
Penanganan bersifat individual sesuai kondisi pasien (Pinzon, 2010).
3. LEVEL OF PREVENTION STROKE
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primodial dilakukan untuk

mempertahankan

keadaan risiko rendah terhadap penyakit stroke atau mencegah timbulnya


faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi
kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke
dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan
adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media
2.

elektronik dan billboard.


Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktor
risiko yang dimiliki individu, tetapi belum terkena stroke dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam


berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan
penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna,
minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang
rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta
3.

dianjurkan berolah raga secara teratur.


Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru
terkena atau terancam akan menderita stroke melalui diagnosis dini serta
pemberian pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke
berulang atau agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat)
digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama
dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral
diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi
koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat
antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau
mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya
mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita
hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia
pada

penderita

dislipidemia,

berhenti

merokok,

berhenti

mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang


4.

gerak.
Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat,

memperkecil penderitaan, dan membantu penderita stroke untuk


melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
dapat diobati lagi (mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari). Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi
akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi,
ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran
serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk
mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah
kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan
serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang
ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman
dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang
dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional
yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu,
penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan
aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan

informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan


bantuan sosial.
4. PATOGENESIS STROKE
Stroke memiliki beberapa macam klasifikasi.
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attact
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack
2. Stroke in evolution
3. Completed Stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem Karotis
2. Sistem vertebro basiler
I.

Stroke Ishkemik dapat terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu


trombosis serebri, emboli serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum.
Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal. Emboli serebri adalah
pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan tersangkut
dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.
Pengurangan perfusi sistemik dapat mengaibatkan kondisi iskemik karena
kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik.
Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah baik
didalam jaringan otak yang mengakibatkan perdarahan intraserebral, atau di
ruang subarakhnoid yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid (Heart and
Stroke Foundation, 2003).
1.

Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Iskemik otak mengakibatkan perubahan sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir, 2003)
Tahap 1
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion

Tahap 2
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3
Inflamasi
Tahap 4
Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan
mengakibatkan permeabilitas patologi dari sawar darah otak, kegagalan
energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium
ekstraseluler, eksitotoksisitas dan tokisitas yang diperantarai oleh radikal
bebas (Sherki, 2002).
2.

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berryaneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelm, batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100
400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh
darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba
tiba menyebabkan upturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole
dan pembuluh kapiler akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal
ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000)
Elemen elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA)
terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga
terjasi

ekstravasasi

darah

ke

ruang

subarachnoid.

Perdarahan

subarachnoid umumnnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular


atau perdarahan dari arteriovenous malformantion (AVM).

5. FAKTOR RISIKO STROKE


Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi:
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras atau etnis
- Riwayat keluarga
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi:
a. Faktor risiko yang sudah terbukti (intervensi bermanfaat)
- Hipertensi
- Fibrilasi atrium
- Merokok
- Diabetes
- Hiperlipidemia
- Riwayat serangan iskemik sepintas
- Obesitas
- Penyakit sel sabit
b. Faktor risiko yang belum terbukti (intervensi belum terbukti bermanfaat)
- Penyakit jantung: infark myokard, disfungsi ventrikel kiri, penyakit
katup jantung, hipertrofi ventrikel kiri, patensi foramen ovale,
-

aneurisma septum atrium, kalsifikasi mitral anuler)


Ruptur katup mitral
Ateroma arkus aorta
Inaktivitas fisik
Pola diet buruk
Lipoprotein (Imelda Cristy, 2011)

6. DAMPAK STROKE
Bagi para stroke survivor, masalah belumlah selesai. Stroke
dapat memberikan gejala sisa atau dampak lanjut. Bagi para stroke survivor,
pencegahan serangan stroke ulang dan penanganan gejala sisa stroke
merupakan hal yang utama (Pinzon dan Laksmi, 2010).
Berbagai dampak pasca stroke adalah depresi, kepikunan,
gangguan gerak, nyeri, epilepsi, tulang keropos, dan gangguan menelan.
Penanganganan bersifat individual sesuai kondisi pasien (Pnzon dan Laksmi,
2010).
Komplikasi Stroke
Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja.
Gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak di
tempat tidur adalah bonus yang tak dapat dihindari. Setelah mengalami stroje,

beberapa penderita juga mengalami gangguan kesehatan yang lain seperti


berikut:
a. Depresi
Penderita stroke umumnya mengalami stres berat atau depresi ketika
kembali dari rumah sakit setelah menjalani perawatan. Hal ini biasanya
disebabkan karena rata- rata penderita stroke tidak sembuh total.
b. Darah beku
Darah beku mudah terbentuk pada jaringan yang lumpuh, terutama pada
kaki sehingga menyebabkan pembengkakan yang mengganggu. Selain
itu, pembekuan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan
darah ke paru- paru (emboli paru- paru) sehingga penderita sulit bernapas
dan dalam beberapa kasus sering mengalami kematian.
c. Memar (dekubis)
Jika penderita stroke menjadi lumpuh, penderita harus sering
dipindahkan dan digerakkan secara teratur agar bagian pinggul, pantat,
sendi kaki dan tumit tidak terluka akibat terhimpit alas tempat tidur.
Keadaan akan makin memburuk biala penderita dibiarkan terbaring di
tempat tidur yang basah karena keringat.
d. Otot mengerut dan sendi kaku
Kurang gerak akan menyebabkan sendi menjadi kaku dan nyeri.
e. Pneumonia (radang paru- paru)
Ketidakmampuan untuk bergerak setelah mengalami stroke membuat
pasien mungkin mengalami kesulitan menelan dengan sempurna atau
sering terbatuk- batuk sehingga cairan terkumpul di paru- paru dan
selanjutnya dapat terjadi pneumonia.
f. Nyeri pundak
Otot- otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi- sendi pundak akan
mudah cedera pada waktu penderita diganti pakaian, diangkat, atau
ditolong untuk berdiri.
(Mahendra dan Evi, 2007)
Akibat dan Dampak Stroke
Akibat stroke ditentukan oleh bagian otak yang cedera. Namun
perubaahan- perubahan yang terjadi setelah stroke, baik yang mempengaruhi
bagian kanan dan kiri otak, pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kelumpuhan

Kelumpuhan bagian tubuh yang hanya sebelah (hemiplegia)


adalah cacat yang paling umum akibat stroke. Bila stroke menyerang
bagian kiri otak, terjadi hemiplegia kanan. Kelumpuhan terjadi dari
wajah bagian kanan hingga kaki sebelah kanan, termasuk tenggorokan
dan lidah. Bila yang terserang otak bagian kanan, terjadi hemiplegia kiri
dan hemipaaresis kiri.
Bila kerusakan terjadi pada bagian bawah otak (cerebellum),
kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan gerakan tubuhnya akan
berkurang. Seperti kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan
dengan kegiatan sehari- hari, misalnya bangun dari tempat tidur, duduk,
berjalan, atau meraih gelas. Ada juga pasien stroke yang mengalami
disfagia (dysphagia) atau kesulitan makan dan menelan. Disfagia terjadi
karena bagian otak yang mengendalikan otot- otot telah rusak dan tidak
berfungsi (Mahendra dan Evi, 2007).
2. Perubahan mental
Akibat serangan stroke dapat terjadi gangguan pada daya pikir,
kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan intelektual. Semua hal
tersebut mempengaruhi penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya
seringkali menurunkan semangat hidup penderita stroke sehingga muncul
dampak emosional yang lebih berbahaya.
Ini juga disebabkan penderita

kehilangan

kemampuan-

kemampuan tertentu, misalnya sebagai berikut:


Agnosia: Kehilangan kemampuan untuk mengenali orang dan benda
Anasonia: Koordinasi gerakan dan ucapan yang buruk
Ataksia: Tidak mampu melakukan suatu gerakan atau menyusun
kalimat yang diinginkannya.
Distosi spasial: Tidak mampu mengukur jarak atau ruang yang
dijangkaunya.
(Mahendra dan Evi, 2007)
7. EPIDEMIOLOGI STROKE
Stroke ditemukan pada semua golongan usia, namun sebagian
besar akan dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa
insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia,
dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 8090 tahun. Insiden usia 80-90 tahun adalah 300/10.000 dibandingkan dengan

3/10.000 pada golongan usia 30-40 tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria
dibandingkan pada wanita. Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur
(Bustan, 2007). Tetapi perempuan, khususnya perempuan yang pada
menopause (usia 40-55 tahun) lebih beresiko terserang stroke dibandingkan
laki-laki (Utama, 2008).
Kasus stroke meningkat di Negara maju seperti Amerika,
dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik
di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika.Dari
data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika
yang terkena serangan stroke (Anonym, 2007).
Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Anonym, 2008). Stroke
merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan menurut survey tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu
di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia (Anonym, 2007). Jumlah
penderita stroke di Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang tercatat
sebanyak 56 orang pada Januari dan 63 orang pada Februari 2007. Jumlah ini
naik lagi pada Mei hingga mencapai 76 orang (Bintariadi, 2007).
8. KEBIJAKAN

PENGENDALIAN

DAN

PENANGGULANGAN

STROKE
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan :

Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia meningkat

dari 41,4% pada tahun 2005 menjadi 59,5% pada tahun 2007.
Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia seperti : hipertensi 31,7%,
penyakit sendi 30,3%, cedera lalu lintas darat 25,9%, penyakit jantung
7,2%, asma 3,5%, DM 1,1%, stroke 8,3% dan kanker/tumor 4,3%.
PTM berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi dan
pencapaian target MDGs karena tingginya beban biaya yang dibutuhkan
untuk mengobati PTM. Oleh karena itu PTM perlu mendapatkan perhatian
yang serius dari pemerintah disemua tingkat, dengan prioritas utama adalah
upaya pencegahan dan pengendalian PTM.

Kebijakan dan strategi PPTM tergantung dari kebijakan dan


strategi masing-masing daerah termasuk penerapannya, dengan didasari sbb :
1. Mengembangkan dan memperkuat program pencegahan dan pengendalian
faktor risiko (FR) PTM.
2. Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini FR-PTM.
3. Meningkatkan dan memperkuat manajemen, ekuitas dan kualitas peralatan
untuk deteksi dini FR-PTM.
4. Meningkatkan profesionalisme SDM dalam pencegahan dan pengendalian
FR-PTM.
5. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologis FRPTM.
6. Meningkatkan pemantauan program pencegahan dan pengendalian FRPTM.
7. Mengembangkan dan memperkuat pencegahan dan pengelolaan system
informasi PTM.
8. Mengembangkan dan memperkuat jaringan untuk pencegahan dan
pengendalian FR-PTM.
9. Meningkatkan advokasi dan diseminasi pencegahan dan pengendalian FRPTM.
10. Mengembangkan dan memperkuat system pendanaan pencegahan dan
pengendalian FR-PTM.
Strategi Pengendalian PTM, meliputi :
1. Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian factor risiko PTM melalui program yang berbasis
masyarakat, seperti Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu PTM)
2. Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi
dini dan tindak lanjut dini factor risiko PTM terintegrasi.
3. Meningkatkan tatalaksana penderita PTM (kuratif-rehabilitatif) yang
efektif dan efisien.
4. Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan PTM.
5. Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait PTM.

6. Mengembangkan dan memperkuat system surveilans epidemiologi factor


risiko PTM termasuk monitoring dan system informasi. Dioptimalkan
untuk surveilans factor risiko PTM berbasis masyarakat dan registry
PTM.
7. Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pencegahan dan pengen
dalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.
9. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE
Pengendalian Stroke
Pengendalian stroke berdasarkan Kemenkes 2013 meliputi:
1. Pelayanan Pra Stroke
Kegiatan deteksi dini, penemuan, dan monitoring faktor resiko
stroke pada individu sehat dan beresiko di masyarakat. Pelayanan ini
dilakukan di Puskesmas, Klinik Kesehatan, Posbindu PTM. Dengan
sasaran yaitu individu yang memiliki faktor resiko stroke, yang dilakukan
oleh dokter, perawat, kader kesehatan.
2. Pelayanan Serangan Stroke
Pelayanan serangan stroke ini dilakukan di Rumah Sakit yang
dipusatkan pada unit stroke atau pojok stroke dan juga Rumah Sakit
khusus. Dengan kasusu stroke yang dilayani yaitu seluruh tingkatan
kasus stroke (TIA, RIND, Stroke in evolution, Complete Stroke) yang
meliputi pelayanan rawat inap, alur pelayanan klinis, serta kegiatan
restorasi dan rehabilitasi medik. Tenaga kesehatan seperto Dokter
Neurolog (konsultan), Dokter umum beserta perawat yang terlatih, rehab
medik/keterapian fisik.
3. Pelayanan Pasca Stroke
Pelayanan tersebut dilakukan di Rumah Sakit, Puskesmas, dan
posbindu PTM. Dengan sasaran pelayanan Pasien paska perawatan stroke
dirujuk balik ke Puskesmas atau Rumah Sakit serta pasien paska stroke
yang tidak dirawat yang ditangani oleh tenaga kesehatan seperti Dokter
Umum terlatih dibawah pengawasan dokter neurolog.
(Kemenkes, 2013)
Pencegahan Stroke

Untuk mencegah stroke kita disarankan untuk benar- benar


mengontrol Faktor resiko secara dini. Sementara itu faktor resiko sangat
berhubungan dengan gaya hidup, antara lain merokok (aktif& pasif),
konsumsi makanan sehat (junk food, fast food), konsumsi minuman
beralkohol dan narkoba, kurang Olahraga, Tidur mendengkur, Kontrasepsi
oral, serta Obesitas. Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah
stroke di usia muda:
1. Periksa tekanan darah secara rutin
Riset menunjukkan bahwa rajin mengontrol tekanan darah sejak usia
muda dapat mengurangi 40 persen resiko stroke.
2. Singkirkan Rokok
Hasil studi memperlihatkan bahwa menjauhi rokok dapat mengurangi
resiko stroke sampai 33 persen.
3. Olahraga
Riset menunjukkan bahwa mereka yang mulai latihan olahraga pada usia
antara 25-40 tahun, resiko terserang penyakit stroke berkurang 57 persen.
Sedangkan yang mulai latihan berolahraga pada usia 40- 55 tahun,
kesempatannya hanya 37 persen lebih baik untuk terhindar dari stroke.
4. Konsumsi Sayur dan Buah
Konsumsi sayuran/ buah setiap hari sangat baik untuk mencegah stroke
5. Konsumsi Kalium
Riset menunjukkan bahawa mengkonsumsi makanan kaya mineral
kalium sehari- hari dapat mengurangi terserang stroke sebesar 40 %.
Kentang adalah sumber kalium yang baik, selain avokad, kedelai, pisang,
salmon, dan tomat.
6. Kurangi Lemak
Menjaga kadar kolesterol berarti menghambat aterosklerosis dan stroke.
Konsumsi lemak tidak lebih dari 25 persen kebutuhan kalori.
7. Jauhi Alkohol
Konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah

yang

mempengaruhi kekentalan dan penggumpalan darah yang menjurus ke


pendarahan di otak serta meningkatkan resiko stroke iskemik.
8. Membiasakan diri dengan makanan sehat
Makanan sehat yaitu makanan yang mengandung serat,protein, mineral,
karbohidrat yang baik bagi tubuh.
(Holistic Health Solution, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Anonym.

2007.

Stroke

Mengancam

Usia

Produktif.

(online)

http://mediastore.com/stroke diakses pada tanggal 12 September 2015


Anonym. 2008. Sepuluh Langkah Cegah Stroke. (online)
http://www.kompas.com/read/php diakses pada tanggal 12 September 2015
Bintariadi, B. 2007. Penderita Stroke di RSSA Malang Terus Meningkat. (online)
http://www.tempointeraktif.com diakses pada tanggal 12 September 2015
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi II. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka
Cipta.
Cristy, Imelda. 2011. Asosiasi Genotip Apolipoprotein E Dengan Fugnsi Kognitif
Pada Pasien Pasca Stroke Iskemik. Semarang: Universitas Diponegoro
Dewanto, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Y., 2009. Panduan Praktis
Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC
Fadilah,

H.

2004.

Tahapan

Terapi

Stroke

Akut.

(online)

http://www.redaksibi@gemari.or.id diakses pada tanggal 12 September 2015


Holistic Health Solution, 2011. Stroke di Usia Muda. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
http://dawan1.diskesklungkung.net/?p=3047 diakses pada tanggal 13 September
2015
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi31.pdf

diakses

tanggal 13 September 2015


http://marketplus.co.id/2010/07/stroke-gejala-dan-pencegahannya/ diakses pada
tanggal 12 September 2015

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1807/5/BK2013467.pdf diakses pada tanggal 13 September 2015


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16617/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 12 September 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18925/1/ikm-des200610%20(3).pdf diakses tanggal 13 September 2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19551/4/Chapter%20II.pdf
diakses tanggal 14 september 2015
Mahendra, B dan Evi Rachmawati. 2007. Atasi Stroke dengan Tanaman Obat.
Jakarta: penebar Swadaya
Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto, Widyo, Kriswanto. 2010. Awas Stroke:
Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Timmreck, T., 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC
Utama, S. 2003. Resiko Stroke dan Penyakit Jantung Perempuan Menopause.
(online) http://www.pdpersi.co.id diakses pada tanggal 12 September 2015
Utami, P. 2009. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Yatim, F. 2005. Waspadai Jantung Koroner, Stroke, Meninggal Mendadak : Atasi
Pola Hidup Sehat. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai