Oleh :
RACHMA DONNA
E14201025
RACHMA DONNA
Karya Ilmiah
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakulta s Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
luas lahan yang te rbakar dan penutupan abu di setiap plot penelitian. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Perilaku api diperoleh pada saat melakukan proses pembakaran yang
merupakan suatu reaksi api terhadap lingkungannya seperti keadaan bahan bakar
yang tersedia untuk terbakar (muatan bahan bakar, ketebalan bahan bakar, kadar
air bahan bakar), iklim, kondisi cuaca lokal (suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan angin) dan topografi. Adapun perilaku api terbaik yang dihasilkan
adalah pada plot 1 dibandingkan kedua plot lainnya dengan muatan bahan bakar
dan ketebalan bahan bakar tertinggi sebesar 8.33 ton/ha dan 17 cm, kadar air
bahan bakar rata-rata dan kadar air tanah terendah sebesar 41.04 % dan 21.95 %.
Plot 1 memiliki kadar air bahan ba kar terendah sehingga menghasilkan suhu
pembakaran tertinggi berkisar antara 39 0 C 765 0C. Adapun perilaku api pada
plot 1 tersebut menunjukkan tinggi nyala api sebesar 3.6 m, intensitas api 3946.32
kW/m dimana besarnya intensitas api dipengaruhi oleh tinggi api. Laju penjalaran
api yang dihasilkan sebesar 1.56 m/menit dan panas per unit area sebesar 2532.45
Kj/m2 dimana besarnya panas per unit area dipengaruhi oleh tinggi api dan laju
penjalaran api.
Pembakaran hutan menimbulkan berbagai macam dampak, salah satunya
adalah dampak terhadap fauna tanah. Pengumpulan fauna tanah dari 3 sub plot
masing-masing berukuran 1 m x 1 m di setiap plot penelitian adalah dengan cara
manual yaitu penangkapan langsung terhadap fauna tanah yang ada di permukaan
tanah sedangkan pada kedalaman tanah 0-5 cm dengan cara diambil tanahnya dan
diekstraksi menggunakan corong berlis. Parameter yang digunakan adalah Indeks
Kekayaan Jenis (Dmg), Indeks Keragaman Jenis (H) dan Indeks Kemerataan
Jenis (E) fauna tanah.
Nilai Kekayaan Jenis (Dmg) tertinggi terdapat pada periode sebelum
penebangan dibandingkan dengan periode lainnya yaitu sebesar 2.69 pada
permukaan tanah dan pada kedalaman tanah 0-5 cm sebesar 1.78. Akibat proses
penebangan, Nilai Kekayaan Jenis (Dmg) mengalami penurunan menjadi 0.52
(sekitar 80.67 %) pada permukaan tanah dan pada kedalaman tanah 0-5 cm
menjadi 0.92 (sekitar 48.35 %). Nilai Keragaman Jenis (H) sebelum penebangan
sebesar 2.116 (permukaan tanah) dan 2.01 (kedalaman tanah 0-5 cm), akibat
penebangan menurun menjadi 1.348 (sekitar 36.29 %) pada permukaan tanah dan
kedalaman tanah 0-5 cm menjadi 1.491 (sekitar 25.82 %). Setelah proses
pembakaran juga menyebabkan penurunan nilai kekayaan jenis (Dmg) dan nilai
kemerataan jenis (H), sampai dengan minggu ke -4 sete lah pembakaran nilai
kekayaan dan keragaman jenis pada permukaan tanah baru mencapai 84.39 % dan
94.75 % dari kondisi semula sedangkan pada tingkat kedalaman tanah 0-5 cm
mencapai 77.57 % dan 87.56 % dari kondisi semula.
Nilai Kemerataan Jenis (E) fauna tanah sebelum penebangan sebesar 0.719
(permukaan tanah) dan 0.809 (kedalaman tanah 0-5 cm), sesaat setelah
penebangan sebesar 0.973 (permukaan tanah) dan sebesar 0.832 (kedalaman tanah
0-5 cm). Setelah pembakaran nilai kemerataan jenis berkisar antara 0.719 0.973
pada permukaan tanah dan 0.781 0.927 pada tingkat kedalaman tanah 0-5 cm.
Berdasarkan hasil tersebut nilai kemerataan jenis hampir mendekati 1 berarti
sebaran kelimpahan individu pada setiap famili sebelum dan setelah pembakaran
hampir merata, jadi tidak ada famili yang jumlah individunya mendominasi.
Perilaku api yang dihasilkan dari proses pembakaran yang dilakukan pada
area pengamatan di hutan Sekunder Haurbentes, Jasinga Jawa Barat sangat
mempengaruhi kondisi fauna tanah setelah pembakaran pada area tersebut yang
dapat dilihat dari terjadinya penurunan nilai indeks kekayaan jenis (Dmg), indeks
keragaman jenis (H) dan nilai indeks kemerataan jenis (E) fauna tanah baik pada
permukaan tanah maupun pada tingkat kedalaman tanah 0-5 cm dari kondisi
semula.
Judul Skripsi
Nama
: RACHMA DONNA
NIM
: E14201025
Menyetujui :
Dosen Pembimbing
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis terlahir pada tanggal 14 Desember 1983 di Rumah Sakit Petala
Bumi Pekanbaru Riau. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan suami istri Bapak H. Rachmadi dengan Ibu Hj. Magdalena.
Penulis menyelesaikan SLTP di SMP Negeri I Pekanbaru dan lulus tahun
1998. Tingkat SMU lulus tahun 2001 dari SMU Negeri 9 Pekanbaru. Selepas dari
SMU penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di
Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis cukup aktif di sejumlah organisasi
fakultas seperti FMSC sebagai salah satu staff Departemen Informasi dan
Komunikasi (2002-2003),
FMSC
sebagai
salah
satu
staff
Departemen
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Perilaku Api dan
Dampak Pembakaran terhadap Fauna Tanah pada Areal Penyiapan Lahan di
Hutan Sekunder Haurbentes, Jasinga Jawa barat yang ditulis oleh penulis
merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat umum yang memerlukan informasi mengenai pengaruh cuaca (suhu
udara, curah hujan, kelembaban udara dan kecepatan angin) terhada p perilaku api
pada upaya penyiapan lahan dan informasi mengenai pengaruh pembakaran hutan
terhadap fauna tanah.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat menghasilkan sebuah skripsi yang sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Januari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian yang dilakukan penulis telah banyak melibatkan berbagai pihak,
maka dari itu penulis ingin mengucapkan terimakasih dan rasa syukur atas segala
bantuannya kepada :
1. Kedua orangtuaku. Ayahku tercinta yang dengan keikhlasannya, keletihannya
dan semangatnya yang besar untuk berjuang mencari nafkah demi suksesnya
ananda dan ibuku tersayang yang tiada pernah lelah untuk memberikanku nasehat
dalam segala hal demi kebaikan dan kesehatan ananda.
2. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan motivasi, arahan dan bimbingannya.
3. Bapak Ir. Jajang Suryana, M.Sc dan bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA sebagai
dosen penguji skripsi yang telah memberikan motivasi dan arahan.
4. Proyek Penelitian Hibah Bersaing XII, Dirjen DIKTI, DEPDIKNAS atas
dukungan finansialnya pada sebagian dari penelitian ini.
5. Kedua adik-adikku yang tersayang, Dian dan Dolly. Kalian adalah harta paling
berharga yang kumiliki selama aku hidup di dunia ini. Kalian dapat menjadi
semangatku dan selalu mendukungku dalam menjalani hidup dan kalian juga
dapat menjadi sosok teman yang selalu setia menemaniku dalam suka dan duka.
6. Seseorang yang terkasih Aaku, Yudhi pramita. Kehadiranmu telah mewarnai
hidupku kembali, kehadiranmu telah membawa kebahagiaan dalam hidupku,
sosokmu yang apa adanya membuatku tidak mau kehila ngan dirimu dan aku
bersyukur pada Allah yang telah memberikanku seseorang yang dengan ikhlas
dan kasih sayangnya selalu menemaniku.
7. Seluruh kru-kru lab. Kebakaran hutan, pak Bambang, bu Lailan, pak Wardana
yang tanpa kenal lelah menemaniku, mbak Atik yang cantik, teman-temanku:
mami ira yang bawel, elen, eshin, cepot, samson, erica, asri, erin, derry, syuhada,
riko, candra, abang manan, si pongi, dan ade, terimakasih atas kebersamaan yang
telah kita lewati bersama.
8. Teman-temanku di BDH38, neng siti, nunu, welly, ice, ibenk, lilies, abank
dika, tezar, rinto, danu, eka, fiki, among dan lainnya atas kebersamaan kita.
9. Keluarga besarku di Pekanbaru dan Cisarua terimakasih atas segala
dukungannya dan nasehatnya.
10. My soulmate, itox, dinbem, putri, tisonk yang telah menghiasi hari-hariku di
griya.
11. Anak-anak A38, mami inonk, hanny, asri, pretty, anunk, wati, manda, lukluk,
tito, papi obe, aslaha, ari, ojay, pak eko. Alhamdulillah jaza kumullohu khoiro atas
kebersamaan kita selama 4 tahun ini.
12. Se luruh anak-anak griya; meti, erma, dewi, dwi, danank, yuta, mas budi, irma,
yasmin, ica, yuli, leli, yusuf, gilang, daud, rida, ina, dessy, aline, mas adam, dan
mas anto.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................
iv
vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................
B. Tujuan.......................................................................................................
C. Manfaat Penelitian....................................................................................
C. Dampak Kebakaran................................................................................
10
13
13
C. Metode ...................................................................................................
13
23
B. Topografi ................................................................................................
23
C. Kondisi Iklim..........................................................................................
23
25
E. Kondisi Vegetasi.....................................................................................
26
27
B. Perilaku Api............................................................................................
29
33
39
41
43
47
49
B. Saran ........................................................................................................
50
51
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
53
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
23
28
30
32
36
38
39
41
43
45
11. Rata -Rata Nilai Dmg, H, E Fauna Tanah sebelum dan setelah
Pembakaran
46
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
14
3. Proses Pembakaran
16
17
17
40
42
44
9.
47
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
53
54
62
66
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur perilaku api dan dampak yang
ditimbulkan oleh pembakaran hutan terhadap fauna tanah pada lahan terbakar di
hutan sekunder.
C. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan
pengetahuan tentang perilaku api dan dampak pembakaran hutan terhadap fauna
tanah pada lahan terbakar di hutan sekunder.
A. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk ancaman dan gangguan
terhadap kelestarian hutan. Brown dan Davis (1973) menyebutkan bahwa
kebakaran hutan adalah fenomena alam yang merupakan peristiwa perubahan
fisika dan kimia dari bahan bakar hutan akibat pemanasan (peristiwa oksidasi)
yang menghasilkan energi panas yang mempunyai sifat tidak tertekan dan bebas
dalam geraka nnya (free burning). Selain itu kebakaran hutan juga didefenisikan
sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas dengan
mengkonsumsi bahan bakar alam hutan seperti serasah, rumput, humus, rantingranting kayu mati, kayu, tiang, gulma, dedaunan, semak dan pohon-pohon segar.
Terjadinya suatu proses kebakaran dipengaruhi oleh tiga elemen penting
yaitu tersedianya bahan bakar yang mudah terbakar, cukup panas yang digunakan
oleh bahan bakar untuk menaikkan temperatur sampai ke titik penyalaan dan
cukup udara untuk mensuplai oksigen yang dibutuhkan untuk menjaga proses
pembakaran dan menjaga persediaan panas untuk menyalakan bahan bakar yang
belum terbakar, kombinasi ketiga elemen tersebut biasa disebut dengan segitiga
api atau fire triangle (Clar and Chatten, 1954)
Bahan bakar
API
Oksigen
Sumber Panas
C 6 H12O6 + 6O2
Proses Pembakaran:
C6 H12 O6 + 6O2 + Sumber Panas
3. Pembaraan (Smoldering)
Pada fase ini mempunyai dua zona, yaitu (1) zona pirolisis dengan
berkembangnya hasil-hasil pembakaran dan (2) zona arang dengan pelepasan hasil
pembakaran yang tidak terlihat. Laju penjalaran api mulai menurun karena bahan
bakar tidak dapat mensuplai gas-gas yang dapat terbakar. Panas yang dilepaskan
5. Padam (Extinction)
Suatu kebakaran akhirnya berhenti bila semua bahan bakar yang te rsedia
telah dikonsumsi atau ketika panas yang dihasilkan dari oksidasi tidak mampu
lagi untuk menguapkan air yang berasal dari bahan bakar. Panas yang diserap oleh
bahan bakar, udara sekitar atau bahan inorganik akan mempercepat proses
kematian api.
Ada tiga tahap dalam proses kebakaran pada pohon (Chandler et al., 1983)
yaitu:
1. Penyerapan panas (endoterm), dimana bahan bakar menyerap panas sampai
mencapai titik bakar.
2. Peningkatan suhu yang disertai penguapan air dan hancurnya molekul pada
jaringan pohon serta melepaskan kandungannya yang mudah terbakar.
3. Pelepasan panas (eksoterm), dimana bahan bakar selulosa terbakar dan
melepaskan panas serta uap air dari pembakaran.
serta ditandai dengan adanya asap putih yang keluar dari bawah permukaan tanah.
Arah kebakaran bawah adalah kesegala arah sehingga kebakaran bawah berbentuk
lingkaran.
api yang menyala dan kandungan bahan kimia bahan bakar dapat mempengaruhi
flammabilitas (kemudahan untuk terbakar).
2. Kondisi lingkungan (kelembaban dan temperatur)
Kelembaban dan temperatur dapat mempengaruhi kadar air bahan bakar,
mengurangi nyala api, pembakaran dan penjalaran api. Suhu bumi tertinggi (Clar
and Chatten, 1954) terjadi pada pukul 13.30-15.30 WIB yang tidak berhimpit
dengan radiasi matahari maksimum pada pukul 12.00 WIB. Faktor curah hujan,
temperatur dan kelembaban nisbi berpengaruh terhadap kadar air bahan bakar
sehingga berpengaruh terhadap peristiwa kebakaran. Panjang suatu musim
kemarau mempengaruhi panjang musim kebakaran.
3. Angin
Angin berperan dalam penyediaan oksigen untuk menunjang terjadinya
pembakaran, membantu dalam pengeringan bahan bakar dan mempengaruhi arah
penjalaran api, hal ini didukung oleh Chandler et al., (1983) yaitu penjalaran api
sangat dipengaruhi oleh keadaan angin. Udara panas dan angin kencang dapat
menghembuskan bara api sehingga menimbulkan kebakaran baru pada daerah
yang dilaluinya.
4. Topografi
Faktor topografi yang berperan dalam penyebaran api adalah kemiringan.
Ketinggian tempat, letak, lereng dan kondisi permukaan tanah berpengaruh
terhadap penjalaran dan kekerasan pembakaran. Pada daerah yang tidak rata
dimana frekwensi dan variasi topografi cukup besar maka penyebaran kebakaran
hutan tidak teratur yang dapat menyulitkan untuk tindakan pemadaman kebakaran
hutan. Berkaitan dengan kelerengan bahwa kecepatan penjalaran api meningkat
dua kali pada setiap kenaikan kelerengan sebesar 100 (Mc Arthur,1962 dalam
Chandler et al., 1983), kecepatan penjalaran api meningkat dua kali pada
kelerengan 150-300 dan setiap 100 (Chandler et al., 1983), kecepatan penjalaran
api dapat meningkat sepuluh kali lipat pada kelerengan di atas 350 (Sheshukov op.
cit,1970 dalam Chandler et al., 1983).
Karakteristik bahan bakar yang berpengaruh terhadap perilaku api (Clar and
Chatten, 1954) adalah:
1. Ukuran bahan bakar
Bahan bakar halus mudah mengering dan mudah menyerap air. Karena
bahan bakar halus mudah kering maka apabila terbakar akan cepat meluas dan
juga cepat padam. Adapun bahan bakar halus itu berupa ranting, daun, serasah
rumput, dan semak. Mengenai bahan bakar kasar yang cepat mengering sehingga
sulit untuk terbakar seperti pohon, log-log kayu, dll.
C. Dampak Kebakaran
Kebakaran hutan dalam beberapa tahun terakhir ini ter jadi hampir setiap
tahun, khususnya pada musim kering. Kebakaran yang cukup besar terjadi di
Kalimantan Timur yaitu pada tahun 1982/1983 dan tahun 1997/1998.
Menurut Chandler et al., (1983) menyebutkan bahwa kebakaran hutan
banyak menimbulkan pengaruh pada areal yang terbakar tersebut yaitu terhadap
tanah, udara, iklim (terutama iklim mikro), vegetasi, margasatwa, dan ekosistem.
Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/1998
menimbulkan dampak yang sangat luas seperti kerugian material kayu, non kayu
dan hewan. Selain itu, dampak dari kebakaran hutan yang sampai saat ini menjadi
isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara.
Akibat dari kebakaran hutan berpengaruh langsung terhadap satwa liar yang
mempunyai kemampuan terbatas untuk berpindah jauh atau bergerak cepat dan
satwa yang hanya tahan terhadap kondisi suhu dan kelembaban tertentu seperti
serangga dan amfibia.
Dampak lain dari kebakaran hutan adalah rusaknya kondisi tanah hutan.
Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya
mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka
sehingga mudah tererosi dan tidak dapat lagi menahan bencana banjir. Adapun
kerugian akibat bencana banjir tersebut sangat sulit untuk diperhitungkan.
Perusakan serasah atau lapisan penutup tanah akibat ganasnya api atau
mekanisme lainnya akan sangat berpengaruh di dalam suplai makanan, kandungan
air, suhu dan pH tanah yang dapat mengurangi sepertiga jumlah fauna tanah.
Serasah membantu tanah dalam mempertahankan tingginya tingkat kelembaban
yang mempengaruhi kestabilan temperatur sehingga tubuh hewan yang hidup di
dalam tanah tidak kehilangan kelembaban (Wallwork, 1970).
Kebakaran hutan juga berdampak terhadap biota-biota ta nah yang terdapat
pada areal hutan yang terbakar tersebut. Makroorganisme tanah seperti cacing
tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah serta mikroorganisme
tanah seperti mikoriza yang dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara P, Zn,
Cu, Ca, Mg dan Fe akan terbunuh. Selain itu bakteri fiksasi nitrogen pada bintilbintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi nitrogen
akan menurun. Mikroorganisme tersebut mati apabila temperatur melebihi batas
normal, karena sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki adaptasi suhu yang
sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu bertahan
hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang
juga dapat membunuh mikroorganisme tanah tersebut.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan bakar yang
tersedia di setiap plot pengamatan, air, contoh tanah, alkohol 70%, kertas label
dan kantong plastik transparan. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah
thermometer, hygrometer, anemometer, oven, timbangan/neraca digital, parang,
kantong plastik, koran pembungkus, tali, stopwatch, pita ukur, patok kayu, tiang
penggantung alat, tiang bambu berskala (untuk mengukur tinggi api), bahan bakar
minyak, obor penyulut, kamera, timbangan O Hauss, pisau, cangkul, ring tanah,
tabung plastik bekas film, corong berlis, cawan petri, mikroskop, botol aqua,
penggaris, alat tulis dan tally sheet.
C. Metode Penelitian
1. Kegiatan Sebelum Pembakaran
a. Pengukuran parameter kondisi lingkungan
Sebelum kegiatan pembakaran, dilakukan pengukuran kondisi lingkungan.
Parameter yang diukur adalah suhu udara dengan menggunakan thermometer,
kelembaban udara dengan menggunakan hygrometer serta kecepatan angin
dengan menggunakan anemometer. Pengukuran dilakukan pada setiap plot untuk
mengetahui kondisi lingkungan sebelum dilakukan pembakaran.
c. Penyiapan lahan
Seluruh vegetasi (semak, semai, pancang, tiang dan pohon) yang ada pada
masing-masing plot ditebang dan ditebas mulai dari pangkal kemudian
dikeringkan selama 5 minggu secara ala mi dibawah terik matahari.
b. Proses Pembakaran
Proses pembakaran dilakukan dengan metode Ring Firing pada masingmasing plot mulai dari pukul 14.10 hingga 15.45 WIB dengan menggunakan obor
minyak tanah yang terbuat dari kain sebagai sumber api. Dimulai denga n
penentuan titik pembakaran sebanyak 4 titik oleh 4 orang yang akan melakukan
penyulutan api.
B
BAHAN BAKAR
C
D
Gambar 3. Metode pembakaran pada plot
Keterangan:
A, B, C, D : Pembakar
: Arah pembakaran
: Arah angin
c. Pengukuran suhu pembakaran
Suhu api diukur pada 5 titik yaitu pada permukaan tanah, kedalaman 1 cm,
5 cm, 10 cm dan 15 cm di bawah permukaan tanah dengan menggunakan
thermometer tanah.
d. Pengukuran laju penjalaran api
Dilakukan dengan memasang kayu yang dipancangkan pada setiap 1 m di
sisi plot. Laju penjalaran api dihitung dengan merata -ratakan jarak yang ditempuh
muka api per menit. Adapun alat yang digunakan adalah stopwatch dan pita ukur.
X X X
X
X
5. Analisis Data
Analisis statistik rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan bentuk persamaan :
yi j =
+ i
i j
Dimana :
yij = Parameter pada plot ke-i dan pengukuran ke-j
= Rataan umum
I = Pengaruh plot ke -i
ij = Pengaruh acak pada plot ke-i pengukuran ke -j
Selanjutnya dengan menggunakan Uji Duncan dengan p<0,05 untuk melihat
hubungan parameter yang diukur untuk setiap plot penelitian yang menggunakan
analisis One Way Anova dengan software SPSS.
Pi ln Pi
dengan
Pi = ni/N
X 100 %
a+b
Keterangan :
IS = Index of Similarity (indeks kesamaan antara 2 komunitas)
sebelum dan setelah pembakaran
W = Nilai yang lebih rendah atau sama dengan dari 2 komunitas
yang dibandingkan
a = total komunitas fauna tanah sebelum pembakaran
b = total komunitas fauna tanah setelah pembakaran
Nilai IS berkisar antara 100 % dan 0 %. Nilai 100 % menunjukkan apabila dua
komunitas fauna tanah yang dibandingkan benar-benar sama (persis kembali ke
kondisi sebelum dibakar), nilai 0 % apabila dua komunitas tersebut berbeda. Pada
umumnya dua komunitas dianggap sama apabila mempunyai nilai IS>75 %.
e. Uji Duncan dengan p<0.05 untuk mengetahui hubungan antara nilai kekayaan
jenis, keragaman jenis dan kemerataan jenis untuk beberapa periode sebelum dan
setelah pembakaran yang menggunakan analisis One Way Anova dengan software
SPSS.
B. Topografi
Areal penelitian terletak pada ketinggian berkisar antara 200-300 m di atas
permukaan laut dengan keadaan lapangan yang datar.
C. Iklim
Daerah ini termasuk dalam kategori iklim basah dengan tipe curah hujan A
(menurut Scmidt dan Fergusson), curah hujan rata-rata 3000-4000 mm/tahun dan
jumlah hari hujan rata-rata 140-260 hari/tahun.
Kondisi iklim daerah ini pada periode tahun 2004 dan 2005 dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata -rata unsur iklim bulanan periode tahun 2004 dan 2005 di wilayah
Bogor
Unsur Iklim
Suhu
Suhu
Suhu
Kelembaban
Lama
Kecepatan
Curah
rataMaksi
Minim
Relatif (%)
Penyinaran
Angin
hujan
rata
mum
um
Matahari (%)
(km/jam)
(mm)
0
0
0
( C)
( C)
( C)
Januari 04
25.6
30.9
22.5
88
57
2.1
376
Februari
25.3
30.3
22.9
89
30
1.8
232
Maret
25.8
31.8
23.0
85
53
2.3
246
April
26.3
32.6
23.2
87
76
2.3
462
Mei
26.1
32.4
23.1
86
70
1.7
258
Juni
25.4
31.9
21.7
82
75
1.8
142
Juli
25.5
31.7
22.2
83
79
1.7
283
Agustus
25.7
32.5
21.4
76
87
2.1
221
September
25.8
32.5
22.3
82
82
2.2
161
Oktober
26.3
33.1
22.4
80
88
2.3
220
November
26.1
32.0
26.1
86
64
2.3
238
Desember
25.8
30.7
23.1
86
35
2.3
302
Rata-rata
25.8
32.0
22.8
84.0
69.0
2.0
262
Januari 05
25.2
29.7
23.0
90
35
2.3
332
Februari
25.4
30.8
23.0
89
48
2.1
303
Maret
26.0
31.3
23.2
87
59
2.4
362
April
26.2
31.9
23.2
85
67
2.3
199
Mei
26.4
31.9
23.5
85
74
1.9
233
Juni
25.9
31.4
23.0
87
67
1.9
484
Rata-rata
25.8
31.1
23.2
87.1
56.6
2.2
318.8
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II, Stasiun Klimatologi Kelas I Darmaga Bogor
Bulan
Hari
hujan
(Hari)
14
15
14
19
9
5
8
4
11
12
14
14
12
12
13
11
9
12
16
12.2
Tabel 1 menunjukkan bahwa suhu udara rata -rata bulanan periode tahun
2004 berkisar antara 25.3 0C sampai dengan 26.3 0 C, suhu udara rata-rata terendah
terjadi pada bulan Februari sebesar 25.3 0C dan tertinggi terjadi pada bulan April
dan Oktober sebesar 26.3 0C. Pada tahun 2005 suhu udara rata-rata berkisar antara
25.2 0C sampai 26.4 0 C dengan suhu udara rata-rata terendah pada bulan Januari
sebesar 25.2 0 C dan tertinggi pada bulan Mei sebesar 26.4 0C.
Suhu udara maksimum pada tahun 2004 berkisar antara 30.3 0C sampai
dengan 33.1 0 C, suhu udara maksimum terendah terjadi pada bulan Februari
sebesar 30.3 0C dan tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 33.1 0C. Pada
tahun 2005 suhu udara maksimum berkisar antara 29.7
udara maksimum terendah pada bulan Januari sebesar 29.7 0C dan tertinggi pada
bulan April dan Mei sebesar 31.9 0C.
Suhu udara minimum pada tahun 2004 berkisar antara 21.4 0 C sampai
dengan 26.1 0C, suhu udara minimum terendah yaitu pada bulan Agustus sebesar
21.4 0 C dan tertinggi pada bulan November sebesar 26.1 0C. Pada tahun 2005
suhu udara minimum berkisar antara 23.0 0C sampai 23.5 0C, suhu udara
minimum terendah terjadi pada bulan Januari, Februari dan Juni sebesar 23.0 0C
sedangkan suhu udara minimum tertinggi terjadi pada bulan Mei sebesar 23.5 0C.
Kelembaban relatif merupakan kebalikan dari suhu udara rata -rata dan suhu
udara maksimum. Pada tahun 2004 kelembaban relatif berkisar antara 76 %
sampai 89 %, kelembaban relatif terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu
sebesar 76 % dan tertinggi pada bulan Februari sebesar 89 %. Kelembaban relatif
pada tahun 2005 berkisar antara 85 % sampai 90 %, kelembaban relatif terendah
terjadi pada bulan April dan Mei sebesar 85 % sedangkan tertinggi pada bulan
Januari sebesar 90 %.
Pada tahun 2004 lama penyinaran matahari berkisar antara 30 % sampai
dengan 88 %, lama penyinaran matahari terendah terjadi pada bulan Februari
sebesar 30 % (suhu udara maksimum terendah, kelembaban relatif tertinggi) dan
tertinggi terjadi pada bulan Oktober sebesar 88 %. Pada tahun 2005 lama
penyinaran matahari berkisar antara 35 % sampai 74 %, lama penyinaran matahari
terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 35 % dan tertinggi pada bulan Mei
sebesar 74 %.
Kecepatan angin pada tahun 2004 berkisar antara 1.7 km/jam sampai 2.3
km/jam, kecepatan angin terendah terjadi pada bulan Mei dan Juli sebesar 1.7
km/jam sedangkan tertinggi terjadi pada bulan Maret, April, Oktober, November
dan Desember sebesar 2.3 km/jam. Kemudian kecepatan angin pada tahun 2005
berkisar antara 1.9 km/jam sampai 2.4 km/jam, kecepatan angin terendah terjadi
pada bulan Mei dan Juni sebesar 1.9 km/jam sedangkan tertinggi terjadi pada
bulan Maret sebesar 2.4 km/jam.
Pada periode tahun 2004 curah hujan berkisar antara 142 mm sampai dengan
462 mm, curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 142 mm dan
tertinggi pada bulan Apr il sebesar 462 mm sedangkan pada tahun 2005 curah
hujan berkisar antara 199 mm sampai 484 mm dengan curah hujan terendah
terjadi pada bulan April sebesar 199 mm dan tertinggi pada bulan Juni yaitu
sebesar 484 mm. Pada tahun 2004 kejadian hujan berkisar antara 4 hari sampai
dengan 19 hari, kejadian hujan terendah pada bulan Agustus dengan jumlah hari
hujan sebesar 4 hari dan tertinggi pada bulan April dengan 19 hari hujan
sedangkan pada tahun 2005 kejadian hujan berkisar antara 9 hari sampai 16 hari
dimana terendah terjadi pada bulan April sebesar 9 hari hujan dan tertinggi pada
bulan Juni sebesar 16 hari hujan.
D. Tanah
Menurut peta tanah Propinsi Jawa Barat 1966 dengan skala 1:250.000, tanah
di daerah ini termasuk jenis tanah Podsolik Merah Kuning dan sebagian Latosol
Coklat Kuning dengan bahan induk batuan ilat dengan fisiografi bukit lipatan.
Tanah ini bersifat masam dengan pH berkisar antara 4,5-4,7. Sedangkan tekstur
tanahnya liat dan berstruktur gumpal, dengan drainase agak baik sampai baik,
solum tanah agak dalam, kandungan bahan organik N, P dan K relatif rendah.
E. Vegetasi
Lokasi penelitian didominasi antara lain oleh jenis pohon Puspa (Schima
walichii), Sempur (Dillenia suffruticosa ), Ki Sireum (Eurya acuminata) dan jenis
tumbuhan bawah antara lain adalah Rumput Kawat (Cynodon dactylon),
Harendong Hitam (Melastoma
plot
penelitian.
Adapun
sebelum
penebangan
dilakukan
pengukuran terhadap ketebalan bahan bakar serasah, hal ini bertujuan untuk
mengetahui berapa besar penurunan ketebalan serasah setelah dilakukan
pembakaran. Pada sesaat setelah penebangan dan sesaat sebelum pembakaran
dilakukan pengukuran terhadap muatan bahan bakar, ketebalan bahan bakar dan
kadar air bahan bakar (serasah, ranting, batang). Selain itu pada sesaat sebelum
pembakaran juga dilakukan pengukuran kadar air tanah yang berpengaruh
terhadap besar kecilnya suhu tanah pada proses pembakaran.
Plot 1
Plot 2
Plot 3
Rata-rata
(10.00 4.00)a
(9.00 2.65)a
(8.00 2.87)a
(9.00 3.17)a
(7.50 3.29)ab
(5.17 2.36)a
(7.90 1.48)a
(20.57 6.50)a
(28.33 7.37)a
(4.30 1.99)a
(4.53 2.86)a
(8.17 5.20)a
(17.00 9.53)a
(26.67 5.03)a
(10.53 2.83)b
(5.67 1.53)a
(7.17 3.40)a
(23.37 2.76)a
(25.00 4.58)a
(20.31 6.26)a
(26.67 5.66)a
(134.4419.97)a
(99.44 77.32)a
(90.03 54.37)a
(107.3750.55)a
(104.4133.74)a
(43.91 27.74)a
(91.71 21.13)a
(80.01 27.54)a
(92.74 28.52)a
(59.75 25.76)a
(97.11 54.02)a
(83.20 36.10)a
(90.19 38.06)a
(3.33 3.30)a
(1.50 0.70)a
(3.50 0.46)a
(8.33 2.51)a
(17.00 4.58)c
(1.27 0.64)a
(1.06 0.06)a
(3.17 1.76)a
(5.49 1.70)a
(8.67 1.15)a
(1.33 0.42)a
(1.70 0.44)a
(3.00 1.00)a
(6.03 0.29)a
(14.67 4.16)b
(41.57 19.32)a
(51.89 13.98)a
(29.67 13.32)a
(41.04 15.54)a
21.95
(50.45 18.40)a
(40.25 23.36)a
(64.16 20.83)a
(51.62 20.86)a
42.86
(49.35 20.67)a
(29.67 2.72)a
(62.84 30.92)a
(47.29 18.10)a
27.39
(6.62 1.50)a
(46.65 18.17)a
30.73
Keterangan : a,b,c : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (Uji Duncan)
8.67 cm (sekitar 65.32 %) sampai 17 cm (sekitar 39.99 %), yang terendah sebesar
8.67 cm (plot 2) dan tertinggi sebesar 17 cm (plot 1). Berdasarkan Uji Dunc an
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara plot 1 dengan plot 2 dan plot 3 pada
ketebalan bahan bakar sesaat sebelum pembakaran (Tabel 2). Kemudian kadar air
bahan bakar rata-rata sesaat setelah penebangan berkisar antara 80.01 % sampai
107.37 %, dimana kadar air rata-rata terendah sebesar 80.01 % (plot 2) dan
tertinggi sebesar 107.37 % (plot 1). Pada sesaat sebelum pembakaran, kadar air
bahan bakar rata-rata mengalami penurunan menjadi 41.04 % (sekitar 48.71 %)
sampai 51.62 % (sekitar 51.92 %) dimana terendah sebesar 41.04 % pada plot 1
dan tertinggi sebesar 51.62 % pada plot 2. Pengaruh utama dari turunnya kadar
air bahan bakar (Rural Fire Service) adalah meningkatkan kemudahan bahan
bakar untuk menyala. Menurut Brown dan Davis (1973), kadar air bahan bakar
yang kecil dari 5 % pada bahan bakar halus dan kasar cenderung kecepatan
menjalar sebanding. Pada kadar air 5-10 %, api pada bahan bakar halus menjalar
lebih cepat daripada bahan bakar kasar, dan di atas 10 % kecepatan cenderung
sebanding lagi.
Selain itu pada kondisi sesaat sebelum pembakaran dilakukan pengukuran
terhadap kadar air tanah dengan hasil berkisar antara 21.95 % sampai 42.86 %,
kadar air tanah yang terendah sebesar 21.95 % (plot 1) sedangkan tertinggi
sebesar 42.86 % (plot 2). Kadar air ta nah sangat menentukan besar kecilnya suhu
pembakaran pada area plot pengamatan.
B. Perilaku Api
Sebelum proses pembakaran, terlebih dahulu dilakukan penyiapan lahan di
areal penelitian menggunakan metode tebang atau tebas (Slash and Burning).
Semua vegetasi yang terdapat di areal penelitian (semak, semai, pancang, tiang
dan pohon) ditebang atau ditebas lalu dibiarkan mengering secara alami di bawah
sinar matahari selama 5 minggu agar diperoleh kadar air yang kecil dan relatif
seragam. Dengan kadar air yang kecil dan relatif seragam diharapkan api menjalar
dengan cepat dan menghasilkan pembakaran yang sedikit asap.
Perilaku api dapat diperoleh pada saat melakukan proses pembakaran yang
merupakan suatu reaksi api terhadap lingkungannya seperti keadaan baha n bakar
yang tersedia untuk terbakar (muatan bahan bakar, ketebalan bahan bakar, kadar
air bahan bakar), iklim, kondisi cuaca lokal (suhu udara, kelembaban udara,
kecepatan angin) dan topografi.
Tabel 3. Perilaku Api dan Kondisi setelah Pembakaran
Parameter
Kondisi Cuaca
Suhu Udara (0 C)
Kelembaban Relatif (%)
Kecepatan angin (m/dtk)
Perilaku Api
Tinggi api (m)
Intensitas api (kW/m)
Penjalaran api (m/menit)
Panas per unit area (Kj/m2)
Suhu pembakaran (0 C)
Permukaan tanah (0cm)
1 cm di bawah permukaan
5 cm di bawah permukaan
10 cm di bawah permukaan
15 cm di bawah permukaan
Suhu setelah api padam
Permukaan tanah (0cm)
1 cm di bawah permukaan
5 cm di bawah permukaan
10 cm di bawah permukaan
15 cm di bawah permukaan
Kelerengan (%)
Luas plot (ha)
Waktu pembakaran(WIB)
Lama pembakaran(menit)
Setelah pembakaran
% bahan bakar yang terbakar
Plot 1
Plot 2
Plot 3
33
70
2.12
34
60
1.05
34
60
1.10
(3.600.65)b
(3946.321557.62)b
(1.560.027)c
(2532.451010.60)c
(2.600.42)a
(1934.08641.57)a
(1.360.027)a
(1428.38483.73)a
(3.100.42)ab
(2811.51790.99)ab
(1.49 0.029)b
(1886.97542.44)ab
765
50
42
39
39
455
42
31
29
29
580
49
33
30
29
41.5
31.1
30.7
30
30
0
0.0025
14.10
21
36.5
33.6
29.4
27.4
27.3
0
0.0025
14.51
19.1
37.3
35.3
29.5
29.4
28.4
0
0.0025
15.15
15.3
Serasah
100
98
100
95
97
90
Batang
80
60
70
% luas lahan yang terbakar
100
96
100
% penutupan abu
98
90
95
Keterangan : a,b,c : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak ber beda nyata (Uji Duncan)
Ranting
Faktor cuaca (Chandler et al., 1983) terutama curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara akan berpengaruh terhadap peristiwa kebakaran hutan,
sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kadar air bahan bakar. Pembakaran
plot dilakuka n pada siang hari karena pada saat itu suhu permukaan bumi berada
pada ketinggian tertinggi yang biasanya terjadi pada jam 13.30-15.30 yang tidak
berhimpit dengan radiasi matahari maksimum.
Selama proses pembakaran diperoleh rata-rata tinggi nyala api berkisar
antara 2.6 m sampai 3.6 m, tinggi nyala api terendah sebesar 2.6 m (plot 2) dan
tertinggi sebesar 3.6 m (plot 1). Berdasarkan Uji Duncan menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata antara tinggi nyala api pada plot 1 dan plot 2 tetapi tidak
berbeda nyata dengan plot 3 (Tabel 3). Pada plot penelitian juga menunjukkan laju
penjalaran api berkisar antara 1.36 m/menit sampai dengan 1.56 m/menit dimana
terendah sebesar 1.36 m/menit (plot 2) dan tertinggi sebesar 1.56 m/menit (plot 1).
berdasarkan Uji Duncan menunjukkan perbedaan yang nyata antara plot 1, plot 2
dan plot 3 pada parameter laju penjalaran api pada proses pembakaran (Tabel 3).
Dari hasil pengukuran parameter tinggi nyala api, diperoleh besarnya
intensitas kebakaran. Adapun besarnya intensitas kebakaran berkisar antara
1934.08 kW/m sampai 3946.32 kW/m, yang terendah sebesar 1934.08 kW/m
(plot 2) dan tertinggi sebesar 3946.32 kW/m (plot 1). Berdasarkan Uji Duncan
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara plot 1 dengan plot 2 tetapi tidak
berbeda nyata dengan plot 3 (Tabel 3). Panas per unit area berkisar antara 1428.38
Kj/m2 sampai 2532.45 Kj/m2 dimana terendah sebesar 1428.38 Kj/m2 (plot 2) dan
tertinggi sebesar 2532.45 Kj/m2 (plot 1). Berdasarkan Uji Duncan menunjukkan
adanya perbedaan nyata antara plot 1 dengan plot 2 dan plot 3 (Tabel 3).
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perilaku api yang
paling baik adalah pada plot 1 karena plot 1 memiliki muatan bahan bakar dan
ketebalan bahan bakar tertinggi yaitu sebesar 8.33 ton/ha dan 17 cm serta kadar
air bahan bakar rata -rata terendah sebesar 41.04 % dibandingkan dengan plot
lainnya (Tabel 2).
Besar kecilnya suhu pembakaran berkaitan dengan kadar air bahan
bakarnya. Plot 1 memiliki kadar air bahan bakar terendah berarti menghasilkan
suhu pe mbakaran tertinggi dari plot lainnya. Suhu pembakaran pada plot 1
berkisar antara 39 0C sampai 765 0 C, suhu pembakaran terendah pada kedalaman
tanah 10 cm dan 15 cm sebesar 39 0C dan tertinggi sebesar 765 0C pada
permukaan tanah. Setelah 5 menit api pembakaran padam terjadi penurunan suhu
Suhu pembakaran
(600.00 155. 96)b
(47.00 4.36)a
(35.33 5.86)a
(32.67 5.51)a
(32.33 5.77)a
Keterangan : a,b,c : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (Uji Duncan)
tinggal asalnya telah terganggu oleh penebangan dan tidak sedikit juga fauna
tanah yang masih dapat bertahan di lingkungan tersebut.
Pada kondisi sesaat setelah pembakaran tidak ditemukan fauna tanah pada
permukaan tanah karena mati akibat pemanasan dari pembakaran tetapi pada
tingkat kedalaman 0-5 cm ditemukan fauna tanah yang masih hidup yaitu berupa
larva Coleoptera dengan suhu pembakaran sekitar 31-42 0C. Pada 3 hari setelah
pembakaran terjadi penurunan jumlah individu pada permukaan tanah sebesar
88.18 %, jumlah ordo sebesar 72.73 % dan jumlah famili sebesar 68.42 %.
Sementara penurunan jumlah individu pada tingkat kedalaman 0-5 cm sebesar
79.29 %, jumlah ordo sebesar 62.5 % dan jumla h famili sebesar 66.67 %. Kondisi
1 minggu setelah pembakaran juga mengalami penurunan jumlah individu fauna
tanah sebesar 84.88 %, jumlah ordo sebesar 54.55 % dan jumlah famili sebesar
57.89 % pada permukaan tanah sedangkan pada kedalaman 0-5 cm jumlah
individu menurun sebesar 57.11 %, jumlah ordo sebesar 12.5 % dan jumlah famili
sebesar 25 %. Kemudian penurunan jumlah individu pada 2 minggu setelah
pembakaran di permukaan tanah sebesar 65.06 %, jumlah ordo sebesar 36.36 %,
jumlah famili sebesar 42.11 % sedangkan penurunan jumlah individu pada
kedalaman 0-5 cm sebesar 41.42 %, jumlah famili sebesar 16.67 %. Jumlah ordo
pada periode ini sama dengan sebelum penebangan tetapi komposisi jenis ordo
yang berbeda (Tabel 5). Pada 3 minggu setelah pembakaran, penur unan jumlah
individu pada permukaan tanah sebesar 62.01 %, jumlah ordo sebesar 27.27 %
dan pada tingkat kedalaman 0-5 cm jumlah individu berkurang sebesar 35.56 %
tetapi jumlah ordo yang ditemukan meningkat daripada sebelum penebangan
sebesar 11.1 % karena adanya perbedaan komposisi ordo serta munculnya ordo
baru. Penurunan jumlah famili pada periode ini di permukaan tanah maupun
kedalaman 0-5 cm sama dengan periode sebelumnya yaitu pada 2 minggu setelah
pembakaran. Dan pada 4 minggu setelah pembakaran juga mengalami penurunan
jumlah individu, ordo serta jumlah famili fauna tanah tetapi persentase
penurunannya tidak terlalu besar karena kondisi area penelitian mulai kembali
seperti keadaan semula. Pada permukaan tanah terjadi penurunan jumlah individu
sebesar 61.25 %, jumlah famili sebesar 26.32 % dan penurunan jumlah ordo sama
dengan periode 3 minggu setelah pembakaran sedangkan pada tingkat kedalaman
0-5 cm terjadi penurunan jumlah individu sebesar 32.01 % dan jumlah famili
sebesar 25 %. Jumlah ordo yang ditemukan sama dengan periode sebelum
penebangan, hanya komposisi ordo yang berbeda.
Berdasarkan hasil di atas bahwa setelah proses pembakaran terjadi
penurunan kelimpahan fauna tanah berdasarkan ordo dan famili pada beberapa
periode setelah pembakaran. Pada permukaan tanah terjadi penurunan kelimpahan
fauna tanah tertinggi daripada kedalaman 0-5 cm, hal ini disebabkan oleh faunafauna tanah yang terdapat di permukaan tanah lebih sensitif apabila terjadi
gangguan terhadap lingkungannya dibandingkan dengan fa una-fauna tanah yang
terdapat pada lapisan tanah (kedalaman 0-5 cm). Pada areal plot penelitian
sebelum penebangan, sesaat setelah penebangan dan setelah pembakaran terlihat
bahwa fauna tanah yang paling banyak adalah dari ordo Hymenoptera (semut)
famili Formicidae. Ordo Hymenoptera merupakan serangga yang paling seragam
dalam hal habitat dan struktur pada setiap fase baik stadium larva maupun stadium
dewasa. Jumlah yang besar dari ordo ini merupakan suatu bukti tentang
keberhasilannya sebagai sebuah kelompok yang mampu beradaptasi terhadap
habitatnya dan dalam hal keragaman makanannya.
1
2
3
4
5
6
7
Sebelum penebangan
Sesaat setelah penebangan
3 hari setelah pembakaran
1 minggu setelah pembakaran
2 minggu setelah pembakaran
3 minggu setelah pembakaran
4 minggu setelah pembakaran
5 cm
Penurunan
48.35 %
63.48 %
15.73 %
10.12 %
11.8 %
22.43 %
permukaan tanah dan sebesar 63.48 % pada tingkat kedalaman tanah 0-5 cm jika
dibandingkan dengan periode-periode pasca pembakaran lainnya.
3
2.69
2.5
Nilai Dmg
2.27
1.78
1.78
1.46 1.5
1.5
0.92
0.52
1.6
1.75
1.57
1.38
1.1
Permukaan
0-5 cm
0.65
0.5
0
sblm
sesaat stlh
penebangan
pnbgn
3 hari
1 mg
2 mg
3 mg
4 mg
waktu
Gambar 6. Nilai kekayaan jenis (Dmg) fauna tanah sebelum dan setelah pembakaran di
hutan Sekunder Haurbentes Jasinga, Jawa Barat
1
2
3
4
5
6
7
Sebelum penebangan
Sesaat setelah penebangan
3 hari setelah pembakaran
1 minggu setelah pembakaran
2 minggu s etelah pembakaran
3 minggu setelah pembakaran
4 minggu setelah pembakaran
Tabel 8 dan Gambar 7 menunjukkan nilai keragaman jenis fauna tanah (H)
sebelum penebangan tertinggi pada permukaan tanah sebesar 2.116 dan terendah
pada tingkat kedalaman 0-5 cm sebesar 2.01. Pada sesaat setelah penebangan
terjadi penurunan keragaman jenis sebesar 36.29 % di permukaan tanah dan
sebesar 25.82 % di kedalaman 0-5 cm. Keragaman jenis fauna tanah berkurang
setelah terjadi pembakaran yang terlihat pada persentase penurunan nilai H pada
beberapa periode pasca pembakaran (Tabel 8). Penurunan nilai kekayaan jenis
fauna tanah paling tinggi setelah pembakaran juga terdapat pada periode 3 hari
sete lah pembakaran sebesar 27.98 % pada permukaan tanah dan sebesar 41.44 %
pada tingkat kedalaman 0-5 cm.
2.5
2.116
2.135
2.01
1.782
Nilai H'
1.491
1.715
1.993 1.987
1.838
2.062
1.76
1.524
1.348
1.5
Permukaan
0-5 cm
1.177
0.5
0
sblm
penebangan
sesaat stlh
pnbgn
3 hari
1 mg
2 mg
3 mg
4 mg
waktu
Gambar 7. Indeks keragaman jenis (H) fauna tanah sebelum dan setelah pembakaran di
hutan Sekunder Haurbentes Jasinga, Jawa barat
Nilai keragaman jenis fauna tanah (H) antara sebelum penebangan dengan
setelah pembakaran cukup bervariasi. Pada 2 minggu setelah pembakaran terlihat
bahwa nilai keragaman jenisnya meningkat sekitar 5.85 % dari sebelum
penebangan, hal ini diduga karena pada periode ini telah muncul jenis fauna tanah
baru dalam jumlah yang cukup banyak disamping fauna tanah yang sudah ada.
Selain itu sangat tersedianya sumber makanan dan tempat hidup bagi jenis fauna
baru tersebut sehingga terdapat dalam jumlah yang cukup banyak Adapun fauna
baru tersebut adalah Isoptera (Termitidae), Metastigmata (Argacidae) dan
Cryptostigmata (Rhysotritiidae dan Sclerobatydae). Nilai kekayaan jenis (H)
pada 4 minggu setelah pembakaran sekitar 2.55 % mendekati nilai H kondisi
awal dengan kata lain pada periode ini kekayaan jenis fauna tanah baru mencapai
94.75 % pada permukaan tanah dan 87.56 % pada tingkat kedalaman 0-5 cm dari
kondisi semula.
Borror et al., (1979) menyatakan bahwa famili Termitidae (rayap) sering
dijumpai di pohon, tanah diantara perakaran dan berbagai tempat lainnya. Rayap
sangat cepat perkembangannya sehingga populasinya sangat besar dan berpusat di
sarangnya. Rayap ini ditemukan pada areal yang sudah terbakar karena pada areal
ini tersedia sumber makanannya seperti kayu-kayu kering atau lembab.
Ordo Metastigmata dan Cryptostigmata merupakan jenis Acarina. Jenis
tersebut merupakan mesofauna yang banyak ditemukan pada lapisan permukaan,
lapisan fermentasi dan lapisan humus. Acarina mengkonsumsi tanaman yang
lapuk, lumut, fungi dan alga. Acarina juga berperan sebagai dekomposer. Pada
lahan hutan yang tidak kondusif bagi dekomposer yang lebih besar maka
Pada Tabel 9 dan Gambar 8 terlihat bahwa nilai kemerataan jenis fauna
tanah (E) sebelum penebangan dan setelah pembakaran pada permukaan tanah
dan pada kedalaman 0-5 cm hampir mendekati 1 yang artinya sebaran kelimpahan
individu pada masing-masing famili hampir merata, jadi tidak ada famili yang
jumlah individunya mendominasi.
Nilai kemerataan jenis fauna tanah (E) pada permukaan tanah sebelum
penebangan sebesar 0.719 dan pada kedalaman 0-5 cm sebesar 0.809 kemudian
sesaat setelah dilakukan penebangan kemerataan jenis pada permukaan tanah
sebesar 0.973 dan untuk kedalaman 0-5 cm sebesar 0.832. Setelah pembakaran,
nilai kemerataan jenis fauna tanah tertinggi terdapat pada periode 1 minggu
setelah pembakaran yaitu pada permukaan tanah sebesar 0.857 sedangkan pada
tingkat kedalaman tanah 0-5 cm tertinggi pada 2 minggu setelah pembakaran yaitu
sebesar 0.927.
1.2
0.973
Nilai E
0.8
0.927
0.832
0.809
0.85 0.849
0.857
0.781
0.719
0.831
0.863
0.766
0.781 0.801
Permukaan
0-5 cm
0.6
0.4
0.2
0
sblm
penebangan
sesaat stlh
pnbgn
3 hari
1 mg
2 mg
3 mg
4mg
waktu
Gambar 8. Indeks kemerataan jenis (E) fauna tanah sebelum dan setelah pembakaran di
hutan Sekunder Haurbentes Jasinga, Jawa Barat
cahaya matahari, nutrisi makanan yang tersedia dan faktor gangguan di sekitar
areal pengamatan yang dapat mempengaruhi kelimpahan individu fauna tanah.
Keadaan organisme pada lokasi kebakaran mengalami perubahan. Dari nilai
INP fauna tanah maka tingkat kemiripan dari dua komunitas atau Index of
Similarity (IS) dapat diketahui seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Tingkat kemiripan dua komunitas/Index of Similarity (IS)
Periode
Sebelum
penebangan
Sesaat
setelah
penebangan
3 hari
52.87 %
68.99 %
Setelah pembakaran
1 minggu
2 minggu
3 minggu
74.86 %
71.89 %
69.35 %
4 minggu
73.3 %
Tabel 11. Rata -rata Nilai kekayaan jenis (Dmg), keragaman jenis (H) dan nilai
kemerataan jenis (E) fauna tanah sebelum dan setelah pembakaran di
hutan Sekunder Haurbentes, Jasinga, Jawa Barat
Periode pembakaran
Dmg
Sebelum penebangan
(2.235 0.643)d
(0.764 0.064)b
(0.720 0.283)ab
(1.419 0.101)bc
(0.903 0.099)b
(0.875 0.318)bc
(1.350 0.245)b
(0.849 0.001)b
(1.480 0.028)bcd
(1.749 0.047)cd
(0.819 0.054)b
(1.690 0.127)cd
(1.987 0.210)d
(0.846 0.114)b
(1.660 0.127)cd
(1.990 0.004)d
(0.847 0.023)b
(1.825 0.629)d
(1.911 0.214)d
(0.791 0.014)b
Keterangan : a,b,c : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (Uji Duncan)
Uji Duncan menunjukkan nilai kekayaan jenis (Dmg) fauna tanah sebelum
penebangan berbeda nyata dengan sesaat setelah penebangan dan 3 hari setelah
pembakaran tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai Dmg pada 1 minggu, 2
minggu, 3 minggu dan 4 minggu setelah pembakaran karena nilai Dmg yang
diperoleh pada periode tersebut mulai mendekati nilai Dmg pada kondisi semula.
Hal yang sama terjadi juga pada nilai ke ragaman jenis fauna tanah (H).
Berbeda dengan nilai Dmg dan nilai H, berdasarkan Uji Duncan nilai
kemerataan jenis (E) fauna tanah pada sebelum dan setelah pembakaran tidak
berbeda nyata. Berarti penyebaran kelimpahan individu fauna tanah di setiap
familinya relatif merata baik pada sebelum penebangan maupun setelah
pembakaran.
Berdasarkan hasil di atas (Tabel 11) menunjukkan bahwa nilai Dmg
(kekayaan jenis), H (keragaman jenis) dan E (kemerataan jenis) fauna tanah pada
sebelum penebangan, sesaat setelah penebangan, 3 hari setelah pembakaran dan 2
minggu setelah pembakaran menunjukkan perbedaan yang paling signifikan
dibandingkan periode yang lainnya.
3
2.69
2.5
2.135
2.116
2.01
1.78
sblm ditbg
1.838
1.78
1.6
1.5
1.524
stlh ditbg
3 hr stlh dibkr
1.491
2 mg stlh dibkr
1.348
1.177
1.1
0.973
0.92
0.85
0.766
0.719
0.65
0.927
0.52
0.5
0
Dmg (perm)
Dmg (0-5cm)
H' (perm)
H' (0-5cm)
E (perm)
E (0-5cm)
Gambar 9. Nilai Dmg, H, E pada sebelum penebangan, sesaat setelah penebangan, 3 hari
setelah pembakaran dan 2 minggu setelah pembakaran
kekayaan jenis (Dmg) dan keragaman jenis fauna tanah (H) mengalami
penurunan tetapi sampai pada minggu ke-4 setelah pembakaran mulai mendekati
kondisi semula. Lain halnya dengan nilai kemerataan jenis fauna tanah (E), akibat
pembakaran tidak menjamin terjadinya penurunan karena nilai kemerataan jenis
ini menggambarkan sebaran kelimpahan individu fauna tanah di setiap familinya.
Nilai ke merataan jenis fauna tanah pada kondisi sebelum dan setelah pembakaran
hampir mendekati, hal ini berarti sebaran kelimpahan individu fauna tanah pada
masing-masing familinya hampir merata jadi tidak ada famili yang jumlah
individunya mendominasi.
B. Saran
Diperlukan pengamatan dengan periode lebih dari 4 minggu setelah
pembakaran terhadap kondisi fauna tanah seperti kekayaan jenis, keragaman jenis
dan kemerataan jenis untuk melihat proses pemulihan areal yang terbakar.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2004. Studi Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Biota Tanah dengan
Metode Forest Health Monitoring di Taman Buru Masigit Gunung
Kareumbi Sumedang. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor
Brown, A. A and K. P. Davis. 1973. Forest Fire Control and Use. Mc. Graw-Hill
Books Company. New York. 658p.
Burges, A dan F. Raw. 1967. Soil Biology. Academic Press. London, New York.
Baeza, J. M, Hidalgo-Gonzales. C. J, Luis. D. M. 2004. Fuel Characteristic and
Fire Behaviour in Mature Mediterranean Gorse Shrublands. International
Journal of Wildland Fire. Volume 13. No. 1. pp : 83-84.
Borror, D. J., C. A. Triplehon dan N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga : Edisi Keenam (Terjemahan). Gadjah Mada University.
Yogyakarta.
Chandler, C., D. Che ney., P. Thomas., L. Trabaud., and D. Williams. 1983. Fire in
Forestry : Forest Fire Behaviour and Effects. Volume I. John Wiley and
Sons. New York. 450p.
Clar, C. R and L. R. Chatten. 1954. Principles of Forest Fire Management.
Department of Natural Resources Division of Forestry. California. 200p.
DeBano, L. F., D. G. Neary and P. F. Folliot. 1998. Fires Effect on Ecosystems.
John Wiley and Sons, Inc. New York.
Fuller, M. 1991. Forest Fire. John Wiley and Sons Inc. Canada, p:32-37.
Groombridge, B. 1992. Global Biodiversity: Status of the Earths living resources
World Conservation Monitoring Centre, Chapman and Hill. New York.
Himpunan Mahasiswa Statistika. 2005. Aplikasi SPSS dalam Pengolahan Data
Stastistik. Modul. Fakultas MIPA, IPB. Bogor.
Johns on, E. A. 1992. Fire and Vegetation Dynamic. Studies from the North
America Boreal Forest. Cambridge University Press, New York. 129 p.
Jamalis. 2004. Perilaku Api pada Areal Penyiapan Lahan di Hutan Sekunder
Munggaram Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Skripsi. Fakultas
Kehutanan, IPB. Bogor
Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Measurement. Croom Helm
Limited. London.
Lampiran 3.
Distribusi Jumlah Fauna Tanah Berdasarkan Ordo Sebelum dan Setelah
Pembakaran
800
731
700
600
permukaan
0 - 5 cm
Jumlah (ekor)
500
400
339
300
200
100
2 8
23
27
44
1 0
0 5
31
13 0
3 0
3 0
1 0
1 0
0 1
1 0
27
Hy
me
no
p
Co ter
le a
op
t
Ar e r a
an
Co eida
lle
Le mbo
pi
do la
pt
Ch e r a
ilo
po
An da
ne
O r lida
th
op
te
r
Di a
pt
er
Bl a
att
a
H e ria
m
ip
Th
te
ys
ra
an
op
te
Od ra
on
Ho ata
mo
p
Pl tera
ec
op
Ps ter
oc
a
op
te
ra
ordo
400 366
350
Jumlah (ekor)
300
permukaan
0 - 5 cm
250
200
186
150
100
50
0
19
26
0
A
nn
el
id
a
H
ym
en
op
te
ra
C
ol
eo
pt
er
a
C
ol
le
m
bo
la
C
hi
lo
po
da
ordo
Gambar 6. Distribusi jumlah fauna Tanah berdasarkan ordo sesaat setelah penebangan
Lampiran 3 (lanjutan)
100
91
90
80
Jumlah (ekor)
70
permukaan
0 - 5 cm
60
50
42
40
40
30
20
14
10
0 3
1 0
1 0
A
nn
el
id
a
O
rt
h
o
p
te
ra
H
ym
en
op
te
ra
C
ol
le
m
bo
Le
la
pi
do
pt
er
a
C
hi
lo
po
da
ordo
Gambar 7. Distribusi jumlah fauna tanah berdasarkan ordo pada 3 hari setelah
pembakaran
140
127
120 109
Jumlah (ekor)
100
permukaan
0 - 5 cm
80
60
60
52
40
20
8
0
14
0 2
0 1
1 0
1 0
0 1 1 0
Hy
m
en
op
te
C
ra
ol
eo
pt
er
a
Ar
an
eid
Co
a
lle
m
bo
Ch la
ilo
po
d
An a
ne
lid
a
Iso
pt
e
ra
O
rth
op
te
ra
Di
pt
er
a
Is
op
od
a
Bl
at
ta
ria
ordo
Gambar 8. Distribusi jumlah fauna tanah berdasarkan ordo pada 1 minggu setelah
pembakaran
Lampiran 3 (lanjutan)
160
136
140 132128
Jumlah (ekor)
120
permukaan
0 - 5 cm
100
80
60
43
35
40
24
20
3 2
20
19
1 0
1 0
1 0
12
ata
ta
gm
ma
sti
Cy
Me
pto
tas
an
ys
Th
ordo
tig
op
pt
te
er
ra
ia
He
Bl
mi
att
pte
ar
ra
a
Iso
Di
pt
lid
ne
An
lle
Co
er
ola
mb
eid
an
Ar
Hy
me
Co
no
leo
pt
pt
er
er
Gambar 9. Distribusi jumlah biota tanah berdasarkan ordo pada 2 minggu setelah
pembakaran
250
216
Jumlah (ekor)
200
permukaan
0 - 5 cm
175
150
112
100
41
50
18
6 1
3 3
0 1
17
0 3
1 0
2 0
1 0
1 0
i
So
lifu
ga
yg
a
at
op
gm
Ur
ia
ar
ta
sti
att
pt
er
a
Bl
te
op
th
Or
Di
ra
a
er
pt
a
lid
po
ne
An
mb
ilo
Ch
lle
Co
Iso
da
a
ol
a
eid
an
Ar
op
le
Co
ordo
Me
Hy
me
no
pt
er
te
ra
Gambar 10. Distribusi jumlah biota tanah berdasarkan ordo pada 3 minggu setelah
pembakaran
Lampiran 3 (lanjutan)
300
250
239
Jumlah (ekor)
200
permukaan
0 - 5 cm
181
150
109
100
49
40
50
20
0 3
50
01
2 0
0 2
10
10
20
0 1
1 0
Hy
Co
me
no
pt
er
leo a
pt
e
Ar ra
an
eid
Co
a
lle
mb
o
la
Ch
ilo
po
da
An
ne
lid
a
Is
op
Or tera
th
op
te
ra
Di
pt
er
Bl a
att
Me
ar
ia
ta
sti
gm
He ata
mi
pt
Ho era
mo
p
P l tera
ec
op
Ps tera
oc
op
te
ra
ordo
Gambar 11. Distribusi jumlah biota tanah berdasarkan ordo pada 4 minggu setelah
pembakaran
Lampiran 4.
Beberapa Contoh Fauna Tanah pada Areal Pengamatan
a (Perbesaran 6x)
b (Perbesaran 8x)
c (Perbesaran 7x)
d (Perbesaran 18x)
e (Perbesaran 5x)
f (Perbesaran 3x)
g (Perbesaran 47x)
h (Perbesaran 18x)
i (Perbesaran 16x)
j (Perbesaran 12x)
Gambar 12. Beberapa Contoh Gambar Fauna tanah pada Areal Pengamatan
a. Hymenoptera Sp.1
f. Coleoptera (Chrysomelidae)
b. Hymenoptera Sp.2
g. Coleoptera (Anthicidae)
c. Hymenoptera Sp.3
h. Coleoptera (Ciidae)
d. Hymenoptera Sp.4
i. Coleoptera (Curculionidae)
e. Larva Coleoptera
j. Coleoptera (Staphylinidae)
Lampiran 4 (lanjutan)
k (Perbesaran 4x)
l (Perbesaran 4x)
m (Perbesaran 9x)
n (Perbesaran 20x)
o (Perbesaran 4x)
p (Perbesaran 3x)
q (Perbesaran 7x)
r (Perbesaran 11x)
s (Perbesaran 3x)
t (Perbesaran 2x)
Gambar 13. Beberapa Contoh Gambar fauna Tanah pada Areal Pengamatan
k. Araneida (Salticidae)
p. Orthoptera (Acrididae)
l. Araneida (Thomicidae)
q. Orthoptera (Grylidae)
m. Araneida (Linyphilidae) r. Orthoptera (Rhapidophorinae)
n. Laba-laba tanah
s. Orthoptera (Tettigoniidae)
o. Araneida (Lycosidae)
t. Annelida
Lampiran 4 (lanjutan)
u (Perbesaran 6x)
v (Perbesaran 60x)
w (Perbesaran 5x)
x (Perbesaran 60x)
y (Perbesaran 25x)
z (Perbesaran 10x)
Gambar 14. Beberapa Contoh Gambar Fauna Tanah pada Areal Pengamatan
u. Chilopoda (Geophilomorpha)
z. Blattaria (Blattidae)
v. Collembola (Entomobryidae)
a.1 Larva Diptera
w. Lepidoptera (Sphingidae)
a.2 Diptera (Cecidomyidae)
x. Isopoda
a.3 Metastigmata (Argacidae)
y. Isoptera (Termitidae)
a.4 Cryptostigmata (Rhysotritiidae)
Lampiran 4 (lanjutan)