PELAYANAN
MEDIK
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia
PB PAPDI
KONTRIBUTOR
Departemen Umu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Prof.Dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV
Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV
Dr. Muin Rahman, SpPD-KKV
Prof.DR.Dr. SarwonoWaspadji, SpPD-BCEMD
Dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD
Dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD
Dr. Gatut Semiardji, SpPD-KEMD
Prof.Dr. RHHNelwan, SpPD-KPTI
Prof. Dr. H. Iskandar Zurkanain, SpPD-KPTI
Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI
Dr. HerdimanT. Pohan, SpPD-KPTI
Dr. Budi Setiawan, SpPD-KPTI
Dr. Suhendro, SpPD-KPTI
Dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI
Dr. Khie Chen, SpPD-KPTI
Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM
DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM
Dr. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM
DR. Dr. Harry Isbagio, SpPD-KR
Dr. Yoga I Kasjmir,SpPD-KR
DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD-KP
Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP
Dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH
Dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH
Dr. Ari F. Syam, SpPD-KGEH
Dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH
ProfDr. H. Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH
Dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH
Prof DR.Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH
Dr. Ginova Nainggolan, SpPD, KGH
Dr. E. Mudjadid, SpPD-KPsi
Dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi
Dr. Lukman Hakim, SpPD-KKV-KGer
Dr. Siti Setiati, MEpid, SpPD-KGer
iii
Dr. Czeresna Heriawan Soedjono, MEpid, SpPD-KGer
PENYUSUN
DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD
Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP
Dr. Hanafi B. Trisnohadi, SpPD-KKV
DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM
Dr. Idnis Alwi, SpPD-KKV
Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI
Dr. Suharko Soebadri, SpPD
Dr. HilmanTadjoedin, SpPD
Dr. Muhammad Syafiq
Dr. Ariani Intan Wardhani
Dr. Johannes Poerwoto
Dr. Ikhwan Rinaldi
Dr. Purwita Wijaya Laksmi
Dr. Dyah Pumamasari
Dr. Emi Juwita Nelwan
iv
DAFTAR ISI
Daftar isi
Kata Pengantar
xi
>w
BAB II
xiii
: Pendahuluan
Latar Belakang
xvii
3
3
PengertiandanTujuan
Ruang Lingkup
5
7
Diabetes Melitus -y
Tirotoksikosis
16
Ketoasidosis Diabetikum
20
Hipoglikemia
23
Dislipidemia
Struma Nodosa Non Toksik
26
Kista Tiroid
35
31
2.2. Kardiologi:
Bradiaritmia
39
41
44
Endokarditis Infektif
47
Fibrilasi Atrial
51
54
58
V
Perikarditis
Sindrbm KoronerAkut
Renjatan Kardiogenik
60
63
67
Takikardia Ventrikular
70
72
Ekstrasistol Ventrikular
74
Fibrilasi Ventrikular
2.3. Pulmonologi:
Hemoptisis
Efusi Pleura
Pneumotoraks
Pneumonia didapat di Masyarakat
Pneumonia Atipik
Gagal Napas
7Penyakit Paru Obstruktif Kronik
'Tuberkulosis Paru
Karsinoma Paru
Emboli Paru
2.4. Reumatologi;
Artritis Pirai
Artritis Reumatoid
v/Lupus Eritemat(us Sistemik
Artritis Septik
Osteoartritis
Sklerosis Sistemik
2.5. Tropik Infeksi:
Demam Berdarah Dengue
DemamTifoid'
Leptospirosis
Sepsis dan Renjatan Septik
Feverof unknown Origin
Malaria
Intoksikasi Opiat
Intoksikasi Organofosfat
T7
79
82
87
90
100
103
105
109
112
117
121
123
125
127
129
131
133
135
137
139
142
144
146
148
151
153
vi
155
157
160
162
165
168
171
174
179
181
183
185
187
189
192
194
197
201
Trombositosis Primer/Esensial
Sindrom Vena kava Superior
203
205
Hiperkalsemia
207
Hiperurisemia
209
211
2.8. Geriatri:
216
219
229
231
237
244
248
250
253
256
Vll
258
260
263
267
Depresi
269
Dispepsi Fungsional
Sindrom Leiah Kronik
271
Ansietas
Sindrom Hiperventilasi
275
Nyeri Psikogenik
Sindrom Kolon Iritabel
279
283
273
277
281
287
"Asma Bronkial
291
285
289
294
297
299
Dispepsia
Karsinoma Kolon
301
Karsinoma Rekti
303
Karsinoma Gaster
304
Hematemesis Melena
305
Diare Kronik
307
Pankreatitis Akut
309
Ileus Paralitik
311
Hematoskezia
313
2.12. Hepatologi:
</ Sirosis Hati
302
315
317
Hepatoma
Hepatitis Virus Akut
318
320
319
321
viii
Kolesistitis Akut
Perlemakan Hepatitis non alkoholil<
323
325
BAB III
327
329
331
333
340
342
347
Tes Treadmill
350
3.2. Pulmonologi
ungsi Cairan
Biopsi Aspirasi Jarum Haius
Pleurodesis
Bronkoskopi
Spironnetri
Biopsi Pleura
337
353
355
357
359
362
369
372
3.3. Reumatologi
Penyuntikan intra-artikular
Aspirasi Cairan Sendi/artrosentesis
375
377
383
385
395
380
388
391
397
400
403
405
408
411
ix
413
415
417
419
421
3.7. Gastroenterologi
Skleroterapi dan Ligasi Varises Esofagus
Skleroterapi Hemoroid
Businasi
BAB IV
423
425
428
Kolonoskopi
430
431
433
Esofago-Gastro-Duodenoskopi
435
3.8. Hepatologi
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Parasentesis Abdomen
441
: Penutup
443
Lampiran
Surat Keputusan Ketua Umum PB PAPDI
No. 172ISK. PB. PAPDIIIXI04
437
439
447
KATA PENGANTAR
Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan memberikan pelayanan dan
perawatan pasien secara optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan
Assalamuialaikum Wk JVb
Kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah dapat menyelesaikan
Panduan Pelayanan Medis Penyakit Dalam. Dengan demikian kita telah maju
selangkah lagi dalam menyediakan pelayanan yang bermutu dan profesional.
Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam merupakan suatu panduan keija Dokter
Spesialis Penyakit Dalam di seluruh Indonesia dalam menjalankan tugas keprofesian
di sarana pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Akhir-akhir ini pengaduan masyarakat akan medical error dan mal praktek
sudah banyak kita temukan baik lewat media massa maupun lewat penyelesaikan
hukum, hal ini disebabkan karena telah meningkatnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat akan haknya untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Arus
globalisasi yang kita hadapi memacu terjadinya persaingan ketat agar bisa survive.
Dengan demikian bekerja secara profesional merupakan kunci dari penyelesaian
masalah ini. Panduan profesi dan panduan pelayanan medik ini menjadi sangat
penting agar hak masyarakat terlindungi untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu serta tenaga pemberi pelayanan pun terlindungi.
Saya menyambut gembira dan menghargai upaya yang telah dilakukan oleh
PAPDI ini dengan demikian profesi telah ikut mendorong pencapaian Indonesia
Sehat2010.
Dengan dicetaknya buku Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini maka asset
perangkat lunak kita dalam memberikan rambu-rambu bekerja secara profesional
telah bertambah lagi. Buku ini tidak hanya bermanfaat bagi profesi tetapi juga bagi
pemerintah dalam pengembangan pelayanan di sarana kesehatan.
xni
Akhir kata saya ucapkan selamat bekerja semoga Allah SWT selalu
membimbing dan meridhoi segala upaya yang kita buat.
XIV
Pelayanan Medik PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/panduan segala
sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan
dan perawatan kepada pasien.
Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi
di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka
meningkatkan profesionalisme dokter penyakit dalam dan mencegah terjadinya
ikekeliruani dalam perawatan kepada pasien, diharapkan Buku Panduan Pelayanan
Medik PAPDI ini menjadi acuan/panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang
dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas
pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang
tersedia.
Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang
berkualitas dan bertanggung jawab, di samping mengacu pada buku Panduan
Pelayanan Medik PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai
panduan keija yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung
sumberdayamanusia(SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggung
jawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai
dengan kebutuhan. Untuk itu dokter spesialis penyakit dalam harus selalu berupaya
memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan
pasien baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku Panduan
Pelayanan Medik PAPDI dan kepada Tim PPDS Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang
telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para mediator dari Divisi Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan anggota cabang PAPDI di Indonesia yang
telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini.
XV
Semoga buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI ini dapat membantu dalam
melaksanakan tugas sehari-hari dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit sebagai
bentuk pelayanan dan pengabdian masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan
bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para dokter penyakit dalam seluruh
Indonesia. Amiin.
xvi
LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN
PANDUAN PELAYANAN MEDIK PAPDI
PAPDIAai/04)
2.
Penyakit:
Metabolik Endokrinologi :
- Diabetes melitus
Tirotoksikosis
- Ketoasidosis diabetikum
- Hipoglikemia
- Dislipidemia
Struma nodosa non toksik
- Kista tiroid
Kardiologi :
- Bradiaritmia
- Edema paru akut (kardiak)
- Endokarditis infektif
- Fibrilasi atrial
- Gagal jantung kronik
- Takikardia atrial paroksimal
- Perikarditis
- Sindrom koroner akut
- Renjatan kardiogenik
- Fibrilasi Ventrikular
Takikardia Ventrikular
- Ekstrasistol ventrikular
Pulmonologi :
Hemoptisis
- Efiisi
pleura
- Pneumotoraks
- Pneumonia didapat di masyarakat
- Pneumonia atipik
- Gagal napas
- Penyakit paru obstruktif kronik
- Tuberkulosis paru
- Karsinoma paru
- Emboli paru
Reumatologi:
- Artritis pirai
- Artritis reumatoid
- Lupus eritematosus sistemik
xvii
- Artritis septik
- Osteoartritis
- Sklerosis sistemik
Tropik Infeksi :
- Demam berdarah dengue
- Demam tifoid
- Leptospirosis
- Sepsis dan renjatan septik
- Fever of unknown origin
- Malaria
- Intoksikasi opiat
- Intoksikasi organofosfat
Ginjal Hipertensi ;
- Penyakit ginjal kronik
- Sindromnefrotik
- Penyakit glomerural
- Gagal ginj al akut
- Hipertensi
- Krisis hipertensi
- Infeksi saluran kemih
- Batu saluran kemih
- Nefritis lupus
Hematologi Onkologi Medik :
- Limfoma Non Hodgkin
- Anemia aplastik
- Leukemia akut
Leukemia kronik
Sindrom lisis tumor
-
Geriatri :
Pengkajian Geriatri paripuma/Cow;?re/ie5(/'Geriatric Assesment
(CGA)
- Sindrom Delirium Akut
- Instabilitas dan Jatuh
- Gangguan kognitif ringan dan demensia
- Imobolisasi
- Inkontinensia urin
- Dehidrasi
Konstipasi
Psikosomatik;
-
Depresi
Dispepsi fungsional
Sindrom lelah kronik
Ansietas
Sindrom hiperventilasi
Nyeri psikogenik
Sindrom kolon iritabel
Penyakit jantung fungsional (Neurosis kardiak)
Alergi Imunologi :
- Infeksi HIV/AIDS
- Renjatan anafilaksis
- Asma bronkial
- Urtikaria karena obat
Gastroenterologi :
- Ulkus peptikum
- Dispepsia
- Karsinoma kolon
- Karsinoma rekti
Karsinoma gaster
Hematemesis Melena
Diare kronik
Pankreatitis akut
Ileus paralitik
Hematoskezia
Hepatologi :
- Sirosis hati
- Hepatoma
Hepatitis virus akut
- Hepatitis virus kronik
- Abses hati
- Kolesistitis akut
- Perlemakan hepatitis non alkoholik
Tindakan/prosedur:
Kardiologi:
- Kardioversi
- Kateterisasi jantung dan angiografi koronaria
- Pacu jantung sementara
- Perikardiosentesis (pungsi perikard)
- Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak
xix
PTCA
Tes Treadmill
Pulmonologi :
- Pungsi cairan pleura
Biopsi aspirasi jarum halus
- Pleurodesis
- Bronkoskopi
- Spirometri
- Biopsi pleura
Reumatologi:
- Penyuntikan intra-artikular
- Aspirasi cairan sendi/artrosentesis
Ginjal Hipertensi:
- Biopsi ginjal
- Peritonial dialisis akut
- Peritonial dialisis mandiri berkesinambungan
Hematologi Onkologi Medik :
- Aferesis
- Pungsi sumsum tulang
- Biopsi sumsum tulang
-
Transfiisi darah
Pemasangan nutricath
Flebotomi
Alergi Imunologi :
- Tes temple (patch test)
~ Tes tusuk
{skin prick test)
- Tes provokasi bronkus
- Tes provokasi obat
Gastroenterologi :
Skleroterapi dan ligasi VE
- Skleroterapi hemoroid
- Businasi
- Kolonoskopi
Pemasangan selang nasogastrik (NGT atau Flocare)
Esofago-gastro-duodenoskopi
Hepatologi :
Biopsi aspirasi jarum halus
- Parasentesis abdomen
3.
4.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pengertian
Diagnosis
Diagnosis banding/diferensial
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
Komplikasi
Prognosis
Wewenang
Unit Yang Menangani
UnitTerkait
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Seiring dengan kemaj uan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, perlu adanya panduan/acuan
kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun mate
rial meny angkut pelayanan dan perawatan kepada pasien di rumah sakit pemerintah
dan swasta serta fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia, agar tidak terjadi
"kekeliruan" dalam bertindak yang mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi pasien
tetapi juga seluruh praktisi kesehatan yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan pelayanan dan perawatan kepada pasien seorang dokter
penyakit dalam hams selalu menjunjung tinggi sikap hamanisme, profesionalisme,
bertanggung jawab moral, memegang teguh etika kedokteran, etika sosial dan etika
nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) berusaha menyusun suatu buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam sebagai acuan/panduan dalam melaksanakan
pelayanan dan perawatan kepada pasien, sehingga tercapai tujuan pelayanan
kesehatan yang optimal, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan material.
1.2
1.3
RUANG LINGKUP
BAB II
PANDUAN PELAYANAN
MEDIK PAPDI
2.1
METABOLIK
ENDOKRINOLOGI
Metabolik Endokrinobgi
Diabetes melitus
PENGERTIAN
Diabetes melitus merupakan suatu kelompokpenyakit metabolik yang ditandai oleh
Idiopatik
n. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi
insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin)
III. Tipe spesifik lain:
Defek
genetik pada fungsi sel [i
Defek
genetik pada kerj a insulin
Endokrinopati
Diinduksi obat atau zat kimia
Infeksi
Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM
Sindrom
genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM
IV DM gestasional
DIAGNOSIS
Terdiri dari:
Diagnosis DM
Diagnosis komplikasi DM
Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL
Gigi mulut
Keadaan kaki
(termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku
Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glu kosa:
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau
3. Kadar glukosa plasma >200mg/dL pada2jamsesudahbeban glukosa 75 gram
pada TTGO
DIAGNOSIS BANDING
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa
terganggu (GDPT)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium:
A,C
Albuminuri mikro
Pemeriksaan penunjang lain:
EKG, foto toraks, flinduskopi
TERAPI
Edukasi meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit
DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus
yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
10
Metabolik Endokrinobgi
Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
Karbohidrat 60 - 70 %, protein 1 0 - 1 5 % , dan lemak 20 - 25 %
Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidakjenuh (MLJFA =
Unsaturated Fatty Acid), dan
membatasi PUFA {Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah
kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.
- 20 %
-10%
+20%
- 5 %
+ (10 s/d 30 %)
+10%
+ 20 %
+ 30 %
+300kal
+500kal
Rumus Broca:
Berat badan idaman = (tinggi badan-100 ) - 10 % *
Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.
->
BB kurang
: < 90 % BB idaman
BB nomial
: 90 - 110 % BB idaman
BBlebih
: 110-120% BB idaman
Gemuk
: > 120 % BB idaman
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Prinsip: Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance
Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO):
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue); sulfonilurea, glinid
Penambah sensitivitas
terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
+1 macam OHO
Biguanid / Penghambat glukosidase a / G litazon
> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
12
Metabolik Endokrinologi
Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai:
[nsulin
Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir.
Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk:
evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinU):
Non-farmakologis
Sasaran tidak tercapai:
Non-farmakologis + secretagogue
> evaluasi 2 4 minggu (sesuai keadaan klinis):
13
Kriteria Pengendalian DM
Baik
GD puasa (mg/dL)
GD 2 jam pp (mg/dL)
AiC (%)
Kolesterol total ( mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dl)
Sedang
80-109
IMT (Kg/m)
80 - 144
Tekanan darah (mm
< 6,5
Hg)
<200
< 100
> 45
< 150
Buruk
18,5-22,9
< 130/80
110-125
145-179
6,5-8
200- 239
100-129
> 126
> 180
150-199
23-25
> 200
> 25
> 8
> 240
> 130
130-140
> 140/90
80-90
KOMPLIKASI
A. Akut:
Ketoasidosis diabetik
Hipoglikemia
B. Kronik:
Makroangiopati:
- Pembuluh koroner
- Vaskular perifer
- Vaskular otak
Mikroangiopati;
- Kapiler retina
- Kapiler renal
Neuropati
Gabungan:
- Kardiopati: penyakitjanting koroner, kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik
Disflingsi ereksi
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
14
Metabolik Endokrinobgi
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
15
TIROTOKSIKOSIS
PENGERTIAN
Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon
tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori:
1.
2.
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu
makan meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air
besar, oligomenore / amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus,
refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.
Gambaran klinis penyakit Graves: struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/
eksoftalmus, dermopati lokal, akropaki
Laboratorium: TSHs rendah,
meningkat
toksikosis;
atau fT
Metabolik Endokrinobgi
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN
PENUNJ ANG
Laboratorium: TSHs, T atau fT, T3, atau fT, TSH RAb, kadar leukosit (bila
timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
Sidik Tiroid / thyroidscan: terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit
Graves dengan komponen nodosa
EKG
Foto toraks
TERAPI
Tata laksana Penyakit Graves:
ObatAntitiroid
Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari.
Metimazol dosis awal 20 - 30
mg / hari.
Indikasi:
- Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien
muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis
- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif
- Persiapan tiroidektomi
- Pasien hamil, lanjut usia
- Krisis tiroid
Penyekat adrenergik P pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40 200
mg dalam4 dosis.
Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid,
pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT
TyT3 dan TSHs.Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikuxangi dosisnya dan
dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24
bulan, Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan
remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan
eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.
17
Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
Graves
yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Radioablasi
Indikasi;
Pasien berusia > 35 tahun
Tatalaksana Krisis tiroid: (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid)
1. Perawatan suportif:
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Dubia ad bonam.
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.
WEWENANG
18
MetabotDc Endoknnobgi
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Sumual A, Pandelaki K. Hipertiwidisme. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbH FKULp. 766-72.
2. Jameson JL, Weetman AP Disorders o f the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal
Medicine. 15' ed. New York: McGraw-HiU:2001 .p. 2060-84.
3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di BidangIlmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16April 2000:78-82.
4. Suyono S, Subekti /. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
19
KETaASIDOSlSDIABETIKUM
P E N G E RTI A N
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi
insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia,
ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut,
pankreatitis akut, pengguna an obat golongan steroid, penghentian atau
pengurangan dosis insulin.
DIAGNOSIS
Klinis;
Keluhan
poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam / infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kesadaran: kompos mentis, delirium, koma
pH
HC03Anion gap
Keton serum
>250mg/dL
<7,35
rendah
tinggi
positif dan atau ketonuria
PIAGNOSiSI BANDING
Ketosis diabetihiperglikemi hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic
hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol,
ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis
hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi,
trauma kapitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito; gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin,
analisis gas darah, EKG
Pemantauan:
Gula darah:
tiapjam,
20
Metabolik Endokrinobgi
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi); kultur darah, kultur urin, kultur pus
TERAPI
Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
L Cairan:
NaCl
0,9 % diberikan 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua,
lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 Lpadajamkelimadan
keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.
Jika Na" > 155
mEq/L > ganti cairan dengan NaCl 0,45 %.
Jika GD < 200
mg/dL
ganti cairan dengan Dextrose 5 %.
BL
RI
(mg/dL)
(Unit, subkutan)
<200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL: drip RI dihentikan
Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin
sehari > dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah
makan).
nL Kalium
Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq
/ 6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang
lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.
Bila kadar
pada pemeriksaan elektrolit kedua:
<3,5
dripKCl 75 mEq/6jam
3,0-4,5 >
dripKCI 50mEq/6jam
>
4,5 6,0
dripKCl 25mEq/6jam
> 6,0
drip dihentikan
Bila sudah sadar, diberikan
oral selama seminggu.
IV. Natrium bikarbonat
<7,0, disertaiKC126mEqdrip.
Drip 100 mEq bila pH
50mEqbilapH 7,0-7,1, disertaiKCl 13mEqdrip.
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
21
TatalaksanaUmum:
Heparin: bila ada KID satau hiperosmolar (>380 mOsm/L) Terapi disesuaikan
dengan pemantauan klinis;
Tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pemapasan, temperatur setiap jam,
Kesadaran
setiap jam,
Keadaan hidrasi
(turgor, lidah) setiap jam,
Produksi urin
setiap j am, balans cairan
Cairan infus
yang masuk setiap jam,
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut,
sepsis, syok.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
PERKENl. PetunjukPraktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.
Waspadji S. Kegawatanpada Diabetes Melitus. In: Presiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.
3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:Prosiding Simposium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:89-96.
4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al.
Management o f Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes. Diabetes Care, Jan
J.
2.
2001;24(1):131-5L
22
Metabolik Endokrinologi
HIPOGUKEMIA
PENGERTIA U
Hipoglikemiaadalahkeadaandimanakadarglukosadarah <60 mg/dL, ataukadar
glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.Hipoglikemia pada DM teijadi
karena:
Kelebihan obat / dosis obat: terutama
insulin, atau obat hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin
yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca
persalinan
Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium
parasimpatik; lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium
gangguan otak ringan; lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung
sementara
Stadium
simpatik; keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar
Stadium
gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang
Anamnesis:
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu
pemakaian terakhir, perubahan dosis.
Waktu makan
terakhir, jumlah asupan gizi
DIAGNOSIS BANDING
Hipoglikemia karena
Obat:
- (sering): insulin, sulfonilurea, alkohol,
(kadang): kinin, pentamidine
(jarang): salisilat, sulfonamid
23
PEMERIKSAAN
Kadar glukosa darah (GD), tes flingsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula mumi 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula mumi
(bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara,
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipogUkemia):
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 %per infus, 6jamperkolf,
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer:
Bila GDs <50
mg/dL > + bolus Dekstrosa40 % 50 mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
4, Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :
Bila GDs < 50 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV
Bila GDs <100 mg/dL > + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV
Bila GDs 100-200 mg/dL> tanpa bolus Dekstrosa 40 %
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa
10%
Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2
jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4
jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam:
GD
RI
(mg/dL)_(Unit, subkutan)
<200
0
200-250
5
250-300
10
300-350
15
>350
20
5.
24
MetBbolik Endokiinobgi
KOMPLIKASI
Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS
Dubia.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I :
PERKENL Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002. Waspadji S.
Kegawatan pada Diabetes Melitus. Dalam Presiding Simposium Penatalaksanaan
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.
3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Harrisons Principles o f Internal MedicineJ 5' ed. New York: McGrawHill: 2001.p. 2138-43.
/.
25
D I S L I PI D E M I A
PENGERTIAN
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan
(peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta
penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya
mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara
klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: Hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol:
Kolesterol LDL:
Klasifikasi:
Kolesterol total:
Kolesterol HDL
< lOOmg/dL
100-129mg/dL
130-159mg/dL
160- 189mg/dL
> 190mg/dL
Optimal
Hampir optimal
Borderline tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
<200mg/dL
200-239 mg/dL
> 240 mg/dL
Idaman
Borderline tinggi
Tinggi
<40 mg/dL
> 60 mg/dL
Rendah
Tinggi
Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung koroner (PJK), perlu diperhatikan faktorfaktor risiko lainnya:
Faktor risiko
positif:
Merokok
- Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun)
Kolesterol HDL rendah
- Hipertensi ( TD > 140/90 atau dalam terapi antihipertensi)
- Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga {first degree: pria < 55
tahun, wanita < 65 tahun)
Faktor risiko negatif:
- Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total.
ATP III menggunakanFramfrtg/awi Risk Score (FRS) untuk menghitung besamya
risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan > 2 faktor risiko, meliputi:
umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi.
Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam
10 tahun.
Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding
dengan kejadian PJK, yakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari:
26
Metabolik EndokrinolDgi
Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta
abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis,
Diabetes
Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20 %.
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekah:
Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fiingsi hati, urin
lengkap, tes flingsi ginjal, TSH, EKG
TERAPI
Untuk hiperkolesterolemia:
Penatalaksanaa n Non-famiakolopi s (Perubahan Gaya Hidup):
Karbohidrat
Protein
Serat
Kolesterol
27
50 - 60 % kalori total
hingga 15 % kalori total
20-30 g / h a r i
<200 m g / h a r i
Latihanjasmani
Penurunan berat badan bagi yang gemuk
Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol
Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat
tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan.
Bila setelah 6
minggu PGH, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak
jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat,
dan kerjasama dengan dietisien.
Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil
menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan,
dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihanjasmani.
Terapi Farmakologis:
Golongan statin:
- Simvastatin
5-40 mg
- Lovastatin
10-80mg
- Pravastatin
10-40mg
- Fluvastatin
20-80mg
- Atorvastatin 1 0 - 8 0 m g
Golongan bile acid sequestrant.
- Kolestiramin 4 - 16 g
Golongan nicotinic acid:
- Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 - 3 g
Target Kolesterol LDL (mg/dL) :
Target Kadar LDL
Kategori
LDL untuk mulai PGH
Risiko
<100 >100
PJK atau
Ekivalen PJK
(100-129: opsional)
(FRS > 20 %)
<130 >130
Faktor risiko > 2
(FRS < 2 0 % )
<160 >160
Faktor risiko 0-1
Metabolik Endokrinobgi
Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,
diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.
Pasien dengan hipertrigliseridemia:
Penatalaksanaan non
farmakologis sesuai di atas.
Penatalaksanaaan
farmakologis:
Target terapi:
- Pasien
dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi
adalah mencapai target kolesterol LDL.
- Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol
non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol
LDL (lihat tabel di atas).
- Pendekatan terapi obat:
1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau
2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari:
Gemfibrozil 2 x 600
mg atau 1 x 900 mg
Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dari dislipidemia sekunder Juga hams ditatalaksana.
KOMPLIKASI
Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pa da Diabetes Melitus di Indonesia.
1995.
2.
Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults.
Executive Summary o f the Third Report o f the National Cholesterol Education Program
(NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol
in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97.
29
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
3. Semiardji G National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Slang Klinik Bagian Metabolik
Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002.
4. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2245-57.
5. Suyono S. Terapi Dislipidemia, Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan? Prosiding
Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November
2000:185-99.
30
MetaboUk Endokrindogi
DIAGNOSIS
Anamnesis:
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan, sesak napas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik:
Umum
Lokal:
- Nodul
tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi
- Permukaan
- Perlekatan
pada j aringan sekitamya
- Pendesakan atau pendorongan trakea
- Pembesaran
kelenjar getah bening regional
Pemberton sign
31
Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa Quga
meningakatkan insiden penyakit nodul tiroidjinak)
DIAGNOSISI BANDING
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat
masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi,
stres lain.
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degenerasi
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma
PEMERIKSAAN! P E NUNJANG
Laboratorium: T4 atau fT4, T3, dan TSHs
Biosi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid:
- Bila hasil laboratorium: non-toksik
- Bilahasillab. (awal) toksik, tetapi hasil scan:
menjadi eutiroid,
32
syarat: sudah
Metabolik EndokmiolDgi
USGtiroid;
- Pemantau kasus nodul
yang tidak dioperasi
- Pemandu pada BAJAH
Sidik tiroid:
- Bila klinis:
ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali): jinak,
- Hasil
sitologi dengan BAJAH: curiga ganas
Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid
medular, diperiksakan kalsitonin)
Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi:
A- Ganas
> Operasi Tiroidektomi near-total
B, Curiga
> Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC):
Bila hasil = ganas > Operasi Tiroidektomi near-total.
Bila hasil = jinak> Operasi Lobektomi, atau Tuo\dQVXom\ near-total.
Altematif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule > Operasi
C. Tak cukup/sediaan tak representatif
Jika nodul Solid
(saat BAJAH): ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi > Operasi Lobektomi
dilanjutkan 3 x 25 ug (3 4 hari),
bila tidak ada
efeksamping atau tandatoksis: dosis- menjadi2x lOOug
sampai 4 - 6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 - 0,3 ulU/L)
33
KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut / subakut
PROGNOSIS
Tergantung jenis nodul, tipe histopatologis.
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I
I. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. 757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW,
Effendy S, Setiati S, Gani RA, Alwi I, eds. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam; }997.p. 207J3.
3. Subekti I Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,
Maryantoro, GaniRA, MansjoerA ,eds. PedomanDiagnosis dan TerapidiBidangllmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2060-84.
34
Metabolik Endokrinologi
KISTA TIROID
PENGERTIAN
Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10 - 25% dari seluruh
nodul tiroid.Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid.
Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian
nodul kistik mempunyai bagian yang solid.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Sejakkapanbenjolantimbul
Rasa
nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap
Cara
membesamya: cepat, atau lambat
Pada
awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan
atau hanya pembesaran leher saja
Riwayat keluarga
Gangguan menelan
Sesak
napas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik:
Umum
Lokal:
Nodus tunggal atau majemuk, atau difus
- Nyeri tekan
- Konsistensi: kistik
Permukaan
- Perlekatan pada jaringan sekitamya
- Pendesakan atau pendoiongan trakea
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pemberton's sign
Penilaian risiko keganaian:
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid
jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:
35
DIAGNOSIS BANDING
Kista tiroid, kista degenerasi, karsinoma tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG tiroid:
TERAPI
Pungsi aspirasi seluruh cairan kista:
Bila kista
regresi > Observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah > pungsi aspirasi dan
observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi
operasi lobektomi
KOMPLIKASI
Tidak ada.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya.
36
Metabolik Endokrinologi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. 757-65.
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dertgan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW,
EffendyS, SetiatiS, GaniRA, Alwileditors. NaskahLengkapPertemuanllmiah Tahunan
Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 1997.p. 207-13.
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I.
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 1999.p. 187-9.
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology
Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
1.
37
2.2
KARDIOLOGI
Kdiologi
BRADIARITMIA
PENGERTIAN
Bradiaritmia adalahperlambatan denyut jantung di bawah 50 kali/menit yang dapat
disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensitivitas/ kelainan sistem persarafan
dengan dan atau adanya gangguan konduksi atrioventrikular. Dua keadaan yang
sering ditemukan:
1.
2.
DIAGNOSIS
Gangguan pada sinus node {sick sinus syndrome)
Keluhan:
Penurunan curah
jantung yang bermanifestasi dalam bentuk letih, pening,
limbung, pingsan
Mobitz tipe II, Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap
gelombang P diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak dihantarkan dan
bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut yang tidak dihantarkan. Irama
QRS bisa teratur atau tidak teratur tergantung pada denyut yang tidak
dihantarkan. Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan teijadi pada berkas
his, namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas bila hambatan ini pada
cabang berkas
41
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
DIAGNOSIS I BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome)
Pada keadaan gawat darurat berikan sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total (0,04 mg/
kgBB) jika tidak tidak ada respons berikan drip isoproterenol mulai dengan dosis 1
ug/menit sampai 10 ug/kg /menit secara bertahap. Kemudian lanjutkan dengan
pemasangan pacu jantung, sesuai dengan sarana yang tersedia (transcutaneus
temporary pace mak er dan tran sv enous te mporar y p a c e maker). Pada
penatalaksanaan selanjutnya dilakukan pemasangan pacu jantung permanen.
BlokAV
Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang simtomatik. Walaupun demikian
etiologi penyakit dan riwayat alamiah penyakit ikut menentukan tindakan selanjutnya.
Bila penyebabnya obat-obatan maka harus dihentikan. Demikian pula bila
penyebabnya oleh karena faktor metabolik yang reversibel maka faktor-faktor
tersebut juga harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme, asidosis, gangguan elektrolit
dan sebagainya). Bila penyebab yang mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat
sementara, maka mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara (pacu
jantung sementara) seperti halnya pada infark miokard akut inferior. Pada penderita
yang simptomatik, perlu dipasang pacu jantung permanen.
BlokAV total
Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik) berikan sulfas atropin (SA)
0,5-1 mg IV (total 0,04 mg/kgBB), atau isoproterenol. Bila obat tidak menolong,
pasang alat pacu jantung sementara, selanjutnya dilakukan pemasangan pacujantung
permanen.
KOMPLIKASI
Sinkop, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung.
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi
42
KaidiolDgL
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I
/. Panggabean MM. Bradiaritmia. Dalam. In: Simadibraia M, Setiaii S, Alwi I, Maryantoro,
GaniRA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
;1999.p. 161-5.
2. Karo KS. Disritmia. In: Rilantono LI, Baraas F, Kara KS, Roebiono PS, editors. Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999. p. 275-88.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: SJaifoellah N,
Wdspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid /, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. 100514.
43
EDEMA R U J A KU T (KARDIAK)
PENGERTIAN
Edema paru akut (kardiak) adalah Akumulasi cairan di pam-paru secara tiba-tiba
akibat peninggian tekanan intravaskular
DIAGNOSIS
Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari)
disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan
emeriksaan flsik:
Sianosis sentral
Sesak
napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih
Ronki basah
nyari di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru; kadang-kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut asma kardial
Takikardia
dengan gallop S3
Murmur bila ada kelainan katup
Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung
Gambaran
infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan
Laboratorium
Analisi
gas darah pO rendah, pCO mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia
Enzim kardiospesifik meningkat j ika penyebabnya infark miokard
Foto toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadangkadang timbul efusi pleura
Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung; Kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi),
segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner), dan umumnya
ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri
DIAGNOSIS BANDING
Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks,
EKG, Enzimjantung (CK-CKMB, Troponin T), ekokardiografi transtorakal, angiografi
koroner
44
Kardioloy
TERAPI
1. Posisi Vi duduk
2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk:
pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, Pa02 tidak bisa dipertahankan >
60 mmHg dangan 0 2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi C02, hipoventilasi,
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator/bipep
3, Inflis emergens!
4. Monitor tekanan darah, monitor EKQ oksimetri bila ada
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena
mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat
diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
KOMPLIKASI
Gagal napas
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respons terapi
WEWENANG
45
UNITTERKAIT
R E F E RE N S I
Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung Kronik. In:
SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, eds. PedomanDiagno
sis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 140-54.
46
Kardiologi
ENDOKARDITIINFEKTIF
PENGERTIAN
Endokarditis' infektif adalah Inflamasi pada endokard yang biasanya melibatkan
katup dan jaringan sekitamya yang terkait dengan agen penyebab infeksi
DIAGNOSIS
Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (EI):
EI definite:
Kriteria Patologis
Mikroorganisme ; ditemukan dengan kultur atau histologi dalam vegetasi yang
Kriteria klinis : menggunakan defmisi spesiflk, yaitu :Dua kriteria mayor atau
satu mayor dan tiga kriteria minor atau lima kriteria minor
Kriteria Mayor:
1, Kultur darah positif untuk endokarditis Infektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk EI dari 2 kultur darah terpisah
seperti tertulis di bawah ini:
(i) Streptococci viridans, streptococcus bovis atau grup HACEK atau
(ii) Community acquired Staphylococcus aureus atau enterococci tanpa
ada fokus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur darah positif persisten
didefinisikan sebagai:
(i) > 2 kultur dari sampel darah yang diambil terpisah > 12 jam atau
(ii) Semua dari 3 atau mayoritas dari > 4 kultur darah terpisah (dengan
sample awal dan akhir diambil terpisah > 1 jam)
2. Bukti keterlibatan kardial
A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan sebagai:
(i) Massa intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang
menyokong, di jalur aliran jet regurgitasi atau pada material yang
diimplantasikan tanpa ada altematif anatomi yang dapat menerangkan,
atau
(ii) Abses, atau
(iii) Tonjolan baru pada katup prostetik atau
B. Regurgitasi valvular yang baru teijadi (memburuk atau berubah dari
murmur yang ada sebelumnya tidak cukup)
Kriteria Minor:
1. Predisposisi: predisposisi kondisi jantung atau pengguna obat intravena
2. Demam: suhu > 3 8C
47
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark pulmonal septik, aneurisma
mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway.
4. Fenomena imunologis : glomerulonefritis. Osier's nodes. Roth Spots, dan
faktorreumatoid.
5. Bukti mikrobiologi: kultur darah positiftetapi tidak memenuhi kriteria mayor
seperti tertulis diatas atau bukti serologis infektif aktif oleh mikroorganisme
konsisten dengan EI
6. Temuan kardiografi: konsisten dengan EI tetapi tidak memenuhi kriteria seperti
tertulis di atas
3.
EI possible
Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria definite tetapi tidak memenuhi
kriteria rejected
E l Rejected
Diagnosis altematif tidak memenuhi manifestasi endokardits atau resolusi
DIAGNOSIS BANDING
Demam rematik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis milier, lupus eritematosus
sistemik, glomerulonefritis pasca streptokokus, pielonefritis,poliarteritis nodosa,
reaksi obat
PEMERIKSAAN P E NU NJ A NG
Darah rutin, EKQ foto toraks, ekokardiografi, transesofageae ekokardiografl, kultur
darah
TERAPI
Prinsip terapi adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup, antipiretik, antibiotika.
Regimen yang dianjurkan (AHA)
1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan Str. Bovis :
Penisilin G kristal 12-28
juta unit/24 jam ivkontinu atau 6 dosis terbagi selama
4 minggu atau seftriakson 2 g Ikali/hari iv atau im selam 4 minggu
Penisilin G kristal 12-28
juta unit/24 jam iv kontinu atau 6 dosis terbagi selama
2 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2
minggu
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu
2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis relatif resisten terhadap
Penisilin G
Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi
selama 4 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 2 minggu
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu
48
Kdiologi
3.
Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama
4 - 6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam
selama 4-6 minggu
Vankomisin hidroklorida 30
mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak >
2g/24 jam selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv
tiap 8 jam selama 4-6 minggu
4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik.
a Regimen untuk Methicilin Succeptible Staphylococci
- Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-6 minggu dengan opsional
ditambah gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5
hari
b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam
KOMPLIKASI
Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan neurologi, perikarditis
PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi
WE WEN ANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
Alwi /. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektifpada Penyalah guna Obat
Intravena. In: SetiatiS, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH, LydiaA, etal, editors.
Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Umu Penyakit Dalam 2000. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Umu Penyakit Dalam FKUI;2000. p.171-86
49
50
Kaidiologi
IBRILASI ATRIAL
PENGERTIAN
FIBRILASl ATRIAL (FA) adalah Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran
gelombang "P" dengan frekuensi antara 350-650 permenit.
DIAGNOSIS
Gambaran EKG berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang
"P" dengan frekuensi antara 350-650 per menit
Klasifikasi FA Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari:
1. Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik
yang dapat menimbulkan aritmia.
2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan
sistemik yang dapat menimbulkan aritmia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Fibrilasi Atrial Paroksismal
1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan
saja.
2 Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan
jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta
atau obat antiaritmia kelas IC seperti propafenon atau flekainid.
3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.
4. Bila dengan obat-obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau
obat-obat antiaritmia lain.
5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron mempakan obat pilihan.
51
4.
KOMPLIKASI
Emboli, strok, trombus intrakardiak
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
WE WENANG
UNIT TERKAIT
52
Kardiobgi
REFERENSI
1. IsmailD. FibrilasiAtrial: AspekPencegahan TerjadinyaStrok. In: SetiatiS, SudoyoAW,
Alwil, Bawazier LA, Kasjmir Y, MansjoerA, editors. Naskah Lengkap Perfemuart Ilmiah
Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. p.97-114
2. Karo KS. Disritmia. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, editors.Buku
Ajar Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1999. p. 275-88.
3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.
4. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
; 1999. p. 155-60.
DIAGNOSIS
Anamnesis : Dispnea d' effort', orthopnea', paroxysmal nocturnal dispnea', lemas;
anoreksia dan mual; gangguan mental pada usia tua
Pemeriksaan Fisik: Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan/ekstensi
venajugularis , refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah
halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat,
edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring.
Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering terjadi
pada pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali,
nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dangan hipertensi vena
53
KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor
Kriteria Mayor
Kardiomegali
Edema
paru akut
Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batukmalam
Hepatomegali
Efusi pleura
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat
misalnyaARDS, emboli paru
Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
Penyakit hati: sirosis hepatis
54
Kdiologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
Foto
rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan
redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks) ,
peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang-kadang ditemukan ellisi pleura.
TERAPI
Non farmakologi
Anjuranumum:
a.
b.
Tindakan umum:
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
Farmakologi
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling
sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena
b.
c.
d.
e.
f
55
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, penghambat ACE, penyekat beta.
g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan em
boli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel
yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun
dengan riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I hams dihindari kecuali
pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III temtama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
mencegah kematian mendadak,
L Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS
Tergantung klas fiingsionalnya
WEWENANG
56
Kardiologi
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal JantungAkut dan Gagal Jantung Kronik. In:
Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maiyantoro , Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999.p. 140-54.
2. A CC/AHA. ACC/AHA Guidelinesfor the Evaluation and Management of Chronic Heart
Failure in Adult: Executive Summary. A Report o f The American College of Cardiology/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the
1995 Guidelines for the Evaluation and Management o f Heart Failure). Circulation
2001; 104:2996-3007.
57
DIAGNOSIS
Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QRS, terletak di belakang kompleks
QRS atau sama sekali tidak ada karena berada dalam kompleks QRS.Jarak R-R
teraturKompleks QRS langsing, kecuali pada rate ascendent aberrant conduction
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG 12 sandapan
Rekaman EKG 24jam
Pemeriksaan Elektrofisiologi
Ekokardiografi
Angiografi koroner
TERAPI
Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ballpressure pemijitan
sinus karotikus dan sebagainya
2. Pemberian obat yang menyekat node AV
a. Adenosin atau adenosin Tri Phosphate (ATP) IV. Obat ini harus diberikan
secara intrvena dan cepat (flush)
b. Verapamil intravena
c. Obat penyekat beta
d. Digitalisasi
Pilihan utama adalah ATP dan verapamil.
3. Bila sering berulang dapat dilakukan ablasi dengan terlebih dahulu EPS untuk
menentukan lokasi bypass tract atau ICD {Defibrillator Intra Cardial)
1.
KOMPLIKASI
Emboli, kematian mendadak
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
WEWENANG
58
Kardiobgi
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In : Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI :1996. p. 100514.
2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:
I999.p. 155-60.
1.
59
PERIKARDITIS
PENGERTIAN
Perikarditis peradangan pada perikard parietalis, viseralis atau kedua-duanya, yang
dapat bermanifestasi sebagai : perikarditis akut, efusi perikard tanpa tamponade,
efusi perikard dengan tamponade, perikarditis konstriktif
DIAGNOSIS
Tergantung manifestasi klinis perikarditis :
Perikarditis akut
Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang berkurang bila duduk dan
bertambah sakit bila menarik napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis).Pada
pemeriksaan fisik ditemukan friction rub. EKG menunjukkan ST elevasi cekung
(bedakan dengan infark jantung akut dan repolarisasi dini). Foto jantung normal
atau membesar
Tamponade
Pada fase awal terjadi peninggian tekanan vena jugularis dengan cekungan x
prominen dan hilangnya cekungan y (juga terlihat pada kateter vena sentral). Pada
fase selanjutnya timbul tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada
saat inspirasi), pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 12-15 mmHg pada
inspirasi, terlihat pada arterial line atau tensimeter). Penurunan tekanan darah.
Umumnya tamponade disertai: pekak hati yang meluas, bunyi jantung melemah,
friction rub, takikardia.Foto toraks menunjukkan:
60
Kardiologi
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAANi PE NU NJANG
EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila tersangka pericardial efusion),
Kateterisasi, CT Scan, MRI
TERAPI
Perikarditis Akut
Pasien hams dirawat
inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan
diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade
Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau GAINS indometasin 25- 50 mg/6
jam. Dapat ditambahkan morfin 2-5 mg/6jam atau petidin 25-50 mg/4jam, hindarkan
Efusi Perikard
Sama
dengan perikarditis akut, disertai pungsi perikard untuk diagnostik
mponade Jantung
Perikardiosentesis
perkutan
Bila belum bisa dilakukan
perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500 ml
dalam 30-60 menit disertai dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 220 ug/menit
Kalau
perlu membuat j endela perikardial dengan:
a. Dilatasi balon melalui perikardiostomi j arum perkutan
b, Pembedahan (dengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat j endela
perikardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan yang keluar saat
perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma
Pembedahan
yang dapat dilakukan :
1. Bedah sub-xyphoidperikardiostomi
2. Reseksi perikard lokal dengan bantuan video
3. Reseksi perikard anterolateral j antung
61
Perikarditis Konstrikitiva
Bila
ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba GAINS
Bila
progresif, dapat dilakukan perikardiektomi
KOMPLIKASI
P RO GN OS I S
Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I
Ismail D, Panggabean MM. Perikarditis. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M,
Lesmana LA, WldodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
A edisi ketiga, Jakarta: Balai Penerbit FKUJ ;l996.p. IQ77-SL
2. Panggabean MM, Mansjoer H. Perikarditis, Dafam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,
Maryxwtoro . Gani RA. Maiisjoer A, editors, Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerhitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;1999. p. 173-77
I.
62
Kardiologi
DIAGNOSIS
Anamnesis
Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostemal, dan prekordial.
Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas
dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan
istirahat atau obatnitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi,
udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bemapas,
keringat dingin, dan lemas.
lektrokardiogram
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q
Infark miokard ST elevasi: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi
gelombang T
Infark miokard non ST elevasi: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
Petanda Biokimia
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN pENUNJANg
EKG
Foto rontgen dada
Petanda biokimia: darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll
Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin
Ekokardiografi
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
TERAPI
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan
tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 jutalJ dalam 1 jam atau aktivator plasmino
gen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg)
dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi
segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau >
0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri
63
dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun. Blok cabang (BBB) dan anamnesis
dicurigai infark miokard akut.
Anti koagula n Heparin dir eko me nda sika n untuk pasien yang menjalani
revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli
sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau
diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin.
Heparin diberikan dengan target aPTT 1 , 5 - 2 kali kontrol.Pada angina pektoris tak
stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai
angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena
5000 unit dilanjutkan dengan inflis selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan
aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat
pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi
yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang
tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan
nilai INR (2-3)
64
Kardiologi
Atasi komplikasi:
1. Fibrilasi atrium
Kardio versi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau
iskemia intraktabel
Digitalisasi cepat
Penyekat Beta
Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan
Heparinisasi
2. Fibrilasi ventrikel
DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus
diberikan 5/20cA:kedua 200-300 J dan jika perlu //ocketiga 360 J.
3. Takikardia ventrikel
VT
polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik
: DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J dan jika perlu shockkQiigdi 360 J
VT monomorfik yang menetap diikuti anina, edema paru atau hiptensi harus
diterapi dengan DC shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat
diberikan: Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5- 0,75 mg/kg
BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksunal 3 mg/kgBB. Kemudian
loading dilanjutkan dengan infiis 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau
Disopiramid: bolus 1-2 mg.kgBB dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam; atau Amiodaron 150 mg infus selama 10-20
menit atau 5 ml/kgBB20-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama
6 jam dan kemudian infus pemeliha raan 0,5 mg/menit; atau Kardioversi
Q\QkXn](. synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)
4. Bradiaritmia dan blok
Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai
hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape)
Asistol ventrikel
Blok AV simtomatik
terjad pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau
derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit)
Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg. Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin
gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
65
5.
Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar
pelayanan medis mengenai kasus ini
6. Perikarditis
Ibuprofen
Kortikosteroid
7. Komplikasi mekanik
KOMPLIKASI
1.
Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark
miokard akut
2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok
kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan
hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom dresler,
emboli paru.
PROGNOSIS
Tergantung daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In:
Bawazier LA, Ali 1, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Presiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUf; 2001. p. 32-42.
2. Harun S, Aiwi I, Rasyidi K. Infark Miokard Akut. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi I,
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI:1999.p. 165-72
3. Santoso T Tatalaksana Infark MiokardAkut. In: Subekti I, LydiaA, Rumende CM, Syan
AF, Mansjoer A, Suprohaita, editors. Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 1-10.
66
Kdiologi
RENJATAN KARDIOGENIK
PENGERTIAN
Renjatan kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya
pompa jantung
DIAGNOSIS
Trias renjatan: tekanan darah < 90 mmHg, takikardia, dan oliguria
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda gagal jantung
2. Kemungkinan: komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel
atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut
jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang
tidak kongestif.Murmur : regurgitasi akut aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau
trombosis katup prostetik
Elektrokardiografl
1. Tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage
2. Aritmia: AVblok, bradiaritmia, takiaritmia
Foto toraks
opsifikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadangkadang efusi pleura
Ekokardiografi
Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, dilatasi ventrikel kiri
atau atrium kiri atau arteri pulmonalis, Regurgitasi katup, Miksoma atrium, Efusi
perikard dengan tamponade, Kardiomiopati hipertrofik, Perikarditis konstriktiva
DIAGNOSIS BANDING
Syok hipovolemik
Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)
Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat
Infark j antung kanan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKQ Enzimjantung (CKCKMB, Troponin T), Angiografi koroner
TERAPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10,
11.
67
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi
endotrakeal, suction dan ventilator
Infus emergensi
Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana imtuk
dekompresi dengan chest tube torakotomi
Atasi segera aritmia dengan obat atau DC
Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali
ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz.
EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut
inferior
Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk
mendapatkan PAWR Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif
berikan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik 1 GO mmgHg.
Dopamin dimulai dengan 5 ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target
mempertahankan tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan
norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0,1 - 30 ug/kgBB/
menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin
dengan dosis titrasi 2,5 - 20 ug/kgBB/menit. Atau milrininon/amrinon
lABP {Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat
sambil menunggu tindakan intervensi bedah.
Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi
afterload dan memperbaiki fiingsi pompa terutama berguna pada : hipertensi
berat, edema paru, dekompensasi katup. Nitrolgliserin sublingual atau intravena.
Nitrogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95
mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/ menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis
dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
12. Bila perlu: Diberikan Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/
menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons
klinis
13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak
berhasil dengan terapi oksigen
15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi
16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae
KOMPLIKASI
Gagal napas
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
68
Kardiologi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Panggabean MM, SuryadiprajaRM. GagalJantungAkut dan GagalJantungKronik. In:
Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Informasi dan
Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999. p. 140-54.
2. Trisnohadi HB. Syok kardiogenik. In: Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 11-16.
3. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In:
Bawazier LA, Alwi I, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 32-42.
69
FIBRILASI V E N T R I K U L A R
PENGERTIAN
Fibrilasi ventrikular adalah kelainan irama jantung dengan tidak ditemukan
depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi
sebagai suatu kesatuan dengan irama yang sangat kacau serta tidak terlihat
gelombang P, QRS maupun T
DIAGNOSIS
EKG: kompleks QRS sudahberubah sama sekali, amplitudo R sudah mengecil sekali.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografi, angiografi koroner
TERAPI
1.
DC shock dengan evaluasi dan shock sampai 3 kali j ika perlu dimulai dengan 200
Joule, kemudian 200-300 Joule dan 360 Joule.
2. Resusitasi jantung paru selama tidak ada irama jantung yang efektif (pulsasi di
pembuluh nadi besar tidak teraba).
3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia ventrikular.
KOMPLIKASI
Emboli paru, emboli otak, henti jantung
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
1.
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilidl, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.
70
Kardiologi
2.
Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:
1999. p 155-60.
71
TAKIKARDIAVENTRIKULAR
PENGERTIAN
Takikardia ventrikular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks
yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laj u lebih dari 100 per menit.
DIAGNOSIS
EKG: frekuensi kompleks QRS meningkat, 150-200 kali/menit, kompleks QRS melebar,
hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak tetap
DIAGNOSIS BANDING
Supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
EKG 12 sandapan, Rekaman EKG 24 jam, Ekokardiografi, Angiografi koroner,
Pemeriksaan elektrofisiologi
TERAPI
Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka dilakukan revaskularisasi koroner, bila
payah jantung maka diatasi payah jantungnya
Pada keadaan akut:
Bila mengganggu hemodinamik: dilakukan DC shock
Bila tidak mengganggu hemodinamik : dapat diberikan antiaritmia dan bila
tidak berhasil dilakukan DC shock
DC 5/;oc diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200 Joule, 200-300 Joule, 360
Joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu. Antiaritmia yang diberikan: lidokain atau
amiodaron. Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/kgBB (50-75 mg
dilanjutkan dengan rumatan 2-4 mg/kgBB). Bila masih timbul bisa diulangi bolus
50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15 mg/kg BB bolus 1 jam
dilanjutkan 5 mg/kg BB bolus /drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.
KOMPLIKASI
Emboli paru, emboli otak, kematian
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
72
Kardiologi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N,
Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. 100514.
2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;1999.p 155-60.
1.
73
EKSTRASISTOL VENTRIKULAR
PENGERTIAN
Ekstrasistol ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini
di salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatxi fokus yang otomatis atau
melalui mekanisme reentri.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang
EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografl, angiografi koroner
TERAPI
KOMPLIKASI
VT/VF, kematian mendadak
PROGNOSIS
WEWENANG
74
Kdiobgi
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Trisnohadi HB. Kelainan GangguanlramaJantung Yang Spesifik, In: SjaifoellahN, Waspadji
S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar llmu Penyakit
Dalam JilidI, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. 1005-14.
15
2.3
PULMONOLOGI
Pulmonologi
HEMOPTISIS
P E N G E RTI A N
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah dari saluran napas. Darah bervariasi dari
dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah
masif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih dari 600 mL darah dalam 24
jam.
DIAGNOSIS
Anamnesis
- batuk, darah berwama merah segar, bercampur busa,
- batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri
dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia
- penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya
- kelainan perdarahan, penggunaan obat antikoagulan / obat yang dapat
menginduksi trombositopenia
- kebiasaan: merokok
Pemeriksaan fisik
- orofaring, nasofaring: tidak ada sumber perdarahan.
- paru : ronk basah atau kering, pleuralfriction rub,
- jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung
Foto toraks : Menentukan lesi paru (lokal/difus), kardiak
Laboratorium
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urin lengkap
- Hemostasis (aPTT): bila perlu
- Sputum: pemeriksaan BTA langsung dan kultur, pewamaan Gram, kultur MOR
Bronkoskopi: Menentukan lokasi sumber perdarahan dan diagnosis
CT scan toraks: Menemukan bronkiektasis, malformasi AV
Angiografi: Menemukan emboli paru, malformasi AV
DIAGNOSIS BANDING
Sumber trakeobronkial:
- Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll)
- Bronkitis (akut dan kronik)
Bronkiektasis
Bronkiolitiasis
Trauma
- Benda asing
Sumber parenkim paru:
- Tuberkulosis paru
Pneumonia
- Abses paru
- Mycetoma {fungus hall)
-
Sindrom Goodpasture
Granulomatosis Wegener
Pneumonitis lupus
Sumber vaskular
Peningkatan tekanan vena pulmonal (stenosis mitral)
Emboli paru
MalformasiAV
Hematemesis
Perdarahan nasofaring
Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan
Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
Laboratorium:
- DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap
- Hemostasis: bila perlu
- Sputum: pemeriksaan BTA, pewamaan Gram, kultur MOR,
79
TERAPI
Hemoptisis masif:
Tujuan terapi adalah mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat,
menghentikan perdarahan.
Istirahat
baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit
Oksigen
Bronkoskopi: diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es, instilasi epinefrin),
Intubasi selektif
pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)
Indikasi operasi
Batuk darah
Batuk darah
Batuk darah
berhenti
Hemoptisis non-masif:
Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar.
Terapi konservatif sesuai penyakit dasar
KOMPLIKASI
Asfiksia, atelektasis, anemia
80
Puhnonobgi
PROGNOSIS
Tergantung pada penyebabnya.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1.
215-6.
2. Approach to the Patient. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR,
Senior RM, editors. Fishman s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3" ed.
New York: McGraw-Hill; 2002.p. 16-21.
3. Weinberger SE, Braunwald E. Cough and Hemoptysis. In: Braunwald E, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison j Principles of Internal
Medicine.15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 203-7.
81
EFUSI PLEURA
PENGERTIAN
Eflisi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan
gaya Starling, abnormalitas stniktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu,
dan abnormalitas site of entry (defek diafragma)
Tipe efusi pleura
1. Efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi
protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif teijadi karena perubahan
faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura.
Penyebab;
gagal j antung kongestif,
sindrom nefrotik,
sirosis hati,
sindrom Meigs,
hidronefrosis,
dialisis peritoneal,
efusi pleura maligna / paramaligna: karena atelektasis pada obstruksi bronkial,
DIAGNOSIS
Anamnesis:
Nyeri, Sesak, Demam
Pemeriksaan flsik
Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dadaBila > 300 mL cairan:
Foto torak
PA: sudut kostofrenikus
tumpul (bila > 500 mL cairan)*
Lateral: sudut kostofrenikus
tumpul (> 200 mL cairan) PA / Lateral:
gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah,
biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung
USG: menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi
eflisi terlokulasi (terutama bila ketebalan efusi < 10 mm atau terlokulasi),
CT scan (bila perlu): menunjukkan efusi yang belum terdeteksi dengan radiologi
konvensional, memperlihatkan parenkim paru, identifikasi penebalan pleura dan
kalsifikasi karena paparan asbestos, membedakan abses paru perifer dengan empy
ema terlokulasi.
Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura: melihat komposisi cairan
pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah.
Dinilai secara:
Makroskopis:
Transudat =
jemih, sedikit kekuningan
Eksiidat = wama lebih
gelap, keruh,
=
83
DIAGNOSIS BANDING
Transudat, eksudat, chylothorax, empiema (lihat di atas)
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
TERAPI
Efusi karena gagal jantung
Diuretik.
Torakosentesis
diagnostik bila:
- Efusi
menetap dengan terapi diuretik
- Efusi unilateral
Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna
- Efusi + febris
- Efusi +
nyeri dada pleuritik
Efusi Parapneumonia/ Empiema
Torakosentesis +Antibiotika drainase (lihat lampiran algoritme).
Efusi pleura liarena pleuritis Tuberkulosis
Obat anti Tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75 -1 mg/kgBB/
hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis
terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi dari sela iga III
84
Pubnonologi
Efusi pleura keganasan*
Drainase
dengan chest tube + pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk
pleurodesis ialah:
Terjadi rekurens yang cepat
Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan
- Pasien tidak debilitasi
- Cairan pleura dengan pH > 7,30 Altematif
pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis ialahpleuroperitoneal
shunt.
Hemotoraks
Chest tube/thoracostomy, Bila perdarahan > 200 mL/jam, pertimbangkan torakotomi
Efusi karena penyebab lain:
Atasi penyakit primer
KOMPLIKASI
Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas
PROGNOSIS
WEWENANG
UNIT TERKAIT
85
REFERENSI
1.
Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibraia M, Setiati S, Alwi 1, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUl, 1999:2101.
2.
Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. In: FishmanAP, Elias
JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman j Manual of
Pulmonary Diseases and Disorders. 3" ed. New York: McGraw-Hill, 2002: 487-506.
3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison 5 Principles of
Internal Medicine.15' ed. New York: McGraw-Hill, 2001:1513-6.
86
Pulmonologi
PNEUMOTORAKS
PENGERTIAN
Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru.
Pneumotoraks spontan : terjadi tanpa trauma atau penyebab jelas:
Pneumotoraks
spontan primer: Pada orang sehat.
Faktor risiko; merokok.
Penyebab : umumnya ruptur bleb subpleural atau bullae.
Pneumotoraks
spontan sekunder: pada penderita PPOK, tuberkulosis paru, asma,
cysticfibrosis pneumonia Pneumocystis carinii, dll.
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang didahului trauma, termasuk :
biopsi transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter vena sentral,
torakosentesis, biopsi transbronkhial, dll.
Menurut jenis flstulanya, dibagi atas:
1. Pneumotoraks ventil
2. Pneumotoraks terbuka
3. Pneumotoraks tertutup
DIAGNOSIS
Gejala: nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba,
makin hebat), batuk, hemoptisis
Pemeriksaan Fisik:
Takipneu,
Sisi terkena
(ipsilateral):
- Statis: lebihmenonjol
- Dinamis: pergerakan berkurang/tertinggal
- Fremitus: menghilang
- Perkusi: hipersonor
- Auskultasi: suara napas melemah - menghilang
Tanda
pneumotoraks tension:
- Keadaan umum sakit berat
Denyut jantung > 140 x/m
- Hipotensi
Takipneu, pemapasan berat
- Sianosis
- Diaforesis
- Deviasi trakea ke sisi kontralateral
- Distensi vena leher
Foto toraks:
Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen
PA
tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara paru dan dinding dada
pada apeks,
87
Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib
cage
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi akut,
eflisi pleura, kanker paru
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Foto toraks CT scan toraks
Analisis gas darah : bila diperlukan
TERAPI
KOMPLIKASI
Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks,
penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema
paru reekspansi
88
PulinonolDgi
PROGNOSIS
Dubia: tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat/ komorbid.
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
L
89
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PNEUMONIA DIDAPAT
Dl MASYARAKAT
P E N G ERTIA N
Pneumonia adalah Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain
Mikobakterium tuberkulosis.
Pneumonia Didapat Di Masyarakat {Community-acquiredPneumonia, CAP)
Pneumonia
pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48
jam sejak masuk rumah sakit
infeksi akut
pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa
infeksi
gejala
akut, disertai adanya gambaran inflltrat akut pada radiologi toraks
atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas
dan atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau
tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari sebelum
timbulnya gejala (IDSA 2000)
Etioiogi penyebab
Grup I: rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Grup 11: rawat jalan, dengan penyakit kardiopulmonal, dan / atau faktor modifikasi
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus)
Hemophilus influenzae
Enterik gram negatif
Respiratory viruses
Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi ( anaerob ), Mycobacte
rium tuberculosis, fungi endemik
Grup 111: rawat inap Non-lCU
a. Dengan penyakit kardiopulmonal dan / atau faktor modifikasi (termasuk penghuni
pantijompo)
Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP)
Hemophilus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Infeksi
campuran (bakteri + patogen atipik )
90
Pulmanobgi
b.
Legionella spp
Lain: Mycobacterium tuberculosis,mgi endemik, Pneumocystis carinii
Streptococcus pneumoniae
Hemophilus influenzae
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Infeksi
campuran (bakteri + patogen atipik )
Vnus
Legionella spp
Lain;
Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik, Pneumocystis carinii
Grup r v : RawatlCU
a. Tanpa resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa
Legionella spp
Hemophilus influenzae
Enterik
gram negatif
Staphylococcus aureus
Mycoplasma pneumoniae
Respiratory Virus
Lain: Chlamydiapneumoniae,Mycobacterium tuberculosis, f\mg\ endemik
b.
DIAGNOSIS
Rencana diagnostikbertujuan:
1. Diagnostik adanya CAP:
Foto
paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah
3.
DIAGNOSIS BANDING
Tuberkulosis paru, jamur
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
91
foto toraks
pulse oxymetry
Laboratorium Rutin; DPL, hitung jenis, LED, Glukosa darah, Ureum, Creatinin,
SGOT,SGPT
Analisis gas darah, elektrolit
Pewamaan Gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan antigen
Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PGR),
Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum
transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi
TERAPI
Tata laksana Umum:
Rawatjalan:
Ekspektoranmukolitik
Nutrisi tambahan
pada penyakit yang berkepanjangan
Kontrol setelah 48 j am atau lebih awal bila diperlukan
92
Pulmonobgi
Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks
Penyakit terkait,
Faktor
prognostik lain,
Kondisi dan
dukungan orang di rumah
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaOj > 8 kPa dan SaO > 92 %
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi
gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala
Cairan: bila
perlu dengan cairan intravena
Nutrisi
Ekspektoran/mukolitik"
Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan
Rawat dilCU :
KOMPLIKASI
CAP berat:
Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria
minor (dari 3 kriteria minor modifikasi).
Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS:
1. gagal napas berat (PaO/FIO < 250),
2. Foto toraks: pneumonia multilobaris,
3. TD sistolik < 90 mmHg,
Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit:
L perlunya ventilator mekanis,
2. syok sepsis.
Gagal napas
93
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PROGNOSIS
Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I
1. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management of Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and
Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54.
2. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide
linesfor the Management ofCommunity Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001:56
94
I
II
III
IV
V
<70
71-90
91-130
>130
Rawat
Inap
0,5
0,9
1,2
9,0
27,1
Rawat
jalan
0,0
0,4
0,0
12,5
0,0
Semua
pasien
0,1
0,6
0,9
9,3
27,0
Rawat jalan
Rawat jalan
Rawat inap singkat
Rawat inap
Rawat inap
Pulmondogi
Nilai
Umur ( tahun )
Umur ( tahun ) - 10
+ 10
+30
-1-20
0
-H10
+10
+20
+20
+20
+15
+10
+30
+20
Jumlah
nilai
Mortalitas
Penatalaksanaan
95
PORT (%)
Lab.
rutin
BTS 2001
Rawat ialan:
tak perlu untuk
mayoritas pasien,
Rawat inao
harus
pulse
oximetry
Pemeriksaan
oksigenasi:
analisa gas
darah
Folo thoraks
Gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Rawat inao:
bila tersedia
Rawat ialan:
dipertimbangkan
Rawat ialan:
penyakit
dasar
jan tung/paru
Rawat inao:
semua
Rawat inao:
harus
Rawal ialan:
tidak respons
thd AB cmpiris
Rawat inao:
CAP berat,
komplikasi (-I-)
Rawat ialan:
tidak respons
thd AB empiris
Rawat inao:
bukan CAP berat
+ dahak purulen
+ belum AB,
CAP berat,
tidak respons thd
AB empiris
Rawat inao
:
direkomendasikan
Rawat inan:
CAP berat,
tak respons thd
beta lactam,
faktor resiko,
wabah
Rawat ialan:
jika klinis/ro
mengarah ke
prognosis buruk,
Rawat inan /
Datane ke IGD;
direkomendasikan
Rawat ialan &
inao:
PPOK
Rawal ialan:
direkomendasikan
bila
memungki nkan,
Rawat inao:
harus
Rawat ialan:
mayoritas tidak
direkomendasikan
Rawat inao:
direkomendasikan
Rawat inao:
A1
CAP berat
96
Penyakit
Tampa Tanpa
penyakil
Rawat inao:
risiko
risiko
Kardiopulmonal
Kardiopulmonal,
faktor
atau
P.aeruginosa
direkomendasikan +/P.aeruginosa
tanpa
modifikasi
faktor modikasi
Rawat inao
fA.S.K):
CAP berat,
faktor resiko,
wabah
Rawat ialan:
Batuk produktif
persisten,
Rawat inao:
Pasien tertentu
Rawat inao:
Pasien tertentu
Rawat ialan:
optional
Rawat inao:
direkomendasikan
optional
Rawat inan:
direkomendasikan
Rawat inao:
direkomendasikan
Rawat inao
:
direkomendasikan
Rawat inao
:
direkomendasikan
Tidak
direkomendasikan
Tidak
direkomendasikan
direkomendasikan
Immunocompromized
B B
GrupHI IV
Grup
PiimonolDgi
Rawat ialan:
Rawat inan:
CAP berat
Pneumococcal
(tytttcrcp tfvt
Pemeriksaan
sputum BTA
+
langsung
Rawat ialan:
tak perlu untuk
mayontas pasien,
Rawat ialan
& inao:
Bila cariga
bakleri
resisten, atau
bakteri tak
sensitif thd
AB yang
biasa
Rawat ialan
& inan:
Bila curiga
bakteri
resisten, atau
bakleri tak
sensitif thd
AB yang
biasa
Rawat inan:
Tidak rutin
direkomendas
ikan
Legionella
Rawat inan:
SaO; <92 %,
CAP berat
Rawat inan:
Tcs irologis
Tes antigen
(A), serologis
(S), kultur (K)
Rawat inao:
semua
peny. berat,
peny. Paru
kronis
Rawal ialan
& inao:
Hams
Rawat inao
direkomendas
ikan
1DSA2U00
IMA IV A
GrupGrup
CRP
Pemeriksaan
oksigenasi:
CIDS 2000
Rawat ialan:
jika klinis/ro
mcngarah ke
prognosis buruk,
Rawat inao /
Datanp ke IGD:
direkomendasikan
. kecarigaan
klinis. wabah
Rawat inao
Pasien tertentu:
batuk > 1 bulan,
IslBlaksana
rawal Jalan
Tatalakssna
Rawal Inap
CAP
Tanpa Penyakit
Kardiopulmonal,
tanpa faktor
modifikasi
Riwayat penyakit
Kardiopulmonal,
/ atau
faktor TnodiUkasI
Grup I
Grup II
Sakil nngan-sedang
Severe CAP
Grup
Karakteristik
Rawat jalan,
penyakit
kardiopulmonal (-)
faktor modifikasi (-)
Rawat jalan,
penyakit
kardiopulmonal (+)
Dan/atau
Faktor modifikasi (+)
II
III A
Rawat inap,
penyakit
kardiopulmonal (+)
Dan/ atau
faktor modifikasi (+)
IIIB
Rawat inap
penyakit
kardiopulmonal (-)
faktor modifikasi (-)
Rawat ICU
Tanpa resiko Ps.
IV A
Aeruginosa
IV B
Rawat ICU
Dengan resiko Ps
aeruginosa
Antibiotik
Pilihan
MAKROLID GENERASI
BARU
p- lactam oral:
Cefpodoxime,
Cefiiroxime,
Amoxicillin dosis tinggi,
Amoxicillin/clavulanat.
Atau Darenteral:
diikuti
Ceftriaxone,
Cefpodoxime oral
Dikombinasi dengan:
Makrolid atau doxvcvcline
B- lactam IV:
Cefotaxime,
Ceftriaxone,
Ampicillin/sulbactam,
Ampicillin dosis tinggi
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV atau oral
Atau doxvcvcline
Azithromvcin IV
Atau:
Doxvcvcline dan B- lactam
B- lactam IV
Cefotaxime
Ceftriaxone
Dikombinasi dengan:
Makrolid IV (Azithromvcin)
Atau Fluoroauinolon IV
p- lactam antipseudomonas IV
tertentu
Cefepime
Imipenem
Meropenem
Piperac i Hi n/tazobactam
Dikombinasi dengan :
Ouinolon antipseudomonas IV
ciprofloxacin
DOXYCYCLINE
Fluoroquinolonantipneumococcus
Fluoroauinolonantipieumococcus IV
Fluoroquinolonantipneumococcus
P" lactam
antinseudomonas IV
tertentu
Cefepime
Imipenem
Meropenem
Piperacillin/tazo
bactam
Dikombinasi
dengan:
Aminoslikosida IV
Dikombinasi
dengan:
Makrolid
IV
(Azithromycin)
atau
Fluoroauinolon
nonnseudomonas IV
Tabel 5,6.Rekomendasi
KHteria AlihTerapi
dan Permulangan
Tabel
(ATS 2001) Pasien (Weingarten dan Ramirez)
TerapiEmpiris
Ramirez
Weingarten
Kriteria
alih terapi
Waktu
alih terapi
Kriteria
pulang
Waktu
Dulane
1
Hari ke-4
*-
diagnostik (bronkoskopi
untuk massa paru)
Tak ada indikasi sosial
untuk melanjutkan
perawatan
( kondisi rumah tak stabil)
Jika kriteria pulang
terpenuhi
A
Pulmonobgi
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia didapat di masyarakat (CAP) bronkitis kronik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Respiratory -Fluorokuinolon
+
Rifampisin (bila curiga Legionella)
Tata laksana umum pneumonia ( = tata laksana umum CAP):
Rawatjalan
Ekspektoran/mukolitik
Nutrisi tambahan
pada penyakit yang berkepanjangan
Kontrol setelah 48
jam atau lebih awal bila diperlukan
Bila tidak membaik dalam 48
jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit,
atau dilakukan foto toraks
Keputusan merawatpasien di RS ditentukan oleh
derajatberat
penyakit terkait
faktor
prognostik lain
kondisi dan
dukungan orang di rumah
Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen
inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO 8 kPa dan SaO 92 %.
Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi
gagal napas dituntun dengan pengukuran AGD berkala
Cairan: bila
perlu dengan cairan intravena
Nutrisi
Ekspektoran/mukolitik
Foto toraks
diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang
memuaskan
101
KOMPLIKASI
Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal,
pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli
PROGNOSIS
Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait, faktor prognostik lain
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
1. Bahar A. Diagnosis Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/
RSUPN CM. 25 Maret 1999.
2. Suwondo A. Penatalaksanaan Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam
FKUI/RSUPN CM, 25 Maret 1999.
3. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management o f Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and
Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163:1730-54.
4. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide
linesfor the Management o f Community Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001;56
(suppl IV):l-64. Available at URL:http://thorax.bmi/ournals. com/cgi/content/full/56/
suppl_4/...
102
Pulmonoliogi
GAGAL NAPAS
PENGERTIAN
Gagal napas adalah Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen
(O), dan karbondioksida (CO) darah arteri supaya tetap dalam batas normal.
Etiologi
Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas
DIAGNOSIS
Sesak napas berat, batuk , sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia,
konstriksi pupil
Gagal napas tipe I
PO turun
Umumnya kurus
Wama kulit:
pinkpuffer
Hiperventilasi
Pemapasan; purse-lips
Gagal napas tipe 11:
PCO2 meningkat
PO2 menurun
Sianosis
Umumnya kegemukan
Hipoventilasi
Tremor
CO
Edema
DIAGNOSIS BANDING
Edema paru, ARDS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Tahapl
Perbaiki
gangguan hipoksemia dengan terapi
Bronkodilator nebulizer
103
Humidifikasi
Fisioterapi dada
Antibiotika
Tahapn
B ronkodilator arenteral
p
Kortikosteroid
Tahapin:
Stimulan
pemapasan
Mini trakeostomi ika retensi
j
sputum
TahapIV
Ventilasi Mekanik
KOMPLIKASI
Mortalitas
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
BaharA. GagalNapas. In :SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer
A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p. 213-4.
104
Pulmonobgi
PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK
PENGERTIAN
Penyakit paru obstruktif kronik Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya
bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap
partikelatau gas iritan (GOLD 2001).
DIAGNOSIS
Keluhan: sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko
(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya,
komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas-dll, kemungkinan mengurangi
faktor risiko
Pemeriksaan fisik
Pemapasan pursed lips,
Takipnea,
- dada emfisematous atau barrel chest
dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
bunyi napas vesikuler melemah
- eksirasimemanjang
- ronki
kering atau wheezing
- bunyi j antung j auh.
Diagnosis pasti dengan uj i spirometri:
FEV,/FVC <70%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan): FEVj pasca bronkodilator <
80 % prediksi
Uj i coba kortikosteroid
Analisis gas darah pada:
- Semua
pasien dengan VEP, < 40% prediksi
- Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan.
105
Stadium II
Stadium III
PPOK sedang
VEP/KVP<70%
30% < VHP, < 80% prediksi
(II A: 50% < VHP, < 80% prediksi)
(IIB: 30 % < VEPj < 50%prediksi)
dengan/tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
PPOK berat
VEP,/KVP<70%
<
<
+
VEP| 30% prediksi atau YEP 50% prediksi gagal napas
DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif, pneumonia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
Foto toraks
Bila eksaserbasi akut: analisis gas darah, DPL, sputum Gram, kultur MOR
TERAPI
Usaha mengurangi faktor risiko
Edukasi-motivasi berhenti merokok
Farmakoterapi stop merokok
Terapi PPOK Stabil
Terapi Farmakologis
a. Bronkodilator
- Secara inhalasi ( MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau
- Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermiten)
- 3 golongan:
- agonis -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol,
- antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi p-2 dan steroid belum
memuaskan
- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
106
Pulmonologi
b.
Steroid, pada:
- PPOK
yang menunjukkan respons pada uji steroid
- PPOK
dengan FEV1 < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)
Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
- mukolitik
(mukokinetik, mukoregulator); ambroksol, karbosistein, gliserol
iodida
- antioksidan: N-asetil-sistein
imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator); tidak rutin
- antitusif; tidak rutin
- vaksinasi: influenza, pneumokok
Terapi Non-farmakologis.
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang ( > 15 jam sehari): Pada PPOK stadium III,
AGD =
<
<
PaO 55 mmHg, atau SaO 88 % dengan / tanpa hiperkapnia
<
PaO 55 60 mmHg, atau SaO 88 % disertai hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.
c. Nutrisi
d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fiingsi paru atau
gerakan mekanik paru)
KOMPLIKASI
Gagal napas, kor pulmonal, septikemia
PROGNOSIS
Dubia, tergantung dari stage, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
WEWENANG
107
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Uyainah A. Standardisasi Baru dalam Diagnosis dan Terapi PPOK. In: Setiati S, AIwi I,
Kasjmir YI, Bawazier LA, Lydia A, Syam AF, et al, editors. Prosiding Simposium Current
Diagnosis and Treatment in Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2002.p. 55-64.
108
Pulmondogi
frUBERKULOSISlPARU
t>ENGERTIAN
DIAGNOSIS
Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi): batuk-batuk > 3
minggu, baluk berdarah, sesak napas, nyeri dada. malaise, lemah, berat badan turun,
nafsu makan lurun, keringat malam, demam
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi):
keadaan umum lemah, kakeksia, takipnea, febris, paru: tanda-tanda konsolidasi
(redup, fremitus mengeras/ melemah, suara napas bronkhial/ melemah, ronkhi basah
/ kering)
Laboratorium: LED meningkat
Mikrobiologis:
BTA
sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS,
Kultur
Mycobacterium tuberculosis positif ( diagnosis pasti)
Radiologis:
Foto toraks PA lateral
(hasil bervariasi): infiltrat, pembesaran KGB hilus/ KGB
paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas,
destroyed lung
Imuno- Serologis:
uji kulit dengan tuberkulin (Mantoux) positif > 15 mm pada orang Indonesia
yang imunokompeten
109
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, tumor/keganasanparu, jamurparu, penyakit paru, akibatkerja
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Laboratorium: LED
Mikrobiologis: BTA sputum, kultur resislensi sputum Lerbadap M tuhercnlosis,
Pada
kategori 1 dan 3: sputum BTAdiulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
Pada
kategori 2: sputimi BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,5 dan 8.
Kultur BTA
sputum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
Radiologis; foto loraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.
TERAPI
Terapi umum: istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas,
nutrisi, vitamin
Medikamentosa obat anti TB ( OAT):
Kategori 1: untuk
penderita TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru
luas
penderita kambuh
penderita gagal
penderita baru TB Paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan
paru tidak luas
110
Pulmonologi
Kategori 4 : untuk:
penderita TB kronik
diterapi dengan:
- H seumur hidup,
- Bila mampu: OAT lini kedua
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Dubia: tergantung derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi, status
imun, komorbiditas
WEWENANG
UNIT TERKAIT
111
KARSINOMAPARU
PENGERTIAN
Karsinoma paru umumnya berarti tumor yang berasal dari epitel pernapasan
(bronkus, bronkiolus, alveolus ). Tipe sel yang paling sering ditemukan menumt
klasifikasi WHO untuk neoplasma paru primer:
1. Karsinoma sel skuamosa {epidermoid)
2. Karsinoma sel kecil {oat cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (termasuk bronkioloalveolar )
4. Karsinoma sel besar
Faktor risiko:
Merokok(aktif, pasif),
Polusi lingkungankerja:
- asbestos
(galangan kapal, konstruksi, pertambangan
- arsenik (kebun anggur, gembala kambing, tambang emas, pelapis logam),
hidrokarbon aromatikpolisiklik (industribaja)
kromat dan kromium (pekerj a industri, pelapis krom)
- silika
(penemuan baja),
pabrik gas beracun, penyulingan nikel
tambang uranium, radon, dan turunannnya
Polusi udara : gas buangan kendaraan bermotor mengandung hidrokarbon
aromatik polisiklik
Radiasi non-ionisasi (telepon selular),
radiasi prosedur diagnostik
DIAGNOSIS
Gambaran klinis:
Asimptomatis
Klinis lokal:
Batuk, hemoptisis, wheezing, stridor, abses, atelektasis
Klinis invasi lokal:
Nyeri dada, dyspnea karena efusi pleura, aritmia (invasi ke
pericardium), sindrom vena cava superior, sindrom Homer {facial anhidrosis,
ptosis, miosis ), suara serak ( penekanan pada n. laryngeal recurrent), sindrom
Pancoast (invasi pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis )
Metastasis :
Nyeri tulang, sakit kepala, ikterus, perubahan neurologis, suara
serak, sulit menelan, sesak napas, pembesaran kelanjar getah bening
Sindrom
paraneoplastik:
ala
sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
Gej
Hematologi: leukosistosis, anemia, hiperkoagulasi
Neurologik: demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer,
- Endokrin: sekresi PTH
(hiperkalsemia),
- Dermatologi: eritema multiform, hiperkeratosis, iari tabuh,
- Renal :SIADH,
Osteoartropati hipertrofi
112
Pulmonologi
DIAGNOSIS BANDING
Tumor metastasis dari kanker primer di tempat lain.Tumor jinak paru: tersering ialah
adenoma bronkial dan hamartoma. Yang lebih jarang kondroma, fibroma, lipoma,
hemangioma, leiomyoma, teratoma, endometriosis. Infeksi (TB paru, infeksi nonspesifik), granuloma.
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
113
Bone survey atau foto daerah tulang yang dicurigai berdasarkan bone scan
atau klinis
Foto Barium bila ada keluhan esofagus
Fungsi paru/ spirometri dan analisis gas darah bila ada gangguan pemapasan
Biopsi dari lesi yang dicurigai kanker yang dapat dijangkau :
- Lesi sentral ; bronkoskopi dengan bilasan bronkus, sikatan bronkus,
TERAPI
Berdasarkan tipe histopatologis dan staging TNM menurut lUCC 1997:
NSCLC:
Stagel A-B,II A-B,beberapaIII A:
St. I A-B & II A-B : Reseksi
St. Ill A dengan keterlibatan N2 minimal (ditentukan saat torakotomi atau
mediastinoskopi):
Reseksi + Diseksi KGB mediastinum lengkap + pertimbangkan kemoterapi
neoajuvan
Keterlibatan N2 (bila tidak diberikan Kemoterapi Neoajuvan): Radioterapi pascaOP
Kemoterapi / Ajuvan: diskusikan risiko / keuntungan bagi pasien
Non-operabel: Radioterapi berpotensi kuratif
Stage III A dengan tipe tertentu dari tumor stage T3 :
Invasi dinding dada ( T3 ): Reseksi en blockiumoi + dinding dada yang terlibat,
pertimbangkan Radioterapi pasca-op
Tumor Pancoast ( T3 ): Radioterapi pre-op (30-45 Gy) dilanjutkan Reseksi en
blockiwmox + dinding dada yang terlibat, pertimbangkan Radioterapi pasca-op
atau Brakiterapi intra-op
Keterlibatan saluran napas proksimal ( < 2 cm dari karina) tanpa KGB mediasti
num : Reseksi sleeve (jika mungkin mempertahankan paru distal yang normal),
atau Pneumonektomi
Stage III A "lanjut, bulky, klinis terbukti N2 (pre-op), &
Stage III B yang toleran terhadap Radioterapi port: Radioterapi potensial kuratif+
Kemoterapi (jika status tampilan dan kondisi umum memungkinkan), atau
Radioterapi saja (bila tidak memungkinkan Kemo terapi)
114
PulitionDlogi
Stage III A dengan N2 lanjut
Pertimbangkan Kemoterapi Neoajuvan dan Reseksi
Stage III B dengan invasi karina (T4) tanpa adanya N2 rPertimbangkan
Pneumonektomi dengan Reseksi sleeve trakea dan Reanastomosis langsung ke
bronkus mainstem kontralateral
St age W dan III B yanglebihlanjut:
Radioterapi pada daerah lokal yang simtomatik
Kemoterapi untukpasien rawatjalan
Drainase chest tube untuk efusi pleura maligna yang banyak
Pertimbangkan Reseksi tumor primer / metastasis untuk kasus metastasis otak atau
adrenal yang terisolasi
SCLC:
Limited stage (status tampilanbaik): Kemoterapi Kombinasi + Radioterapi toraks
Extensive stage (status tampilan baik ):Kemoterapi Kombinasi
Respons tumor komplit (semua/age ):Radioterapi kranial profilaktik
KOMPLIKASI
115
PROGNOSIS
Tergantung tipe histologi, staging, resektabilitas dan operabilitas.
WE WE NAN G
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1.
116
PulinonDLogi
EMBOLI
PARU
PENGERTIAN
Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus pada
arteri pulmonalis paru. Bekuan vena sistemik yang menyangkut di percabangan
arteri pulmonalis, merupakan komplikasi trombosis vena dalam (DVT) yang umumnya
terjadi pada kaki atau panggul. Faktor predisposisi trombosis vena, dikaitkan dengan
Trias Virchow, yaitu
Stasis:
Imobilitas, tirahbaring, anestesi, gagaljantungkongestif/korpulmonal,
trombosis vena sebelumnya
DIAGNOSIS
117
Angiografi pulmoner: baku emas. Indikasi: hasil diagnostik lain tidak jelas, dan
dibutuhkan diagnosis pasti ( seperti pada pasien yang tidak stabil, atau yang
memiliki risiko tinggi bila diterapi antikoagulan atau trombolitik).
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia, bronkitis, asma bronkial, bronkitis kronis eksaserbasi akut, infark miokard,
edema paru, kanker paru, pneumotoraks, kostokondritis, aorta dissekans, tampon
ade, fraktur iga, hipertensi pulmoner primer, nyeri muskukoskeletal, anksietas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab.; DPL, AGD, D-dimer plasma, hemostasis ( FT, aPTT, INR, aktivitas
protrombin, kadar fibrinogen), kadar protein C dan S, ACA, urin lengkap,
Ventilation / Perfusion Lung Scan.
USGDoppler
EKG
Angiografi pulmoner:
TERAPI
Terapi Primer
Obat trombolitik diindikasikan pada emboli paru masif yang menyebabkan instabilitas
hemodinamik atau gagal napas, streptokinase: dosis loading 250.000 lU drip IV
dalam 30 menit. Dilanjutkan 100.000 lU perjam drip IV, selama total 24 jam.
Terapi Preventif
Antikoagulan:
118
Pulmonologi
TerapiSuportif
Oksigen
Infus cairan
Inotropik: dobutamin drip, bila hipotensi, atau tanda-tanda gagal jantung akut
lain
Analgetik
KOMPLIKASI
Komplikasi emboli paru: gagal napas, gagal jantung kanan akut, hipotensi / syok
kardiogenik.Komplikasi diagnostik; reaksi alergi terhadap zat kontrasKomplikasi
terapi: perdarahan (termasuk intra-kranial), heparin-induced thrombocytopenia,
nekrosis kulit, warfarin embriopati.
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. BaharA. Diagnostik Klinik dan Diagnosis Banding Emboli Paru. Prosiding Simposium
Cardiovascular Respiratory Immunology: From Pathogenesis to Clinical Application
2003. Jakarta,2003:16-8.
2. Fishman AP. Pulmonaiy Thromboembolic Disease. In Fishman AP, Elias JA, Fishman
JA, Grippi MA, KaiserLR, Senior RM (eds). Fishman's Manual o f Pulmonary Diseases
and Disorders. 3" ed. New York: McGraw-Hill;2002.p. 461-8.
3. Goldhaber SZ. Pulmonary Thromboembolism. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL,
Mauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles o f Internal Medicine. 15' ed.
New York: McGraw-Hill:2001.p. 1508-13.
4. Bahar A. Emboli Paru. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A (eds). Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.
211-2.
5. Tambunan KL. Deteksi dan Tata Laksana Trombosis Vena Dalam. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta, 2002:28-33.
119
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
6. Goldhaber SZ. Pulmonary Embolism. N E n g l J Med, July 9,1998:339(2):93~104.
1. Agnelli G. Anticoagulation in the Prevention and Treatment ofPulmonary Embolism.
Chest, Jan 1995;107(1):39S-44S.
8. Hyers TM, Agnelli Q Hull RD, Morris TA, Samama M, Tapson V, et al. Antithrombotic
Therapy f o r Venous Thromboembolic Disease. Sixth ACCP Consensus Conference on
Antithrombotic Therapy. Chest, Jan 2001;119(l):176-93S.
120
2.4
REUMATOLOGI
IftRTRITIS
PIRAI
Reumatologi
PENGERTIAN
artritis pirai adalah penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosodium
urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan
satu atau beberapa manifestasi klinik.
DIAGNOSIS
Kriteria ACR (1977):
A. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
B. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam toflis, atau
C Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut:
1. Inflamasi maksimal pada hari pertama
2. Serangan artritis akut lebih dari 1 kali
3. Artritis monoartikular
4. Sendi yang terkena berwama kemerahan
5. Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I
6. Serangan pada sendi MTP unilateral
7. Serangan pada sendi tarsal unilateral
8. Tofus
9. Hiperurisemia
lO.Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik
11. Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik
12. Kultur bakteri cairan sendi negatif
DIAGNOSIS BANDING
Pseudogout, artritis septik, artritis reumatoid
P E M E R I K S A PENUNJANG
LED, GRP.
Analisis cairan sendi.
Asam urat darah dan urin 24 jam.
Ureum, kreatinin, CCT.
Radiologi sendi.
TERAPI
1.
2.
Penyuluhan
Pengobatan fase akut;
a. Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi
atau terdapat tanda-tanda toksik atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam.
b. Obat antiiflamasi non-steroid.
c. Glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi dari kolkisin dan obat
antiinflamasi non-steroid.
123
Pengobatan hiperurisemia:
a. Diet rendah purin
b. Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalnya
allopurinol
c.
Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah) Obat antihiperurisemik tidak boleh
diberikan pada stadium akut.
KOMPLIKASI
Tofus
Deformitas sendi
Nefropati gout, gagal ginjal, batu saluran kencing
PROGNOSIS
Bonam
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
124
RaimatolDgi
ARTRITIS REUMATOIP
PENGERTIAN
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai
sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui.
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis (ACR, 1987)
1.
2.
3.
DIAGNOSIS BANDING
Spondiloartropati seronegatif, sindrom Sjogren
PemeriksaanI penunjang
LED, GRP.Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%),
sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR.
Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas 2.000/
mm Analisis ini sekaligus digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati
kristal.
Radiologi tangan dan kaki. Gambaran dini berupa pembengkakan jaringan lunak,
diikuti oleh osteoporosis juxta-articidar dan erosi pada bare area tulang.
Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus, erosi meluas
sampai daerah subkondral
Biopsi sinovium/nodul reumatoid.
JERAP!
Penyuluhan
125
Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi, dapat diberikan
injeksi steroid intraartikular seperti triamcinolon acetonide 10 mg atau
metilprednisolon 20-40 mg.
Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Operasi untuk memperbaiki deformitas
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
126
RaimatDlogi
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis ACR 1982. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria
di bawah ini.
Ruam malar
2. Ruam diskoid
3. Fotosensitivitas
4, Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
I 6. Serositis (pleuritis atau perikarditis)
7. Kelainan ginjal (proteinuria >0,5g/hari, atau silinder sel)
8. Kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis.
9. Kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau
1
trombopenia.
10. Kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif,
tes serologis untuk sifilis positif palsu.
11. Antibodi antinuklear (ANA) positif.
DIAGNOSIS BANDING
Mixed connective tissue disease sindrom vaskulitis
PEMERIKSAANIPENUNJANG
LED,CRP
C3danC4
ANA, ENA (anti dsDNA dsb)
Coomb test, bila ada AIHA
Biopsi kulit
TERAPI
Penyuluhan
Proteksi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, dan sinar fluoresein
Pada manifestasi non-organ vital (kulit, SQn6x,fatigue) dapat diberikan klorokuin
4 mg/kgBB/hari.
Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu,
kemudian tapp.iring off
Bila terdapat peradangan terbatas pada 1 -2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid
intraartikular
Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan metilprednison 1 gr/
hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral
127
KOMPLIKASI
Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebral, nefritis lupus, infeksi sekunder,
osteonekrosis
PROGNOSIS
Dubia
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
128
Reumatologi
ARTRITIS SEPTIK
PENGERTIAN
Artritis septik adalah artritis yang disebabkan oleh adanya infeksi berbagai
mikroorganisme (bakteri, non-gonokokal)
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Artritis gonokokal, bursitis septic
PEMERIKSAAN PE NUNJANG
TERAPI
KOMPLIKASI
Osteomielitis, sepsis
PROGNOSIS
Dubia
WE WENANG
UNIT TERKAIT
129
130
RaimatDbgi
OSTEOARTRITIS
PENGERTIAN
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi.
Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang
baru pada trabekula subkondral dan tepi tulang (osteofit)
DIAGNOSIS
Osteoartritis sendi lutut:
1. Nyeri lutut, dan
DIAGNOSIS BANDING
Artritis rematoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa
PEMERIKSA PE NUNJA NG
TERAPI
Penyuluhan
Proteksi sendi, terutama pada stadium akut
Obat antiinflamasi non-steroid, diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d,
piroksikam 20 mg o.d, meloksikam 7.5 mg o.d, dan sebagainya
Steroid intraartikular untuk OA inflamasi
KOMPLIKASI
Deformitas sendi
PROGNOS I S
Dubia
WEWENANG
131
UNIT TERKAIT
132
Reucnatologi
SKLEROSIS SISTEMIK
PENGERTIAN
Sklerosis sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenai berbagai sistem
organ dan terutama ditandai dengan penebalan kulit. Penyakit ini dapat difus, terbatas,
atau berupa sindrom tumpang tindih.
DIAGNOSIS
A-
Kriteria mayor
Skleroderma proksimal
B. Kriteria minor
1. Sklerodaktil
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari
3. Fibrosis basal di kedua paru
Diagnosis ditegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih
DIAGNOSIS BANDING
Mixed Connective Tissue Disease
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Penyuluhan dan dukungan psikososial
Proteksi
terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaud.
Bila
terdapat ulkus atau gangren, harus dirawat dengan baik dan diberikan
antibiotik yang adekuat.
Dapat dicoba D-penisilamin 3x250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMARD lain
seperti metotreksat.
Bila
didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan
antagonis,
omeprazol, dan obat-obat prokinetik
Pada keadaan krisis renal,
dapat diberikan kaptopril. Bila fungsi ginjal memburuk,
dapat dilakukan dialisis,
Pada
pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid.
133
KOMPLIKASI
Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis,
divertikulosis
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
134
2.5
TROPIKINFEKSI
TropiklnfeksL
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi;
Demam atau
riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Trombositopenia (<100.000/mm)
DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
pEMERIKSAANi P E NUNJANG
Hb, Ht, lekosit, trombosit, serologi dengue
TERAPI
Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak
Farmakologis:
Simtomatis:
antipiretik parasetamol bila demam
Tatalaksana terinci
dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD
- Cairan intravena;
Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan
137
KOMPLIKASI
Renjatan, perdarahan, KID
PROGNOSIS
Bonam
WE WEN ANG
UNIT TERKAIT
138
TropikMeksi
DEMAM TIFOID
PENGERTIAN
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhi atau Salmonella partatyphi
DIAGNOSIS
Anamnesis: demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam
menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/
malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare.
Pemeriksaan Fisis: febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan
suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput
(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali,
nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia).
Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal,
aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia,
gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan
titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis.Kultur
darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer
antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagno
sis.
Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan
laboratorium (antara lain; bilirubin >30,6 umol/1, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan
indeks FT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang
tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, malaria
PEMERIKSAPENUNJANG
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)
TERAPI
Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak rendah serat
Farmakologis:
Simtomatis
Antimikroba:
- Pilihan utama: Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.
139
Altematiflain:
- Tiamfenikol 4 x 500
mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan
kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu
Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc selama 'A jam per-inflis sekali sehari, selama 3-5 hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV):
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
- Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan
atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih
dalam batas normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
dengan ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.
Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau
perforasi, renjatan septik.
Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami
renjatan septik dengan dosis 3x5 mg
140
TropiklnfeksL
KOMPLIKASI
Intestinal: perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.
Ekstra-intesdnal: kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosls,
iromboflebilis), hematologik (anemia hemolitik, trombosilopenia, KID), paru (pneu
monia, empiema, pleurilis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal
(glomerulonefritis pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis,
spondi litis, artritis), neuropsikiatrik{ioksik lifoid)
PROGNOSIS
Baik. Bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi
berat, prognosis meragukan/buruk
WEWENANG
UNIT TERKAIT
141
LEPTOSPIROSIS
PENGERTIAN
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili
Leptospiraceae
DIAGNOSIS
Anamnesis: demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah,
diare.
Pemeriksaan Fisis: injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali,
splenomegali, penurunan kesadaran
Laboratorium; dapat ditemukan leukositosis, peningkatan amilase, lipase, dan
CK, gangguan fiingsi had, gangguan fungsi ginjal. Serologi leptospira positif
(titer > 1 /100 atau terdapat peningkatan >4 kali pada titer ulangan)
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis tlfosa, ikteruobstruktif, malaria, kolangitis, hepatitis flilminan
PemeriksAan] penunjang
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, elektrolit, amilase, lipase, serologi leptospira
MAT ( mikoaglutinasi test)
TERAPI
Nonfarmakologis
Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang terlibat
Parmakologis
Simtomatis
Antimikroba
pilihan adalah pilihan utama: Penisilin G 4 x 1,5 juta unit selama 5-7
hari. altematifnya tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, sefalosporin generasi III,
fluorokuinolon
KOMPLIKASI
Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan masif, meningitis aseptik
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
142
Tropiklnfieksi
UNIT YANG M EN A N G A N I
UNIT T E R K A IT
143
DIAGNOSIS SEPSIS
SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut:
Suhubadan>38C atau<36C
Frekuensi denyut jantung >90x/menit
Frekuensi
pemapasan >24x/menit atau PaCO <32
Hitung leukosit > 12.000/mm atau <4.000/nini\ atau adanya >10% sel batang
2. Ada fokus infeksi yang bermakna
1,
DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dan
infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap
anti mikroba, foto toraks
TERAPI
KOMPLIKASI
Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel
PROGNOSIS
Dubia ad malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
145
PENGERTIAN
Fever of Unknown Origin (FUO) klasik adalah demam >38,3C selama lebih dari
3 minggu, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat
atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan
penyebab demam. Penyebab; infeksi, neoplasma, penyakit kolagen dan vaskular
FUO pada pasien HIV adalah demam >38,3C selama 4 minggu atau lebih pada
pasien rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasil
pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab:
infeksi, obat, sarkoma, limfoma
FUO pada pasien netropenia (jumlah lekosit PMN<500/mm)adalah demam
>38,3C, dalam 3 hari perawatan pertumbuhan mikroorganisme masih negatif
dari dugaan fokus infeksi. Penyebab: infeksi
FUO pada geriatri adalah demam >38,3C, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3
kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan penyebab dari demam.
Penyebab: neoplasma, penyakit kolagen, infeksi
FUO pada pasien pediatri (usia<l 8 tahun) adalah demam >38,3C selama lebih
dari 8 hari, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat
atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan
penyebab demam. Penyebab: infeksi, penyakit kolagen, neoplasma
FUO pada pasien nosokomial demam >38,3C timbul pada pasien yang dirawat
di RS dan pada saat mulai dirawat serta pada masa permulaan perawatan tidak
terjangkit infeksi, penyebab demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk
hasil pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi. Penyebab:
infeksi
FUO iatrogenik adalah demam >38,3C akibat penggunaan obat: penisilin,
sefalosporin, sulfonamida, atropin, fenitoin, prokainamida, amfoterisin, inter
feron, interleukin, rifampisin, INH, makrolida, klindamisin, vankomisin,
aminoglikosida, allopurinol
DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis:
riwayat penyakit secara terperinci: pola demam, ada tidaknya infeksi saluran
napas atas, infeksi saluran napas bawah, kaku leher, nyeri perut, disuria atau
sakit pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan
sendi, atau tanpa kelainan spesifik
riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma
fisik atau bedah, obat-obatan (termasukrokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit
pasien, kelenjar getah bening, lubang orifices pasien
Laboratorium: sesuai mikroorganisme dan organ terkait
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi, penyakit kolagen, neoplasma, efek samping obat
146
TropikMeksi
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imimologi, radiologi, EKG,
biopsi jaringan tubuh, pencitraan, sidikan {scanning), endoskopi/peritoneoskopi,
TERAPI
Simtomatis
Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflamasi non
steroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakit progresif dan potensial fatal
sehingga terapi empirik diperlukan
KOMPLIKASI
Sepsis, renjatan sepsis
P RO GN OS I S
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
MALARIA
PENGERTIAN
147
DIAGNOSIS
Anamnesis: riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi
ke daerah endemik malaria, trias malaria (keadaan menggigil yang diikuti dengan
demam dan kemudian timbul keringat yang banyak; pada daerah endemik malaria,
trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama)
Pemeriksaan Fisis: konjungtivapucat, sklera ikterik, splenomegali
Laboratorium: sediaan darah tebal dan tipis ditemukan Plasmodium, serologi ma
laria (+) [sebagai penunjang]
Malaria berat: ditemukannya P falciparum dalam stadium aseksual disertai satu
atau lebih gejala berikut;
1. Malaria serebral: koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan
disebabkan oleh penyakit lain
2. Anemiaberat(normositik)padakeadaanhitungparasit>10.000/ul; (Hb<5 g/dl
atau hematokrit < 15%)
3. Gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau <12 ml/kgBB
pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi disertai kreatinin >3 mg/dl)
4. Edema "pdju!acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai keringat dingin
atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 1 C)
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cema, dan/atau disertai gangguan
koagulasi intravaskular
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendinginan pada
hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/1)
10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena
efek sampihg obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD)
11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P. Falciparum yang padat
pada pembuluh darah kapiler jaringan otak
Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan
gambaran klinis daerah setempat:
1. Gangguan kesadaran
2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bisa duduk/jalan)
3. hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria
4. Ikterus (bilirubin >3 mg/dl)5.Hiperpireksia (suhu rektal >40C)
148
TropiklnfeksL
DIAGNOS IS I BANDING
|nfeksi|virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis
PEMERIKSAAN] PENUNJANG
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati,
JERAPI
1
Amodiaquin
Hari 1:4 tablet (600 mg)
Hari II: 4 tablet (600 mg)
Hari III: 2 tablet (600 mg)
Klorokuin basa 150
mg:
Hari 1:4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari H: 2 tablet
Hari HI; 2 tablet atau
Hari 1:4 tablet
Hari II; 4 tablet
Hari HI: 2 tablet
Bila
perlu ditambah terapi radikal: ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis
tunggal); infeksi campur: primakuin 1x15 mg selama 14
hari->bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal)
atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari
in. Malaria berat
Artesunate iv/im
2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12,24, dilanjutkan
satu kali per hari.
149
Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 68 jam (maksimum 2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah
tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung
parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral selama
7 hari dengan dosis peroral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari)
Pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/
KOMPLIKASI
Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut
PROGNOSIS
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam. Malaria
berat: dubiaadmalam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
150
TropikliifeksL
INTOKSIKASI OPIAT
PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat
yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan
DIAGNOSIS
Anamnesis: informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang
ada
Pemeriksaan Fisis: pupil miosis-/?/ point pupil, depresi napas, penurunan
kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis,
spasme saluran cema danbilier, kejang
Laboratorium: opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi
DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat sedatif; barbiturat, benzodiazepin, etanol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks
TERAPI
Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C {airway, breathing, circulation)
dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas,
berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan
sesuai kebutuhan.
B. Pemberian antidotnalokson
1. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mg intravena pelan-pelan atau
diencerkan
2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1-2 mg intravena pelan-pelan
atau diencerkan
3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg intravena tiap 5 - 1 0 menit
hingga timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pemapasan,
dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada
respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang,
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat
diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks
6. Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila: pemapasan tak adekuat
setelah pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi
cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang
optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik,
A-
151
KOMPLIKASI
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut
PROGNOSIS
Dubia
WE WENANG
UNIT TERKAIT
152
Tropiklnfeksi
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
PENGERTIAN
Intoksikasi organofosfat merupakan intoksikasi akibat zat yang mengandung
organofosfat
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan organofosfat
TERAPI
KOMPLIKASI
Gagal napas, blok AV
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
153
2.6
GINJAL HIPERTENSI
GinjalHipeitensi
petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. LFG <60 ml/menit/1,73
yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal
DIAGNOSIS
>90
60-89
30-59
15-29
<15 (atau dialisis)
Dengan Kerusakan
_Ginjal_
Dengan
Tanpa
hipertensi
Hipertensi
1
1
2
2
3
4
5
Tanpa
Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
'Normal'
3
4
5
+ iL F G
3
4
5
diagnosis! b a n d i n g
Gagal ginjal akut
Pe meriksaan! penunjang
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TTK) ukur, elektrolit (Na, K, CI, Ca,
P, Mg), profil lipid, asam urat senun, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon
PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap,
foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HBsAg,
iLFG
3
4
5
AntiHCV,AntiHIV.
TERAPI
Nonfarmakologis:
157
pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien
- pasien hemodialisis 1 -1,2 gram/kgBB ideal/hari
pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hari
Pengaturan asupan kalori: 35 Kal/kgBB ideal/hari
Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
Garam (NaCl); 2-3 gram/hari
Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari
Fosfor: 5-lOmg/kgBB/hari. Pasien HD: 17mg/hari
Kalsium: 1400-1600 mg/hari
Besi: 10-18 mg/hari
Magnesium: 200-300 mg/hari
Asam folat pasien HD: 5 mg
Air: jumlah urin 24 jam + 500 ml {insensible water loss),
Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat
badan di antara waktu HD <5% BB kering.
Farmakologis:
Kontrol tekanan darah:
Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II - > evaluasi kreatinin
dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
- Penghambat kalsium
Diuretik
Pada
pasien DM, kontrol gula darah -> hindari pemakaian metformin dan obatobat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbAlC untuk DM tipe 1
0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
Kontrol
hiperfosfatemi: kalsium karbonat atau kalsium asetat
Kontrol osteodistrofi renal: Kalsitriol
Koreksi asidosis metabolik
dengan target HCO 20-22 mEq/1
Koreksi
hiperkalemi
Kontrol
dislipidemia dengan target LDL< 100 mg/dl, dianj urkan golongan statin
KOMPLIKASI
Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit,
osteodistrofi renal, anemia
PROGNOSIS
Dubia
158
GinjalHipertensi
WEWENANG
UNIT T ERKAIT
159
SINDROM NEFROTIK
PENGERTIAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular
yang ditandai dengan proteinuria masif >3,5 gram/24 jam/1,disertai
liipoalbuminemia, edema anasa, fifpernpidemii*,lipldm
hiperkoagMlabiliias.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etiologi SN
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah,
hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif
TERAPI
Nonfarmakologis:
Istirahat
Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein
dalam urin/24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan
hingga 0,6 gram/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam
Diet rendah kolesterol <600 mg/hari
Berhenti merokok
Diet rendah
garam, restriksi cairan pada edema
Farmakologis:
KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik, tromboemboli
160
Ginjalffipertensi
PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular
WEWENANG
UNIT TERKAIT
.0-0
161
Fenyakit glomerular
PENGERTIAN
Penyakit Glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada
glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder.
Penyakit glomerular primer:
1. Kelainan minimal
2. Glomerulosklerosis fokal segmental
3. Glomerulonefritis (GN) difiis:
a. GN membranosa (nefropati membranosa)
b. GN proliferatif (terdapat sedimen aktif pada urinalisis: sedimen eritrosit (+),
hematuri);
- GN proliferatifmesangial
GN proliferatif endokapiler
GN membranoproliferatif (mesangiokapiler)
GN kresentik dan necrotizing
c. GN sclerosing
4. Nefropati IgA
Penyakit glomerular sekunder:
1. Nefropati diabetik
2. Nefritis lupus
3. GN pasca infeksi
4. GN terkait hepatitis
5. GN terkait HIV
Keterangan:
Difus: lesi mencakup >80% glomerulus.
Fokal: lesi
mencakup <80% glomerulus.
DIAGNOSIS
Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa:
1. Sindromnefrotik
2. Hematuria persisten
3. Proteinuria persisten
4. Sindrom nefritik (hipertensi, hematuria, azotemia)
5. Rapidprogressive glomerulonephritis (RPGN)
DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dari penyakit glomerular
162
GinjalHipertensL
Femeriksaaim] penunjang
Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif/24 jam, pemeriksaan imunologi,
biopsi ginjal, gula darah, tes flingsi hati
TERAPI
Sesuai etiologi, penyakit glomerular primer:
1. llainan minimal:
Steroid
yang setara dengan prednison 60 mg/m (maksimal 80 mg) selama 46 minggu
Setelah 4-6
minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m selang sehari selama
4-6 minggu
- Bila
terjadi relaps: dosis prednison kembali 60 mg/m (maksimal 80 mg)
setiap hari sampai 3 hari bebas protein dalam urin, kemudian kembali
selang sehari dengan dosis 40 mg/m selama 4 minggu
- Bila
sering relaps ( > 2 kali ): prednison selang sehari ditambah dengan
siklofosfamid 2 mg/kgBB atau klorambusil 0,15 mg/kgBB selama 8 minggu.
Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
- Bila
tergantung steroid (relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut):
siklofosfamid 2 mg/kgBB selama 8-12 minggu. Bila gagal, diberikan
siklosporin 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg/kgBB selama
6-12 bulan
2.
iGlomerulonefritisfokallsegmental:
Steroid
yang setara dengan prednison 60 mg/hari selama 6 bulan.
- Bila resisten atau
tergantung steroid: siklosporin 5 mg/kgBB selama 6
bulan
- Bila
terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25% setiap dua bulan
- Bila gagal, siklosporin dihentikan
3,
Nefropati membranosa:
Metil
prednisolon bolus intravena 1 gram/hari selama 3 hari
Kemudian diberikan steroid
yang setara dengan prednison 0,5 mg/kgBB/
hari selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg/kgBB/hari atau
siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari selama 1 bulan
Prosedur kedua
diulang kembali sampai seluruhnya dari prosedur kedua
sebanyak 3 kali
4.
Glomerulonefritismembranoproliferatif
Steroid tidak terbukti efektif
pada pasien dewasa.
325
Dianjurkan pemberian aspirin
mg/hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg/hari
atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak
memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali
5.
Nefropati IgA
Bila
proteinuria < 1 gram, hanya observasi
Bila
proteinuria 1-3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila
dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan
163
Bila proteinuria >3 gram dengan CCT >70 ml/menit, diberikan steroid yang
setara dengan prednison 1 mg/kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara
perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT<70 ml/menit, hanya diberikan
minyak ikan
Suplementasi kalsium selama terapi dengan steroid
KOMPLIKASI
Penyakit ginjal kronik
PROGNOSIS
Tergantung jenis kelainan glomerular
WEWENANG
UNIT TERKAIT
164
GinjalHipertensi
DIAGNOSIS
Terdapat kondisi yang dapat menyebabkan GGA:
1. Pre-renal: akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah
jantung dan hipotensi oleh sebab lain)
2. Renal; akibatkerusakanakutparenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi ginjal,
penyakit glomerular)
3. Post-renal: akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih, hipertrofi
prostat, keganasan ginekologis)
Fase gagal ginjal akut adalah anuri(produksi urin<100 mg/24jam), oliguria (produksi
urin <400 ml/24 jam), poliuria (produksi uiin >3,500 ml/24 jam)
DIAGNOSIS BANDING
Episode akut pada penyakit ginjal kronik
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Tes fungsi ginjal, DPL, urinalisis elektrolit, AGD, gula darah
TERAPI
Asupan nutrisi
- Kebutuhan kalori 30
Kal/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
kebutuhan ditambah 15-20% pada GGA berat (terdapat komplikasi/stres)
- Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GGA tanpa komplikasi;
1-1,5 gram/kgBB ideal/hari pada GGA berat
- Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30
Suplementasi asam amino tidak dianjurkan
Asupan cairan - > tentukan status hidrasi pasien, catat cairan yang masuk dan
keluar tiap hari, pengukuran BB setiap hari bila memungkinkan, dan pengnkuran
tekanan vena sentral bila ada fasilitas.
Hipovolemia: rehidrasi sesuai kebutuhan
- Bila akibat perdarahan diberikan transflisi darah PRC dan cairan isotonik,
hematokrit dipertahankan sekitar 30%
- Bila akibat diare, muntah, atau
asupan cairan yang kurang dapat diberikan
cairan kristaloid
- Normovolemia: cairan
=
seimbang {input output)
- Hipervolemia: restriksi cairan {input < output)
165
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Fase anuria/oliguria: cairan seimbang; Fase poliuria; 2/3 dari cairan yang
keluar
Dalam keadaan insensible water loss yang normal, pasien membutuhkan 300500 ml electrolyte free water perhari sebagai bagian dari total cairan yang
diperlukan
- Koreksi gangguan asam basa
- Koreksi
gangguan elektrolit:
Asupan kalium dibatasi <50 mEq/hari. Hindari makanan yang banyak
mengandung kalium, obat yang mengganggu ekskresi kalium seperti
penghambat ACE dan diuretik hemat kalium, dan cairan/nutrisi parenteral
yang mengandung kalium
Bila terdapat hipokalsemia ringan diberikan koreksi per oral 3-4 gram per
hari dalam bentuk kalsium karbonat, bila sampai timbul tetani, diberikan
kalsium glukonas 10% IV
Bila terdapat hiperfosfatemia, diberikan obat pengikat fosfat seperti alu
minium hidroksida atau kalsium karbonat yang diminum bersamaan dengan
makan
- Pemberian furosemid bersamaan
dengan dopamin dapat membantu
pemeliharaan fase nonoligurik, tapi terapi harus dihentikan bila tidak
memberikan hasil yang diinginkan
- Indikasi dialisis:
- Oliguria
- Anuria
- Hiperkalemia (K >6,5 mEq/1)
Asidosis berat (pH <7,1)
- Azotemia (ureum >200 mg/dl)
- Edema paru
Ensefalopati uremikum
Perikarditis uremik
- Neuropati/miopati uremik
- Disnatremia berat
(Na > 160 mEq/1 atau <115 mEq/1)
-
Hipertermia
Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)
KOMPLIKASI
Gangguan asam basa dan elektrolit, sindrom uremik, edema paru, infeksi
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WEWENANG
166
GinjalHpertensi
UNIT TERKAIT
Normal
Pre-hipertensi
Hipertensi stage 1
Hipertensi stage 2
TD sistolik
(mmHg)
<120
120-139
140-159
>160
dan
atau
atau
atau
TD diastolik
(ramHu)
<80
80-89
90-99
>100
RS non pendidi
kan: -
167
HIPERTENSI
P E N G E RTIA N
Hipertensi adalah keadaaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak
sedang makan obat antihipertensi.
Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committee VII:
/ -
Diagnosis
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuffyang meliputi minimal 80% lengan atas pada pasien dengan
posisi duduk dan telah beristirahat 5 menit.
Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5
Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
Faktor risiko kardiovaskular:
Hipertensi
Merokok
Obesitas (IMT>30)
Inaktivitas fisik
- Dislipidemia
Diabetes melitus
Mikroalbuminuria atau LFG <60 ml/menit
Usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65 tahun)
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55 tahun
atau perempuan <65 tahun)
Kerusakan organ sasaran:
- Jantung: hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard, riwayat
revaskularisasi koroner, gagal jantung
Otak: strok atau transient ischemic attack (TIA)
- Penyakit ginj al kronik
- Penyakit arteri perifer
- Retinopati
Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi; sleep apnea, akibat obat atau
168
GinjalHipertensi
DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dll
PEMERIKSAAN PENUNJANG
tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG;
Sesuai penyakit penyerta; asam urat, aktivitas renin plasma, aldosteron, katekolamin
urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal, ekokardiografi
Urinalisis,
Berulang__
TERAPI
Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg atau <130/
80 pada pasien DM atau penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka
diberikan obat inisial.
Obat inisial dipilih berdasarkan:
1. Hipertensi tanpa compelling indication
a. Pada hipertensi stage I dapat diberikan diuretik. Pertimbangkan pemberian
penghambat ACE, penyekat reseptor beta, penghambat kalsium., atau
kombinasi.
b. pada hipertensi stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya
golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau antagonis reseptor
All atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication. Lihat tabel petunjuk pemilihan obat
pada compelling indication. Obat antihipertensi lain dapat diberikan bila
dibutuhkan misalnya diuretik, antagonis reseptor All, penghambat ACE,
penyekat reseptor beta, atau penghambat kalsium.
Bila target tidak tercapat maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan
obat lain sampai target tekanan darah tercapai. Pertimbangkan untuk
berkonsultasi pada spesialis hipertensi.
Pada penggunaan penghambat ACE atau antagonis reseptor All: evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35% atau timbul
hiperkalemi harus dihentikan
Kondisi khusus lain:
- Obesitas dan sindrom metabolik (terdapat 3 atau lebih keadaan berikut: lingkar
pinggang laki-laki >102 cm atau perempuan >89 cm, toleransi glukosa
terganggu dengan gula darah puasa >110 mg/dl, tekanan darah minimal 130/
85 mmHg, trigliserida tinggi >150 mg/dl, kolesterol HDL rendah <40 mg/dl
pada laki-laki atau <50 mg/dl pada perempuan) - > modifikasi gaya hidup
yang intensif dengan pilihan terapi utama golongan penghambat ACE. Pilihan
lain adalah antagonis reseptor All, penghambat kalsium, dan penghambat a
- Hipertrofi ventrikel kiri - > tatalaksana tekanan darah yang agresif termasuk
penurunan berat badan, restriksi asupan natrium, dan terapi dengan semua
kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung, hidralazin danminoksidil
169
Diuretik
dg compelling
indication
V
Reseptor p
Penyekat
Penghambat
ACE
Reseptor AH
Gagal Jantung
Pasca Infark
Miokard
Risiko Tinggi
Peny. Koroner
DM
Penyakit
Ginjal Kronik
Pcncegahan
Stroke
Antagonis
Penghambat
Kalsium
Antagonis
Aldosteron
V
%/
V
V
V
V
Penyakit arteri perifer - > semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko
pemberian aspirin
Lanjut usia, termasuk penderita hipertensi sistolik terisolasi -> diuretika
(tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5 mg/hari.
Penggunaan obat antihipertensi lain dengan mempertimbangkan penyakit
penyerta
Kehamilan ->pilihan terapi adalah golongan metildopa, penyekat reseptor P,
antagonis kalsium, dan vasodilator. Penghambat ACE dan antagonis reseptor
All tidak boleh digunakan selama kehamilan.
KOMPLIKASI
Hipertrofi ventrikel kiri, proteinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, strok atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal
jantung
,
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
X
\W
'
"
UNIT TERKAIT
170
ffinjalffipertensi
KRISIS HIPERTENSI
PENGERTIAN
Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan
darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya
tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah.
Dibagi menjadi dua:
1. Hipertensi emergency: situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah
yang segera dengan obat anlihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ target akut atau progresif
2. Hipertensi urgency: situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif
dan tekanan darah perlu diturunkan dalam bebcrapajam.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Penyebab hipertensi emergency:
Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema
Kondisi serebrovaskular:
ensefalopati hipertensi, infark otak aterotrombotik
dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral, perdarahan subarahnoid, dan
trauma kepala
Kondisi
jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard akut,
pasca operasi bypass koroner
Kondisi
ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena penyakit
kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal
Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan atau
obat dengan MAO inhibitor penggunaan obat simpatomimetik, mekanisme re
bound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi, hiperrefleksi otomatis
pasca cedera korda spinalis
Eklampsia
Kondisi bedah;
hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi segera,
hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis jahitan vaskular
Luka bakar berat
Epistaksis berat
Thrombotic
thrombocytopenic purpura
171
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, urinalisis, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, EKG. Pemeriksaan khusus
TERAPI
Target terapi hipertensi emergency sampai tekanan darah diastolik kurang lebih 110
mmHg atau berkurangnya mean arterial bloodpressure 25% (pada strok penurunan
hanya boleh 20% dan khusus pada strok iskemik, tekanan darah baru diturunkan
secara bertahap bila sangat tinggi >220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam. Setelah
diyakinkan tidak ada tanda hipoperflisi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam
12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.Penurunan tekanan darah pada
hipertensi urgency dilakukan secara bertahap dalam waktu 24 jam.
Hipertensi urgency:
Obat
Dosis
Awitan Lama
_Kerja
Kaptopril
15 menit
4-6 jam
Klonidin
Labetalol
Furosemid
Awitan
Lama
Kcrja
5-15
menit
2-3 jam
Diuretik:
Furosemid
Vasodilator:
Nitrogliserin
Diltiazem
Klonidin
Nitroprusid
2-5
menit
segera
5-10
menit
1-2
menit
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
172
Ginjalffipertensi
UNIT TERKAIT
173
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Dosis
Antimikroba
Trimetoprim- Sulfametoksazol
Trimetoprim
Siprofloksasin
Levofloksasin
Sefiksim
Sefpodoksim proksetil
Nitrofurantoin makrokristal
Nitrofurantoin monohidrat
makrokristal
Amoksisilin/klavulanat
2 X 160/800 mg
2 X 100 mg
2 X 100-250 mg
2 X 250 mg
1 X 400 mg
2 X 100 mg
4 X 50 mg
2 X 100 mg
2
500 mg
Lama Terapi
3
3
3
3
3
3
7
7
hari
hari
hari
hari
hari
hari
hari
hari
7 hari
1 gram
400 mg
500 mg
400 mg
3-5 mg/kgBB
1 mg/kgBB
1-2 gram
3,2 gram
3,375 gram
250-500 mg
12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
8 jam
6 jam
8 jam
2-8 jam
6-8 jam
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, gula darah,
foto BNO-IVP, USG ginjal
TERAPI
Nonfarmakologis:
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
174
GinjalHipertensi
CelQc/olovo
175
Pasien dengan
reinfeksi berulang
Infeksi kuman
resistensi antimikroba
1
Calon untuk terpai jangka
panjang dosis rendah
Infeksi kuman
peka antimikroba
;
Terapi 3 hari untuk
kuman yang peka
176
GinjalHiperterisi
ISK Berulang
Riwayat ISK
berulang
Pengobatan 3 hari
I
Follow up selama 4-7 hari
Pengobatan berhasil
Pengobatan gagal
KOMPLIKASI
Batu saluran kemih, obstniksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multiresisten,
gangguan flingsi ginjal
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
177
178
GinjalHipertensL
DIAGNOSIS
Anamnesis: nyeri/kolik ginjal dan saluran kemih, pinggang pegal, gejala infeksi
saluran kemih, hematuria, riwayat keluarga
Pemeriksaan fisis: nyeri ketok sudut kostovertebra, nyeri tekan perut bagian
DIAGNOSIS BANDING
Nefrokalsinosis
Lokasi batu: batu ginjal, batu ureter, batu vesika
Jenis batu: asam urat, kalsium, struvite
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi ginjal, elektrolit darah
(kalsium, fosfor) dan urin 24 jam (kalsium, sitrat, oksalat, asam urat), asam urat darah,
honnon paratiroid, foto BNO-IVP, USG abdomen, pielografi antegrad/retrograd,
renogram, analisis batu
TERAPI
Nonfarmakologis:
Batu kalsium: kurangi asupan garam dan protein hewani
Batu urat: diet rendah asam urat
Minum
banyak (2,5 1/hari) bila fungsi ginjal masih baik
Farmakologis:
179
KOMPLIKASI
Kolik, obstmksi, infeksi saluran kemih, gangguan fungsi ginjal
PROGNOSIS
Bonam
WE WE N A N G
UNIT TERKAIT
Kelas I
Glomeruli normal
Kelas II
Perubahan pada
mesangial
Kelas II
kelainan
Kelas II
dan/atau
a; hanya proteinuria,
sedimen urin tidak ada
b: hematuria mikroskopik
proteinuria,
tanpa
hipertensi, tidak pemah terjadi SN
atau gangguan fungsi ginjal
Kelas III
Glomerulonefritis fokal
segmental
Kelas IV
Glomerulonefritis difus
Hematuria dan
seluruh pasien.
dan penurunan
hampir selumh
Kelas V
Glomerulonefritis
membranosa difus
Kelas VI
Glomerulonefritis
sklerotik lanjut
proteinuria pada
Hipertensi, SN,
fungsi ginjal pada
pasien
Qnjalffipertensi
NEFRITIS LUPUS
PENGERTIAN
Lupus eritematosus sistemik (LES) yang disertai keterlibatan ginjal
DIAGNOSIS
180
181
DIAGNOSIS BANDING
Glomerulonefritis oleh sebab lain
PEMERIKSAAN
P E NUNJANG
Nefritis
Lupus
Histopatologi__Gcjala Klinis
Urinalisis, protein urin kuantitatif 24 jam, tes fungsi ginjal, biopsi ginjal, albumin
serum, profil lipid, komplemen C, C, anti ds-DNA
TERAPI
Tujuan pengobatan untuk memperbaiki fungsi ginjal atau setidaknya ,
mempertahankan fungsi ginjal agar tidakbertambahburuk.
Penatalaksanaan Umum:
Diet rendah
garam bila terdapat hipertensi, rendah lemak bila terdapat dislipidemia
atau sindrom nefritik, rendah protein sesuai derajat penyakit
Diuretik
dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan
Tatalaksana hipertensi dengan baik
Pemeriksaan rutin
periodik meliputi: sedimen urin, protein urin kuantitatif 24 jam,
anti ds-DNA
tes fungsi ginjal, albumin serum, komplemen
Monitor efek
samping steroid dan imunosupresan serta komplikasi selama
pengobatan. Suplementasi kalsium untuk mengurangi efek samping osteoporo
sis karena steroid
Hindari
pemberian salisilat dan obat anti-inflamasi nonsteroid yang akan
memperberat fungsi ginjal. Aspirin hanya diberikan selektif bila ada sindrom
antifosfolipid
Hindari kehamilan bila nefritis lupus masih aktif
KOMPLIKASI
Gagal ginjal
PROGNOSIS
Tergantung kelas nefritis lupus. Kelas I dan II prognosis baik. Kelas III dan IV
hampir seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi ginjal. Kelas V prognosis
cukup baik.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
2.7
HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK
UMFOMAINON-HODGKIN
PENGERTIAN
Limfoma non-hodgkin merupakan penyakit keganasan primer jaringan limfoid padat
DIAGNOSIS
Riwayat pembesaran kelenjar getah bening / massa tumor di tempat lain (tulang,
intra abdomen, hidung, lambung dsb)
Riwayat demam tanpa sebab yang jelas
Penurunan berat badan 10% dalam waktu 1 bulan
Keringat malam banyak, tanpa sebab yang sesuai
Pemeriksaan histopatologi tumor: sesuai dengan limfoma non Hodgkin (LNH)
DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis, tumor padat
yang lain
Pemeriksaan I penunjang
TERAPI
Derajat keganasan rendah
Radioterapi paliatif
Derajat keganasan menengah
Stadium I s.d. Ila:
radioterapi atau kemoterapi parenteral
kombinasi.
Stadium lib s.d. IV:
kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliatif.
Derajat keganasan tinggi
Selalu
kemoteri parenteral kombinasi (lebih agresif)
185
KOMPLIKASI
Akibat iangsung penyakitnya:
Penekanan
terhadap organ khususnya jalan napas, usus, dan saraf
Mudah
terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan:
P RO GN OS I S
Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass, keadaan umum
pasien dan ada tidaknya gangguan organ yang mempengaruhi pengobatan.
Derajat keganasan rendah: Tidak dapat sembuh, namun dapat hidup lama.
Derajat keganasan menengah: Sebagian dapat disembuhkan.
Derajat keganasan tinggi: Dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak
diobati.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
RE FE RE NS I
1. Reksodiputro, AH. Irawan C. Limfoma non Hodgkin. In: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana,
L. Alwi, /. Setiati, S. Sundaru, H. dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilidll
Edisi III Jakarta :Balai Penerbit FKUI;2001 .p. 607-21.
2. Non-Hodgkin s Lymfomen. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch
Centrum Leiden. Juni 1999:82-98.
3. Abdulmuthalib. Limfoma non-Hodgkin. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M,
Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit
dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI-RSCM: 1999. p. 113-4.
186
ANEMIA APLASTIK
PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sumsum tulang di mana jaringan he
mopoiesis diganti oleh jaringan lemak, dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang < 25% dan terdapat 2 dari 3 gejala berikut
Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan darah seperti pada anemia
aplastik berat
DIAGNOSIS
Anamnesis;
DIAGNOSIS BANDING
Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena penyakit kronik,
anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang, hipersplenisme, leukemia akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Terapi penunjang:
Transfusi
komponen darah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi
transfusi darah)
(pada topik
187
Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/ kgBB/ hari, maksimal diberikan selama 3
bulan
Splenektomi dilakukan bila tidak respons dengan steroid. Bila pasien menolak
splenektomi dapat diberikan terapi imunosupresif:
- Siklosporin 5 mg/ kgBB/ hari
- ATG
{anti thymocyte globulin) 15 mg/ kgBB/ hari intravena selama 5 hari
- Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang cocok
Respofis terapi;
KOMPLIKASI
Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat
PROGNOSIS
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI ;
1. Salonder, H. Anemia aplastic. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. Alwi, /.
Setiati, S. Sundant, H dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta 2001:501-8.
2. Aplastische anemie. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Centrum
Leiden. Juni 1999:12-16.
3. Widjanarko A. Anemia aplastik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani
RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmau penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM; 1999. p. 102-3.
188
I.EUKEMIAIAKUT
PENGERTIAN
Leukemialakut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat cepat dan
progresif sehingga susunan sumsum tulang normal digantikan oleh sel primitif dan
sel induk darah (sel bias dan atau satu tingkat di atasnya). leukemia akut dibagi dua
yaitu; leukemia mieblastik akut, leukemia limfoblastik akut
DIAGNOSIS
Anamnesis:
Gejala anemia: rasa lemas/ lemah, pucat, pusing, sesak napas/ gagal jantung,
berkunang-kunang
- Tanda-tanda infeksi:
sering demam
- Akibat
trombositopenia: perdarahan (menstniasi lama, epistaksis, perdarahan
gusi, perdarahan di bawah kulit, hematuria, buang air besar campur darah,
muntah darah)
Pemeriksaan fisik: pucat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia kronis
PEMERIKSAAN I PENUNJANG
Laboratorium: darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung jenis), LDH,
asam urat, fungsi ginjal, fungsi hati, serologi virus (hepatitis, HSV, EBV, CMV)
Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik
TERAPI
Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun:
Persiapan pcnKobatan sitoreduksi:
Akses vena sentral
Anti emetik
Profllaksis asam urat
(allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup > 2000 ml/ 24
jam, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat oral 4 x 500-1000 mg/ hari
(target pH urin >7)
Tunda haid
(lynestrenol)
Antibiotika dekontaminasi
parsial
Profllaksis
streptokokus (benzylpenicilline 4x1 gr)
Vitamin K 2 kali
seminggu 5 mg per oral
Asam folat 1 x5
mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu
Leukoferesis untuk
mencegah leukostasis jika leukosit > 100.000/uL
dikombinasi metilprednisolon 5 mg/kg/hari
189
Pemeriksaan rutin:
Turn over rate sel tumor
(LDH, asam urat)
Elektrolit
(Na, K, Ca)
Hemostasis
lengkap
Serologi virus
Surveillance
bakteriologi
Foto dada
Transplantasi sel induk darah alogenik atau autogenik dari darah perifer, sumsum
tulang atau tali pusar
Paliatif
Respons terapi
Komplit:
Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit < 5% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
Pada darah
tepi tidak ditemukan bias, leukosit > 3000/ul, granulosit > 1500/ul
dan trombosit > 100.000/ul
Partial:
Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit 5 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
Pada darah
tepi dapat ditemukan sel bias
Tidak respon:
Hitung jenis sel bias dan atau progranulosit > 10% pada sitologi aspirat sumsum
tulang
KOMPLIKASI
Sindrom lisis tumor, infeksi neutropenia dan perdarahan trombopenia / koagulasi
intravaskular diseminata
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
190
Hematologi OnkobgiMeclik
UNIT T ERKAIT
REFERENSI
1. Acute leukemic algemeen. Hematologie Klapper. 8' ed Leids Universitair Medisch Cen
trum Leiden. Juni 1999:20-1.
2. Abdulmuthalib. Leukimia akut. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani
RA, Mansjoer A, eds. Pedoman diagnosis dan terapi di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUIRSCM: 1999. p. 110-3.
191
DIAGNOSIS
Anamnesis: Riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir, jenis tumor
yang diderita (limfoma burkitt, leukemia limfoblastik akut dan limfoma derajat
tinggi lainnya)
Pemeriksaan fisik: Tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi (misalnya:
pemapasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/ anuria bila terjadi gagal
ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia)
Laboratorium: Peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah, fosfat darah,
DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Laboratorium: DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, asam urat, AGD, urinalisis
TERAPI
KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
192
UNIT TERKAIT
193
IDIOPHATIC THROMBOCYTOPENIA
PURPURA
DIAGNOSIS
Untuk menyingkirkan kemungkinan idiophatic thrombocytopenia purpura (IT?)
sekunder
Anamnesis;
- Riwayat obat-obatan (heparin, alkohol, sulfonamides, kuinidin/ kuinin,
aspirin) dan bahan kimia
- Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan
- Gejala penyakit autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok
- Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), risiko infeksi HIV, status
kehamilan, riwayat transfusi, riwayat pada keluarga (trombositopenia, gejala
perdarahan dan kelainan autoimun),
Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (kelainan
gastrointestinal, sistem saraf pusat dan Urologi)
- Kebiasaan/ hobi; aktivitas yang traumatik
jPemeriksaan .fisik;
- Perdarahan (lokasi dan beratnya)
- Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau stigmata
penyakit hati kronik
- Tanda infeksi (bakteremia/ infeksi HIV)
- Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis)
pemeriksaan penunjan
- Darah tepi: hitung trombosij; < 150.000/uL dengan tidak dijumpai sitopenia
lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi dapat dijumpai trombosit muda
yang berukuran lebih besar.
Laboratorium kimia rutin dan enzim hati
- Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella)
- Pemeriksaan ACA, Coomb s test, C3, C4, ANA, anti dsDNA
- Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
- Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi, kecuali masa
DIAGNOSIS BANDING
194
PEMERIKSAAN PENUNJANg
Laboratorium: darah tepi lengkap, enzim hati, kimia rutin, ACA, Comb test, C3,
C4, ANA, anti ds DNA, serologi virus, anti HIV, antibodi antitrombosit
Sitologi aspirasi sumsum tulang
TERAPI
TP akut: (anak-anak, selflimiting)
I Trombosit > |0.000/ul,|asimtomatik/ purpura minimal > tidak diterapi rutin
Trombosit < 20.000/ul dengan perdarahan bermakna atau < 10.000/ul dengan
Steroid (- prednison 1-2 mg/kgBB/hari).
purpura minimal
Mengingat ITP pada anak bersifat selflimiting, maka lama terapi dibatasi selama
21 hari. Dapat juga diberikan IV Ig 1 gr/kg 1 hari.
Perdarahan
dirawat, steroid injeksi dosis tinggi
yang mengancam jiwa
(metilprednisolon 30 mg/kg/hari) atau steroid oral dosis tinggi (- prednison 4-8
mg/kg/hari) dan transfusi trombosit
ITP kronik (dewasa)
Terapi suportif:
Membatasi aktivitas yang berisiko trauma
KOMPLIKASI
Infeksi, IT? berat, D M induced steroid, hipertensi, immunocompromised
PROGNOSIS
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
196
DIAGNOSIS
Gejala klinik bervariasi (90% tanpa gejala klinis)
Pasien dengan risiko tinggi yaitu apabila;
Nyeri lokal, bengkak, perubahan wama dan flingsi berkurang pada anggota tubuh
yang terkena
Pemeriksaan fisik
Edem, eritem,
peningkatan suhu lokal tempat yang terkena, pembuluh darah
vena teraba, Homan's sign (+)
Berdasarkan data tersebut di atas
sering ditemukan negatif palsu
Prosedur
diagnosis baku adalah pemeriksaan venografi
Pemeriksaan penunjang;
Kadar antitrombin III
(AT III) menurun (N: 85-125%)
Kadar
fibrinogen degradation product (FDP) meningkat
Titer D-dimer
meningkat
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena, selulitis,
limfangitis, abses inguinal, keganasan dengan sumbatan kelenjar limfe atau vena,
gout, dermatitis kontak, eritema nodosum, kehamilan, flebitis superfisial, paralisis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
197
Tersangka DVT
Ultrasonografi
DVT
ada 3 pilihan
Pertimbangan klinis
Rendah
Sedang/tinggi
D-dimer
1 minggu
ultrasonografi
TERAPI
Non farmakologis:
DVT dapat
disingkirkan
obati
Medik
aliran darah
vena
Hematobgi
Onkologi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan
Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
Warfarin
Latihan
lingkup gerak sendi {range ofmotion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
Warfarin tindakan
sesudah pemberian
ini akan
aliran darah
di vena-vena
segera
heparin
dengan dosis
menggegam dll,dapat dimulai
meningkatkan
yanghari
16-10 mg(patent)
malam hari, hari II ditumnkan.
masih terbuka
INR kaus kaki setelah
Pemakaian
4-5 haristocking),
kemudianalat
ini dapat
aliran
2-3
diperiksa elastik {elastic
dengan
target
meningkatkan
Bila
INR
darah vena target
tercapai, heparin dapat dihentikan 24 jam berikutnya
Lama
pemberian tergantung ada tidaknya faktor risiko.
- Bila tidak ada faktor risiko, dapat distop dalam 3-6 bulan
Farmakologis:
- Bila ada faktor risiko dapat diberikan lebih lama atau bahkan seumur
1, Antikoagulan
Heparin (unfractionated)
hidup
Bolus
INR
intravena
100 lU/kg
Cara
dosis dilanjutkan
drip mulai 1000 lU/ jam
penyesuaian
- INR
Target
ApTT1,1-1,4
1,5 2,5 x kontrol, bila
- aPTT<
naikkan dosis-100-200IU/jam
Hari Il,5xkontrol,
10-20% dari total dosis mingguan
- aPTT 1,5- 2,5x
naikkandosis
10-20%
tetapdari total dosis mingguan
Mingguan >kontrol,
- aPTT
>
Kembali
2,5x1 kontrol,
minggu dosis 100 - 200 lU/jam
Hari- I INR
; aPTT
1,5-1,9
diperiksa tiap 6 jam
I diperiksa
Harill Hari
: aPTT
12 dari
naikkan tiap
5-10%
jam total dosis mingguan
> naikkan
5-10%
Hari III:
aPTT diperiksa
tiap 24
jam dari total dosis mingguan
Mingguan
Kembali 2 minggu
LMWH {lowmolecular
INR 2,0-3,0 weight heparin)
Tidak ada
perubahan
NadroparinOjl
ml/kg/
12jam
1
Kembali
Enoksaparin 1 mg/minggu
kg/12 jam
- IN R3,l -3 , 9
Tidak
perlu pemantauan
Hari I > kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
198
Mingguan > kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
- INR 4,0-5,0
Hari I
tidak dapat obat
Mingguan > kurangi 10-20% dari dosis total mingguan
Kembali 1 minggu
- INR>5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
2. Trombolisis (streptokinase, tPA)
*
Terapi ini dapat dipertimbangkan sampai 2 minggu setelah pembentukan
thrombus (trombosis vena iliaka atau vena femoralis akut atau subakut)
Tidak
dianjurkan untuk trombus yang berusia lebih dari 4 minggu
3, Antiagregasi trombosit (aspirin, dipiridamol, sulfinpirazon)
Bukan
merupakan terapi utama
KOMPLIKASI
Perdarahan akibat antikoagulan/ antiagregasi trombosit, trombositopenia akibat
heparin, osteoporosis pada pasien yg mendapat heparin > 6 bulan dengan dosis
10.000 U/hari
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
199
P RO GN OS I S
Tergantung pada penyebab, pada yang tidak disertai komplikasi baik
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE RE N S I
1. Supandiman, I. Trombosis. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S. Lesmana, L. AIwi, L Setiati,
S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Jlmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi III. Balai Penerbit
FKUI Jakarta 2001:588-91.
2. Tambunan, KL. Terapi antikoagulan pada trombosis vena dalam. Dalam: Setiati, S.
Bawazier, LA. Atmakusuma, D. Kasjmir, YL Syam, AF. Gustaviani, R. Current treatment
in internal medicine 2000. PIP IPD FKUI Jakarta 2000:19-22.
3. Atmakusuma, D. Perbedaan trombosis vena dalam dan trombosis arteri akut dalam hal
diagnosis dan tatalaksana. Dalam: Prodjosudjadi, W. Setiati, S. Alwi, 1. Pertemuan
Ilmiah Nasional PB PAPDI2003, therapeutic update and workshop in internal medicine.
PIP IPD FKUI Jakarta 2003:193-205.
4. Tambunan, KL. Peran terapi medicamentosa pada DVT kronik. Dalam: Simadibrata,
M. Alwi, I. Kasjmir, YI. Bawazier, LA. Syam, AF. Mansjoer, A. Penyakit kronik dan
degeneratif, penatalaksanaan dalam praktek sehari-hari. PIP IPD FKUI Jakarta 2003:
9-13.
200
KOAGULASIINTRAVASKULAR
DISEMINATA
PENGERTIAN
Koagulasi intravaskular diseminata adalah aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis
secara berlebihan dan terjadi pada waktu yang bersamaan
Pemeriksaan
Kompensasi
Hiperkompensasi
Dekompensasi
N
n/T
i
t
t
N
N
N
N
+/t
Trombosit
PTT
PT
Fibrinogen
D Dimer
N/t
N/t
+/t
DIAGNOSIS
Klinis:
++/tt
ia, proteinuria.
Tanda-tanda
perdarahan (petekie, purpura, ekimosis, hematoma, hematemesismelena, hematuria, epistaksis)
Manifestasi trombosis >
gagal organ (paru, ginjal, hati)
KID
dari
kausa primer yang lain:
merupakan akibat
obstetri
Bidang
(emboli cairan amnion, kematian janin intra-uterin, abortus
septik)
Bidang hematologi (reaksi transflisi, hemolisis berat, leukemia)
- Infeksi
(septikemia, gram negatif, gram positif; virus HIV, hepatitis, dengue;
parasit malaria)
- Trauma, penyakit hati akut, luka bakar
Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS BANDING
Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Laboratorium:
DPL,
hemostasis
lengkap
(PT,
aPTT,
fibrinogen,
d-dimer)
201
TERAPI
Suportif
- Memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
- Memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
- Membebaskan jalan napas
Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
- Memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolkit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
Antikoagulan
Heparin inytavena bolus tiap 6 jam dosis 5000 lU, evaluasi aPTT dengan
target 1,5-2,5 x kontrol pada jam kedua dan keempat
Bila pada jam kedua;
aPTT < 1,5 X kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis heparin tetap
aPTT> 2,5 xkontrol, evaluasiAPTT pada jam keempat, bila:
aPTT < 1,5 X kontrol, heparin dinaikkan menjadi 7500 U
aPTT > 2,5 X kontrol, heparin dikurcingi menjadi 2500 U
- Transfusi sesuai komponen darah sesuai indikasi (PRC, TC, FFP,
kriopresipitat)
KOMPLIKASI
Gagal organ, syok/hipoperfusi, trombosis vena dalam, KID fulminan
PR OG NO S I S
Malam
WEWENANG
RE FE RE NS I
Tambunan, KL. Koagulasi intravascular diseminata. Dalam: Suyono, S. Waspadji, S.
Lesmana, L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilidll.
Edisilll. Jakarta :BalaiPenerbitFKUI; 2001:555-64.
2. Tambunan, KL. Diagnosis dan penatalaksanaan koagulasi intravascular diseminata.
In: Suberkti, 1. Lydia, A. Rumende, CM. Syam, AF. Mansjoer, A. Suprohita.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. PIP IPD FKUI
Jakarta 200}: 25-31.
1.
202
TROMBOSITOSIS PRIMER/SENSIAL
PENGERTIAN
Trombositosis adalah bila jumlah trombosit lebih dari jumlah normal tertinggi
(450.000/ul)
Trombositosis primer adalah kelainan klonal dari stem sel multipotensial
hemopoietik
DIAGNOSIS
Anamnesis:
- Sakit
seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta berdenyut, cenderung
timbul kembali disebabkan panas, pergerakan jasmani dan hilang bila kaki
ditinggikan (eritromialgia).
Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik seperti sakit kepala,
pusing, defisit neurologi fokal, serangan iskemia sepintas, kejang atau oklusi
arteri retina.
- Pada wanita hamil ditemukan
riwayat abortus berulang, pertumbuhan fetus
terhambat
Pemeriksaan fisik:
Splenomegali (40%), tanda-tanda perdarahan atau trombosis sesuai lokasi
yang terkena.
Pemeriksaan laboratorium:
- Jumlah trombosit seringkali > 1 juta/ml
- Laj u endap darah normal
- Variasi bentuk trombosit abnormal (raksasa, hipogranular), fragmen trombosit
- Masa perdarahan normal
- Faktor VIII/ von Willebrand normal
DIAGNOSIS BANDING
Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi trombosit, laju endap
darah, masa perdarahan, faktor VIII/ von willebrand, tes agregasi trombosit dengan
epinefrin
TERAPI
Tujuan pengobatan untuk menurunkan jumlah trombosit dan menurunkan flingsi
trombosit
Untuk menurunkan trombosit:
1. Hydroxyuria {hydrea)'. 15 mg/kgBB/hari
2. Anagrelide (agrylin); 4 kali 1,5-2,5 mg sehari, dimulai dosis rendah dan
dinaikkan secara bertahap tiap minggu
3. Thromboreduction
203
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Advitam: dubia
Ad fungsionam; dubia
Ad sanasionam; malam
WEWENANG
REFERENSI
Tambunan, KL. Trombositosis dan irombositosis esensial. In: Atmakusuma, A. Uyainah,
A. Irawan, C. Suhendro. Current diagnosis and treatment in internal medicine 2003. PIP
IPD FKUIJakarta 2003:94-9.
2. Essentiele trombocytemie. Hematologic Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Cen
trum Leiden. Juni 1999:50-1.
/.
204
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PE NUNJANG
Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT scan toraks
TERAPI
Radioterapi pada kasus darurat dapat meringankan gejala pada 70% kasus. dosis
harian dimulai dengan dosis tinggi (400 cGy) untuk mendapatkan pengeciian
masa tumor yg dibutuhkan
Pada limfoma malignum atau kanker paru jenis SCLC, kemoterapi akan sama
efektifhya dengan radioterapi.
KOMPLIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak
PROGNOSIS
WEWENANG
205
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Djoerban, Z. Kedaruratan onkologi. Dalam: Wdspadji, S. Gani, RA. Setiaii, S. Alwi, I.
Bunga rampai llmu penyakit dalam. Balaipenerbit FKUI Jakarta 1996: 97-110.
2. Kaiser, LR. Putnam, JB. The mediastinum: overview, anatomy and diagnostic approach.
In: Fishman, AP. Elias, JA. Fishman, JA. Grippi, MA. Kaiser, LR- Senior, RM. Fishman's
manual o f pulmonary disease and disorders. 3 rd ed. McGraw-Hill USA 2002:521-34
206
HIPERKALSEMIA
PENGERTIAN
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan sebagai
akibat metabolik dari keganasan
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal
TERAPI
1.
Diuresis paksa dengan larutan salin (200-250 ml/jam) dan furosemide disertai
monitor ketat balans cairan dan fungsi kardiopulmoner
2. Mithramycin 25 ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal ginjal dan
trombositopenia
3. Kortikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan. Berguna pada
hiperkalsemia pada limfoma malignum, mieloma multiple dan karsinoma payudara.
4. Bisfosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrakter terhadap caracara sebelumnya atau terdapat kontraindikasi
5. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah kemoterapi yang
efektif
KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut
PROGNOSIS
Ad vitam: dubia
Ad fungsionam: dubia ad malam
Ad sanasionam: malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
207
REFERENSI :
Djoerban, Z. Kedaruratan onkologi. In: Waspadji, S. Gani, RA. Setiati, S. Alwi, 1. Bunga
rampai Ilmupenyakit dalam. Jakarta : Balaipenerbit FKUI1996; p. 97-110.
208
HIPERURISEMIA
PENGERTIAN
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis
TERAPI
1.
2.
Alopurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis tumor
Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat dan memperbaiki
fungsi ginjal
KOMPLIKASI
Batu ginjal
Gagal ginjal
PR OG NO S I S
Advitam:malam
Ad fungsionam: malam
Ad sanasionam: malam
WEWENANG
209
UNIT TERKAIT
Unit hemodialisis, Departemen Patologi klinik
REFERENSI :
Djorban, Z. Kedaruratan onkologL In: Waspadji, S. Gani, RA. Seiiati, S. Alwi, Bunga rampai
210
TERAPI SUPORTIF
PADAPASIEN KANKER
PENGERTIAN
Terapi suportif pada pasien kanker merupakan hal yang amat penting, sehingga
tidak jarang lebih penting daripada pengobatan pembedahan, radiasi maupun
kemoterapi karena pengobatan suportif ini justru sering berkaitan dengan usaha
untuk mengatasi masalah-masalah yang dapat mengancam jiwa. Pengobatan suportif
ini tidak hanya diperlukan pada pasien kanker yang menjalani pengobatan kuratif
tetapi juga pada pengobatan paliatif
Pengobatan suportif ini meliputi:
1. Masalah nutrisi dan gangguan saluran cema
2. Penanganan nyeri
3. Penanganan infeksi
4. Masalah efek samping sitostatika terutama efek mielosupresi
DIAGNOSIS
Masalah Nutrisi
Anamnesis: penurunan berat badan yang cepat
Antropometri: tebal lemak kulit (M deltoideus lengan atas), indeks masa tubuh
(di bawah 1,5 menunjukkan katabolisme berlebihan), penilaian terhadap masa
otot
Laboratorium:
Hitung limfosit (bila menurun berarti ada gangguan respons imun),
- Kadar albumin dan prealbumin (albumin < 3 g/dl dan prealbumin < 1,2 g/dl
menunjukkan malnutrisi),
- Kadar urea nitrogen urin (> 24 g/ 24 jam menunjukkan katabolisme protein
berlebihan), kadar feritin darah
Penanganan Nyeri
Anamnesis: waktu timbul nyeri, lokasinya, intensitasnya dan faktor yang
menambah atau mengurangi nyeri.
Anamnesis
yang teliti dapat diketahui jenis nyeri pada pasien, apakah nyeri
viseral, somatik atau neuropatik.
Dari anamnesis
dapat juga diketahui tingkatan nyeri, menggunakan alat bantu
VAS {visual analog scale) yaitu skala dari nol sampai sepuluh (nol menunjukkan
tidak ada nyeri sama sekali, sepuluh menunjukkan nyeri yang paling hebat).
Angka yang ditunjuk pasien kemudian dapat dibagi menjadi empat kelompok:
- Angka 0 menyatakan tidak ada nyeri
- Angka 1 -3 menyatakan nyeri ringan
- Angka 4-6 menyatakan nyeri sedang
- Angka 7-10 menyatakan nyeri berat
Hal yang paling menentukan untuk memulai pengobatan adalah jenis tingkatan
nyeri.
211
Penanganan Infeksi
Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia,
anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitasjantung (kardiomiopati, perimiokarditis)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Masalah Nutrisi
- Antropometri: tebal lemak kulit, indeks masa tubuh dan masa otot
Laboratorium; Hitung limfosit, albumin dan prealbumin darah, urea nitrogen
urin, feritin darah
Penanganan Nyeri
- Pemeriksaan
radiologi: foto, USG, bone scan, CT scan, MRI untuk mengetahui
jenis nyeri dan lokasinya
Penanganan Infeksi
- Laboratorium darah
perifer lengkap dengan hitung jenis, kultur darah, kultur
urin, kultur sputum, swab tenggorok untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaan
terhadap koloni jamur
- Foto toraks
Masalah Efek Samping Sitostatika
Pemeriksaan fisik; luas permukaan tubuh, tingkat kemampuan berperan,
mencari sumber infeksi
- Pemeriksaan laboratorium DPL
dengan hitung jenis, fungsi ginjal, urinahsis,
asam urat darah, fungsi hati, kultur pada tempat-tempat tertentu secara berkala
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ekokardiografi
TERAPI
Masalah Nutrisi
Indikasi
terapi:
1. pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2. bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum sakit
3. kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
4. terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
gastrostomi
Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien tidak mau
dilakukan gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral
karena dapat diberikan cairan dengan osmolalitas tinggi dan dalam waktu
2.
3.
4.
5.
6.
KOMPLIKASI
Hati-hati dengan efek samping morfin
PROGNOSIS
Advitam: malam
Ad flingsionam: malam
Ad sanasionam: malam
214
WEWENANG
REFERENSI
215
POLISITEMIA VERA
PENGERTIAN
Polisitemia merupakan kelainan sistem hemopoesis yang dihubungkan dengan
peningkatan j umlah dan volume sel darah merah (eritrosit) secara bermakna mencapai
6-10 juta/ml di atas ambang batas nilai normal dalam sirkulasi darah, tanpa
memperdulikan jumlah leukosit dan trombosit. Disebut polisitemia vera bila sebagian
populasi eritrosit berasal dari suatu klon sel induk darah yang abnormal (tidak
membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya). Berbeda dengan
polisitemia sekunder dimana eritropoetin meningkat secara fisiologis sebagai
kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat atau eritropoetin meningkat
secara non fisiologis pada sindrom paraneoplastik sebagai manifestasi neoplasma
lain yang mensekresi eritropoetin.Perjalanan klinis ;
1. Fase eritrositik atau fase polisitemia
Berlangsung 5-25 tahun, membutuhkan flebotomi teratur untuk mengendalikan
viskositas darah dalam batas normal.
2. Fase burn out atau spent out
Kebutuhan flebotomi menurun jauh, kesannya seperti remisi, kadang timbul
anemia.
3. Fasemielofibrotik
Bila terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, menyerupai mielofibrosis dan
metaplasia mieloid
4. Fase terminal
DIAGNOSIS
International Polycythemia Study Group II
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi kriteria
a. A1+A2+A3 atau
b. A1+A2+ 2 kategori B
KategoriA
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom radioaktif Cr-51. Pada
pria > 36 ml/kg dan pada wanita > 32 ml/kg.
2. Saturasi oksigen arterial > 92% (pada polisitemia vera, saturasi oksigen tidak
menurun)
3. Splenomegali
Kategori B
1. Trombositosis: trombosit > 400.000/ml
2. Leukositosis; leukosit > 12.000/ml(tidakadainfeksi)
3. Leukosit alkali fosfatase (LAF) score meningkat > 100 (tanpa ada panas/infeksi)
4. Kadar vitamin B12 > 900 pg/ml dan atau UB12BC dalam serum > 2200 pg/ml
216
DIAGNOSIS BANDING
Polisitemia sekunder akibat saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin
meningkat akibat manifestasi sindrom paraneoplastik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Prinsip pengobatan:
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan mengendalikan
eritropoesis dengan flebotomi
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali
3. Menghindari pengobatan berlebihan
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik pada pasien di atas 40 tahun blla didapatkan:
- trombositosis
persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai gejala
trombosis
- leukositosis
progresif
splenomegali simtomatik atau menimbulkan sitopeniaproblematic
gejala sistemik yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
A. Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan hematokrit 42% pada
wanita dan 47% pada pria untuk mencegah timbulnya hiperviskositas dan penurunan
shear rate. Indikasi flebotomi terutama untuk untuk semua pasien pada permulaan
penyakit dan yang masih dalam usia subur.
Indikasi:
L Polisitemia vera fase polisitemia
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55% (target Ht 55%)
3. Psolisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat beratnya gejala
yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan penurunan shear rate
B. Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi
Indikasi;
217
Cara pemberian:
Hidroksiurea 800-1200
mg/mari atau 10-15 mg/kg/kali diberikan dua kali sehari.
Bila tercapai target dilanjutkan pemberian secara intermiten untukpemeliharaan
Klorambusil
dengan dosis induksi 0,1-0,2 mg/kg/hari selama 3-6 minggu dan
dosis pemeliharaan 0,4 mg/kgBB tiap 2-4 minggu.
Busulfan
0,06 mg/kgBB/hari atau 1,8 mg/m2/hari. Bila tercapai target dilanjutkan
pemberian secara intermiten untuk pemeliharaan.
C. Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3 mCi/m2 intravena, bila per oral dinaikkan
mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Dapat diulang j ika diperlukan
tidakberhasil, dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, diberikan setelah
10-12 minggu dosis pertama
Pasien diperiksa setiap 2/3 bulan setelah keadaan stabil
D. Kemoterapi biologi (sitokin)
E.
Pengobatan suportif
Hiperurisemia: allopurinol 100-600 mg/hari
Pruritus dengan urtikaria: antihistamine PUVA
Gastritis/ ulkus peptikum: antagonis reseptor
Antiagregasi trombosit anagrelid
KOMPLIKASI
Trombosis, perdarahan, mielofibrosis
PROGNOSIS
WEWENANG
REFERENSI :
1. AbdulMuthalib. Effendy, S. Polisitemia vera. Dalam: Suyono. S. Waspadji, S. Lesmana,
L. Alwi, I. Setiati, S. Sundaru, H. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. JilidIL EdislIIL
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.p. 541-6
2. Polycythemia vera. Hematologie Klapper. 8' ed. Leids Universitair Medisch Centrum
Leiden, Juni 1999:48-9.
218
2.8
GERIATRI
Geriatii
STATUS FUNGSIONAL
Pendekatan yang dilakukan untuk menyembuhkan kondisi akut pasien geriatri tidak
akan cukup untuk mengatasi permasalahan yang muncul. Meskipun kondisi akutnya
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
221
sudah teratasi, tetapi pasien tetap tidak dapat dipulangkan karena belum mampu
duduk, apalagi berdiri dan berjalan, pasien belum mampu makan dan minum serta
membersihkan diri tanpa bantuan. Pengkajian status fungsional untuk mengatasi
berbagai hendaya menjadi penting, bahkan seringkali menjadi prioritas penyelesaian
masalah. Nilai dari kebanyakan intervensi medis pada orang usia lanjut dapat diukur
dari pengaruhnya pada kemandirian atau status fungsionalnya. Kegagalan mengatasi
hendaya maupun gejala yang muncul akan mengakibatkan kegagalan pengobatan
secara keseluruhan.
Mengkaji status fungsional seseorang berarti melakukan pemeriksaan dengan
instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif, antara lain dengan
indeks aktivitas kehidupan sehari-hari {activity of daily //vmg/ADL) Barthel dan
Katz. Pasien dengan status fungsional tertentu akan memerlukan berbagai program
untuk memperbaiki status fungsionalnya agar kondisi kesehatan kembali pulih,
mempersingkat lama rawat, meningkatkan kualitas hidup dan kepuasan pasien.
STATUS KOGNITIF
Pada pasien geriatri, peran dari aspek selain fisikjustru terlihat lebih menonjol temtama
saat mereka sakit. Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri
yang dirawat inap karena penyakit akut antara lain memori segera dan jangka pendek,
persepsi, proses pikir, dan fungsi eksekutif. Gangguan tersebut dapat menyulitkan
dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam pengobatan dan
tindak lanjut adanya gangguan kognitif tentu akan mempengaruhi kepatuhan dan
kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncanakan sehingga
pada akhimya pengelolaan secara keseluruhan akan terganggu juga.
Gangguan faal kognitif bisa ditemukan pada derajat ringan {mild cognitive
impoinnent/MCl dan vascular cognitive iwpairment/WCI) maupun yang lebih berat
(demensia ringan, sedang, dan berat). Hal tersebut tentunya memerlukan pendekatan
diagnosis dan terapeutik tersendiri. Penapisan adanya gangguan faal kognitif secara
obyektif antara lain dapat dilakukan dengan pemeriksaan neuropsikiatrik seperti
Abbreviated Mental Test, the Mini-Mental State Examination (MMSE), the
Global Deterioration Scale (GDS), dan the Clinical Dementia Ratings (CDR).
STATUS EMOSIONAL
Kondisi psikologik, seperti gangguan penyesuaian dan depresi, juga dapat
mempengaruhi hasil pengelolaan. Pasien yang depresi akan sulit untuk diajak
bekerja sama dalam kerangka pengelolaan secara terpadu. Pasien cenderung
bersikap pasif atau apatis terhadap berbagai program pengobatan yang akan
diterapkan. Hal ini tentu akan menyulitkan dokter dan paramedik untuk mengikuti
dan mematuhi berbagai modalitas yang diberikan. Keinginan bunuh diri secara
langsung maupun tidak, cepat atau lambat akan mengancam proses penyembuhan
dan pemulihan.
Instrumen untuk mengkaji status emosional pasien misalnya Geriatric De
pression Scale (GDS) yang terdiri atas 15 atau 30 pertanyaan. Instrumen ini bertujuan
untuk menapis adanya gangguan depresi atau gangguan penyesuaian. Pendekatan
secara profesional dengan bantuan psikiater amat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis pasti,
222
Geriatri
STATUS NUTRISI
Masalah gizi merupakan masalah lain yang mutlak harus dikaji pada seorang pasien
geriatri. Gangguan nutrisi akan mempengamhi status imun dan keadaan umum
pasien. Adanya gangguan nutrisi seringkali terabaikan mengingat gejala awal seperti
rendahnya asupan makanan disangka sebagai kondisi normal yang terjadi pada
pasien geriatri. Sampai kondisi status gizi turun menjadi gizi buruk baru tersadar
bahwa memang ada masalah di bidang gizi. Pada saat tersebut biasanya sudah
terlambat atau setidaknya akan amat sulit menyusun program untuk mengobati
status gizi buruk.
Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan anamnesis gizi (anamnesis
asupan), pemeriksaan antropometrik, maupun biokimiawi. Dari anamnesis harus dapat
dinilai berapa kilokalori energi, berapa gram protein, dan berapa gram lemak yang
rata-rata dikonsumsi pasien. Juga perlu dievaluasi berapa gram serat dan mililiter
cairan yang dikonsumsi. Jumlah vitamin dan mineral biasanya dilihat secara lebih
spesifik sehingga memerlukan perangkat instrumen lain dengan bantuan seorang
ahli gizi. Pemeriksaan antropometrik yang lazim dilakukan adalah pengukuran indeks
massa tubuh dengan memperhatikan perubahan tinggi tubuh dibandingkan saat
usia dewasa muda. Rumus tinggi lutut yang disesuaikan dengan ras Asia dapat
dipakai untuk kalkulasi tinggi badan orang usia lanjut. Pada pemeriksaan penunjang
dapat diperiksa hemoglobin dan kadar albumin plasma untuk menilai status nutrisi
secara biokimiawi.
Instrumen untuk mengkaji status fungsional, kognitif, dan emosional dapat dilihat
pada lampiran.
223
Fungsi
Skor
Keterangan
Mengendalikan
rangsang
pembuangan tinja
0
1
2
Mengendalikan
rangsang berkemih
0
1
2
Membersihkan diri
(seka muka, sisir
rambut, sikat eigi)
0
1
Penggunaan jamban,
masuk dan keluar
(melepaskan,
memakai celana,
membersihkan,
menyiram)
0
1
Makan
0
1
2
Tidak mampu
Perlu ditolong memotong makanan
Mandiri
0
1
2
3
Tidak mampu
Perlu banyak bantuan untuk bisa duduk
(2 orang)
Bantuan minimal 1 orang
Mandiri
0
1
2
3
Tidak mampu
Bisa (pindah) dengan kursi roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang
Mandiri
Berpindah / berjalan
Nilai
Skor
LAMPIRANI
tahun
10
Mandi
0. Salah
1. Benar
1
2
0
1
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Keterangan :
20
: Mandiri
12-19
: Ketergantungan ringan
9-11
: Ketergantungan sedang
0. Salah
224
Geriatii
8
Memakai baju
LAMPIRAN 2
ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)
_Status mental_Nilai_
A. Umur......................
B.
0. Salah
1. Benar
C.
0. Salah
1. Benar
E.
0. Salah
1. Benar
F.
0. Salah
1. Benar
G.
Tahun kemerdekaan RI
0. Salah
1. Benar
0, Salah
1. Benar
H. Nama Presiden RI
I.
1. Benar
J.
0. Salah
1. Benar
A. Baik
B. Labil
C. Depresi
D. Gelisah
E. Cemas
Total Skor :
(diisi oleh petugas)
Keterangan:
Skor AMT
0-3 : Gangguan ingatan berat
4-7 : Gangguan ingatan sedang
8-10 : Normal
Narna Responden :
Nama Pewawancara :
Umur Responden :
Tanggal Wawancara :
Pendidikan
Nilai
Maksimum
Nilai
Responden
Jam mulai
ORIENTASI
Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?
Sekarang kita berada dimana? (Nama nimah sakit atau instansi,
nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)
REGISTRAS I
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya :
Satu detik untuk t iap benda Kemudian mintalah responden mengulang ke
tiga nama benda terscbut.
Berilah nilai 1 untuk riap jawaban yang benar, bila masih salah, ulangi
penyebutan ke tiga nama benda tersebut sampai responden dapat
mengatakannya dengan benar:
{bola, kursi, sepalu)
Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah :
jalan,
kali.
MENG INGAT
nama
kembali
ke
Tanyakan
tiga benda yang telah disebut di atas. Berikan
nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
a. Apakah nama benda ini? Pcrlihatkanlah pinsil dan arloji
b. Ulangi kalimat berikut: "JIKATIDAK, DAN ATAU TAPI"
(2 nilai)
(I nilai)
(I nilai)
(1 nila
i)
Jumlah
nilai;
SADAR
SOMNOLEN
STUPOR
KOMA
Jam selesai
Tempat wawancara :
225
No.
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24,
25.
26.
27.
28.
29.
30.
menyenangkan?
Apakah sulit bagi anda untuk memulai sesuatu hal yang
baru?
Apakah anda merasa penuh semangat?
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada
harapan?
Apakah anda merasa orang lain memiliki keadaan yang
lebih baik dari anda?
Apakah anda sering merasa sedih terhadap hal-hal kecil?
Apakah anda sering merasa ingin menangis?
Apakah anda mempunyai masalah dalam berkonsentrasi?
Apakah anda merasa senang ketika bangun di pagi hari?
Apakah anda lebih memilih untuk tidak
mengikuti
pertemuan-pertemuan sosial/ bermasyarakat?
Apakah mudah bagi anda untuk membuat keputusan?
Apakah pikiran anda secerah biasanya?
Jawaban
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
YA
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
YA
TIDAK
TIDAK
Panduan Pelayana
n Medik PAPDI
226
Geriatii
LAMPIRAN 4
228
Geiiatri
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis menurut Diagnostic and Statistical Manual o f Mental Disr(:yer(DSM-IV-TR) meliputi gangguan kesadaran yang disertai penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian,
perubahan kognitif (gangguan daya ingat, disorientasi, atau gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang bukan akibat demensia,
gangguan tersebut timbul dalam jangka pendek (jam atau hari) dan cenderung
berfluktuasi sepanjang hari, serta terdapat bukti dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, atau pemeriksaan penunjang bahwa gangguan tersebut disebabkan kondisi
medis umum maupun akibat intoksikasi, efek samping, atau putus obat/zat.
Harus dicari faktor pencetus dan faktor risikonya
- Pencetus
yang sering: gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau
hiperglikemia, hiponatremia, azotemia), infeksi (sepsis, pneumonia, infeksi
saluran kemih), penurunan cardiac output (dehidrasi, kehilangan darah akut,
infark miokard akut, gagal jantung kongestif), strok (korteks kecil), obatobatan (terutama antikolinergik), intoksikasi (alkohol, dll), hipo atau
hipertennia, lesi sistem sarafpusat, psikosis akut, pemindahan ke lingkungan
yang baru/tidak familiar, impaksi fekal, danretensi urin
- Faktor risiko: riwayat gangguan kognitif, berusia lebih dari 80 tahun,
mengalami fraktur saatmasukperawatan, infeksi yang simtomatik, jenis kelamin
pria, mendapat obat antipsikotik atau analgesik narkotik, penggunaan
pengikat, malnutrisi, penambahan 3 atau lebih obat, dan penggunaan kateter
unn.
DIAGNOSIS BANDING
Demensia, psikosis fungsional, kelainan neurologis
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis; menemukan penyebab/
pencetus:
Lakukan
pemeriksaan neurologis untuk mendeteksi defisit neurologis fokal,
adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack, lakukan brain
CTscanjikSL ada indikasi
Darah
perifer lengkap
Elektrolit
(terutama natrium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis
gas darah
Urin
lengkap dan kultur resistensi urin
229
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Foto toraks
EKG
TERAPI
KOMPLIKASI
Fraktur, hipotensi sampai renjatan, trombosis vena dalam, emboli pani, sepsis
PR OG NO S I S
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri
UNIT TERKAIT
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi
ACS, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri, Instalasi Gizi, Instalasi
Farmasi, Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi
230
Geriatii
PENGERTIAN
Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko untuk jatuh. Kemampuan untuk
mengontrol posisi tubuh dalam ruang meruapakan suatu interaksi kompleks sistem
saraf dan muskuloskeletal yang dikenal sebagai sistem kontrol postural. Jatuh terjadi
manakala sistem kontrol postural tubuh gagal mendeteksi pergeseran dan tidak
mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang (kaki, saat berdiri) pada
waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini seringkali
merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berobat (keluhan utama
dari penyakit-penyakit yang juga bisa mencetuskan sindrom delirium akut)
DIAGNOSIS
Subyektif: terdapat keluhan perasaan seperti akan jatuh, disertai atau tanpa dizzi
ness, vertigo, rasa bergoyang, rasa tidak percaya diri untuk transfer atau mobilisasi
mandiri; atau terdapat riwayat jatuh
Obyektif: terdapat faktorrisiko intrinsik dan ekstrinsik untuk terjadinyajatuh. Faktor
intrinsik terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor intrinsik lokal: osteoartritis
genu/vertebra XxxvcibdiX,plantarfascitis, kelemahan otot kuadrisep femoris, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan pada alat keseimbangan seperti
vertigo yang dapat ditimbulkan oleh gangguan aliran darah ke otak akibat
hiperkoagulasi, hiperagregasi, atau spondiloartrosis servikal. Faktor intrinsik sistemik;
penyakit paru obstruktifkronik (PPOK), pneumonia, infarkmiokardakut, gagal jantung,
infeksi saluran kemih, gangguan aliran darah ke otak (hiperkoagulasi, strok, dan
transient ischemic attact/TlA), diabetes melitus dan/atau hipertensi (terutama jika
Keterangan
Kecelakaan
Sinkop
Drop attacks
Dizziness dan/atau
vertigo
Hipotensi ortostatik
Obat-obatan
Proses penyakit
Idiopatik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji menggapai
fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg {the Berg balance
sub-scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas
sehingga dapat mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan
seseorang berisiko untuk jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas.
Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk membantu mengidentifikasi faktor risiko;
menemukan penyebab/pencetus:
231
adakah cerebro vascular disease atau transient ischemic attack, lakukan brain
CTscan]\k3i ada indikasi
Darahperifer lengkap
Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
Analisis gas darah
Urin lengkap dan kultur resistensi urin
Hemostase darah dan agregasi trombosit
Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
EKG
Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal)
232
Geriatri
Tabel 2. Evaluasi pada Pasien Usia Lanjut yang Jatuh
Cvaluasi
Anamnesis
Keterangan
Pemeriksaan Fisik:
Tanda vital
Kulit
Mata
Visas
Kardiovaskular
Ekstremitas
233
Tatalaksana
Konsumsi obat-obatan
Obat-obat berisiko tinggi
(benzodiazepin, obat tidur
Pemeriksaan neurologis
Gangguan proprioseptif
Gangguan kognitif
Penurunan kekuatan otot
234
Geriatri
Pemeriksaan muskuloskeletal:
pemeriksaan tungkai (sendi dan
lingkup gerak sendi) dan pemeriksaan
kaki
sinkop)
Evaluasi terhadap "bahaya"* di rumah
setelah dipulangkan dari rumah sakit
_diperlukan_
TERAPI
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat
jatuh adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan
mengobati trauma fisik akibat jatuh; mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh; memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang
cukup; pegangan; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot,
fleksibilitas sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun
dari duduk perlahan-lahan, menggunakan pegangan atau perabot untuk
keseimbangan, dan teknik bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk
mencegah morbiditas akibat instabilitas dan jatuh berikutnya,
Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah jatuh
bemlang karena lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak
aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan
mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.
KOMPLIKASI
Fraktur, memar jaringan lunak, isolasi dan depresi, imobilisasi
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT TERKAIT
235
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan kelerlibaian etiologi/
faktor risiko instabilitas, Departemen Rehabilitasi Medik, Departemen Psikiatri,
Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Bidang Keperawatan, Departemen Neurologi,
Departemen Bedah Ortopedi
236
Geriatri
G A N G G U A N KOGNITIF RINGAN
DAN DEMENSIA
PENGERTIAN
Antara fungsi kognitif yang normal untuk usia lanjut dan demensia yang jelas,
terdapai sualu kondisi penumnan fungsi kognitif ringan yang disebut dcngan mild
cognitive inipairmeni (MCI) dan vascular cognitive impairment (VCl), yang
sebagian akan berkembang menjadi demensia, baik penyakii Alzheimer maupun
demensia lipe lain.
Mild cognitive impairment (MCI) merupakan suatu kondisi "sindrom predemensia"
(kondisi iransisi fungsi kognisianlarapenuaan nonnal dan demensia ringan), yang
pada berbagai studi lelah dibiiktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia
(terutama demensia Alzheimer) yangsimtomatik.
Vascular cognitive impairment (VCI) merujuk pada keadaan penurunan fungsi
kognilif ringan dan dihubungkan dengan iskemia serta infark jaringan otak akibat
penyakit vaskular dan aterosklerosis.
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual (berpikir abstrak, penilaian,
kepribadian, bahasa. praksis, dan visuospasial) dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran,
sehingga mempengaruhi aklivitas kerja dan sosial secara bermakna.
Demensia Alzheimer merupakan demensia yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer;
munculnya gejala perlahan-lahan namun progresif. Demensia vaskular merupakan
demensia yang lerjadinya berhubungan dengan serangan strok (biasanya teijadi 3
bulan pasca slrok); munculnya gejala biasanya berlahap sesuai serangan strok
yang mendahului (step ladder). Pada satu pasien pasca strok bisa terdapai kedua
jenis ini (lipe campuran). Pada kedua tipe ini lazim lerdapat faklor risiko seperti:
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, dan faklor risiko aterosklerosis lain.
Demensia dapat disertai behavioral and psychological symptoms o f dementia
(BPSD) yang lazim disebut sebagai perubahan periiaku dan kepribadian. Gejala BPSD
dapal berupa depresi, wandering/pacings pertanyaan berulang aiau manerism,
kecemasan, alau agresivitas.
DIAGNOSIS
Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk MCI dan VCI
Mild Cognitive Impairment (MCI)
Keluhan memori, yang diperkuat oleh informan
Fungsi memori yang tidak sesuai untuk umur dan pendidikan
Fungsi kognitif umum masih baik
Aktivitas sehari-hari masih baik
Tidak demensia
237
DIAGNOSIS BANDING
Acute confusional state, depresi, Penyakit Parkinson
Catatan; demensia sering terdapat bersamaan dengan depresi dan/atau Penyakit
Parkinson
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Ratings (CDR).
Nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga pemeriksa
harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasi hasil
pemeriksaan MMSE.
2.
3.
4.
5.
6.
239
Hipertensi
Penatalaksanaan
Kurangi asupan garam
Obat antihipertensi: awal dengan
diuretik, dapat dikombinasikan
dengan ACE-inhibitor, ARB,
penyekat p ((3 -blocker), atau
antagonis kalsium
Target; TDS <130 mmHg, TDD
Dislipidemia
<80 mmHg.
Kurangi asupan makanan berlem
ak
Obat antidislipidemik
Target: trigliserida < 150 mg/dL,
Diabetes Melitus
Obesitas
Gagaljantungf
fibrilasi atniitfty
hiperkoagulasiy
240
t),
latihan flsik, obat hipoglikemik
oral,
dan insulin
Perhatian pada pemilihan OHO
dan
insulin, disesuaikan dengan
penurunan flingsi organ
Target: GDP <120 mg/dL, pada
usia
lanjut GDP <160 mg/dL masih
diterima
Keterangan
Rekomendasi JNC
VII dan penelitian
ALLHATT
DM tipe 2 oleh
PERKENI
Dislipidemia yang
dikeluarkan oleh
PERKENI dan
NCEP-ATP III
Konsensus
Pengendalian
Karakteristik
Beberapa penulis
melaporkan statin
dapat menurunkan
fungsi kognitif
(terutama memory
loss)
Konsensus
Penatalaksanaan
Penggunaan
insulin sering
menimbulkan efek
hipoglikemia pada
usia lanjut yang
dapat
bermanifestasi
sebagai gangguan
kognitif
Nama Obat
Galantamin
Donepezil
Rivastigmin
Inhibitor
Inhibitor
Inhibitor
0,5-2
0,5-1
kolinesterase
kolinesterase
kolinesterase 3-7
Mekanisme kerja
3-5
mencapai
konsentrasi
maksimal (jam)
Memantin
Antagonis
reseptorNMDA
Absorpsi
dipengaruhi
makanan
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Waktu-paruh
serum (jam)
Metabolisme
70-80
5-7
60-80
Sitokrom P450
Non-hepatik
Sitokrom P450
Non-hepatik
Dosis
(inisial/maksimal)
1 X 5 mg/
1 X 10 mg
2 X 1,5 mg/
2x6 mg
2x4 mg
2x12 mg
2x5 mg/
2 X 10 mg
Geriatri
hiperagregasi
tf'ombosit,
hiperhomosisteinemia,
Keterangan: A.CE=angiotensin-converting-enzyme,
angiotensin receptor blocker
,
TDS=tekanan darah sistolik, TDD=tekanan darati diastolik, HDL=high -density-lipoprotein,
LDL=low-density-Upoprotein, JNC VII= the seventh report of the Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment ofHigh Blood Pressur,
PERKENI=Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, DM= diabetes melitus, OHO=obat
hipoglikemik oral, GDP=gula darah puasa, IMT=indeks massa tubuh
Tabcl 5. Obat'Obatan yang Dipergunakan untuk Menghambat Penurunan dan
Memperbaiki Fungsi Kognitif pada Demensia dan Gangguan Kognitif
TERAPI
Faklor tisiko:
Hipertensi
Diabetes
melitus
Dislipidemia
Gagal jantung
Hiperkoagulasi
Hipetagregasi
Mcrokok
Obesitas
PPOK
trombosit
Ncurosifilis
&HIV
Ringan*
da
Modtfikasi/lcrapibila
Pemberian obat pada BPSD ditujukan untuk target gejala tertentu dengan
pembatasan waktu. Tentukan target gejala yang hendak diobati, identifikasi
pencetus gejala; psikoterapi dan konseling diberikan bersama dengan obat
(risperidon, sertralin, atau haloperidol, sesuai dengan gejala yang muncul
241
Anamnesis:
Lama keluhan
Awitan
Progresivitas
Aktivitas hidup
sehari-hari
Riwayat keluarga
Penggunaan obatobatan dan
alkohol
Riwayat CABG
Laboratorium:
Fungsi tiroid
Fungsi hati
Fungsi ginjal
MMSE <24
Dusaan Dcmcnsin
MMSE 24-2
DutiiunMCI /\ CI
Keka semua
faktor risiko
sesegera &
seoptimal
mungkm
MMSE >28
NormaK?)
Lanjulkan
pengetdsan
faktor nsJko :
Terapi
antihtporiensi
Injek&t/obat
Optimalisa&i
per>gloiaan
faktor risiko
Hdukasi
Rujuk SpKJ / SpS /
IConsultun Oeriatri
Evalitosj funifsi
kognttif tiop 6
bulan
RkorMMSE
tctap / turun
V
Bvaluusi 6 biilan
hipogiikeniik
Obat
PQnurun
SkorMMSU
mcniniikat
kadar lemak
AnilkoagLilan
Olahraga
yang teratur
Si/plementasi
asam folat &
Vt. G12
KonLimsi
(propor
cahric
IntakB)
BerhenJi
merokok
KOMPLIKASI
Jatuh, msaknya struktur sosial keluarga, isolasi, malnutrisi
PROGNOSIS
Tergantung stadium diagnosis
242
Geriabi
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Psikiater-Geriatri; NeurologGeriatri
UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Neurologi, Departemen Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi,
Instalasi Farmasi, Perawat Gerontik
243
I MO B I L I SA SI
PENGERTIAN
Mobilisasi tergantung pada interaksi yang terkoordinasi antara fungsi sensorik
persepsi, ketrampilan motorik, kondisi fisik, tingkat kognitif, dan kesehatan premorbid,
serta variabel ekstemal seperti keberadaan sumber-sumber komunitas, dukungan
keluarga, adanya halangan arsitektural (kondisi lingkungan), dan kebijaksanaan
institusional.
Imobilisasi didefinisikan sebagai kehilangan gerakan anatomik akibat perubahan
fungsi fisiologis, yang dalam praktek sehari-hari dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau
ambulasi selama lebih dari 3 hari. Imobilisasi menggambarkan sindrom degenerasi
fisiologis yang diakibatkan penurunan aktivitas dan ''deconditiomng'\
FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut.
Tabel 1. Penyebab Umum Imobilisasi
Gangguan
Artritis
Gangguan neurologis
Penyakit kardiovaskular
Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit Paget)
Strok
Penyakit Parkinson
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Gagal jantung kongestif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (klaudikasio yang sering)
Penyakit paru obstruktif kronis (berat)
Penyakit paru
Faktor sensorik
Penyebab lingkungan
Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Dekondisi (setelah tirah baring lama pada keadaan
sakit akut)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas
pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekakuan yang
disebabkan obat antipsikotik)
Perjalanan lama yang menyebabkan seseorang tidak
244
bergerak
Genatri
PEMERIKSAAN
PE NUNJANG
Pengkajian genatri paripuraa diperlukan dalam mengevaluasi pasien usia lanjut yang
mengalami imobilisasi, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, evaluasi status
flingsional, status mental, status kognitif, dan tingkat mobilitas, serta pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi
Status Fungsional
Status Mental
Status Kognitif
Tingkat Mobilitas
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Status kardiopulmonal
Kulit
Muskuloskeletal: kekuatan dan to
TERAPI
Tatalaksana Umum
245
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien
Dilakukan pengkajian geriatri paripuma, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan
untuk mencapai target terapi
Temukenali dan tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/kondisi
penyerta lainnya
Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentikan bila memungkinkan.
Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral
Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terj adi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi (pasif, aktif,
dan aktif dengan bantuan), latihan penguatan otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihankoordinasi/keseimbangan (misalnyaberjalanpada satugaris
lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.
Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi
Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet
Tatalaksana Khusus
Tatalaksana faktor risiko imobilisasi (lihat Tabel 1)
Tatalaksana
komplikasi akibat imobilisasi
Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten
Lakukan remobilisasi
segera dan bertahap pada pasien-pasien yang mengalami
sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mencegah imobilisasi
lebih lanjut
KOMPLIKASI
Imobilisasi dapat menyebabkan proses degenerasi yang terjadi pada hampir semua
sistem organ sebagai akibat berubahnya tekanan gravitasi dan berkurangnya fungsi
motorik.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasari imobilisasi dan komplikasi
yang ditimbulkannya. Perlu dipahami, imobilisasi dapat memperberat penyakit
dasamya bila tidak ditangani sedini mungkin, bahkan dapat sampai menimbulkan
kematian
246
Genatri
Tabel 3. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ
Organ/Sistem
Muskuloskeietal
Kardiopulmonal dan
pembuluh darah
fntegumen
Metabolik dan endokrin
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
Medik
UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Psikiatri-Geriatri Departemen
Psikiatri, Departemen Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi, Bidang
Keperawatan
247
INKONTINENSIAURIN
PENGERTIAN
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis perlu diketahui penyebab dan tipe inkontinensia urin.
Terdapat 2 masalah dalam sistem saluran kemih yang dapat memberikan gambaran
inkontinensia urin yakni masalah saat pengosongan kandung kemih dan masalah
saat pengisian kandung kemih.
Untuk inkontinensia urin
yang akut, perlu diobati penyakit atau masalah yang
PEMERIKSAAN P E N UN JA N G
Urin lengkap dan kultur urin, PVR, kartu catatan berkemih, gula darah, kalsium darah
dan urin, perineometri, urodynamic study.
TERAPI
Terapi untuk inkontinensia urin tergantung pada penyebab inkontinensi urin.
Untuk inkontinensia urin
tipe urgensi dan overactive bladder, diberikan latihan
otot dasar panggul, bladder training, schedule toiletting, dan obat yang bersifat
antimuskarinik (antikolinergik) seperti tolterodin atau oksibutinin. Obat
antimuskarinik yang dipilih seyogianya yang bersifat uroselektif.
248
Geiiatri
Untuk inkontinensia urin tipe stres, latihan otot dasar panggul merupakan pilihan
utama, dapat dicoba bladder training dan obat agonis alfa (hati-hati pemberian
agonis alfa pada orang usia lanjut).
Untuk inkontinensia tipe overflow perlu diatasi penyebabnya. Bila ada sumbatan,
perlu diatasi sumbatannya.
KOMPLIKASI
Inkontinensia urin dapat menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, lecet pada
area bokong sampai dengan ulkus dekubitus karena selalu lembab, serta jatuh dan
fraktur akibat terpeleset oleh urin yang tercecer.
PROGNOSIS
Inkontinensia urin tipe stres biasanya dapat diatasi dengan latihan otot dasar
panggul, prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe urgensi atau overactive bladder umumnya dapat
diperbaiki dengan obat-obat golongan antimuskarinik, prognosis cukup baik.
Inkontinensia urin tipe overflow, tergantung pada penyebabnya (misalnya
dengan mengatasi sumbatan/ retensi urin).
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, Dokter Spesialis Rehabilitasi
UNIT TERKAIT
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi Medik,
Urologi, Bidang Keperawatan, Divisi Uroginekologi Departemen Obstetri dan
Ginekologi
249
DEHIDRASI
PENGERTIAN
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih
banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam
jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak
daripada air (dehidrasi hipotonik).
Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih
dari 145 mmol/Liter) dan peningkatan osmolalitas efektifserum (lebih dari 285 mosmol/
Liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145
mmol/Liter) dan osmolalitas efektifserum (270-285 mosmol/Liter). Dehidrasi hipotonik
ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/Liter) dan
osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/Liter).
Penting diketahui perubahan fisiologi pada usia lanjut. Secara umum, terjadi
penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara
khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan
hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus,
kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldosteron, dan penurunan respons
ginjal terhadap vasopresin,
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada
sama sekali. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor
dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat dievaluasi
adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis obyektif lainnya
yang dapat membantu mengidentifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik.
Berdasarkan studi di Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM,
bila ditemukan aksila lembab/basah, suhu tubuh meningkat dari suhu basal, d
iuresis berkurang, berat jenis (BJ) urin lebih dari atau sama dengan 1,019 (tanpa
adanya glukosuria dan proteinuria), serta rasio Blood Urea Mroge/Kreatinin lebih
dari atau sama dengan 16,9 (tanpa adanya perdarahan aktif saluran cema) maka
kemungkinan terdapat dehidrasi pada usia lanjut adalah 81%. Kriteria ini dapat
dipakai dengan syarat: tidak menggunakan obat-obat sitostatik, tidak ada perdarahan
saluran cema, dan tidak ada kondisi overload (gagal jantung kongestif, sirosis
hepatis dengan hipertensi portal, penyakit ginjal kronik stadium terminal, sindrom
nefrotik).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
250
Geriatii
TERAPI
Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara
berkala sesuai kebutuhan.
Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak
1500-2500 ml/24 jam (30 ml/ kg bcral badan/24 jam) uniuk kebuluhan dasar, ditambah
dengan penggantian defisil cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung.
Menghitung kebutuhan cairan sehari, lermasuk jtimlah insensible wafer loss sangat
pcrlu dilakukan setiaphari. Perhalikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea,
sesak napas, perubahan pola lidur, alau con/itsion. Cairan yang diberikan secara
oral lergantung jenis dehidrasi,
Dehidrasi
hipertonik: cairan yang dianjurkan adalah air alau minuman dengan
kandungan sodium rendah, jus buah sepeni apel, jeruk, dan anggur
Dehidrasi isoionik: cairan
yang dianjurkan selain air dan suplemen yang
mengandung sodium (jus tomaljjuga dapat diberikan lanitan isotonikyang ada
di pasaran
Dehidrasi
hipotonik cairan yang dianjurkan seperti di atas tetapi dibutuhkan
kadar sodium yang lebih tinggi
Pada dehidrasi sedang sampai berat dan pasien tidak dapat minum per oral,
selain pemberian cairan enleral, dapat diberikan rehidrasi parenteral. Jika cairan
tubuh yang hilang terutama adalah air, maka jumlah cainin rehidrasi yang dibutuhkan
dapat dihitung dengan nimus:
Defisit cairan (liter) = Cairan badan total (CBT) yang diinginkan - CBT saat ini
CBT yang diinginkan =
Kadar Na serum x CBT saat ini
140
CBT saat ini (pria) = 50% x berat badan (kg)
CBT saat ini (perempuan) = 45% x berat badan (kg)
Jenis cairan kristaloid yang digunakan unluk rehidrasi tergantung dari jenis
dehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan Na CI 0,9% atau
Dekstrosa 5% dengan kecepaian 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada
dehidrasi hipertonik digunakan cairan Nad 0,45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana
dengan mengatasi pcnyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila
perlu pemberian cairaji hipertonik.
KOMPLIKASI
Gagal ginjal, sindrom delirium akut
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri
251
UNIT YANG M E N A N G A N I
Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT T E R K A I T
Divisi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang terkait dengan keterlibatan etiologi
dehidrasi, Bidang Keperawatan
252
Geriatri
KONSTIPASI
PENGERTIAN
Konstipasi merupakan suatu keluhan, bukan penyakit, Konstipasi sulit didefinisikan
secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara
individu. Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar
(BAB), biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan
keras, serta kadangkala disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB.
Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya
sejumlah besar feses memenuhi ampula rektum pada colok dubur, dan atau timbunan
feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.
DIAGNOSIS
Konstipasi menurut Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan
terjadi dalam waktu 3 bulan:
a. konsistensi feses yang keras
b. mengej an dengan keras saat BAB
c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB
d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
Konstipasi menurut International Workshop on Constipation dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel
Tipe
1.
Konstipasi fungsional
(akibat waktu perjalanan yang
lambat dari feses)
2.
hambatan
pada anus lebih dari 25% BAB
waktu untuk BAB lebih lama
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
terjadinya akut untuk mendeteksi adanya impaksi feses yang dapat menyebabkan
sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat
dilanjuikan dengan barium enema uniuk memastikan lempal dan sifal sumbatan.
Pemeriksaan yang iniensif dikeijakan sccara selektifseielah 3-6 bulan pengobaian
konstipasi kurang berhasii dan dilakukan hanya pada pusal-pusat pengelolaan
konslipasi terlenlu.
Uji yang dikerjakan dapai bersifal anatomis (enema, proktosigmoidoskopi,
kolonoskopi) atau fisiologis (waktu singgah di kolon, sinedefekografi,
manomelri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi biasanya dikerjakan
pada konslipasi yang baru terjadi sebagai prosedur penapisan adanya
keganasan kolon-rektum, Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluamya
darah dari rektum aiau adanya riwayal keluarga dengan kanker kolon perlu
dikerjakan kolonoskopi.
Waklu persinggahan sualu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan
melakukan pemeriksaan radiologis setelah menelan bahan lersebut. Bila
limbunan zai ini teiiiLamaditemukandi rektum menunjukkankegagalan ilingsi
ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluaih.
Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anorekiai uniuk nienilai
evakuasi feses secara lunias, mengidentifikasi kelainan anorektal dan
mengevaluasi kontraksi serta relaksasi oiot rektum. Uj i ini memakai semacam
pasta yang konsistensinya niirip feses, dimasiikkan ke dalam rektum.
Kemudian penderita duduk pada toilet yang dilelakkan dalam pesawat sinar
X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebui. Dinilai
kelainan anorekiai saat proses berlangsung.
Uji manomeiri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran
anus saat istirahai dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.
TERAPI
Cereal
Methyl selulose
254
Geiiatii
Psilium
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air.
Contohnya antara lain;
Minyak kastor
- Golongan docusate
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain:
- Sorbitol
- Lactulose
Glycerin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini yang banyak dipakai, Perlu diperhatikan bahwa pencahar
golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus
mesenterikus danberakibat dismotilitas kolon.
Contohnya antara lain;
- Bisakodil
- Fenolptalein
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan caracara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada umumnya,
bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan
tindakan pembedahan.
KOMPLIKASI
Sindrom delirium akut, aritmia, ulserasi sterkoraseus, perforasi usus, retensio urin,
hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin, inkontinensia alvi, dan vol
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Geriatri, dan Konsultan GastroEnterologi
UNIT TERKAIT
Departemen Rehabilitasi Medik, Bidang Keperawatan, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi
255
DIAGNOSIS
Infiltrat baru atau perubahan infiltrat progresif pada foto toraks, dengan disertai
sekurang-kurangnya 1 gejala mayor atau 2 gejala minor berikut:
:l.batuk
Gejala Mayor
2. sputum produktif
3. demam (Suhu >37,8C)
: 1. sesak napas
Gejala Minor
2. nyeri dada
3. konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. j umlah leukosit >12.000/|iL
Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain
batuk dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran
(delirium), tidak maumakan, jatuh, dan inkontinesiaakut.
DIAGNOSIS BANDING
Emboli paru, gagal jantung, tuberkulosis paru.
PEMERIKSAAN P E NUNJANG
Darah lengkap dengan hitung jenis, ureum dan kreatinin, analisis gas darah dan
saturasi oksigen, c-reactive protein, albumin, foto toraks, EKG, kultur sputum
mikroorganisme dan resistensi.
TERAPI
256
Geiiatd
piperacillin-tazobaktam, kuinolon anti-pseudomonas (ciprofloksasin), atau
aminoglikosida.
- Antibiotika
spesifik diberikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan biakan
kuman dan uji resistensi.
- Pemilihan antibiotika
juga harus memperhatikan penurunan flingsi organ
yang mungkin sudah terjadi pada usia lanjut.
Program rehabilitasi medik (fisioterapi dada dan program lain yang terkait).
KOMPLIKASI
Empiema, efusi pleura, gagal napas, sepsis sampai syok sepsis.
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Geriatri
UNIT TERKAIT
Divisi Pulmonologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Departemen Rehabilitasi
Medik, Bidang Keperawatan, Departemen Gigi-Mulut.
257
DIAGNOSIS
258
Geriatri
Farmakologi
Antibiotika
sangat dianjurkan danperlu segera diberikan pada VYsimtomatik,
sesuai dengan tes resistensi kuman atau pola kuman yang ada atau secara empiris
yang dapat mencakup Escherichia coli dan gram negatif lainnya.
Pada ISK asimtomatik antibiotika
hanya diberikan pada pasien dengan risiko
tinggi untuk lerjadinya komplikasi yang serius (seperti tranplantasi ginjal atau
pasien dengan granulositopenia) dan pasien yang akan menjalani pembedahan.
Antibiotika oral direkomendasikan untuk ISK tak
berkomplikasi dengan lama
pemberian 7-10 hari pada perempuan dan 10-14 hari pada laki-laki. Antibiotika
parenteral untuk ISK berkomplikasi dengan lama pemberian tidak kurang dari 14
hari.
Antibiotika
golongan fluorokuinolon masih digunakan sebagai pengobatan
pilihan pertama. Kadang pengobatan kombinasi masih digunakan pada infeksi
yang sulit dikendalikan, terutama infeksi \'asQr\3L Enterococcus d?inPseudomonas. Golongan lain yang biasa digunakan adalah aminoglikosida, sefalosporin
generasi ke-3 dan ampisilin.
Keberhasilan
pengobatan pada ISK sirntomatik ditentukan oleh hilangnya gejala
dan bukan hilangnya bakteri.
Evaluasi
ulang dengan kecurigaan adanya kelainan anatomi atau struktural dapat
mulai dipertimbangkan bila terjadi ISK berulang > 2 kali dalam waktu 6 bulan.
KOMPLIKASI
Sepsis, gagal ginjal, pielonefritis akut, inkontinensia urin, ISK berulang.
PROGNOSIS
Bila tak ada komplikasi; baik
WEWENANG
259
ULKUS DEKUBITUS
PENGERTIAN
Ulkus dekubilus adalah lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan
kerusakan jaringan di bawahnya.
DIAGNOSIS
Biasanya terdapat faktor-faktor hsiko: imobilisasi, inkontinensia, fraktur, defisiensi
nutrisi (terutama vitamin C dan albumin), kulit kering, peningkatan suhu tubuh,
berkurangnya tekanan darah, usia lanjut.
Stadium Klinis:
Stadium I: Respons inflamasi akut terbatas pada epidemiis, tampak sebagai daerah
eritema indurasi dengan kulit masih utuh atau lecet.
Stadium II: Luka meluas ke dennis hingga lapisan lemak subkutan, tampak sebagai
ulkus dangkal dengan tepi yang jelas dan perubahan wama pigmen kulit, biasanya
sembuh dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
Stadium III: Ulkus lebih dalam, menggaung, berbatasan dengan fasia dan otototot.
Stadium IV: Perluasan ulkus menembus otot hingga tampak tulang di dasar ulkus
yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang dan sendi.
Luka tekan biasa teijadi di daerah tulang yang menonjol seperti sakrum dan kalkaneus
karena posisi terlentang, trokanter mayor dan maleolus karena posisi miring 90" dan
tuberositas iskial karena posisi duduk.
DIAGNOSIS BANDING
Pada ulkus dekubitus stadium IV, bila luka tidak membaik, foto tulang terdapat kelainan,
hitung leukosit > 15.000/|il, atau LED 120 mm/jam kemungkinan 70% sudah ada
PEMERIKSAAN PE NUNJANG
DPL, kuUur plus (MOR), kadar albumin serum, foto tulang di regie yang dengan
ulkus dekubitus dalam.
TERAPI
Umum
260
Geiiatri
26]
KOMPLIKASI
Sepsis
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
UNIT TERKAIT
Bidang Keperawatan, Departemen Kulit dan Kelamin
262
Genatri
MALNUTRISI
PENGERTIAN
Malnutrisi energi-protein adalah keadaan yang disebabkan ketidakseimbangan antara
asupan kalori dan protein dengan kebutuhan tubuh. Pada orang usia lanjut, malnutrisi
sulit dikenali karena terjadi berbagai perubahan fisiologis seiring peningkatan usia,
termasuk perubahan akan kebutuhan zat gizi, serta adanya berbagai penyakit kronik.
Malnutrisi yang terjadi pada usia lanjut sering dipengaruhi berbagai hal seperti
keadaan gigi-geligi, gangguan menelan, masalah neuropsikologis (depresi,
demensia), keganasan, dan imobilisasi.
DIAGNOSIS
Komponen penilaian status gizi pada usia lanjut mencakup: anamnesis, pemeriksaan
fisis dan antropometrik, serta laboratorium. Komponen-komponen tersebut tidak
selalu dapat menentukan ada-tidaknya malnutrisi, namun setidaknya dapat
menentukan apakah seorang usia lanjut berisiko atau diduga mengalami malnutrisi.
Anamnesis:
Asupan zat gizi sehari-hari (food recall), penurunan berat badan,
. gangguan mengunyah, gangguan menelan, status fungsional (aktivitas hidup
sehari-hari terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan proses makan),
penyakit kronis yang diderita (termasuk ada-tidaknya diare kronik), adanya
depresi atau demensia, serta penggunaan obat-obatan.
Pemeriksaan fisis:
Higiene rongga mulut, status gigi-geligi, status neurologis
(gangguan menelan), kulit yang kering/bersisik, rambut kemerahan, massa otot,
edema tungkai.
Antropometrik: Lingkar lengan atas, hngkar betis, tebal lipatan kulit triseps,
indeks massa tubuh.
Laboratorium:
Hemoglobin, jumlah limfosit, albumin, prealbumin, kolesterol darah,
kadar vitamin/mineral dalam darah.
Saat ini tersedia beberapa instrumen pengkajian status nutrisi pada usia lanjut yang
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN P E N U N J A N G
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis leukosit, serum albumin, prealbumin,
kadar kolesterol, kadar vitamin/mineral, elektrolit, bioelectrical impendance
analysis.
263
TERAPI
Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
Evaluasi
penyebab dan faktor risiko timbulnya malnutrisi yang pada usia lanjut
umumnya merupakan kombinasi dari berbagai penyebab, mulai dari faktor sosialekonomi (kemiskinan, pengetahuan rendah), neuropsikologis (adanya demensia
atau depresi), dan kondisi fisik-medik (gangguan fungsi organ pencemaan serta
adanya penyakit-penyakit akut dan kronis).
Evaluasi status
fungsional, terutama yang berhubungan dengan penyiapan dan
proses makan.
Menentukan umlah
j
energi dan komposisi zat gizi yang akan diberikan. Jumlah
kebutuhan energi dapat ditentukan dengan menghitung total energy expendi
ture (TEE). Selain jumlah kalori, kebutuhan cairan, protein/asam amino, serta
mineral dan vitamin perlu juga ditentukan. Penentuan kebutuhan dan komposisi
nutrisi dan cairan ini juga memerlukan evaluasi kondisi medik termasuk penurunan
fungsi organ yang terjadi (adanya gagal jantung, penyakit ginjal kronik, hepati
tis kronis dan sirosis hati, diabetes melitus, keganasan, dan fungsi absorbsi
saluran cerna).
Terapi/dukungan nutrisi
Secara
umum, dukungan nutrisi pada usia lanjut yang mengalami malnutrisi
dapat dilakukan melalui cara enteral atau parenteral.
Dukungan nutrisi enteral harus menjadi pilihan utama, mengingat hal ini
merupakan cara yang fisiologis, Pemberian nutrisi secara enteral akan
mempertahankan fungsi mencema, absorbsi, dan barier imunologis saluran cema.
Bila berbagai faktor risiko dan kondisi medik dapat diatasi, umumnya pasien
diharapkan dapat makan secara normal. Pada usia lanjut yang dapat makan secara
normal, jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi setiap hari penting untuk
dipantau karena mereka cenderung untuk mengurangi makannya. Pada beberapa
keadaan, nutrisi enteral dapat diberikan melalui pipa nasogastrik, pipa
nasoduodenum, pipa nasoileum, maupun dengan gastrostomi. Dukungan nutrisi
enteral semacam ini umumnya berupa makanan cair, sehingga overload cairan
harus menjadi pertimbangan (misalnya dengan mengentalkan).
Dukungan nutrisi parenteral dipilih bila secara enteral nutrisi tidak mungkin
dilakukan, Umumnya digunakan pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang
dalam keadaan akut atau sakit berat (critically ill), dimana fungsi saluran cema
terganggu atau terdapat kontraindikasi pemberian nutrisi enteral (seperti adanya
perdarahan saluran cerna, pankreatitis, atau ileus). Namun tidak tertutup
kemungkinan bahwa dukungan nutrisi parenteral dilakukan untuk jangka panjang
dan dilakukan di rumah atau fasilitas perawatan jangka-panjang lain. Saat ini
telah banyak tersedia berbagai jenis dan komposisi zat nutrisi (kalori, asamamino, lipid, mineral/vitamin) dalam bentuk cairan parenteral. Penggunaan
dukungan nutrisi parenteral memerlukan teknik khusus dan pemantauan yang
ketat.
Terapi lain
Pada
pasien-pasien keganasan atau keadaan lain dimana terdapat anoreksia,
dapat diberikan peningkat nafsu-makan (appetite stimulant) seperti megesterol
asetat.
264
KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan dari penyakit menjadi lambat.
PROGNOSIS
Dubia
UNIT TERKAIT
Instalasi gizi, Bidang Keperawatan.
265
2.9
Wkosamadk
DEPRESI
PENGERTIAN
Depresi nierupakan Gangguan afektif yang ditandai adanya mood depresi (sedih),
hilang minal, dan mudah ielah. Pada umumnya pasien datang ke klinik penyakit
dalam dengan keluhan somaiik,
DIAGNOSIS
GejalaA
Perasaan sedih
(depresif)> tidak bisa menikmati hidup
diri
dan
Harga
kepercayaan diri kurang
Perasaan bersalah/tidak
berguna
masa
Pandangan
depan suram/pesimis
Tidur
terganggu
Nafsu makan
kurang/bertambah
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala-gejala tersebut dengan ataupun tanpa gejala
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan campuran ansietas dan depresi, ansietas, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi)
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap
AGD, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi
Foto toraks, bila perlu
EKQ elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu
Endoskopi", kolonoskopi, USG, bila perlu
TERAPI
Nonfarmakologis: edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis:
KOMPLIKASI
Kurang / tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
L
270
Wkosomatik
DISPEPSI FUNGSIONAL
PENGERTIAN
Dispepsi fungsional adalah perasaan dispepsia tanpa disertai adanya kelainan
organik
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Dispepsia oleh sebab organik misalnya ulkus peptikum, gastritis erosif dsb.
Gangguan pada sistem hepato-bilier.
Dispepsi yang disebabkan penyakit kronik lain misalnya Gagal ginjal, diabetes
melitus dsb.
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Hb, Ht, leukosit, kreatinin, ureum, gula darah, tes flingsi hati, urin lengkap.
TERAPI
KOMPLIKASI
Dehidrasi bila muntah berlebihan, gangguan gizi.
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
WEWENANG
271
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. MudjaddidE. Sindrom Kolon Ihtabel. In :Simadibrata M, SetiaiiS, AlwiI, Maryantoro,
Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUJ; I999.p.
197-8.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington J994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
of New York Academy o f Sciences. 1998;840.
212
ftakosomatik
DIAGNOSIS
Gejala utama: rasa lelah kronis yang dirasakan terus menerus atau berulang.
Rasa lelah bertambah bila melakukan aktivitas atau saat mengalami stres emosi
dan tidak pulih sepenuhnya dengan istirahat.
Gejala tambahan yang dapat menyertai ialah mialgia, sefalgia, nyeri sendi, nyeri
tenggorok (faringitis), demam, limfadenopati terutama daerah leher atau aksila.
DIAGNOSIS BANDING
Chronic fatigue, fibromialgia, keganasan, infeksi kronis, penyakit autoimun,
penyalahgunaan obat (drug abuse)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
KOMPLIKASi
Isolasi sosial, tidak mampubekerja
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
273
UNIT TERKAIT
REFERENSI:
1. MudjaddidE. ChronicFatiqueSyndrome. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro,
Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
I999.p. 198-9.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Lipton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
of New York Academy o f Sciences. 1998; 840.
274
Rakosomatik
ANSIETAS
PENGERTIAN
Ansietas merupakan kecemasan yang berlebihan dan lebihbersifat subyektif. Pada
umumnya pasien datang ke poliklinik penyakit dalam dengan keluhan somatik.
DIAGNOSIS
1. Perasaan cemas berlebihan, subyektif, tidak realistis
2. Terdapat keluhan dan gejala-gejala sbb:
Ketegangan motorik: kedutan otot, kaku, pegal, sakit dada, sakit persendian
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan campuran ansietas dan depresi, deptresi, gangguan somatisasi, kelainan
organ yang ditemukan (koinsidensi)
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap
Analisis gas darah, K, Na, Ca, T3, T4, TSH, sesuai indikasi
TERAPI
Nonfarmakologis : edukasi, reassurance, psikoterapi
Farmakologis:
KOMPLIKASI
Kurang/tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (bekerja).
PROGNOSIS
Bonam
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
275
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. MudjaddidE, Shatri H. Ansietas Berorientasi Organ. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi
I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: 1999.p. 192-3.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3''' Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, Upton JM, Sternberg EM. CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal
o f New York Academy o f Sciences. 1998; 840.
276
Mkosamatik
SINDROM HIPERVENTILASI
PENGERTIAN
Sindrom hiperventilasi adalah sesak napas disertai adanya takhipnu tanpa kelainan
organik
DIAGNOSIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
DIAGNOSIS BANDING
Angina pektoris, terutama pada orang tua, proses lokal di otak, gangguan elektrolit
dan asam-basa, hipoparatiroidisme, tetanus, ansietas panik,
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fiingsi hati, urin lengkap
AGD,K,Na,Ca
Foto toraks, EKG, sesuai diagnosis banding
Hormon paratiroid
TERAPI
Nonfarmakologis:
istirahat, psikoterapi suportif
Farmakologis:
1. Sungkup dan oksigen nasal
2. Ansiolitik golongan benzodiazepin
3. Koreksi bila ada gangguan elektrolit dan asam-basa
4. Simptomatik sesuai keperluan
KOMPLIKASI
Sesuai dengan penyakit organik yang menyertai
PROGNOSIS
Bonam
277
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Shatri H. Sindrom Hiperventilasi. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani
RA, MansjoerA. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Piisat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 195-6.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical ofPsychophysiologic Reaction.
3''' Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4'' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour. 4' Edition. 1991.Neuroimmunomodulation. :
Molecular aspects, integrative system and clinical advances. McCann SM, Lipton JM,
Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal of New York Academy of
Sciences. 1998;840
278
Mkosomatik
NYERI PSIKOGENIK
PENGERTIAN
Nyeri psikogenik adalah keluhan nyeri yang penyebabnya bukan penyebab penyakit
organik
DIAGNOSIS
1.
Adanya nyeri tanpa kelainan organik yang jelas, misalnya nyeri kepala, migren,
mialgia, artralgia, kolik abdomen dll.
2. Stresorpsikososial (+)
3. Sering disertai adanya gejala-gejala depresi atau ansietas
DIAGNOSIS BANDING
Nyeri organik sesuai dengan lokasi nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Nonfarmakologis : istirahat, psikoterapi suportif dan psikoterapi perilaku
Farmakologis:
Analgetik, NSAID, antispasmodik, ansiolitik dan anti depresan simtomatik lain bila
perlu, analgetik narkotik, obat yang menghambal saraf lokal
KOMPLIKASI
Kurang/tidak mampu melakukn aktivitas sehari-hari (bekerja), bunuh diri
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI:
1. Shatri H. Nyeri Psikogenik. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA,
Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1999:199-200.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual of mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology of Behaviour 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation.: Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCannSM, Upton JM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor. Annal
o f New York Academy of Sciences. 1998:840.
280
Rsikosamatik
DIAGNOSIS
Rasa nyeri/ tidak enak di perut disertai diare dan atau konstipasi
Perut kembung yang tampak dengan jelasRasa nyeri di perut hilang setelah buang air besar
Buang air besar lebih sering pada saat timbulnya rasa sakit
Keluhan-keluhan psikis menonjol seperti gejala-gelaja ansietas atau depresi
Feses lembek pada saat timbulnya rasa sakit
Feses campur lendir dan tidak berdarah
Penurunan berat badan tidak lebih dari 5% dalam satu tahun terakhir
Pemeriksaan feses tidak ditemukan parasit
Pemeriksaan barium enema maupun kolonoskopi normal
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, ureum, kreatinin, gula darah, tes
fungsi hati
Faeses lengkap (cacing, amuba)
Barium enema
Kolonoskopi
TERAPI
KOMPLIKASI
Rasa sakit yang sulit dikendalikan sehubungan faktor psikis yang menonjol
Sosial: Kurang atau tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-hari
PROGNOSIS
Bonam
281
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
l.
2.
3.
4.
5.
282
RsikDsomatik
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit jantung koroner (angina pektoris, infark miokard).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiografi, ekokardiografi dan tes treadmil.
TERAPI
KOMPLIKASI
Pada orangtua dengan faktor psikis yang menonjol dapat mencetuskan timbulnya
penyakit jantung organik
Timbulnya aritmia
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
WEWENANG
283
UNIT TERKAIT
REFERENSI:
Shatri H. Penyakit Jantung Fungsional (Functional Heart Disease). In: Simadibrata M,
Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Ganl RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan
Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 194-5.
2. Ewiss E, English OS. Psychosomatic Medicine: A clinical o f Psychophysiologic Reaction.
3th Edition. London 1957.
3. Diagnostic and statistical manual o f mental disorder. 4' edition. American Psychiatric
Assosiation. Washington 1994.
4. Carlson NR. Physiology ofBehaviour. 4' Edition. 1991.
5. Neuroimmunomodulation. : Molecular aspects, integrative system and clinical advances.
McCann SM, LiptonJM, Sternberg EM, CHrousos GP, GoldPW, Smith CC editor Annal
ofNew York Academy o f Sciences. 1998:840.
1.
284
Infeksi
2.10
ALERGIIMUNOLOGI
AlergilmunolDgi
INFEKSI HIV/AIDS t
PENGERTIAN
Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV bila dari pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV: tes ELISA 3 kali raktif dengan reagen yang berbeda
StodiumWHO:
Stadium 1;
asimtomatik, limfadenopati generalisata
gtadium 2j
- Beratbadanturun<10%
- Manifestasi mukokutan minor
(dermatitis seboroik, prurigo, infeksi jamur
kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
D-Stadium 3 saluran napas atas rekuren
Berat badan turun > 10%
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit imunodefisiensi primer
287
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Anti-HIVELISA
Anti-HIV Western Blot
Antigen p-24
Hitung CD4
Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik.
TERAPI
Konseling
Terapi suportif
Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan penanganannya
Vaksinasi pada peneerita HIV/AIDS
Terapi pasca paparan HIV {post-exposure prophylaxis)
Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
Penatalaksanaan koinfeksi HIV dengan hepatitis C dan hepatitis B
KOMPLIKASI
Infeksi oportunistik, kanker terkait HIV, dan manifestasi HIV pada organ lain
PROGNOSIS
Tergantung stadium penyakit
WEWE NANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
I.
2.
3.
Bartlett JQ Gallant JE. 2004 Medical Management o f HIV Infection. Maryland: John
Hopkins University School ofMedicine, 2004.
Goldman L, Ausiello D, editors. Cecil Textbook ofMedicine, 22"' edition.Philadelphia:
Saunders, 2004
WHO. Scaling up antiretroviral therapy in resource-limited settings: treatment guide
lines f o r a public heatlh approach, 2003 revision.
288
Alergilmunobgi
RENJATAN ANAFILAKSIS
PENGERTIAN
Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat damrat yang ditandai dengan (hipotensi)
penurunan tekanan darah sistolik < 90 mmHg akibat respons hipersensitivitas tipe I
(adanya reaksi antigen dengan antibodi Ig E)
DIAGNOSIS
Hipotensi, takikardia, akral dingin, oliguria yang dapat disertai gejala klinis lain
berupa:
Reaksi sistemik
ringan : rasa geli/gatal serta hangat, rasa penuh di mulut dan
tenggorokan, hidung tersumbat dan terjadi edema di sekitar mata, kulit gatal,
mata berair, bersin-bersin, onset biasanya 2 jam setelah paparan antigen
Reaksi sistemik
sedang; seperti reaksi sistemik ringan, ditambah spasme bronkus
dan atau edema saluran napas, sesak, batuk, mengi, angioedema, urtikaria
menyeluruh, mual, muntah, gatal, badan terasa hangat, gelisah, onset seperti
reaksi anafilaktik ringan
Reaksi sistemik berat:
terjadi mendadak, seperti reaksi sistemik ringan dan sedang
yang ber ta m bah berat. Spasme bronkus, edema laring, suara serak,
stridor, sesak napas, sianosis, henti napas. Edema dan hipermotilitas saluran
cerna sehingga sakit menelan, kejang perut, diare dan muntah. Kejang uterus,
kejang umum. Gangguan kardiovaskular, aritmia jantung, koma
DIAGNOSIS BANDING
Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, analisis gas darah, EKG
TERAPI
A.
Untuk renjatan:
1. Adrenalin larutan 1: 1000, 0,3 - 0,5 ml subkutan/intramuskular pada lengan
atas atau paha. Bila renjatan anafilaksis disebabkan sengatan serangga
berikan suntikan andrenalin kedua 0,1 -0,3 ml pada tempat sengatan kecuali
bila sengata di kepala, leher, tangan dan kaki. Terapi dapat dilanjutkan dengan
infus adrenalin 1 ml (1 mg) dalam dekstrosa 5% 250 cc dimulai dengan
kecepatan I ug/menit dapat ditingkatkan sampai 4 ug/menit sesuai keadaan
tekanan darah. Hati-hati pada orang tua dengan kelainan jantung atau
gangguan kardiovaskular lainnya.
2. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga,
dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit.
3. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 1/menit dengan sungkup atau kanul
nasal
4. Antihistamin intravena, intramuskular atau oral.
289
Rawatpasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik, dilanjutkan dengan
terapi:
1. rVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 1/ permukaan tubuh
2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kg BB/jambila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5 mg/kgBB
tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam.
B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasibeta-2 agonis.
Jika spasme bronkus menetap aminofllin 4-6 mg/kg BB dilarutkan dalam NaCl
0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bilaperlu dilanjutkan dengan
inflis aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/j am.
C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien dilakukan
intubasi dan trakeostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam
KOMPLIKASI
Renjatan ireversibel, kegagalan multi organfailure
PROGNOSIS
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. DJauzi S. Syok anafilakiik. In: Subekti /, Lydia A, Rumende CM, Syam AF, Suprohaita,
Mansjoer A, editors. Penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2000.p.
97-100.
2. Mahdi AD. Syok anafilaktik. Jn:Setiati S, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,
editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 8-10.
290
AlergilmunolDgi
ASMA BRONKIAL.
PENGERTIAN
Asma bronkiaL adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan
obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat
hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang melibatkan sel-sel
dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan
epitel
DIAGNOSIS
Episode berulang sesak napas, dengan atau tanpa mengi dan rasa berat di dada
akibat faktor pencetus. Asma brokial dibagi menjadi:
1. Asma intermiten, gejala asma < 1 kali/minggu, asimptomatik, APE diantara
serangan normal, asma malam < 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma> I kali/minggu, < 1 kali/hari, asma malam
> 2 kali/bulan, APE > 80%, variabilitas 20-30%
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari menggunakan beta2 agonis kerja singkat, aktivitas terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/
minggu, APE > 60% dan < 80% prediksi atau variabilitas > 30%)
4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma malam sering, aktivitas
terbatas, dan APE < 60% prediksi atau variabilitas > 30%). Asma eksaserbasi
akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ; jumlah eosinofil darah dan sputum, foto toraks, spirometri, uji tusuk
kulit (skin prick /e//SPT), uji bronkodilator atas indikasi, uji provokasi bronkus
atas indikasi, analisis gas darah atas indikasi
TERAPI
1. Asma jntermitenltidak memerlukm obat pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali kortikosteroid inhalasi (500
ug BDP atau ekuivalennya) atau pilihan lainnya: teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien.
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali bempa kortikosteroid
inhalasi (200-1000 ug BDP atau ekuivalennya) ditambah dengan beta-2 agonis
aksi lama (LABA) atau pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya) + teofilin lepas lambat atau kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug
BDP atau ekuivalennya) + LABA oral atau kortikosteroid inhalasi dosis
ditinggikan (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) atau kortikosteroid inhalasi 5001 OOOug BDP atau ekuivalennya)+ antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid
Inhalasi (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
291
8. Bila setelah bbservasi l-2|iam tidak ada perbaikan atau pasien termasuk golongan
risiko tinggi; pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus puncak ekspirasi) > 50%
dan < 70% dan tidak ada perbaikan hipoksemia (dari hasil analisis gas darah)
pasien harus dirawat.
Pasien dirawat di ICU bila tidak berespons terhadap upaya pengobatan di unit
gawat darurat atau bertambah beratnya serangan/buruknya keadaan setelah
perawatan 6-12 jam, adanya penurunan kesadaran atau tanda-tanda henti napas,
hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dengan kadar p 0 2 <
60 mmHg dan/atau pC02 > 45 mmHg walaupun mendapat pengobatan oksigen
yang adekuat.
KOMPLIKASI
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung, Pada keadaan eksaserbasi
akut dapat terjadi gagal napas dan pneumotoraks.
PROGNOSIS
Tergantung beratnya gejala
WEWENANG
292
AlergilmunolDgi
UNIT TERKAIT
DO-I
293
DIAGNOSIS
Riwayat minum obat sebelumnya yang dapat menginduksi penyakit, misal: GAINS,
sulfonamida, antikonvulsan, penisilin, dan tetrasiklin.
Gejala prodromal berupa gejala radang saluran napas atas: demam, batuk, sakit
kepala, malaise, nyeri menelan. Papul kemerahan yang cepat berubah menjadi
lepuhan. Dalam beberapa hari terjadi erosi multipel pada membran mukosa, lepuhan,
makula purpura. Daerah yang terkena lepuhan dan pelepasan kulit <10%.
DIAGNOSIS BANDING
Toxic epidemal necroticans (TEN), eritema multiformis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung eosinofil, elektrolit, foto toraks, kultur pus dari kulit, kultur sputum.
TERAPI
1. Hentikan obat penyebab
2. Rawat di pusat luka bakar, skin graft dini untuk mencegah invasi bakteri
3. Monitor cairan dan elektrolit, termasuk monitor jumlah urin
4 Monitor infeksi sekunder dengan melakukan kultur berkala dari darah dan
mukokutan
5. Pemberian makanan tinggi kalori
6. Penggantian cairan dan elektrolit
7. Suction, postural drainage, nebulizer, terapi infeksi paru segera
8. Konsultasi mata
9. Irigasi mata dengan salin hangat, cairan lubrikan mata
10. Antasida cairan dan antagonis
bila ada ulserasi gastrointestinal
hasil
kultur
11. Antibiotika tergantung
KOMPLIKASI
Sepsis, syok hipovolemik, syok septik
PROGNOSIS
Tergantungnya beratnya gejala
WEWENANG
294
Alergilmunologi
UNIT TERKAIT
RS pendidikan: \C\JIMedical High Care Unit Luka Bakar, Departemen Kulit Kelamin
RS nonpendidikan: ICU, Unit Luka Bakar, Bagian Kulit-Kelamin
295
2.11
GASTROENTEROLOGI
Gastroenterologi
ULKUS PEPTIKUM
PENGERTIAN
Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cema bagian atas yang kronis
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Tanpa komplikasi
Suportif; nutrisi
embolisasi
arteri
melalui
Terapi
arteriografi.
bedah
atau
bila
setelah
semua pengobatan tersebut dilaksanakan
Terapi
operasi,
tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d. II maka pasien masuk dalam indikasi
operasi
KOMPUKASI
Perdarahan ulkus, perforasi
299
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
P RO GN OS I S
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
300
Gastroenterologi
DISPEPSIA
PENGERTIAN
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa
DIAGNOSIS
Anamnesis terdapatnya kumpulan gejala tersebut di atas
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSA PE NUNJA NG
Endoskopi saluran cema bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya
infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase
alkali dan gamma GT, USG Abdomen
TERAPI
Suportif: nutrisi
Pengobatan empirik selama 4 minggu
Pengobaan berdasarkan etiologi
KOMPLIKASI
Tergantung etiologi dispepsia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
301
KARSINOMA KOLON
PENGERTIAN
Karsinoma kolon merupakan keganasan pada saluran cema bagian bawah (kolon)
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN] PE NUNJA NG
DPL, analisis feses lengkap, petanda tumor, endoskopi saluran cema bagian bawah
dan biopsi, USG abdomen
TERAPI
Berdasarkan staging : kemoterapi atau bedah
KOMPLIKASI
Obstmksi saluran cema, metastasis, perdarahan
P RO GN OS I S
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
302
Gastroenterologi
KARSINOMA REKTI
PENGERTIAN
Karsinoma rekti merupakan keganasan pada rektum
DIAGNOSIS
Perubahan pola defekasi, berat badan tumn tanpa sebab, seringkali pada pemeriksaan
colok dubur didapatkan massa
DIAGNOSIS BANDING
Hemoroid, polip
PEMERIKSAAN P E N U N J A N G
Pemeriksaan DPL, feses lengkap, endoskopi saluran cema bagian bawah dan biopsi
TERAPI
Berdasarkan staging, kemoterapi atau bedah
KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cema bagian bawah, perdarahan
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
303
KARSINOMA GASTER
PENGERTIAN
Karsinoma gaster merupakan keganasan pada lambung
DIAGNOSIS
Anamnesis dapat ditemukan adanya sindrom dispepsia, rasa tidak enak pada perut
bagian atas yang bersifat difus, cepat kenyang, sampai nyeri yang hebat dan terusmenerus. Anoreksia yang disertai dengan mual sering dikeluhkan namun tidak selalu.
Keluhan sulit menelan dapat pula terjadi. Berat badan turun tanpa penyebab.
Pemeriksaan fisik : pada awal penyakit, biasa tidak didapatkan kelainan apapun.
Pada keadaan lanjut didapatkan adanya pembesaran pada pemeriksaan abdomen.
DIAGNOSIS BANDINQ
Karsinoma esofagus, esofagitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, endoskopi saluran cema bagian atas dan biopsi, USG abdomen. CT scan
abdomen
TERAPI
Berdasarkan staging, bedah atau kemoterapi
KOMPLIKASI
Obstruksi saluran cema bagian atas
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
304
Gastioenterologi
H E M AT E M E M E L E N A
PENGERTIAN
Hematemesis adalah muntah darah berwama hitam ter yang berasal dari saluran
cema bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cema bagian
atas adalah saluran cema di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum
proksimal, duodenum, gaster dan esofagus,
DIAGNOSIS
Muntah dan BAB darah wama hitam dengan sindrom dispepsia, bila ada riwayat
makan obat GAINS, jamupegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum,
riwayat sakit kuning/hepatitis. Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat,
dapat disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum), dapat terjadi syok
hipovolemik
DIAGNOSIS BANDING
Hemoptoe, hematoskezia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin,
elektrolit (Na, K, CI), pemeriksaan Fungsi hati (cholinesterase, albumin/globulin,
SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi SCBA diagnostik atau foto
rontgen OMD, USG hati.
TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NOT untuk
dekompresi, pantau perdarahan
Farmakologis:
Transfusi darah PRC
(sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises
transflisi sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai
dengan Hb 12gr%.
Sementara
menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran/
hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
Untuk penyebab non varisgs:
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton
2. Sitoprotektor: Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Teprenon 3 x 1 tab
3. Antasida
4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati
Untuk
penyebab varises :
1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 |ig/jam intravena atau okreotide
(sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti
atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises
esofagus.
305
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif. Bedah emergensi
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut, sindrom hepatorenal, koma
hepatikum, anemia karena perdarahan
PROGNOSIS
Dubia
WE WENANG
UNIT TERKAIT
306
Gastroenterobgi
DIAREIKRONIK
PENGERTIAN
Diare kronik adalah Diare yang berlangsimg lebih dari 15 hari sejak awal diare
DIAGNOSIS
Diare dengan lama lebih dari 15 hari
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan pankreas, kelainan usus halus dan usus besar, kelainan PEM dan
tirotoksikosis, kelainan hati, sindrom kolon iritabel tipe diare
PEMERIKSA PENUN JA NG
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan darah: DPL, kadar feritin, SI-IBC, kadar vitamin B12 darah, kadar
asam folat darah, albumin serum, eosinofll darah, serologi amuba (IDT), widal,
pemeriksaan imunodefisiensi (CD4, CDS), feses lengkap dan darah samar
Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema/co/o in loop (didahului BNO),
Kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barium follow through atau enteroclysis,
ERCP, USG abdomen, CTScan abdomen
Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes flingsi pankreas,
tes Schillings CEA dan Ca 19-9
JERAPI
Non farmakologis: diet lunak tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein, bila
tidak tahan laktosa diberikan rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan
rendah lemak. Bila penyakit Crohn dan kolitis ulserosa diberikan rendah serat
pada keadaan akut. Pertahankan minum yang baik, bila perlu inflis untuk mencegah
dehidrasi
Farmakologis:
- Bila sesak
napas dapat diberikan oksigen, inflis untuk memberikan cairan
dan elektrolit.
- Antibiotika bila
terdapat infeksi.
- Bila
penyebab amuba/parasit/giardia dapat diberikan metronidazol.
Bila alergi makanan/obat/susu, diobati dengan menghentikan makanan/obat
penyebab alergi tersebut,
Keganasan/polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip
- TB usus diobati
dengan OAT
- Diare karena kelainan endokrin, diobati
dengan kelainan endokrinnya
- Malabsorsi diatasi
dengan pemberian enzim
- Kolitis diatasi sesuai
jenis kolitis
307
KOMPLIKASI
Dehidrasi sampai syok hipovolemik, sepsis, gangguan elektrolit, dan asam basa/
gas darah, gagal ginjal akut, kematian
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WE WENANG
UNlTTERKArr
RS
pendidikan : Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care
RS non
pendidikan: ICU, Bagian Bedah
308
Gastroenterologi
PANKREATITIS AKUT
PENGERTIAN
Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang akut
DIAGNOSIS
Keadaan umum pasien seperti dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang
diserlai gangguan kesadaran
Demam, iktems, gangguan hemodinamik, syok dan takikardia, bising usus
menurun (ileus paralitik)
DIAGNOSIS BANDING
Perforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, kolesistitis akut, apendisistis akut,
nefrolitiasis kanan akut, infark miokard akut inferior.
PEMERIKSAAN] PENUNJANG
DPL, amilase serum, lipase serum, gula darah, kalsium serum, LDH serum, fungsi
ginjal, SGOT/SGPT, analisis gas darah, elektrolit
TERAPI
Non farmakologis : Puasa dan pemasangan inflis untuk nutrisi parentral total sampai
amilase dan lipase serum normal/mendekati normal dan pada selang nasogastrik
cairan lambung < 300 cc, dan pasien tak merasakan nyeri ulu hati.
Farmakologis:
KOMPLIKASI
Pseudokista pankreas, abses pankreas, peradangan hemoragik, nekrosis organ
sekitar, pembentukan fistel, ulkus duodenum, ikterus obstruksi, asites, sepsis
PROGNOSIS
Dubia ad bonam (tergantung berat ringannya pankreatitis akut, gunakan kriteria
RANSOM)
WEWENANG
UNIT TERKAIT
309
310
Gastroenterologi
ILEUS PARALITIK
PENGERTIAN
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung/distensi usus karena
usus tidak dapat bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak dapat buang air
besar.
DIAGNOSIS
kesadaran, syok
Pada colok dubur: rektum tidak kolaps, tidak ada kontraksi
Adanya penyakit yang meningkatkan risiko; batu empedu, trauma, tindakan
bedah di abdomen, DM, hipokalemia, obat spasmolitik, pankreatitis akut, pneu
monia, dan semua jenis infeksi tubuh
Pemeriksaan fisik : Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai
penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok. Pada pemeriksaan abdomen
diadaptkan distensi, bising usus yang menurun sampai hilang.
DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruktif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DPL, amilase-lipase, gula darah, kalium serum, dan analisis gas darah. Foto abdo
men 3 posisi
TERAPI
Nonfarmakologis:
- Puasa dan nutrisi
parenteral total sampai bising usus positif atau dapat buang
angin melalui dubur
Pasang selang lambung dan dekompresi
Pasang kateter urin
Farmakologis:
- Inflis cairan, rata-rata 2,5-3 liter/hari disertai elektrolit
- Natrium dan kalium sesuai kebutuhan / 24 jam
- Nutrisi
parenteral yang adekuat sesuai kebutuhan kalori basal ditambah
kebutuhan lain
Terapi etiologi
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
WEWENANG
UNTTYANGMENANGANI
RS
pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Gastroenterologi
RS non
pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNITTERKAIT
RS
pendidikan: Departemen Bedah Digestif, ICU / Medical High Care
311
I''
312
Gastroenterobgi
HEMATOSKEZIA
PENGERTIAN
Hematoskezia adalah buang air besar bempa darah segar berwama merah yang
berasal dari saluran cema bagian bawah
DIAGNOSIS
Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua
Demam bila penyebabnya infeksi usus
Nyeri perut di atas umbilikus seperti kejang/kolik, atau perut kanan bawah yang
hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan massa
Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik
Bising usus menurun atau menghilang
Berat badan dapat mentirun
Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya,
mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala
ekstraintestinal seperti kelainan kulit, sendi dan radang mata.
Diagnosis banding
Melena, hemoroid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.
Divertikulosis kolon dan/atau usus halus, angiodiplasia, tumor kolon dan/atau
usus halus, kolitis iskemik, kolitis radiasi
PemeriksaM] penunjang
Laboratorium:
- DPL tiap 6 jam, anaUsis gas darah, elektrolit
- Pemeriksaan hemostasis lengkap
Pemeriksaan etiologi: Kultur Widal-Gall, serologi amuba, serologi IDT amuba,
kultur Salmonella-Shigella feses-urin, pemeriksaan mikroskopik parasit di
feses.
Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi dan biopsi. Pada demam tifoid kolonoskopi
sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik
Foto abdomen 3 posisi
Colon in loop kontras ganda
USG abdomen
CT Scan abdomen / foto usus halus
Foto dada
EKG
TERAPI
Infus cairan.
Pengobatan infeksi sesuai penyebab
Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, gagal gitijal akut, anemia karena perdarahan
P RO GN OS I S
Dubia ad bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
314
2.12
HEPATOLOGI
Hepatdogi
SIROSIS HATI
PENGERTIAN
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul
DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik; stigmata sirosis ( palmar eritema, spider nevi) vena kolateral
dinding perut, ikterus, edema pretibial, asites, splenomegali
Laboratorium: rasio albumin dan globulin terbalik
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis kronik aktif
PEMERIKSAAN P E N UN JA N G
(DPL, SGOT,SGPT, fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT, seromarker hepati
tis), USG, biopsi hati, endoskopi saluran cema bagian atas, analisis cairan asites
TERAPI
Istirahat cukup
Diet seimbang (tergantung kondisi klinis)
Roboransia
Mengatasi komplikasi
KOMPLIKASI
Hipertensi portal, peritonitis bakterial spontan, hematemesis melena, sindrom
hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum
PROGNOSIS
Dubia ad malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
HEPATOMA
317
PENGERTIAN
Hepatoma merupakan tumor ganas hati primer
DIAGNOSIS
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise,
benjolan perut kanan atas
Pemeriksaan fisik: hepatomegali berbenjol-benjol, stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium: peningkatan AFP, PIVKAII, fosfatase alkali USG: lesi fokal/ dilus
di hati
DIAGNOSIS BANDING
Abses hati
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
TERAPI
KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati
PR OG NO S I S
Malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
318
HqBtologi
PENGERTIAN
Hepatitis virus akut inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung
selama < 6 bulan
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Laboratorium: SGOT, SGPT, fosfatase alkali, bilirubin, seromarker (IgM anti HAV,
HBsAg, IgM anti HBc, anti HCV, Ig M anti HEV)
TERAPI
Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif
KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan, kolestasis berkepanjangan, hepatitis kronik
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
319
PENGERTIAN
Hepatitis virus kronik adalah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan
oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan
nekrosis pada hati
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Perlemakan hati
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
TERAPI
Hepatitis B kronik: lamivudin
Hepatitis C kronik: interferon a + ribavirin
KOMPLIKASI
Sirosis hati, karsinoma hepatoselular
PROGNOSIS
20% akan berkembang menjadi sirosis hati
WE WENANG
UNIT TERKAIT
320
Htologi
ABSES HATI
PENGERTIAN
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan
hati akibat infeksi amuba atau bakteri
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Hepatoma, kolesistitis, tuberkulosis hati, aktinomikosis hati
PEMERIKSAAN P EN U N JA NG
DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba; USG, kultur cairan pus
TERAPI
KOMPLIKASI
Ruptur abses (ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit),
perdarahan dalam abses, sepsis
PROGNOSIS
Bonam
WE WE NAN G
UNIT TERKAIT
321
322
Hepatologi
KOLESISTITIS AKUT
PENGERTIAN
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi kandung empedu akibat infeksi bakterial
akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan
DIAGNOSIS
Anamnesis: nyeri epigastrium atau perut kanan atas yang dapat menjalar ke
daerah skapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik ; Teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tandatanda peritonitis lokal, tanda Murphy (+), ikterik biasanya menunj ukkan adanya
batu di saluran empedu ekstrahepatik
Laboratorium: leukositosis
USG: penebalan dinding kandung empedu, sering ditemukan pula sludge atau
batu
DIAGNOSIS BANDING
Angina pektoris, infark miokard akut, apendisitis akut retrosaekal, tukak peptik
perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Tirah baring
Puasa sampai nyeri berkurang / hilang
Pengobatan suportif(antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi
kelainan elektrolit)
Antibiotika parenteral
Kolesistektomi bila diperlukan
KOMPLIKASI
Gangren / empiema kandung empedu, perforasi kandung empedu, fistula, peritonitis
umum, abses hati, kolesistitis kronik
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
323
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT TERKAIT
324
Hepatobgi
PERLEMAKAN HEPATITIS
NONALKOHOLIK
PENGERTIAN
Perlemakan hepatitis non alkoholik merupakan suatu sindrom klinis dan patologis
akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan
fibrosis pada hati
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis virus kronik
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
Laboratorium: gula darah, profil lipid, SCOT, SGPT, fosfatase alkali, gamma GT,
seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA
Biopsi hati
TERAPI
Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki
profil lipid dan olah raga)
KOMPLIKASI
Sirosis hati
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
325
BAB III
PANDUAN PROSEDUR
TINDAKAN PAPDI
3.1
KARDIOLOGI
Kardiologi
KARDIOVERSI
PENGERTIAN
Kardioversi adalah upaya konversi secara elektrik pada aritmia atrial atau ventrikular
memakai DC {Direct Current) shock yang synchronized dan DC shock
nonsynchronized yang juga disebut defibrillation. Saat kejutan yang synchro
nized yaitu pada awal gelombang T kira-kira 30 ms sebelum apeks gelombang T.
TUJUAN
Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi irama sinus yang normal
INDIKASI
Fibrilasi ventrikular, fluter atrial atau fibrilasi atrial yang menyebabkan gangguan
hemodinamik dan tak responsif dengan terapi farmakologis
Takikardia supraventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan
tak responsif dengan obat antiaritmia atau manuver vagal
Takikardia ventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak
responsif dengan obat antiaritmia.
KONTRAINDIKASI
Fibrilasi atrial kronik pada stenosis mitral atau regurgitasi mitral dan tirotoksikosis
Fibrilasi atrial dengan slow ventricular rate
Hipokalemia
Keracunan digitalis
PERSIAPAN
1. Penjelasan seperlunya kepada pasien dan keluarga
2. Alat kardioversi dan monitor jantung berfungsi baik
3. Sebaiknya puasa untuk menghindarai regurgitasi/asfiksia
4. Pemakaian digitalis dihentikan 1 -2 hari sebelum tindakan
5. Kadar elektrolit serum harus optimal
6. Oksigen terpasang
7. Premedikasi meperidin 100 mg atau diazepam 5 mg IV
P R O S E D U R TINDAKAN
Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau
lOOJoule,
Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule.
Sehari sebelumnya pasien diberi kuinidin oral tiap 6 jam kadangkala obat ini
diperlukan untuk jangka waktu lama. Prokainamid dapat dipakai bila pasien tak
toleran dengan kuinidin.
Takikardia supraventrikular 10 Joule biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu
efektif
Fibrilasi ventrikular dosis awal 200joule bila gagal segerapakai 360 Joule.
331
PENILAIAN
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASl
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Gitnmvwtg I. Kardioversi hi: Sumaryono, Ahvi I, Sudnyo AlV. Simadihruta M, Setiati S,
Guni RA. Mamjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidon} Penyakii Dalam. Jakarta :
Pusat hiformasi dun Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001 p. 149-50.
332
Kardiologi
TUJUAN
INDIKASI
iskem\2L silent
positive ETT
Infarkjantung:
- angina pasca infark,
- kegagalan trombolisis
- renjatan
- defek septum ventrikel
- ruptur m. papilaris.
333
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
PERSIAPAN
Bahan dan alat:
Unit kateterisasi yang terdiri dari fluoroskopi U, atau C arm, meja kateterisasi,
dan monitor TV
Alat
perekam data flsiologis (EKG, tekanan intrakardiak, transduser, kertas
perekam dan Iain-lain)
Injektor kontras
Defibrilator dan
perlengkapan resusitasi kardiopulmonar {Air Viva 0 2 dan obatobat emergens i)
Perlengkapan tindakan operasi steril
Pasien:
Identifikasi
pasien dan izin operasi dengan penerangan tujuan, cara dan risiko
PROSEDUR TINDAKAN
1.
2.
3.
4
5.
334
Kardiolo g i
PENILAIAN
L A M ATI N D A K A N
K OM P L IK AS I
Kematian, infark jantung, strok, aritmia ventrikel yang serius, trombosis, perdarahan
yang memerlukan transfusi, pseudoaneurisma, diseksi aorta, perforasi jantung,
tamponad, reaksi kontras, anafilaksis/nefropati, reaksi protamin, infeksi, gagal
jantung, reaksi vasovagal
335
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Panggabean M. Kateterisasi Jantung Kiri dan Kanan dan Angiografi Koronaria. Dalam :
Sumaryono, Alwi 1, Sudoyo AW. Simadihrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors.
Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Jnformasi dan Penerbitan
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 151-61
336
Kardiologi
TUJUAN
Terapeutik
Diagnosis penatalaksanaan siaga pada infark miokard akut, kateterisasi jantung
dan tindakan bedah.
INDIKASI
Terapeutik
Bradikardia simptomatik pada kondisi: sick sinus syndrome, fibrilasi atau fluter
atrial dengan blok AV derajat tinggi, blok AV total
Takikardia simptomatik pada takikardia ventricular intermitem, fibrilasi ventrikular
intermiten yang memerlukan obat-obatn yang potensial menimbulkan bradiaritmia.
KONTRAINDIKASI
Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang
P E R S I A PAN
1.
2.
3.
4.
337
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
5.
6.
7.
8.
9.
Akses vena: jalur femoral: jarum Potts-Coumand, set kateter, scalpel nomor 11,
klem mosquito. P
Pacemaker : elektroda pacu bipolar (5-7 F) dan generator, fluoroskopportable
dan lead aprons
Desinfektan dan duk steril : solusio antiseptik, sarung tangan steril, masker,
tutup kepala, dan kasa steril
Anestesi: lidokain (1% 10 ml, siring 10 ml dan jarum 23 G
Resusitasi: defibrillator, oksigen
PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien pada posisi telentang dengan kaki sedikit abduksi
2. Identifikasi anatomi vena femoralis yang akan dilakukan pungsi vena. Letaknya
medial dari A. femoralis dan sekitar 1 atau 2 inchi di bawah lipat inguinal.
3. A dan antisepsis daerah pungsi dan sekitamya
4. Anestesi kulit dan jaringan subkutan sekitar tempat pungsi
5. Lakukan pungsi vena. Buat insisi kecil pada kulit dengan pisau skapel nomor 11.
Masukkan jarum Potts-Coumand dengan membentuk sudut 60 derajat. Aspirasi
untuk memastikan daerah vena
6. Kanulasi vena dengan menggunakan teknik seldinger
7. Masukkan elektroda pacu jantung
8. Alur posisi fluoroskopi mengikuti elektroda. Kateter terus didorong sampai vena
kava inferior kemudian masuk atrium kanan. Selanjutnya kateter akan melalui
permukaaan atas katup trikuspid dan masuk ke ventrikel kanan.
9. Hubungkan elektroda distal dengan bagian negatif generator dan elektroda
proksimal dengan bagian positif generator.
10. Tentukan threshold (ambang) pacu jantung. Nilai threshold adalah miliamper
terendah dimana pacu jantung akan pace. Setelah wire pada posisinya maka :
Tahap 1: set miliamper pada 5 mA.
Tahap 2: Putar mode pacu jantung tetap pada rate lebih tinggi dari rate
pasien
Tahap 3: putar miliamper turun 1 maA sampai iramapacing hilang. Kemudian
miliamper dinaikkan sampai timbul irama pacing. Level ini menunjukkan
ambang.
- Tahap 4: set mA 2 kali ambang
11. Buat dokumen EKG 12 sadapan untuk melihat gambaran LBBB; jika terlihat
gambaran RBBB berarti posisi elektroda tidak tepat
PENILAIAN
LAMA TINDAKAN
338
Kardiologi
KOMPLIKASI
Infeksi, flebitis, emboli udara, hidrotoraks, pneumotoraks, perforasi mikokard,
kegagalan pacing (pacingfailwe) dislokasi lead endokardial, stimulasi diafragma
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Harun S. Alwi I. Rasjidi K. Pacu Jantung Semefitara. Dalam : Sumaryono, Ahvi I, Sudoyo
A W. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang
Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbifan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI: 2001. p. 162-5.
339
PERIKARDIOSENTESIS
(PUNGSI PERIKARD)
P E N G ERTI A N
Perikardiosentesis (pungsi perikard) adalah tindakan aspirasi eflisi perikard
TUJUAN
INDIKASI
Efusi perikard
KONTRAINDIKASI
Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang
P E R S I A PAN
1, Penjelasan kepada pasien tentang tujuan, cara dan risiko tindakan disertai in
form consent.
2. Pemeriksaan PT, APTT
3. EKG
4. Xilocain 2%
5. Spuit 20 atau 50 ml
6. Jarum pungsi nomor 16-18
7. Trokar
PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien disandarkan pada sadapan dengan sudut 45
2. Dilakukan dengan ekokardiografi untuk melihat posisi cairan perikard.
3. Dilakukan a dan antiseptis pada lokasi pungsi (sudut antara prosesus sifoideus
dengan arkus iga kiri atau sela iga 5, kira-kira 2 cm medial dari perkusi pekak atau
sela iga 5 atau 6 garis sternal kiri atau sela iga 4 kanan, kira-kira 1 cm medial dari
perkusi pekak, sela iga 56 garis sternal kanan atau sela iga 7-8 belakang, garis
4.
5.
6.
7.
8.
midskapula kiri)
Anestesi dengan xilokain 2% atau prokain 2% di lokasi pungsi
Jarum nomer 16-18 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan
EKG (sadapan prekordial) melalui aligator atau hemostat, diarahkan ke
340
Kardiologi
agar terhindar dari arteri interkostal yang berada tepat dibawah iga yang berada
di atasnya.
9. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir,jarum ditarik perlahan-lahan dan
ditusuk kembali ke arah Iain atau lebih dalam sedikit. Hindarkan tusukan yang
tiba-tiba, kasar, atau pemindahan arah tusukan secara kasar.
10. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan-lahan tapi konstan
sambil diisap secara kontinyu. Pada aspirat berdarah sering sulit dibedakan
dengan tusukan intraventrikula oleh karena itu periksa hematokrit, mekanisme
pembekuan cairan aspirat dan darah arterial bersamaan. Bisa juga diperiksa
analisis gas darah
PENILAIAN
LAMATINDAKAN
KOMPLIKASI
Laserasi dinding ventrikel, pneumotoraks, laserasi arteri mammaria interna
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
IsmailD, Panggabean MM. Perikarditis.. Dalam: NoerS, WaspadjiA, Rachman M, Lesmana
LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga.
Jakarta, BalaiPenerbit FKUI1996:p.1077-81.
341
MANAJEMEN PERIOPERATIF
PADAOPERASI NONKARDIAK
PENGERTIAN
Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak adalah usaha untuk menilai,
memonitor dan memperbaiki kondisi jantung sebelum, saat maupun setelah operasi
nonkardiak guna mengurangi risiko operasi terhadap jantung
TUJUAN
INDIKASI
Operasi nonkardiak
KONTRAINDIKASI
PERSIAPAN
Penilaian preoperative
1. Anamnesis untuk menilai riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan EKG
4. Pengkajian;
Identifikasi kelainan
jantung yang serius : penyakit jantung koroner (misal
infark miokard akut dan angina pektoris, gagal jantung, aritmia simptomatik,
adanya pacemaker atau defibrilator yang ditanam, atau riwayat intolerasi
ortostatik, adanya anemia.
Menilai berat
penyakit, stabilitas penyakit dan terapi sebelumnya
Kapasitas fungsional
Usia
Kondisi komorbid
(diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer,
disfungsi ginjal, dan penyakit para kronik)
Tipe operasi ; (prosedur vaskular dan prosedur yang lama, prosedur sulit
dada, perut, kepala dan leher risiko lebih tinggi)
342
5,
Kardiolo gi
BlokAVderajat tinggi
Aritmia ventrikular simptomatik dengan dasar
penyakit jantung
Aritmia
supraventrikular dengan rate vetrikel yang tidak terkontrol.
Penyakit katup berat
Intermediate:
Riwayat strok
Hipertensi sistemik tidak terkontrol
6.
Operasi prostat
343
katarak
Operasi
Operasi payudara
7. Penilaian kapasitas fungsional
Dengan memperkirakan energi yang dibutuhkuan untuk berbagai aktivitas
IMET
Merawat diri
Berjalandalamrunah
Berjalan satublok atau dua tingkat dengan kecepatan 3,2 sampai 4,8 km per
jamatau2-3 mph
4 MET
P R O S E D U R TINDAKAN
344
Kardiologi
PENILAIAN
L A M ATI N D A K A N
K OM PL I KA S I
WEWEMANG
UNIT YANG M EN A N G A N I
345
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
Eagle KA, Berger PB, Calkins H, Chaitman BR, Ewy GA, Fleischmann KE, et al Perioperative
Cardiovascular Evaluation For Cardiac Surgery Update. A Report of the American College
of Cardiology/American HeartAssociation Task Force on Practice Guidelines (Committee to
Update the 1996 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac
Surgery)
346
Kardiologi
PERCUTANEUS TRANSLUMINAL
CORONARY ANGIOPLASTY
P E N G E RTI A N
Percutaneus transluminal coronary angioplasty adalah Tindakan revaskularisasi
koroner di mana lesi stenotik dilebarkaii dengan menggunakan balon
TUJUAN
Melebarkan lesi stenotik dengan menggunakan balon
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
Persiapan
Evaluasi
adanya indikasi dan kontraindikasi
Laboratorium rutin : darah
lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah,.
EK.G dibuat
pada liari yang sama sebelum Percutaneus Transluminal Coronary
Angioplasty (PICA)
347
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
Bila ada kecurigaan gagal jantung atau kelainan paru perlu dibuat foto dada
Film angiografi terakhir hams dinilai sebelum menentukan slrategi tindakan
Aspirin dan tiklopidin diberikan minimal 3 hari sebelum tindakan.
PROSEDUR TINDAKAN
L Akses pembuluh darah dapat melalui arteri femoralis atau radialis
2. Akses melalui arteri brakhialis jarang dilakukan
3. Heparin (150 U/kgBB) diberikan inlravena atau intraarteri dan selanjutnya
diberikan tiap jam 2500 U untuk mempertahankan nilai ACT > 300 detik
4. Pemasangan alat pacu jantung sementara tidak rutin dilakukan dan dilakukan
bila dikhawatirkan akan terjadi penyulit gangguan hantaran atrioventrikular yang
berat
5. Melalui kateter (guiding catheter) dimasukkan kawat penuntun {giudewire)
melewati lesi. Dipilih balon dengan diameter sesuai dengan pembuluh yang
akan didilatasi. Balon dikembangkan dengan alat indeflator sampai stenosis
terbuka
6. Balon dikempiskan dan ditarik. Dinilai dengan penyuntikan kontras, apakah
dilatasi telah cukup
7. Bila hasil masih suboptimal atau terjadi diseksi dapat dilakukan dilatasi ulang
atau dipasang stent
8. Pada akhir lindakan harus diyakini bahwa pasien secara klinis stabil dan angio
gram memperlihatkan hasil optimal dengan stenosis residual < 20%, aliran lancar,
tak ada diseksi bermakna atau trombus.
9. Selama tindakan PTCA, nitrat atau verapamil dapat diberi intrakoroner bila
diperlukan. Abciximab dapat diberikan pula
10. Pasca tindakan pasien dipantau di ICCU, minimal sehari.
11. Sheath ditarik pada hari yang sama bila waktu pembekuan darah nonnal atau
ACT kurang dari 150 detik.
12. Heparin tidak rutin diberikan pasca PTCA. Tiklopidin dibeirkan terutama bila
dilakukan pemasangan stent
13. Aspirin diberikan seterusnya bila tidak ada kontraindikasi
14. Obat-obat antiiskemik seperti nitrat dan antagonis kalsium umumnya diberikan,
kecuali bila ada kontraindikasi obat-obat tersebut, Bila tidak ada penyulit pasien
dipulangkan 2 hari pasca PTCA.
PENILAIAN
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
Bila ada nyeri dada berulang, teliti apakah hal tersebut bukan angina dan juga
apakah ada perubahan EKG
Hipotensi karena : dehidrasi, perdarahan, obat-obatan (nitrat, sedatif, antagonis
kalsium), tamponade jantung
sekali), infark jantung akut akibat oklusi
348
Kardiolo gi
WE WENANG
UNIT TERKAIT
Bedah Jantung
REFERENSI
Santoso T. Pemasangan Stent Infrakoroner. In: Sumatyono, Alwi /, Sudoyo A W. Simadibrata
M. Sefiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur Tindakan Dt Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: Pitsat Injhnnasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 200}. p. 1668.
349
TES TREADMILL
P E N G E RTI A N
Tes treadmill merupakan salah satu modalitas noninvasif yang digunakan unluk
menilai pasien dengan dugaan atau terbukti menderita penyakit jantung.
TUJUAN
Memperkirakan prognosis dan menentukan kapasitas fungsional.
INDIKASI
KONT RA INDIKASI
Absolut:
Infark miokard akut.
Angina pektoris tidak stabil yang belum stabil dengan terapi medis
Aritmia
yang tidak terkendali yang menyebabkan keiuhan atau gangguan
hemodinamik.
Stenosis aorta berat simtomatik.
Gangguan elektrolit,
Hipertensi berat.
Bradiaritmia dan takiaritmia,
350
Kardiologi
PERSIAPAN
P R O S E D U R TINDAKAN
1. Perekaman elektrokardiografi dilakukan sebelum, selama dan setelah tes tread
mill diakhiri
2. Sebelum tes treadmill, perekaman EKG dilakukan pada pasien dengan posisi
tidur, posisi yang sesuai dengan posisi saat tes treadmill, dan setelah pasien
diminta untuk bemapas dalam dan cepat (hiperventilasi).
3. Selama tes treadmill gambaran EKG diambil melalui osiloskop, sedangkan
perekamannya dikerjakan 10-30 detik terakhir dari setiap beban tes treadmill,
setelah tes treadmill diakhiri, dan dalam interval-interval tertentu selam 6 menit
berikutnya atau setelah abnormalitas menghilang.
4. Biasanya minimal dikerjakan 1 perekaman baku dengan exploring electrode
diletakkan di posisi V5, sedangkan reference electrode disesuaikan dengan posisi
listrikjantung.
5. Indikasi penghentian tes
Absolut:
Tekanan darah sistolik turun (menetap di bawah baseline) walaupun dengan
peningkatan beban latihan.
Nyeri dada angina baru atau meningkat.
triplet, danVT/SVT).
Kesulitan teknis dalam pemantauan EKG atau tekanan darah sistolik.
Pasien minta berhenti.
Relatif:
Perubahan ST atau
QRS seperti perubahan segmen ST > 3-4 mm, depresi
junctional atau perubahan aksis QRS.
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
ICCU
REFERENSI :
}.
2.
Sugiri. Elektrokardiografi Pada Uji Latih Jantung. In: Noer S, Waspadji A, Rachaman
M.Lesmana LA, WidodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam Jilid
I. edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1996. p.934-8.
Chaitman Exercise Stress Testing. In : Braunwald E, eds. Heart Disease, 6' ed.
352
3.2
PULMONOLOGI
Pulmonologi
TUJUAN
Diagnostik efusi pleura atau terapeutik / drainase.
INDIKASI
Efusi pleura
K ON TRA INDIKASI
Keadaan sepsis
P E R S I A PAN
1. Menerangkan prosedur lindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarga, indikjLsi, dankomplikasi yangmungkin timbul, sertakemungkinanyang
akan lerjadi bila tidak dilakukan prosedur tersebut.
2. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menigisi dan menandatangani
surat ijin tindakan.
PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien berada dalam posisi duduk tegak, kedua lengan ke depan, sebaiknya
kepala dan kedua lengan ditopang meja.
2. Lokasi yang akan dipungsi diperiksa ulang dan diberi tanda dengan pen. Lokasi
harus bebas dari penyakit lokal. Untuk efusi yang besar, lokasi pungsi ialah di
satu iga di bawah batas atas perkusi pekak, di linea aksilaris posterior atau
media. Pendapat lain ialah di sela iga VI atau VII linea aksilaris posterior atau
media. Pada efusi yang kecil, sebaiknya dengan dibimbing USG
3. Menggunakan sarung tangan steril.
4. A dan antisepsis daerah kulit di atas efusi pleura.
5. Bila aspirasi diagnostik hanya akan mengambil sedikit cairan, anestesi lokal
umumnya tidak diperlukan. Pada pasien yang tidak gemuk, digunakan jarum
untuk pungsi vena ukuran 21-G dengan syringe 50 ml.
6. Jarum ditusukkan tegak lurus terhadap dinding dada, sedikit superior dari tepi
atas tulang iga (= di bagian bawah ruang inter-kosta) untuk menghindari berkas
neurovaskular. Seraya menusukkan jarum, dilakukan penghisapan dengan
syringe sampai cairan pleura teraspirasi. Lalu ujung jarum.diarahkanke inferior.
355
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
7. Bila volume cairan lebih besar akan dikeluarkan, digunakan anestesi lokal (
Lidocaine 2 % 2-4 ml), three-way Zap, dan kanul inlravena (Abocath) 16-G,
8. Luka bekas pungsi ditutup kassa steril yang ditetesi iodium povidone (Betadine).
9. Contoh cairan dikirim untuk pemeriksaan analisis cairan pleura, sitologi,
mikrobiologi sesuai indikasi.
10. Hemodinamik dimonitor sesuai dengan banyaknya cairan yang diambil, dan
reaksi tubuh pasien terhadap prosedur.
LAMA TINDAKAN
Tergantung tujuan dan volume cairan: untuk diagnostik : 5 menit, terapeutik : 15-60
menit
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, hemotoraks, edema paru re-ekspansi (terutama bila drainase terlalu
cepat, dan > 1 L cairan dikeluarkan pada satu saat), emboli udara
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. Jn Fishman AP, Elias
JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR. Senior RM (eds). Fishman s Pulmonary Dis
eases and Disorders.S"' ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 487-506.
Colt HQ Mathur PN. Manual of Pleural Procedures. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins; J999.p. 155-161.
Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison's Principles o f
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1513-6.
Woodcock A, Viskum K. Pleural and other investigations. In Brewis RAL, Corrin B,
Geddes DM. Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"' ed. London: WB Saunders;
1995.p. 383-91.
Karlinsky JB, Lau J, Goldstein RH. Decision making in Pulmonary Medicine. Philadel
phia: BC Decker; 1991 .p. 12-3.
Sahn SA. Pleural diseases. In American College o f Chest Physicians. 11'' National ACCP
Pulmonary Board Review. Illinois: ACCP,1996:243-53.
Pulmonologi
TUJUAN
Mengambil bahan jaringan kelenjar getah bening untuk pemeriksaan sitologi dan
mikrobiologi.
INDIKASI
Pembesaran kelenjar getah bening di daerah submandibula, leher, supraklavikula,
dengan kecurigaan kelainan paru yang berhubungan dengan KGB tersebut.
KONTRAINDIKASI
P E R S IA PAN
Persiapan pasien;
1. Pemeriksaan DPL, masa perdarahan, masa pembekuan
PROSEDUR TINDAKAN
1. Memakai sarung tangan Steril
2. Daerah benjolan/KGB, dan sekitamya, dibersihkan dengan kasa steril yang telah
dibasahi dengan antiseptik, secara sentrifugal
3. Benjolan difiksasi dengan tangan kiri ( bila pemeriksa merupakan pengguna
tangan kanan ).
357
LAMA TINDAKAN
5-10 menit
KOMPLIKASI
Perdarahan
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Syafei S, Prayogo N. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH). In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI;i999.pJ03~4.
358
Pulmonologi
PLEURODESIS
P E N G ERTI A N
Penyatuan permukaan pleura viseralis dan parietalis, secara permanen dengan cara
kimiawi, mineral, atau mekanik. Pleurodesis disebut jugapleural sclerosis.
TUJUAN
1.
2.
INDIKASI
1. Efusi pleura keganasan atau non-keganasan yang cepat berulang walaupun
telah dilakukan torasentesis volume besar, atau tidak respons terhadap terapi
sistemik. Kandidat ideal mempunyai tingkat tampilan yang memuaskan ( skor
Karnofsky > 40 ), memiliki perkiraan kesintasan > 3 bulan, dan menunjukkan
perbaikan gejala setelah thoracentesis sebelumnya.
2. Pneumotoraks spontan atau sekunder yang berulang, atau pneumotoraks
pertama kali pada pasien dengan risiko tinggi untuk rekurens atau dimana
pneumotoraks berikutnya dapat mengakibatkan morbiditas atau mortalitas yang
bermakna
KONT RA INDIKASI
1. Pasien dengan perkiraan kesintasan < 3 bulan,
2. Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura,
3. Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan teerapi sistemik ( kanker
mammae, dll),
4. Pasien yang menolak dirawat di RS atau keberatan terhadap rasa tidak nyaman
di dada karena slang torakostomi,
5. Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempuma setelah pengeluaran semua
cairan pleura ( trapped lung ),
P E R S I A PAN
359
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
*
*
P R O S E D U R TINDAKAN
360
Pulmonologi
Pasca tindakan:
- Dilakukan foto toraks AP
ulang untuk meyakinkan reekspansi paru, bila perlu
setiap hari
- Awasi tanda vital
Monitor drainase chest tube harian
- Monitor kebocoran udara
- Perban
diganti tiap 48 j a m
- Kendalikan
nyeri dengan analgetik
- Bila
perlu spirometri insentif
- Mobilisasi
bertahap, cegah thrombosis vena dalam
Pertimbangkan mencabut chest tube bila drainase pleura harian < 100 mL
atautidak terlihat lagi fluktuasi pada botol WSD
LAMA TINDAKAN
3 jam
KOMPLIKASI
Nyeri
Takikardia, takipnea, pneumonitis atau gagal napas (terutama setelah pemberian
talc slurry), edema paru reekspansi. Umumn ya reversibel.
Demam. Berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam < 4 8 jam.
Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung.
Reaksi terhadap obat
Syok neurogenik
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
L
BRONKOSKOPI
P E N G ERTI A N
Bronkoskopi merupakan proses visualisasi langsung dari percabangan trakeobronkial, menggunakan alat bronkoskopflexible atau rigid..
Bilasan bronkus
=
{Bronchial washing) tindakan membilas daerah bronkus dan
cabang-cabangnya dengan cairan normal saline via bronkoskop, pada permukaan
lesi. Bronchoalveolar lavage (BAL) merujuk pada pengambilan sampel dari
daerah yang tidak tervisualisasi - parenkim paru yang lebih distal - dengan
ujung bronkoskop menutup suatu saluran subsegmental, kemudian normal sa
line diinjeksikan untuk mendapatkan sel dan organisme dari ruang alveolar.
Sikatan bronkus {Bronchial brushing) = tindakan menyikat daerah bronkus
yang dicurigai terdapat kelainan.
=
Biopsi forsep tindakan biopsi dengan menggunakan alat biopsi forsep melalui
bronkoskop.
=
Pengangkatan benda asing
pengambilan benda asing dalam saluran napas
menggunakan bronkoskop.
Biopsi Paru Transbronkial {Transbronchial Lung BiospylTBh ) karena
membutuhkan fluoroskopi C-arm, terapi laser, atau pemasangan stent
trakeobronkial tidak dimasukkan disini.
TUJUAN
Tujuan Umum:
1. menilai keadaan percabangan bronkus
2. mengambil spesimen untuk diagnostik
3. melakukan tindakan terapeutik
Tujuan Khusus:
Bilasan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk diagnostik ( sitologi dan
mikrobiologi) dan membersihkan bronkus dari sekret, darah, atau bekuan darah.
Sikatan bronkus : untuk mendapatkan spesimen untuk pembuatan sediaan apus
sitologi dan pemeriksaan mikrobiologi,
pemeriksaan histopatologi.
TBNA : untuk mendapatkan spesimen sitologi dari lesi yang menekan
trakeobronkial.
Pengangkatan benda asing : untuk membebaskan saluran napas
INDIKASI
Diagnostik:
1. Nodul paru soliter
2. Penyakitkankerparu
362
Pulmonologi
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13,
14.
15.
Terapeutik:
1. Lavage
2. Pengeluaran benda asing
3. Penanganan hemoptisis masif
4. Abses paru
5. Terapi paliatif untuk kanker
Bilasanbronkus;
Diagnostik: penyakit paru infeksi, penyakit paru kerja, ILD, keganasan
Terapeutik : evakuasi bahan yang ter-aspirasi / inhalasi
- Pasca operasi
Sikatanbronkus:
- Kelainan di daerah trakeobronkial: jaringan infiltratif
Curiga TB endobronkial
Infeksi saluran napas bawah
Biopsiforsep:
- Kelainan di daerah trakeobronkial; massa
keganasan, jaringan granulomatosaBenda asing kecil
TBNA:
Lesi yang mendesak dari luar trakea dan bronkus utama atau pembesaran
KGB paratrakea, subkarina, tetapi tidak ditemukan lesi intralumen
- Karina
tumpul karena desakan dari luar
Tumor intralumen yang mudah berdarah, atau tidak memberikan hasil dengan
sikatan bronkus.
KONTRA-INDIKASI
(relatif):
1. Hipoksemia ireversibel (PO 60 mmHg)
2. Aritmia
363
PERSIAPAN
Pasien:
Spirometri
EKG
Pada
pasien asma diberikan nebulisasi dengan beta 2 agonis 30 menit sebelum
tindakan.
Pasien dengan gangguan perdarahan/pembekuan diberikan trombosit atau FFP
segera sebelum tindakan.
Puasa, minimal 4 jam sebelum tindakan.
PasanglVFD.
Pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan, suhu ).
Ruangan:
Dilakukan di ruang tindakan Divisi Pulmonologi, kecuali darurat.
Alat:
1 set peralatan bronkoskopi
Sumber
dengan aparatusnya
Month
piece
Larutan
povidon iodine diencerkan untuk membersihkan bronkoskop
Kassa steril
Bahan:
Sulfas
atropin ( SA) 0,25 mg, 1-2 ampul
364
Pulmonologi
diinstilasi, pasien diberitahu bahwa hal itu dapat merangsang batuk. Instilasi lidokain
dengan jumlah yang sama dapat diulangi bila pasien terbatuk selama dilakukan
tindakan. Lidokain yang berlebihan diaspirasi dari sekitar laring
Instrument dimasukkan melalui bagian terlebar dari glotis pada saat inspirasi
tanpa menyentuh pita suara. Sebelumnya pasien diberitahu bahwa hal ini dapat
menimbulkan sensasi tercekik yang segera hilang
Trakea, karina, dan percabangan bronkus dinilai dan dianestesi dengan lidokain
2 % 2 mL, maksimal 6 kali. Lobus superior paru kanan dan kiri dianestesi dengan
injeksi langsung lidokain (dosis maksimal instilasi lidokain 400 mg)
Inspeksi menyeluruh dilakukan pada semua percabangan bronkus sampai
bronkus subsegmental
Bila pandangan terhalang oleh sekret pada lensa distal, semprot dengan 5 mL
NaCl 0,9 % yang diaspirasi kembali saat pasien batuk. Alternatif adalah
mem-fleksikan ujung bronkoskop dan dengan hati-hati diusapkan pada mukosa
trakea atau bronkus
365
\
setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
alat sikat dimasukkan melalui bronkoskop
dilakukan sikatan bebefapa kali sampai dirasa cukup
setelah selesai melakukan sikatan, alat sikat ditarik ke dalam kanal bronkoskop
dan dikeluarkan dari trakeobronkial bersama bronkoskop
setelah berada di luar, sikat dikeluarkan dari ujung bronkoskop sepanjang 5
cm, kemudian sikat dijentikkan pada gelas obyek dan dibuat sediaan apus (bila
sikat tanpa selubung, untuk pemeriksaan kanker paru) atau ujung sikat digunting
dan dimasukkan ke dalam pot steril berisi media transpor / media kultur (sikat
kateter ganda untuk pemeriksaan mikroorganisme)
sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi direndam dalam wadah berisi alkohol
96%
Untuk biopsi:
setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
ujung bronkoskop ditempatkan 4 cm di atas daerah tersebut
alat biopsi forsep dimasukkan melalui maneuver channel sampai terlihat keluar
dari ujung bronkoskop.
Asisten membuka forsep, lalu forsep didorong sampai terbenam di massa,
forsep ditutup, lalu ditarik sambil melihat jaringan yang didapat (jaringan nekrotik
dihindari)
setelah biopsi selesai, forsep bersama material yang didapat ditarik keluar dari
Untuk TBNA:
Setelah bronkoskop berada pada daerah bronkus yang dicurigai terdapat kelainan,
ujung bronkoskop diiempalkan 4 cm di atas daerah tersebut.
Alat
biopsi jarum dimasukkan melalui manouver channel sampai terlihat keluar
dari ujung bronkoskop
Jarum dikeluarkan dari selubungnya, bronkoskop didorong ke sasaran sampai
jarum menembus mukosa bronkus atau menembus bronkus pada lesi yang
menekan bronkus
Operator melakukan biopsi dengan cara menekan dan menarik jarum, sementara
asisten melakukan aspirasi dari ujung proksimal jarum dengan syringe 10-20
mL beberapa kali
Bila sediaan
dianggap cukup, pengisapan dengan semprit dihentikan dan j arum
dimasukkan kembali ke dalam selubungnya
366
Pulmonologi
digunakan:
Graspingforceps untuk mengeluarkan benda pipih atau tipis anorganik (pin),
atau organik tapi keras (tulang)
- Basket untuk benda berukuran besar dan bulky
Magnet untuk benda logam yang kecil, jarum, klip
Setelah
spesimen sitologi, mikrobiologi dan biopsi atau benda asing diambil,
sekret berlebihan diaspirasi, hemostasis diyakinkan, dan instrumen dicabut
Pasca tindakan
diterangkan kepada pasien kemungkinan adanya sedikit darah
saat batuk, yang akan hilang dalam 48 jam. Dianjurkan tidak makan atau minum
selama 2 jam setelah tindakan karena efek anestesi topikal
LAMA TINDAKAN
i Ijam
KOMPLIKASI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Halpin D, Collins J. Invasive Techniques: Bronchoscopy and Lavage. In Brewis RAL,
Corrin B, Geddes DM, Gibson GJ (eds). Respiratory Medicine. 2"' ed. London: WB
Saunders; 1995.p.362~73.
2. Rasmin M, Rogayah R. Wihastuti R, Fordiastiko, Zubaedah, Elisna S. Prosedur Tindakan
BidangParu dan Pernapasan: Diagnostik dan Terapi. Jakarta: Bag. Pulmonologi FKUI;
2001.p. 2-15.
3. StermanDH. Bronchoscopy, Transthoracic Needle Aspiration, and Related Procedures.
InFishmanAP, EliasJA, FishmanJA, GrippiMA, KaiserLR, SeniorRM(eds). Fishman's
Manual ofPulmonary Diseases and Disorders.3" ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.
75-91.
4. Weinberger SE, Drazen JM. Diagnostic Procedures in Respiratory Disease. In: Braunwald
E, Fauci AS. Kasper DL. Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of
Internal Medicine. 15' ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 1455.
368
Pulmonologi
SPIROMETRI
Normal
nilai FEV 1/FVC %
>69%
Obstruksi Ringan
61-69%
Obstruksi Sedang
45-60%
Obstruksi Berat
<45%
Normal
VC%
>81%,
Restriksi Ringan
66-80%
Restriksi Sedang
51-65%
< 50 %
Restriksi Berat
ri 2 atau lebih volume).
P E N G E RTI A N
Spirometri adalah pemeriksaan untu
k mengukur volume paru statik da
n dinamik
dengan alat spirometer. Volume udar
a total di paruparu terbagi atas kompartemen
(volume) dan kapasitas (kombinasi da
reserve
volume
=ERV
Expiratory
=IC
Inspiratory capacity
Functional residual capacity=PRC
Total
=TLC
lung capacity
Volume dinamik:
Volume
=
expired in the first second FEV1
Maximal
= MVV
voluntary ventilation
Interpretasi; klasiflkasi pola abnormal terdiri atas;
1. Pola obstruksi (karena penyempitan jalan napas dan perlambatan arus udara)
2. Pola restriksi (karena penyakit parenkim paru, dinding dada, rongga pleura,
neuromuskular yang mengurangi kapasitas vital dan volume-volume paru)
369
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
Tujuan
1. Menilai status faal paru: normal, hiper inflasi, obstniksi, restriksi, atau campuran
2. Menilai manfaat intervensi/pengobatan
3. Evaluasi perkembangan penyakit
4. Menentukan prognosis
5. Menentukan toleransi tindakan bedah :
- Menentukan risiko ringan, sedang, atau berat
- Menentukan apakah dapat dilakukan reseksi paru
INDIKASI
1. Penderita sesak napas
2. Penderita
asma dalam
keadaan
stabil untuk
nilai/FVC
berdasarkan
FEVl
Obstruksi
mendapatkan
dasar,%:
selanjutnya
Kateori
penukuran
setiap 6 bulan
3. Penderita PPOK dalam keadaan stabil untuk mendapatkan nilai dasar PPOK dan
penyakit obstruksi lainnya, selajutnya setiap 3-6 bulan
4. Penderita asma dan PPOK setelah pemberian bronkodilator untuk melihat efek
pengobatan
Penderita yang akan mengalami tindakan bedah dengan anestesi umum
6. Penderita yang akan mengalami tindakan bedah torakotomi
7. Pemeriksaan berkala pada orang-orang yang merokok: sekali setahun
5.
KONT RA INDIKASI
P E R S I A PAN
Alat:
Spirometri
Mouth
piece 1 buah
Penderita
tidak
menggunakan obat bronkodilator minimal 8 jam ( keija singkat) atau 24 jam
(kerjapanjang)
tidak merokok atau makan
kenyang dalam 2 j am sebelum pemeriksaan
tidak
berpakaian ketat
PROSEDUR TINDAKAN
Posisi berdiri tegak, kecuali j ika tidak memungkinkan: dalam posisi duduk
Penderita menghirup udara semaksimal mungkin, kemudian meniup melalui mouth
piece sekuat-kuatnya dan sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyakbanyaknya, dengan tidak ada udara yang bocor melalui celah antara bibir dan
mouth piece
370
Pulmonologi
LAMATINDAKAN
lOmenit
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, peningkatan tekanan intrakranial, sinkope, sakit kepala, pusing, nyeri
dada, batuk, infeksi nosokomial, desaturasi oksigen.
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1.
2.
Grippi MA, Bellini LM. Pulmonary Function and Cardiopulmonary Exercise Testing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.p.3J-40.
Yunus F Pemeriksaan Spirometri. Presiding Workshop on Respiratory Physiology and
Its ClinicalApplicaation. Jakarta, 28-29 Juni 1997.
3.
371
BIOPSI PLEURA
P E N G E RTI A N
Biopsi pleura adalah tindakan untuk mengambil spesimen jaringan pleura parietal
secara trans-torakal
TUJUAN
Untuk mendiagnosis penyakit-penyakit pleura seperti tuberkulosis dan keganasan.
INDIKASI
KONTRA-INDIKASI
Gangguan fungsi koagulasi yang belum teratasi, pneumotoraks, pasien tidak
kooperatif, pasien yang mendapatkan positive pressure ventilation (PPV)
P E R S I A PAN
Bah an dan Alat
Jarum
biopsi
Skalpel no. 11
Klem Kelly
Cairan antiseptik, sarung tangan steril, kasa, handuk steril
Lidokain 1 % 20 ml
Persiapan pasien:
1. Pemeriksaan DPL, BT, CT
2. Menerangkan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarga, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul,
3. Setelah mengerti dan setuju, pasien dan keluarga menandatangani surat ijin
tindakan.
4. Dilakukan pemeriksaan hemodinamik (tekanan darah, nadi, frekuensi pemapasan,
suhu ).
PROSEDUR TINDAKAN
1. Pasien duduk dengan posisi santai
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Abrams
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
372
Pulmonologi
5. Anestesi daerah tindakan dengan jarum no. 25 untuk bagian luar dan jarum no.
20 untuk bagian dalam
6. Dilakukan sayatan 3 mm dengan skalpel pada kulit/jaringan interkostal yang
dipilih
7. Dorong jarum Abrams dengan gerakan memutar dalam posisi tertutup sampai
terasa ada hambatan. Putar alat ke dalam posisi terbuka dan aspirasi dengan
spuit. Adanya cairan membuktikan pemotongan berada di ruang pleura
8. Letakkan pemotongan pada posisi jam 6. Pemotongan dikeluarkan bila pleura
parietal telah diperoleh, jarum pemotong diputar di posisi tertutup dan keluarkan
9. Letakkan spesimenpada kaldu untukM. tuberkulosis dan kulturjamur, sedangkan
yang lainnya diletakkan dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histologi
10. Ulang prosedur ini sampai 5 kali dengan jarum pemotong dan diarahkan ke
bawah antara posisi jam 2 dan jam 10. Jarum pemotong jangan diarahkan ke atas
oleh karena dapat merusak saraf dan pembuluh darah interkostal
11. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura gunakan jarum torakosentesis atau jarum
Abrams
12. Luka ditutup dengan verban dan jika diperlukan dapat dijahit
Teknik Memakai Jarum Cope
1. Pasien duduk dengan posisi santai dan nyaman
2. Tetapkan lokasi biopsi, pada sela iga linea aksilaris posterior
3. Gunakan sarung tangan steril dan latih penggunaan jarum Cope
4. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
5. Anestesi daerah tindakan
6. Buat insisi pada kulit sepanjang 3 mm
7. Masukkan ujung trokar ke dalam kanula luar, tusukkan ke dinding dada dan tarik
trokar dengan gerakan memutar sampai cairan teraspirasi
8. Keluarkan trokar dari kanula luar dan masukkan kaitan trokar biopsi dalam. Untuk
mencegah udara memasuki ruang pleura ketika trokar dikeluarkan dari kanula
luar pasien dianjurkan untuk menahan napas
9. Tempatkan pemotong kait trokar biopsi antara jam 2 dan jam 10, gunakan
10.
11.
12.
13.
histologi
14. Jika ingin mengeluarkan cairan pleura, dapat melalui kanula luar
15. Tutup tempat pungsi dengan verban. Jika perlu dapat dijahit.
373
LAMA TINDAKAN
10-15 menit
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, perdarahan, kerusakan saraf interkostal dengan gejala nyeri sisa
dan berkurangnya sensibilitas, nodul tuberkulosis pada lokasi biopsi, emfisema
subkutan, reaksi vasovagal
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
1. Bahar A. Biopsi pleura. In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S,
Gani RA, et al (eds). Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; J999.p.211-5.
2.
374
3.3
REUMATOLOGI
Reumatologi
PENYUNTIKAN INTRA-ARTIKULAR
P E N G E RTI A N
Penyuntikan intra-artikular merupakan suatu terapi lokal dengan tujuan memberikan
efek analgesik anti inflamasi di daerah sendi
TUJUAN
Memberikan efek analgesik antiinflamasi di daerah sendi
INDIKASI
1.
Aspirasi cairan sendi: tindakan ini penting dalam rangka memastikan diagnosis
jika penyebab efusi sendi berupa sepsis, deposit kristal atau pendarahan. Juga
berguna dalam membedakan kelainan sendi inflamatif atau non inflamatif. Aspirasi
juga mempunyai arti terapeutik dengan jalan mengeluarkan darah, pus, cairan
sendi yang lerlalu banyak atau yang mengandung kristal
2. Suntikan/pemberian obat : penyuntikan bahan tertentu ke dalam ruang sendi
merupakan prosedur terapeutik, dan dilakukan dalam keadaan-keadaan sebagai
berikut, dengan syarat infeksi harus telah disingkirkan :
a. Hanya 1 atau beberapa sendi yang meradang
b. Hanya 1 atau beberapa sendi yang lebih meradang dari yang lain
c. Jika terapi sistemik dikontra-indikasikan
d. Sebagai pelengkap terapi sistemik terhadap kelainan/keradangan sendi yang
sulit diatasi
e. Membantu mobilisasi dan mencegah deformitas sendi, bersama-sama dengan
program rehabilitasi
f. Keluhan reumatik ekstra-artikular: bursitis, tenosinovitis, nerve entrapement
syndrome dsb
g.
h.
KONTRAINDIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Infeksi lokal
Hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikkan
Diatesis hemoragik
Sendi yang tidak stabil
Fraktxir intra-artikular
Sendi yang tidak dapat dicapai
Osteoporosis juksta-artikular yang berat
Kegagalan suntikan terdahulu
Tidak ada indikasi yang tepat
Lesi yang mungkin tidak akan memberikan respons terhadap suntikan
377
PERSIAPAN
Semua perlengkapan yang dipakai hams steril. Umumnya dipakai spuit dan jarum
yang disposable. Ukuran jarum yang dipakai disesuaikan dengan besar sendi yang
akan disuntik. Misalnya jarum nomor 19 atau 21 untuk sendi besar, sedangkan
untuk sendi kecil jarum nomor 23 atau 25. Perlengkapan lain ialah bolpen untuk
menandai titik yang akan disuntik, anestetik lokal (lidokain atau spray etilklorida),
kapas alkohol, kain kasa dan larutan pembersih kulit (misalnya larutan yang
mengandung yodium). Juga tak boleh dilupakan botol kecil tempat menampung
aspirat guna pemeriksaan cairan sendi lebih lanjut.
P R O S E D U R TINDAKAN
Sebaiknya penyuntikan dilakukan dalam lingkungan yang aseptik. Hendaklah
ditimbulkan kesan pada penderita bahwa prosedur ini bukan prosedur yang sulit.
Jarang diperlukan obat penenang. Penentuan tempat yang tepat sangat penting.
LAMA TINDAKAN
lOmenit
KOMPLIKASI
Komplikasi suntikan lokal:
1. Infeksi, dengan insidens 1 dari 1000-16000 pada dokter yang berpengalaman.
2. Perdarahan, jika merata harus dicurigai trauma atau gangguan mekanisme
perdarahan. Lalu lakukan aspirasi, dan jangan lakukan penyuntikan
3. Kerusakan rawan sendi, dapat terjadi akibat trauma oleh ujung jarum suntik.
4. Nekrosis aseptik, terjadi akibat infark tulang subkhondral
5. Atrofi kulit dan jaringan subkutan
6, Sinovitis kristal
7. Ruptur tendo/ligament
Supresi korteks adrenal
378
Reumatologi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
379
TUJUAN
INDIKASI
Diagnostik
1. Membantu diagnosis artritis
2 Memberikan konfinnasi diagnosis klinik
3. Selama pengobaian arthritis seplik, dilakukan secara serial untuk menghitung
KONTRAINDIKASI
Diagnostik : Infeksi jaringan lunak yang mcnutupi sendi, bakteremia, anatomis
tidak bisa dilakukan, pasien tidak kooperatif
Terapeutik : Kontraindikasi diagnostik, instabilitas sendi, nekrosis avaskular,
artritis seplik, osteonekrosis, sendi neurolropik.
P E R S IA PAN
Bahan dan alat;
380
Reumatologi
Sarung tangan
pulpen (untuk penanda)
Plester
tabung gelas
tabung steril untuk kultur
Iain-lain sesuai kebutuhan : media kultur, kortikosteroid.
P R O S E D U R TINDAKAN
Umum:
1. Sebelum melakukan aspirasi cairan sendi- lakukan pemeriksaan fisis sendi dan
bila diperlukan periksa foto sendi yang akan dilakukan aspirasi- hams dikuasai
anatomi regional sendi yang akan diaspirasi untuk menghindari kerusakan
struktur-struktur vital seperti pembuluh darah dan saraf. Hati-hati jangan sampai
mencongkel rawan sendi karena tidak dapat sembuh sendiri
2. Harus dilakukan teknikyangrL'iI untuk menghindari terjadinya arthritis septik.
Untuk desinfeksi perlu dipakai iodine dan alkohol. Dokter harus memakai sarung
tangan unluk menghindari kontak dengan darah dan cairan sendi pasien.
3. Uniukmengurangi nyeri dapai digunakan semprotan etilklorida. Bila diperlukan
dapat digunakan prokain unluk aneslesi lokal
4. Selama dilakukan prosedur aspirasi, harus diingatkan
5. Kepada pasien untuk selalu rileks dan tidak banyak menggerakkan sendi
Khusus:
1. Sendi lutut, pada efusi yang besar, tusukan dari lateral secara langsung pada
tengah-tengah tonjolan supra patella lebih mudah dan lebih enak untuk pasien.
Tonjolan pada kantung supra patella ini dapat diperjelas dengan menekan ke
lateral dari bagian medial. Dengan ujung bullpen dilakukan pemberian tanda
pada daerah target yaitu lebih kurang pada tepi atas patella {cephalad border o f
patella). Tanda ini akan masih tetap terlihat dalam waktu yang cukup untuk
mealukan desinfeksi, anestesi dan artrosentesis. Pada efusi sendi yang sedikit,
lebih baik dilakukan tusukan dari medial di bawah titik tengah patella.
2. Bahu pada pasien duduk, lakukan palpasi pada tonjolan korakoid. Pada 45 derajat
inferior dan lateral dari tonjolan tersebut akan didapalkan sendi glenohumeral.
Pada lokasi tersebut tusukan jarum lurus ke posterior ke ruang sendi
3. Subtalar, pada pasien posisi terlentang kaki 90 derajat terhadap tungkai bawah,
tusukan jarum secara horizontal ke ruang sendi di inferior dari ujung maleolus
lateral dan posterior dari sinus tarsus.
4. Metatarsofalangeal, untuk mengidentifikasi garis sendi ini dapat dilakukan
dengan fleksi dan ekstensi sendi. Untuk mempermudah memasuki sendi ini
dilakukan tarikan dan plantar fleksi 30 derajat. Tusukan jarum pada garis sendi
pada posisi 90 derajat.
5. Pergelangan tangan, sendi pergelangan tangan terletak di antara prosesus
stiloideus radius dan ulna. Ruang sendi ini dapat dicapai melalui salah satu sisi
pada bagian dorsal yaitu sedikit di sebelah distal radius atau sedikit distal ulna.
LAMA TINDAKAN
15 menit
381
KOMPLIKASI
Infeksi iatrogenik, perdarahan pada tempat aspirasi, hemartrosis, luka pada rawan
sendi, episode vasovagal pada saat atau setelah tindakan
WEWENANG
UNIT TERKAIT
382
3.4
GINJAL HIPERTENSI
Ginjal Hipertensi
BIOPSI GINJAL
P E N G E RTI A N
TUJUAN
Untuk mengetahui dan mengevaluasi penyakit ginjal
INDIKASI
1. Untuk mengevaluasi dan mengikuti perjalanan penyakit yang diduga mempunyai
sindrom glomerular, interstisial, atau vaskular, seperti;
a. sindrom nefrotik
b. proteinuria dan hematuria yang tidak jelas penyebabnya
2. Gagal ginjal akut yang tidak jelas penyebabnya atau perjalanan penyakitnya
cepat
3. Penyakit sistemik yang diduga melibatkan ginjal (lupus eritematosus sistemik)
4. Resipien transplantasi ginjal yang mengalami rejeksi atau penyakit yang rekuren
KONTRAINDIKASI
1. Kelainan pembekuan darah
2. Ginjal tidak berfungsi atau ginjal melisut
3. Hipertensi yang tidak terkontrol
4. Penderita tidak kooperatif
5. Kecurigaan adanya tumor ginjal
6. Infeksi saluran kemih
7. Uremia
8. Deformitas tulang vertebra berat
9. Ginjal tunggal
Kontraindikasi ini sebagianbesar relatif, karena dengan cara biopsi terbuka sebagian
dap at dikerjakan
P E R S I A PAN
1. Ij in tindakan medik tertulis
2. Dokter ruangan mengisi fonnulir biopsi ginjal sebagai syarat penjadwalan biopsi.
Bila formulir ini tidak diisi, maka biopsi tidak bisa dijadwalkan
3. Buatperjanjian jadwal biopsi di Subbagian Ginjal-Hipertensi
4. Periksa hitung trombosit, bleeding time, clotting time, prothrombine time, dan
activated partial prothrombine time
5. Pinjam termos dengan es kering ke Bagian Patologi Anatomi
6. Jarum suntik 5 cc, jarum eksplorasi, jarum biopsi USG {Tru-Cut needle), duk
steril, kasa steril, plester, botol untuk penyimpanan jaringan biopsi
7. Lidokain 2%, alkohol, Betadine, formalin 10%, gel untuk fiksasi pemeriksaan
imunofluoresensi jaringan ginjal
8. Isi status biopsi ginjal divisi Ginjal-Hipertensi dan catat data pada buku biopsi
9. Isi formulir PA untuk dikirim ke Patologi Anatomi
385
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
P R O S E D U R TINDAKAN
1.
Pasien dalam posisi tengkurap dengan bantal diletakkan di bawah perut untuk
memfiksasi ginjal terhadap punggung
2. Kedua ginjal diperiksa dengan bantuan USG dan ditentukan pada ginjal yang
mana akan dilakukan biopsi, tandai titik biopsi dengan spidol
3.
Tempat biopsi biasanya 1 jari di bawah iga terakhir (XII), kira-kira 7-8 cm dari
vertebra
4. Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
5. Dengan probe biopsi USG steril, tentukan lokasi yang tepat untuk titik biopsi
6. Dilakukan anestesi lokal pada daerah biopsi
7. Dilakukan biopsi perkutan dengan bantuan probe biopsi USG dengan
menggunakan jarum biopsi Tru-Cut, sebelumnya tempat biopsi dilebarkan dengan
jarum eksplorasi
8. Pada saat biopsi pasien harus menahan napas (inspirasi dalam)
9. Setelah dilakukan biopsi, pada tempat biopsi diberi pembalut tekan, penderita
tetap dalam posisi tengkurap
10. Jaringan biopsi dibagi dua, sebagian dimasukkan ke dalam larutan formalin 10%
untuk pemeriksaan mikroskop cahaya, sebagian lagi diberi gel dan disimpan
dalam termos es untuk pemeriksaan imunofluoresen
11. Pasca biopsi pasien tetap dalam posisi tengkurap selama + 6 jam dan selama
periode itu diobservasi kemungkinan timbulnya perdarahan ginjal
Tidur tengkurap sampai 6 jam pasca biopsi, setelah itu boleh telentangIstirahat di tempat tidur sampai 24 j am pasca biopsi
Awasi tanda vital dan perdarahan:
- 4
jam pertama pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap jam
- 4
jam kedua pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan tiap 2 jam
Selanjutnya sampai 24 jam pasca biopsi: tekanan darah, nadi, dan pemapasan
tiap 4 jam
24jam pasca biopsi periksaurin untuk melihat perdarahan
Periksa daerah sekitar biopsi, apakah ditemukan: nyeri, bengkak, hematom
KOMPLIKASI
Hematuria (mikroskopik atau gross), hematom perirenal, infeksi, aneurisma
WEWENANG
386
Ginjal Hipertensi
UNIT TERKAIT
387
TUJUAN
Dialisis dalam keadaan darurat
INDIKASI
Pasien gagal ginjal dengan keadaan umum buruk yangmemerlukan tindakan dialisis
segera
KONTRAINDIKASI
P E R S I A PAN
Pasien:
Penjelasan mengenai peritoneal dialisis
Informed consent
Alat:
Set bedah minor, kateter dialisis peritoneal, cairan perisolution dan giving set, hep
arin, antibiotika, lidokain 2%, KCl injeksij blood set, besturi, jarum suntik disposable
(3 cc, 5 cc), sarung tangan
PROSEDUR TINDAKAN
1.
=
Siapkan 2 kolf ( 1 kolf 1 liter) cairan perisolution, hangatkan dengan direndam
dalam air panas sampai suhu + 37C
- Kolf I: tambah 500 unit heparin, 3 mEqKCl, dan lOmgGentamisin
- Kolf II: tambah 250 unit heparin, 3 mEq KCl, dan 10 mg Gentamisin
388
Ginjal Hipertensi
8. Bila peritoneal sudah dicapai:
- Ambil
jarum infus dari blood set, tusuk sampai menembus peritoneum
- Ambil konektor karet dari blood set,
hubungkan dengan jarum yang tertanam
pada rongga peritoneum, ujung yang satu lagi hubungkan dengan kateter
cairan perisolution yang telah disiapkan pada tiang infus
9. Isi rongga peritoneum dengan cairan perisolution 1 liter (kolf I), Bila tepat masuk
rongga peritoneum aliran akan lancar
10. Cabut jarum dari rongga peritoneum
11. a. Kateter peritonealdialisis dengan stilet; Tembus dinding peritoneal dengan
LAMA TINDAKAN
Satu siklus memakan waktu 60 menit, dilakukan 12 siklus tiap hari
KOMPLIKASI
Peritonitis, exit site infection, perdarahan, hernia, hidrotoraks
389
WEWENANG
UNIT TERKAIT
390
Ginjal Hipertensi
TUJUAN
INDIKASI
Pasien gagal ginjal terminal, terutama yang mengalami:
DM
dengan komorbiditas tinggi
Ketidakstabilan kardiovaskular akibat
penyakit kardiovaskular atau usia lanjut
dengan hemodinamik tidak stabil
KONTRAINDIKASI
Mutlak: permukaan selaput peritoneum sempit (akibat adhesi peritoneal yang
berlebihan/peritonitis berulang)
Relatif:
Ostomi
(kolostomi, ileostomi, nefrostomi)
Peritonitis lokal
(tuberkulosis/jamur)
Sangat gemuk
P E R S I A PAN
Bahan dan Alat:
Larutan dialisis
Volume larutan 1 -2 liter
391
P R O S E D U R TINDAKAN
Perawatait exit site
Perawatan tempai lubang keluarnya kaleter tenckhoff. dilakukan setiap hari oleh
pasien sendiri atau bantuan anggota keluarga, untuk mencegah infeksi. Alat dan
obat yang dibuluhkan: kasa steril, plester, guniing, immohilber untuk kateter,
betadin/NaCl 0,9%
Cara:
1. Sebelum bekerja cuci tangan dengan sabun/desinfektan
2. Memakai masker penutup mulut
3. Bersihkan daerah exit site dengan kasa yang dibasahkan betadin (gunakan NaCl
0,9% bila pasien tidak tahan terhadap betadin dengan cara memutar dari bagian
dalam ke luar)
4. Gunakan satu sisi kasa steril setiap kali pemakaian
5. Bersihkan kateter
6. Fiksasi kateter dengan immobilizer, sehingga tidak mudah tertarik
7. Observasi daerah kateter untuk memeriksa apakah terdapat kebocoran, robek,
atau rusak
8. Jika pasien merasa sakit, kemerahan, bengkak, atau ada nanah pada daerah exit
site, lakukan pemeriksaan kultur dan melapor ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan
392
Ginjal Hipertensi
9. Anjurkan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat
10. Jika banyak berkeringat dianjurkan untuk membersihkan exit site sesering
mungkin
Penggantian transfer set pada sistem "O" set
Alat yang dibutuhkan: transfer set, betadin, out post klem, disconrtet shildklem, on
of tray (3 buah kain steril + kasa steril), mini cup, klem kaLeter, masker
Cara:
1. Dilakukan di ruang tertutup dan bersih
2. Pakai masker dan siapkan alat-alat di atas
3. Cuci tangan dengan memakai sabun/desinfektan
4. Pasien dianjurkan telentang
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
KOMPLIKASI
Mekanik, infeksi, kardiovaskular, paru, neurologik, metabolik
WEWENANG
UNIT TERKAIT
3.5
HEMATOLOGI
ONKOLOGI MEDIK
Hematologi-Onkologi Medik
AFERESIS
P E N G E RTI A N
Aferesis adalah prosedur pemisahan komponen darah seseorang secara langsung
dengan menggunakan mesin pemisah komponen darah
TUJUAN
Mengeluarkan sebagian komponen darah, dapat berupa sel {cytopheresis) atau
plasma (plasmaferesis//>/a5wa exchange)
INDIKASI
Terapeutik:
Sitoferesis
Eritrositoferesis: Sickle cell anemia, malaria
dg parasitemia
Tromboferesis: Trombositemia simtomatik
Leukoferesis: Leukemia
dengan hiperleukositosis, arthritis rheumatoid (dim
keadaan tertentu)
Plasmaferesis: Kelainan
paraprotein (sindrom hiper\nskositas, krioglobuhnemia,
cold
penyakil
agglutinin), iCeiainan akibal metabolik loksik (penyakii Refsum,
penyakit Fabry, hiperkolesterolemia familial), Kelainan imunologis (sindrom
goodpaslure. miastenia gravis, sindrom eaton-lamben, sindrom guilain-barre,
pemfigus, ITP, inhibitor faktor koagulasi), Vaskuliii (SLE, glomerulonefriitis
mesangiokapiler, granulomatosis wagener), Defisiensi faktor plasma (TTP),
keracunan obat atau bahan racun lainnya.
Donor:
Untuk memenuhi kebutuhan komponen darah pasien:
Tromboferesis
Plasmaferesis
K O N T R A INDIKASI
Aferesis terapeutik
Pasien dengan kondisi buruk dan gangguan hemodinamik
Aferesis donor
Kadar trombosit/ leukosit/ albumin/ hemoglobin/ hematokrit di bawah normal
Golongan ABO-Rh tidak cocok, cross matching hasil (+)
Mengandung HbsAg/ anti HCV/ HIV/ VDRL dan malaria
Herat badan kurang, usia tua, anak-anak
Menderita penyakit jantung, paru-paru, gagal ginjal kronik atau penyakit akut
lainnya
397
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
PERSIAPAN
Bahan dan alat;
Mesin aferesis
Set aferesis
disposable, set trombaferesis, set plasmaferesis, set leukaferesis,
set eritositaferesis
Antikoagulan ACD-A
Akses intravena
AV fistula
P R O S E D U R TINDAKAN
Mesin aferesis dihidupkan dan dinilai apakah layak beroperasi, memasang set
aferesis disposable (set tunggal atau ganda) pada mesin aferesis, beserta infus
NaCl 0,9%. antikoagulan ACD-A
Melakukan koleksi koinponen darah dari donor via vena di lengan kanan, kiri
(set ganda) aiau satu lengan, mengisi data donor pada komputer mesin,
menghubungkan mesin set dan set aferesis disposable dcngan donor, memulai
prosedur
Prosedur donor trombosii dan plasma berlangsung 100 menit, sedangkan
prosedur donor sel asal darah dalam darah lepi berlangsung 4-8 jam
Bila prosedur selesai dilakukan, start rinseback mode, kemudian lepaskan set
aferesis dari donor, trombosit yang dikoleksi segera diberikan ke pasien atau bila
disimpan harus diatas blood rotator (yg bergoyang) selama maksimal 5 hari
Selama prosediu' aferesis beijalan, dokter dan perawat harus mengawasi keluhan,
dan bila perlu menilai hemodinamik
Untuk aferesis terapeulik, prosedumya sama dengan aferesis donor, namun
khusus untuk plasmaferesis, awasi kemungkinan syok hipovolemik dan lidak
lupa memberikan infus albumin saat pertengahan prosedur serta awasi 1-2 jam
seielah prosedur unluk mencegah kemungkinan syok
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
398
Hematologi-Onkologi Medik
Hipokalsemia (kesemutan bibir dan jari tangan, dada rasa tertekan, pandangan gelap),
gangguan hemodinamik dan penurunan kesadaran
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Bank darah
399
Diagnosis sitomorfologi/ evaluasi produk pematangan sel asal darah {stem cell)
Penilaian terhadap simpanan besi
Pengumpulan colonyforming unit (CFU-GM) pada transplantasi sumsum tulang
M endapa tkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis (biakan
mikrobiologi)
INDIKASI
KONTRA INDIKASI
Keadaan umum yang buruk
PERSIAPAN
Bahan dan alat
Bahan tindakan
antiseptik
Povidone iodine
PROSEDUR TINDAKAN
400
*
*
*
*
'
Hematologi-Onkologi Medik
Pakai samng tangan steril
Periksa kelengkapan dan kesesuaian jarum aspirasi dan spuitnyaisi spuit untuk
aspirasi tersebut dengan sedikit antikoagulan titriplex/ EDTA untuk pemeriksaan
sitologi dan imunologi atau heparin tanpa pengawet untuk sitogenetik
Lakukan tindakan a dan antiseptik daerah tindakan dan prosedur terjaga aseptik.
Tentukan titik tindakan
Lakukan anestesi lokal tegak lurus permukaan mulai dari subkutis sampai peri
osteal
Lakukan penetrasi jarum aspirasi tegak lurus dengan diputar kiri kanan secara
lembut menembus kulit sampai membentur tulang/ periosteum kemudian
perhatikan tingginya jarum, untuk jarum stemal sesuaikan pembatas/ pengaman
- 0,5 cm dari kulit, kemudian
setinggi 0,3
lanjutkan penetrasi jarum untuk
menembus tabula ekstema dengan memberikan tekanan lebih besar secara mantap
dan lembut setelah terasa seperti menembus kertas pada saat menembus diploe
dan perbedaantinggijarumyangmasuk + 0,3-0,5 cm untuk sternum, 0,5 -1,5
cm untuk SIPS/ SIAS/ krista iliaka, selanjutnya cabut mandrein dan pasang spuit
20 cc yang sudah dibilas antikoagulan tadi kemudian lakukan aspirasi perlahan
tapi mantap (pasien akan merasa sakit) sebanyak 1 - 2 cc (untuk sitomorfologi
saja), 2 cc dengan heparin (untuk pemeriksaan sitogenetik), jika terlalu banyak
akan terencerkan dengan darah perifer yang akan menyulitkan penilaian,
kemudian spuit dicabut, jarumkan biarkan saja.
'
Teteskan aspirat secukupnya ke gelas obyek, diratakan diatas kaca slide, maka
akan terlihat partikel sumsum tulang
Sisanya masukkan ke dalam botol koleksi kemudian dikirim ke laboratorium
Jika diperlukan untuk alasan lain dapat dilakukan aspirasi dengan spuit yang
lain yang telah dibasahi antikoagulan, kemudian dikoleksi pada tempat Iain yang
telah diisi antikoagulan
Setelah selesai jarum aspirasi dicabut pelan-pelan tetapi mantap dengan cara
diputar seperti ketika memasukkannya
Daerah perlukaan dilakukan penutupan luka {dressing) dengan kassa yang telah
diberi antiseptik jika diperlukan.
Bila ada trombositopenia atau fragilitas kapiler yang meningkat (defisiensi hemostasis primer) dilakukan penekanan dulu sekitar 10 - 15 menit, setelah yakin
tidak ada perdarahan baru dilakukan dressing.
Daerah perlukaan jangan dibasahi selama 3 hari dan dressing dibuka setelah 3
hari
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
Pneumomediastinum jika dilakukan pada sternum, perdarahan
WEWENANG
401
UNIT TERKAI T
402
Hematologi-Onkologi Medik
INDIKASI
Kecurigaan adanya gangguan produksi sel darah, menentukan stadium keganasan
nonhematologi
KONTRA INDIKASI
PERSIAPAN
Bahan dan alat
Jarum
biopsi jamshidi atau sejenis
Perlengkapan standar minor set sederhana yaitu antiseptik, alkohol 70%, kapas
lidi, duk bolong, semprit 5 cc, lidokain, sarung tangan steril, kasa steril, plester,
botol kaca, formalin 10%
P R O S E D U R TINDAKAN
Pasien diminta untuk buang air kecil/ besar sebelum tindakan dimulai
Pasien pada posisi tengkurap
A dan antisepsis pada daerah sekitar lokasi yaitu krista iliaka superior posterior
Setiap tindakan dilakukan secara steril
Pasang duk bolong
Anestesi dengan lidokain 2% pada krista iliaka posterior 3 - 6 cc sampai mencapai
periosteum
Suntikan jarum biopsi dengan cara twisting morion sambil melakukan penekanan
sampai terasa menembus tulang dan dilanjutkan sepanjang 1-2 cm
Melakukan gerakan 4 arah (atas, bawah, kiri, kanan) setelah itu jarum diangkat
Luka biopsi ditutup dengan kasa steril yang dibasahi povidone iodine dan tidak
boleh dibasahi selama 3 hari.
Pembuatan preparat
Gosokkan bahan/ jaringan sumsum tulang yang didapat pada kaca obyek (slide)
sebanyak 2-3 buah dan biarkan kering dengan pewamaan.Pewamaan bisa berupa
pewarnaan wright atau giemsa.
403
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
LAMATINDAKAN
KOMPLIKASI
Perdarahan, infeksi
WEWENANG
UNIT TERKAIT
404
Hematologi-Onkologi Medik
TRANSFUSI DARAH
PENGERTIAN
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan sel darah merah (darah segar, pack
red cell) ke dalam tubuh melalui vena
TUJUAN
Memberikan kebutuhan sel darah merah sesuai indikasi
INDIKASI
Sesuai dengan komponen darah yang ditransfusikan;
Darah
lengkap {whole blood) 250-300 cc/unit: meningkatkan volume darah merah
dan volume plasma pada petdarahan akut dan pada kehilangan darah > 25%
volume darah total
* Darah merah
pekat {packed red blood cells) 150-250 cc/unit: meningkatkan massa
sel darah merah dan kapasitas oksigen pada anemia normovolemik simtomatik
termasuk anemia kronik pada kelainan ginjal kronik dan kanker
Darah merah dicuci
{saline washed red blood cells) 180 cc/unit: meningkatkan
massa sel darah merah, mengurangi risiko reaksi alergi terhadap protein plasma
Trombosit konsentrat
{platelet concentrate) 50 cc/unit:Perdarahan karena
atau
trombositopenia
trombopati
Trombosit aferesis
{platelet aferesis) 300 cc/unit;Perdarahan karena
trombositopenia atau trombopati, kecocokan HLA
Plasma beku
{fresh frozen plasma) 220 cc:Pengobatan beberapa gangguan
koagulasi
Kriopresipitat (cryoprecipitate / anti hemophilifactor) 15 cc/unit:
Defisiensi faktor VIII, faktor XIII, fibrinogen, pengobatan penyakil von willebrand
Darah merah minim leukosit {leucocytepoor RBC) 200 cc/unit: Meningkatkan
massa sel darah merah, mencegah reaksi demam karena antibodi leukosit,
menurunkan kemungkinan aloimunisasi terhadap leukosit atau antigen HLA
K ONT R AI ND IK A S I
Sesuai dengan komponen darah:
Darah
lengkap;Anemia kronik normovolemik yang hanya memerlukan
peningkatan massa sel darah merah.
Darah merah dicuci:Bila sudah lebih dari 24
jam karena teknik pencucian sistem
terbuka menyebabkan penggunaannya terbatas 24 jam (risiko kontaminasi
bakerial)
Darah merah pekat dan darah merah minim leukosit:Hati-hati risiko reaksi transfusi
hemolitik, transmisi infeksi virus, reaksi alergi dan demam
Trombosit konsentrat dan trombosit aferesis:Tidak efektif untuk pasien dengan
destruksi trombosit yang cepat, termasuk ITP dan KID yang tidak diobati (kecuali
pada perdarahan aktif), septikemia dan hipersplenisme
405
PERSIAPAN
Bahan dan alat
Untuk transfusi darah
lengkap, darah merah pekat, darah merah dicuci, plasma
beku dan kriopresipitat, gunakan set transftisi khusus dengan penyaring/ filter
atau blood set
Untuk transfusi trombosit konsentrat atau trombosit aferesis, gunakan infus set
khusus untuk transfusi trombosit
Hanya infus NaCl 0,9% yang diizinkan untuk diberikan bersama darah/ komponen
darah
Bila
tersedia, dapat digunakan alat pemompa darah elektronik untuk transfusi
darah
PROSEDUR TINDAKAN
Permintaan darah atau komponen
Formulir
permintaan darah diisi lengkap, lemiasuk golongan arah A BO- Rh yang
selamaini diketahui, namapasien daii nama orang tuaalau suaini, reakiii transfusi
yang pemah dialami, indikasi dan Iain-lain
Formulir tersebut ditandatangani oleh dokter yang meminta, sedangkan perawat
ruangan menilai ulang kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir tersebut
Perawat
mengambil sampel darah minimal 2 cc, paling baik 5 cc. Pada sampel
darah ini hams ditempelkan label yang kuat bertulisan nama lengkap (sesuai
formulir), jenis kelamin, umur, nomor rekam medik, tanggal pengambilan dan
ruang perawatan
Pemberian transfusi darah atau komponen
Identifikasi secara benar dan cermat bahwa nama pasien dan data lainnya cocok
dengan label pada darah/ komponen darah yang akan diberikan, begitu juga
kebenaran indikasi transfusi pada pasien ini.
Pada saat dimulai pemberian transfusi, pasien hams diawasi selama 5-10 menit
pertama, kemudian diawasi secara periodik sampai tindakan transfusi selesai.
Dokter hams berada di area yang terjangkau (di RS) selama pemberian transfusi,
sehingga bila timbul keadaan darurat dapat segera hadir menanganinya
Bila
alatnya tersedia, darah/ komponen darah dihangatkan dulu dengan alat
blood warmer temtama pada kasus-kasus khusus antara lain pasien dewasa
yang menerima transfusi cepat dan bemlang (> 50 cc/kg/jam), exchange transfu
sion pada bayi, anak-anak yang menerima transfusi dengan volume besar (> 15
ml/kg/jam) dan infus cepat melalui kateter vena sentral.
Pada
orang dewasa kecepatan transfusi darah/ komponen jangan melebihi 100
ml/ menit, karena berkaitan dengan risiko tinggi hentijantungJangan menyimpan
darah pada suhu kamar lebih lama.
Bila kondisi klinik memerlukan waktu transfusi lebih dari 4
jam, darah/ komponen
hams dicicil pengambilannya, sisanya disimpan di bank darah rumah sakit sampai
saat yang diperlukan.
Hematologi-Onkologi Medik
LAMATINDAKAN
Tergantung banyaknya komponen darah yang ditransfusikan
KOMPLIKASI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Bank darah
407
PEMASANGAN NUTRICATH
INDIKASI
KONTRA INDIKASI
PERSIAPAN
Alat yang diperlukan;
Kateter vena sentral dengan diameter lumen yang sesuai untuk usia dan bentuk
tubuh pasien
Benangjahit, misalnyaproleneno2,0Lidokain2%, 10-20cc
Heparin
tengah
Larutan inflis NaCl, infus set three way 2 buah mbber slopper 2 buah, extension
tube 1 buah
Apabila ada kelainan paru yang sedang sampai berat (infeksi, eflisi pleura, tu
mor dll) pada satu sisi atau bila paska bedah MRM/ axillary dissection, dipilih
vena subklavia kontralateral
408
Hematologi-Onkologi Medik
P R O S E D U R TINDAKAN
Posisi pasien telentang, dengan letak kepala datar tanpa bantal dan menoleh ke
arah yang berbeda dengan lokasi pemasangan kateter
Dilakukan tindakan a dan antisepsis di daerah sekitar klavikula
Siapkan NaCl 0,9% sekitar 100-200 cc
Isi alat suntik 10 cc (sekitar 2 buah) dengan larutan NaCl 0,9% hingga terisi
setengahnya, agar masih ada ruang untuk melakukan aspirasi
Pada kulit kira-kira 1 cm di sebelah bawah pertengahan klavikula yang dipilih,
dilakukan penyuntikan lidokain 2% berturut-turut secara subkutan, masuk
mengenai tulang klavikula, kemudian menyusur tepi bawah tulang klavikula
sampai jarum suntik masuk habis ke dalam kulit. Ingat tiap kali menyuntik lidokain
diaspirasi dulu, keluar darah atau tidak. Pada waktu jarum menyisir tepi bawah
klavikula tersebut, alat suntik didorong pada posisi mendatar dengan mengarah
ke tepi proksimal dari ujung medial klavikula, sambil melakukan aspirasi, sehingga
apabila ujung jarum masuk ke dalam vena akan diketahui dengan adanya darah
vena yang teraspirasi ke dalam alat suntik
Pasang kanula plastik dengan jarum logam di dalamnya (merupakan bagian dari
set CVP) pada alat suntik yang berisi NaCl 0,9%
Masukkan ujung jarum tersebut dengan cara dan arah yang sama seperti yang
diterangkan sebelumnya sampai menyentuh tulang klavikula, kemudian mulai
menyusur tepi bawah klavikula sambil dilakukan aspirasi. Apabila ujung jarum
masuk ke dalam vena, akan ditandai terhisapnya darah vena ke dalam alat suntik.
Pada tahap ini masukkan kanula plastik dengan mendorong sejauh 0,5 cm sambil
menahan pangkal jarum logamnya, dengan demikian maka ujung kanula
diharapkan sudah berada di dalam vena.
Tariklah pangkal jarum logam ke luar kanula, kemudian pasang alat suntik berisi
heparin dan lakukan aspirasi. Apabila darah masuk ke dalam alat suntik, berarti
ujung kanula telah berada di dalam vena. Pada saat ini posisi kepala pasien
kembali melihat ke depan, tidak menoleh lagi, hal ini untuk mengurangi
kemungkinan kateter nanti masuk ke vena jugularis.
Masukkan kateter CVP/ nutricath ke dalam kanula tersebut sejauh yang
diperlukan yaitu dengan ujung kateter mencapai atrium kanan.
Untuk prosedur pemasangan CVP cukup sampai di sini, sedangkan untuk
pemasangan nutricath setelah prosedur ini dilanjutkan dengan tunelisasi subkutis
yaitu memasang kateter di bawah kulit sejauh kira-kira 10 cm, baru kemudian
dilakukan prosedur selanjutnya.
Tunelisasi subkutis:
- Lakukan
sayatan menggunakan mata pisau bedah sepanjang 0,75 cm ke arah
lateral, dengan kedalaman 0,3 cm dimulai dari lokasi kateter ke luar dari kulit
Longgarkan jaringan bawah kulit secara tumpul menggunakan klem anatomis
berukuran kecil, lebih baik bila ujungnya agak bengkok. Bebaskan jaringan
ikat di sekitar kateter sehingga kateter dapat digerakkan longgar di lubang
tersebut.
Suntikkan secara subkutan, lidokain 10 cc pada titik sejauh 10 cm di bawah
sayatan tersebut, ke arah bawah (untuk menjahit kepala kateter nantinya)
dan ke arah atas menuju lokasi sayatan untuk memasang kanula nanti.
Masukkan kanula (beserta jarum logam di dalamnya) di titik penyuntikan
409
lidokain tadi, kemudian ke arah atas (lokasi sayatan) secara subkutan sampai
perantaraan T-way
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, ruptur vena subklavia
WE WENANG
UNIT TERKAIT
410
Hematologi-Onkologi Medik
FLEBOTOMI
PENGERTIAN
Suatu tindakan menuninkan volume darah dengan cara mengeluarkaimya melalui
pembuluh vena secara bertahap dan cepat
TUJUAN
Menghilangkan gejala-gejala distress dan fletora
INDIKASI
Polisitemia vera, eritrositosis, hemokromatosis, porfiria cutanea tarda
KONTRA INDIKASI
Gagaljantung
PERSIAPAN
Bahan dan alat
Tensimeler dan
steloskop untuk memantau status hemodinamik sebelum, selama
dan sesudah lindakan dan juga untuk membendung vena pada vena seksi
Perangkat standar antiseptik antara lain gauge steril, povidone iodine, alkohol
dan plester
P R O S E D U R TINDAKAN
Pasien diminta untuk buang air besar atau kecil sebelum tindakan
Pasien dalam posisi berbaring dilakukan evaluasi status hemodinamik, sedang
untuk pasien di atas usia 65 lahun sebaiknya pemeriksaan tekanan darah dilakukan
dalam posisi duduk/ berdiri karenamencerminkan tekanan daiah ytmg sebenamya
Bila status hemodinamik stabil, pasien berbaring di tempal tidur
Dilakukan tindakan a dan antisepsis pada lengan daerah venaseksi yang
dilanjutkan dengan pembendungan vena dengan tensimeter tekanan 60 mmHg
(atau dianiara sistolik dan diastolik)
Pada orang tua di atas 65 tahun atau pasien dengan kecenderungan penyakit
kardiovaskuier, di sisi lengan yang satunya dipasang infus set dengan cairan
pengganti plasma (plasma expander) atau dekstran yang dimulai secara
bersamaan dengan tindakan flebotomi dengan jumlah yang sama seperti darah
yangdikeluarkan
Kebanyakan pasien dapal menerima pengeluaran darah sebanyak 3 unit (kirakira 450-600 cc) per minggu, bahkan ada yang melakukan sebanyak 500 cc dengan
411
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
interval 1-3 hari. Untuk usia lanjut dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
Perdarahan/ hematom, gangguan hemodinamik
WEWENANG
UNIT TERKAIT
412
3.6
ALERGI
IMUNOLOGI
Alergi Imunologi
TUJUAN
Mengetahui adanya kontak penyebab alergi
INDIKASI
Dermatitis kontak
KONTRAINDIKASI
Daerah yang dites bebas dari dermatitis, pasien yang sedang minum obat antihistamim
dan steroid
PERSIAPAN
Bahan dan alat:
P R O S E D U R TINDAKAN
Setelah 48 jam piester dibuka dan tunggu 'A-1 jam, baru dibaca
PENILAIAN
tak ada reaksi
reaksi lemah (nonvesikular)
reaksi kuat (vesikular atau edematous)
reaksi ekstrim (bulosa atau ulseratif)
(-)
+
++
LAMA TINDAKAN
48 jam
415
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
KOMPLIKASI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Rengganis I. Tes Tempel (Tatch Test. Dalam : Sumaryono, Aiwi I, Sudoyo AW. Simadihrata
M, Sefiali S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedw tindakan di bidofig penyakit dohnn.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKU!;2(}0I.p. IO-J.
416
Alergi Imunologi
TUJUAN
Mengetahui adanya sensitisasi terhadap alergen
INDIKASi
Pasien asma, rhinitis, konjungtivitis alergi, dermatitis atopi, dan urtikaria
KONTRAINDIKASI
Pasien dalam serangan asma, pasien yang sedang minum obat antihistamim dan
steroid
P E R S I A PAN
Bahan dan alat rEkstrak alergen yang sering menimbulkan alergi, jarum khusus
skin prick test atau dapatjuga jarum G 26X0,5, kapas dan alkohol 70%
Pasien :Tidak minum antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out
period {3 hari sampai 1 bulan tergantung dari jenis obat yang diminum)
PROSEDUR TINDAKAN
PENILAIAN
(-)
-t++
-H-h
Mil
l-2mm
3-5 mm
6-9 mm
> 9 mm
LAMA TINDAKAN
15-30 menit
417
KOMPLIKASI
Reaksi alergi berupa asma, rinitis, urtikaria, syok anafilaksis
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E F E RE N S I
Rengganis 1. Tes tusuk fSkin Prick Test. In: Svmaryono, Alwi I, Sudoyo A W, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, MansjoerA, editors. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:200Lp. 12-3.
418
Alergi Imunologi
TUJUAN
Mendiagnosis asma bronkial
INDIKASI
Pasien asma bronkial yang tidak terdiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan non invasif
KONTRAINDIKASI
Adanya obstruksi saluran napas
PERSIAPAN
Bahan dan alat:
Histamin dalam konsentrasi 5%; 2,5%; 1,25%; 0,625%NaCl 0,9%
Spirometri
Obat bronkodilator (adrenalin, beta-2 agonis, aminofilin)
Tabung oksigen
Pasien :Pasienbebas asmaselama 12 jam
P R O S E D U R TINDAKAN
1.
2.
3.
4,
5.
6,
PENILAIAN
Positif: bila pada pengukuran menilai FEVl setelah dilakukan provokasi dengan
histamin dosis tertentu terdapat perbedaan sebesar > 20% dibandingkan FEV1 awal
Negatif ; bila pada pengukuran spirometri setelah dilakukan provokasi dengan
histamin sampai konsentrasi 5% tidak didaptkan perbedaan FEVl sebesar > 20%
dibandingkan dengan spirometri awal
419
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
LAMATINDAKAN
30-60 menit
KOMPLIKASI
Serangan asma bronkial
WEWENANG
UNIT TERKAIT
REFERENSI
Karjadi TH. Tes provokasi bronkus. In: Sumaryono, Alwi J, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidangpenyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001.p. 3-4
420
Alergi Imunologi
TUJUAN
Mengeiahui adanya sensitivitas terhadap obal tersebut. Bila terjadi reaksi, masih
dalam uihap ringan sehingga prosediirdiheniikan dan gejaladapatdiobali. Biasanya
digunakan unluk menguji obat ancstesi lokal sebelum digunakan dosis penuh.
INDIKASI
Jika dalam riwayat penyakit ada tanda-tanda yang mengarah ke alergi obat
KONTRAINDIKASI
Pasien yang sudah jelas diketahui alergi terhadap obat tertentu tidak perlu
dilakukan tes lagi
Pasien yang sedang minum obat antihistamin dan steroid
Pasien penyakit jantung dan penyakit berat lainnya
P E R SI A PAN
Bahan dan a la t: Kit anafilaksis, infus set, obat/bahan yang akan dites.
Pasien : Tidak minum obat antihistamin dan steroid, tes dilakukan setelah wash out
period
PROSEDUR TINDAKAN
Tes dilakukan dengan jumlah yang sesuai dengan kadar yang akan digunakan
dan jangan menggunakan bahan yang mengandung epinefrin
Mula-mula dilakukan prick lesl dengan anestesi yang lidak diencerkan sebanya
satu leles
Bila negatif,lanjutkan dengan 0,1 mllarutan 1:100 subkutan
Bila negatif, lanjutkan dengan 0,1 ml larutan 1: 10 subkutan
PENILAIAN
Dianggap negatif bila pasien telah menerima 3 ml anestesi lokal tanpa reaksi yang
berarti, tidak menunjukkan risiko yang lebih besar dibanding dengan populasi dalam
niasyarakat
421
LAMATINDAKAN
1/2-2 jam
KOMPLIKASI
Reaksi alergi ringan, sedang, berat. Anafilaksis sampai kematian
WEWENANG
UNIT TERKAIT
R E FE R E N S I
Renggams 1. Tesprovokasi obat. Dalam : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, penyunting. Prosedur tindakan di bidang penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2001; 149-50
422
3.7
GASTROENTEROLOGI
Gastroenterologi
TUJUAN
Melakukan eradikasi varises esofagus dengan cara melakukan prosedur berulang
dengan rata-rata sebanyak 3-4 kali,
INDIKASI
Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus/gaster
KONTRAINDIKASI
P E R S IA PAN
PROSEDUR TINDAKAN
Prosedur ini harus dilakukan secara legeartis oleh tenaga yang terampil dan
berpengalaman, Sebab risiko tindakan ini akan meningkat bila dilakukan oleh
operator yang tidak berpengalaman dan sebaliknya risiko akan menjadi kecil
atau tanpa risiko bila dikerjakan oleh operator yang berpengalaman.
Sifat prosedur ini bisa elektif atau emergensi. Khususnya untuk prosedur
emergens! persiapan sebelum tindakan dilakukan dengan sebaik mungkin,
dengan memperhatikan risiko yang dapat terjadi pada saat tindakan maupun
sesudah tindakan.
Langkah-Iangkah tindakan Skleroterapi:
1. Pasien telah dijelaskan dan dimotivasi sehingga menyetujui tindakan untuk
mendapatkan hasil yang optimal
2. pemeriksaan fungsi hati, hemostasis, HBsAg dan Anti HCV
3. kadar hemoglobin diusahakan lebih dari 10gr%
4. Puasa minimal 6 jam sehari sebelum tindakan
5. Pagi hari sebelum skleroterapi dianjurkan untuk pasang infus cairan.
6. Premedikasi:
a. Sedasi berupa diazepam i.v. 5- lOmg atau midazolam 5mg, 15 menit sebelum
tindakan
425
3.
4.
Evaluasi: hasil prosedur ini hams dilakukan evaluasi secara klinis dan endoskopi.
Prosedur endoskopi dilakukan tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
satu minggu (untuk skleroterapi) dan tenggang waktu dua minggu (untuk
tindakan ligasi), setelah itu satu bulan setelah prosedur ke tiga dan selanjutnya
dengan tenggang waktu 1-6 bulan tergantung hasil evaluasi endoskopi.
Tindakan ini dapat dilakukan diluar jadwal bila terdapat tanda-tanda klinis
perdarahan dalam bentuk melena dengan atau tanpa hematemesis, penurunan
Hb akibat perdarahan samar, disfagia akibat strikturpasca skleroterapi.
KOMPLIKASI
Hipoksia, refleks vagal, perdarahan ulang, demam, pleuritis, empiema dan disfagia
426
Gastroenterologi
LAMATINDAKAN
SOmenit
WEWENANG
UNIT TERKAIT
427
SKLEROTERAPI HEMOROID
PENGERTIAN
Skleroterapi hemoroid adalah prosedur tindakan terapetik untuk mengobati hemoroid
dengan cara menyuntikkan obat sklerosan dengan bantuan anoskop/endoskopi
dan j arum suntik.
TUJUAN
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
PERSIAPAN
P R O S E D U R TINDAKAN
Cara I:
- Setelah dioleskan jeli, kolonoskop dimasukkan kedalam anus
- Untuk melihat posisi skop dapal langsung lurus fore ward view atuu melaliii U
lum. ICanuljarum sklerosingdimasukkankedalam chanel biopsy.
- Setelah ujung kanul sklerosing ditempelkan ke hemoroid iniema sasaran di atas
hnea dentate, jarum dikeluarkan dan obat etoksisklerol disuntikkan sebanyak
0,5-1 cc intra hemoroid
- Jarum dicabut atau dimasukkan dan kanul tetap pada hemoroid selama 1 -2 menit
- Setiap hemoroid dapat di suntik obat etoksisklerol dengan cara yang sama,
Penyuntikan etoksisklerol sebaiknyajangan diberikan para/peri hemoroid karena
dapat menimbulkan stenosis/striktur anus.
Pasca tindakan : selama 5 hari harus diberikan antibiotika oral, obat hemoroid
suppositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang
tiap 1-2 minggu sampai hemoroid sklerotik.
Cara II;
- Setelah dioleskan jeli pada anus dan anuskopnya, lalu anoskop dimasukkan ke
dalam anus.
428
Gastroenterologi
-
Pasca tindakan : selama 5 hari hams diberikan antibiotika oral, obat hemoroid
supositoria/ointment dan obat penghilang rasa sakit dubur. Tindakan ini diulang
tiap 1 - 2 minggu sampai hemoroid sklerotikEvaluasi: tigapuluh menit sesudah tindakan
harus dipastikan bahwa tidak ada perdarahan peranum. Tujuh hari kemudian
dilakukan endoskopi ulang untuk melihat hasil skleroterapi.
KOMPLIKASI
Perdarahan, abses anus, demam, rasa sakit di dubur, bakteremia, ulkus ano-rektal,
stenosis/striktur anus.
LAMA TINDAKAN
15 menit
WEWENANG
UNIT
TERKAIT
BUSINASI
P E NG ERTI AN
Businasi adalah tindakan dilatasi esofagus
TUJUAN
Dilatasi striktur esofagus
INDIKASI
Striktur esophagus, spasme esofagus, akalasia
KONTRAINDIKASI
Keadaan umum buruk
P E R S I A PAN
Puasa 6-8 jam
429
PROSEDUR TINDAKAN
Dilatasi dengan menggunakan busi
KOMPLIKASI
LAMA TINDAKAN
30 menit
WEWENANG
UNIT TERKAIT
430
Gastroenterologi
KOLONOSKOPI
P EN G ERTI A N
Kolonoskopi adalah suatu tindakan untuk mengadakan observasi keadaan lumen
usus besar secara langsung dengan menggunakan endoskop
TUJUAN
Identifikasi lesi dalam lumen usus besar
INDIKASI
KONTRAINDIKASI
Mutlak: Pasien tidak kooperatif, perforasi usus, peritonitis, kehamilan trimester III,
infark jantung baru, pasien dalam keadaan syok
Relatif : Semua proses peradangan akut dan berat yang akan memperbesar
kemungkinan perforasi
Divertikulitis akut
dengan gejala sistemik
Kehamilan trimester I dan
penyakit peradangan panggul
anal
dan
Penyakit
perianal akut
Obstruksi intestinal / distensi
perut akut
Demam
Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliakal
Baru
menjalani operasi
Visualisasi
terganggu : perdarahan akut gastrointestinal masif, persiapan tidak
baik
P E R S I A PAN
Informed concent
Persiapan usus besar :
1. Sejak 2 hari sebelum tindakan, pasienmakanbuburkecap atau makanan cair.
Minum yang banyak 2-3 liter/hari. Jika sulit buang air besar minum laktulosa
2x1 sendok makan atau bisacodyl 2x1 tab/hari
2. Malam hari sebelum tindakan, puasa. Makan terakhir jam 20.00, setelah itu
puasa tetapi minum tetap boleh kecuali susu. Pukul 21.00 minum garam Inggris
30 gram atau Dulcolax4 tab
431
Pukul 05.00 pagi (3 jam sebelum tindakan) dilakukan klisma (untuk pasien
yang dirawat), atau bisacodyl 1 buah suppositoria atau larutan enema 1
botol
PROSEDUR TINDAKAN
1. Meniup (inflasi) udara diusahakan senilnimal mungkin
2. Sedapal mungkin hams melihat lumen kolon dengan baik dengan menarik alat
atau memulamya ke kiri atau ke kanan serta menghindari timbulnya loops.
Kadang-kadang alat pcrlu di dorong menyusuh dinding kolon tanpa melihat
iiimennya, Hal ini dapal dilakukan tanpa risiko selama alat lersebul menyusur
dengan mudah tanpa paksaan. Bila ada tahanan, apalagi pasien merasa sakil,
sebaiknya alat di larik mundur,
3. Rasa sakit merupakan suatu landa bahwa kita harus hati-hati menarik alat dan
niemendekkan kolon dengan cara menghisap merupakan salah satu cara
keberhasilan mencapai caecum.
Langkah-langkah tindakan:
1. Surat persetujuan tindakan
2. Persiapan kolon
3. memakai celana khusus yang mempunyai lobang berukuran (> 14cm) untuk
jalannya skop
KOMPLIKASI
Gangguan kardiovaskular dan pemapasan, perforasi kolon, perdarahan, distensi
pasca kolonoskopi, reaksi vasovagal, flebitis, infeksi, volvulus
LAMA TINDAKAN
30-60 menit
WEWENANG
UNIT
TERKAIT
432
Gastroenterologi
PEMASANGAN SELANG
NASOGASTRIK
P E N G E RTIA N
Pemasangan selang nasogastrik (GUflocare) ke dalam lambung melalui hidung
pada keadaan pasien tidak dapat menelan makanan oleh berbagai sebab untuk
menjamin pemberian nutrisi enteral. Pemasangan NGT juga dilakukan pada pasien
dengan perdarahan saluran cema bagian atas, pankreatitis akut ileus paralitik/
obstruksi -> untuk tujuan dekompresi
TUJUAN
Pemberian nutrisi enteral pada pasien yang tidak dapat menelan oleh berbagai
sebab.
Dekompresi / menyalurkan cairan lambung keluar pada ileus paralitik/obstruktif
dan pankreatitis akut
Bilas lambung pada perdarahan SCBA
INDIKASI
Pasien tidak dapat menelan oleh berbagai sebab, perdarahan saluran cema bagian
KONTRAINDIKASI
Pasien tidak kooperatif
P E R S I A PAN
PROSEDUR TINDAKAN
1.
Pasien posisi terlentang atau miring ke kiri/kanan dengan kepala sedikit di tekuk
ke depan
2. Selang dimasukkan ke hidung setelah ujungnya diberi jeli
3. Setelah mencapai lambung, biasanya pada tanda 3 strip hitam yaitu kira-kira 50
cm dari lambung dimasukkan udara melalui selang. Hal ini bisa menimbulkan
suara yang dapat di dengar dengan stetoskop yang ditempelkan kira-kira di atas
lambung (perut kiri atas/sedikit di atas epigastrium). Jika terdapat banyak cairan
lambung, biasanya cairan lambung keluar melalui selang.
KOMPLIKASI
Erosi pada esofagus dan lambung
LAMA TINDAKAN
+ ISmenit
433
WEWENANG
UNIT TERKAIT
434
Gastroenterologi
ESOFAGO-GASTRO-DUODENOSKOPI
P E N G E RTI A N
Esofago-gastro-duodenoskopi adalah pemeriksaan intralumen esophagus, gaster,
dan duodenum dengan menggunakan alat endoskop (serat optik atau EVIS)
TUJUAN
Identifikasi lesi mukosal intralumen di esofagus, gaster dan duodenum
INDIKASI
Dispepsia, disfagia, perdarahan gastrointestinal, konfirmasi abnormalitas pada
pemeriksaan radiologic penapisan keganasan saluran cema bagian atas, muntah
hebat, berat badan turun tanpa sebab, dispepsi yang menetap setelah terapi empirik,
occult bleeding, anemia tidak diketahui penyebabnya
INDIKASI
Terapeutik: ligasi / STE varises esofagus, mengambil benda asing
KONTRAINDIKASI
Mutlak: takkooperatif ataupsikotik, infark miokard akut
P E R S I A PAN
PROSEDUR TINDAKAN
1.
2.
3.
4.
5.
Melalui mouth piece, ujung skop diinsersikan ke dalam mulut, faring, sfmgter
esophagus superior dan masuk ke dalam esophagus
Esophagus di evaluasi, kemudian melalui sfmgter esofagus bawah, skop
dimasukkan ke dalam gaster
Evaluasi dilakukan di daerah kardia, fundus, korpus dan antrum
Melalui pilorus skop dimasukkan ke dalam bulbus dan pars desenden duodenum
Skup ditarik kembali sambil melihat keadaan mukosa dengan mengisap udara
dan cairan selama ditarik
435
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
KOMPLIKASI
Refleks vaso-agal, perdarahan, aspirasi, perforasi
LAMA TINDAKAN
+ 30menit
WEWENANG
UNIT TERKAIT
436
3.8
HEPATOLOGI
Hepatologi
TUJUAN
Untuk menetapkan diagnosis lesi-lesi maligna organ intra abdomen seperti hati,
pankreas dan limpa
Untuk menentukan stadium suatu keganasan
INDIKASI
KONTRA INDIKASI
Gangguan hemostasis, pasien tidak kooperatif, asites
PERSIAPAN
Bah an dan alat:
Alat USG
yang dilengkapi dengan probe yang khusus digunakan sebagai
penuntun biopsi aspirasi
Jarum chiba no, 22 G - 23 G
dengan panjang 15 atau 20 cm
Gelas obyek
Lidokain 2% 5
ampul
Alcohol 96%
Aspirator
P R O S E D U R TINDAKAN
Tindakan dilakukan secara lege artis meliputi:
1. Persiapan periksa kembali kelengkapan bahan dan alat periksa pasien tidak ada
kontraindikasi sudah ada persetujuan tindakan
439
Panduan Prosedur Tindakan PAPDI
2
Teknik puncture
a dan
antisepsis lapangan kerja dengan larutan betadine
tentukan titik
puncture USG
infiltrasi anestesi local local
dengan lidokain 2% 6-10 cc dari titik puncture
yang diteniukan sampai daerah kapsul hati atau peritoneum
LAMA TINDAKAN
30 menit
KOMPLIKASI
Perdarahan, nyeri daerah tusukan, peradangan, seeding sepanjang tract jarum
WEWENANG
UNIT
TERKAIT
440
Hepatologi
PARASENTESIS ABDOMEN
PENGERTIAN
Parasentesis abdomen adalah suatu tindakan untuk mengeluarkan cairan asites
TUJUAN
Indikasi
KONTRA INDIKASI
PERSIAPAN
Bahan dan alat:
Tabung steril
Pasien:
Diperiksa darah perifer lengkap, masa perdarahan, masa pembekuan dan masa
protrombin (paling lama 48 jam terakhir)
Surat
persetujuan tindakan
P R O S E D U R TINDAKAN
441
LAMA TINDAKAN
KOMPLIKASI
Local: Perdarahan, infeksi dinding penit, peritonitis, perforasi usus atau vesika
urinaria
Umum; Hipovolemia, hipotensi, gagal ginjal, ensefalopati portosistemik
WEWENANG
UNIT
TERKAIT
442
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
Sebagaimana kita ketahui kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam bidang kedokteran/kesehatan khususnya ilmu penyakit dalam,
sedemikian cepat dan luas seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di
Indonesia yang semakin banyak serta kemajuan dan perubahan pola pikir masyarakat
tentang pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, dengan adanya Buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI ini dapat membantu sejawat dalam
memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat secara lebih
optimal, berkesinambungan, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan,
Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini meliputi standar operasional
yang bermutu dalam pelayanan dan perawatan kesehatan kepada masyarakat yang
diperuntukkan bagi semua sarana pelayanan kesehatan yang telah dan akan
menggunakan panduan pelayanan medik ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusuan Panduan Pelayanan Medik
Penyakit Dalam PAPDI ini kami menerima masukan dari sejawat untuk revisi
selanjutnya.
445
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN
NO. 172/SK.PB.PAPDI/IX/04
Mengingat
Anggaran Dasar PAPDI Pasal VIII Bab Organisasi, ayat 3 yang berbunyi
Badan Khusus yang dapat dibentuk menurut keperluan.
Buku Panduan
Pelayanan Medik Penyakit Dalam (PPM) yang telah dibuat
oleh Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM.
Menimbang
Hasil
Keputusan Rapat PB PAPDI tanggal 19 Maret 2004, agar buku Panduan
Pelayanan Medik (PPM) dijadikan rujukan untuk Dokter Spesialis Penyakit
Dalam yang bekerja di Rumah Sakit seluruh Indonesia, seyogyanya
diterbitkan atas nama PAPDI.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : Memberlakukan Buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam PAPDI,
hasil kerja Tim, sebagai pedoman dalam pelayanan medik bagi dokter
spesialis penyakit dalam khususnya seluruh anggota cabang PAPDI di
rumah sakit pemerintah dan swasta serta seluruh fasilitas kesehatan
lainnya di Indonesia, yang akan disempurnakan/disesuaikan dengan
kemajuan dan perkembangan ilmu kedokteran/kesehatan.
Kedua
Pada tanggal
KetuaUmum
: 27 September 2004
Sekretaris Jenderal
Tembusan Yth.
1. Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam
2. Koordinator Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam
3. Para Ketua Divisi Ilmu Penyakit Dalam
4. Para Ketua PAPDI Cabang
5. Sejawat yang bersangkutan
6, Arsip
449
*uku
dengan
ini membahas
tentang
pedoman
pelayanan
medik
Pusat Penerbitan
Departemen llmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unlversitas Indonesia
ISBN: 979-945557-X