Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hati ( liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir
berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali
oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dalam bahasa Yunani Scirrhus
atau

Kirrhos

yang

artinya

warna

orange

atau

kuning

kecoklatan

permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak bentuk kerusakan hati
yang ditandai fibrosis.
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat ditimbulkan sekitar 35.000
kematian pertahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab
kematian utama yang kesembilan di Amerika dan bertanggung jawab
terhadap 1,2% seluruh kematian di amerika. Banyak pasien yang
meninggal pada dekade keempat atau kelima kehidupan mereka akibat
penyakit ini setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan
karena gagal hati Fulminan. FHF Disebabkan hepetitis virus (virus
hepatitis A dan B). Belum ada data resmi nasional tentang sirosis di
Indonesia,

Namun

dari

beberapalaporan

di

Rumah

sakit

umum

pemerintahan di Indonesia, berdasarkan diagnosis klinik dapat dilihat


bahwa prevenlasi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam
umumnya berkisar antara 3.6-8,4% di Jawa dan sumatra, Sedangkan di
Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan pasien ratarata prevelansi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
penyakit dalam atau rata-rata 47,7% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat. Perbandingan pria : wanita rata-rata 2:1 usia rata-rata 44
tahun. Rentang Usia 13-88 tahun, Dengan kelompok terbanyak antara 4050 tahun.

BAB II
SIROSIS HATI

2.1

Definisi

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, berasal


dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow) karena
pada sirosis hepatis terjadi perubahan warna pada nodul-nodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hati adalah suatu kemunduran fungsi
liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi,
yaitu

kerusakan

peradangan

dan

pada

sel-sel

perbaikan

hati

sel-sel

yang
hati

merangsang
yang

mati

proses

sehingga

menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak


mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati,
akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru
(regenerative nodules) dalam jaringan parut.

2.2

Etiologi

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)


2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1) Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2) Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3) Defisiensi Alphal-antitripsin
4) Glikonosis type-III
5) Galaktosemia
6) Tirosinemia
2

4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati
ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada
bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya
saluran empedu yang disebut biliary atresia. Pada penyakit ini
empedu

memenuhi

hati

karena

saluran

empedu

tidak

berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna


kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa
diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru
agar empedu meninggalkan hati, Transplantasi diindikasikan
untuk anak-anak yang menderita penyakit hati stadium akhir.
Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami
peradangan, tersumbat, dan terluka akibat primary biliary
chirrosis atau primary sclerosing cholangitis. Secondary biliary
chirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan
saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
1) Sindroma Budd-Chiari
2) Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin

dan

obat-obatan

(misalnya

metotetrexat,

amiodaron,INH, dan lain-lain)


8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10.

Malnutrisi

11.

Indian Childhood Cirrhosis

2.3

Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini


sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada
waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan
360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian
lain

menyebutkan

perlemakan

hati

akan

mengakibatkan
3

steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir


dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati
akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia
data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari
beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak
dipublikasi). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien
sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya
sekitar umur 40-49 tahun.
2.4

Klasifikasi Sirosis Hepatis

Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis,


yaitu :
1. Mikronodula : Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur.
Di dalam septa parenkim hati terdapat nodul halus dan kecil merata
di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,
sedangkan

sirosis

makronodular

makronodular

sehingga

ada

dijumpai

yang

berubah

campuran

menjadi

mikro

dan

makronodular.
2. Makronodular : ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi. Besar nodul juga bervariasi, ada nodul besar
yang didalamnya adalah daerah luas dengan parenkim yang masih
baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3.

Campuran

(yang

memperlihatkan

gambaran

mikro-dan

makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati.
Pada Stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang
4

nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan


screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider
naevi, ascites, edema dan ikterus.
2.5

Patofisiologi

Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang


dimengerti,

terdapat

tiga

pola

khas

yang

ditemukan

pada

kebanyakan kasus sirosis Laennec, pascanekrotik, dan biliaris.


Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan
sirosis

gizi)

merupakan

suatu

pola

khas

sirosis

terkait

penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75% atau


lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15% peminum alkohol
mengalami sirosis. Sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh
cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol
adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis alkoholik, dam 3).
Sirosis alkoholik.
Hubungan pasti

antara

penyalahgunaan alkohol dengan

sirosis Laennec tidaklah diketahui, walaupun terdapat hubungan


yang jelas dan pasti antara keduanya. Perubahan pertama pada hati
yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap
di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Pola infiltrasi lemak yang
serupa juga ditemukan pada kwashiorkor (gangguan yang lazim
ditemukan di negara berkembang akibat defisiensi protein berat),
hipertiroidisme, dan diabetes. Para pakar umumnya setuju bahwa
minuman beralkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap
hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan
metabolik

yang

mencakup

pembentukan

trigliserida

secara

berlebihan, menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan


5

menurunnya oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi


alkohol dalam jumlah berlebihan juga mungkin tidak makan
selayaknya. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan
efek langsung alkohol pada sel hati, yang meningkat pada saat
malnutrisi. Pasien dapat mengalami beberapa defisiensi nutrisi,
termasuk tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan
vitamin A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan kalsium
yang menurun dan gangguan metabolisme. Asupan vitamin K, besi,
dan

seng

juga

cenderung

menurun

pada

pasien-pasien

ini.

Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi.


Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang
terlihat pada alkoholisme dini bersifat reversibel bila berhenti
minum alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif jinak ini
akan

berkembang

menjadi

sirosis.

Secara

makroskopis

hati

membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan


fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah banyak.
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila
semakin

berat,

dapat

terjadi

suatu

hal

(belum

diketahui

penyebabnya) yang akan memacu seluruh proses sehingga akan


terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi
kritis dalam perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis
alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis oleh nekrosis
hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear
(PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua penderita lesi hepatitis
alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati yang lengkap.
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran
jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi
parenkim

menjadi

nodul-nodul

halus.

Nodul-nodul

ini

dapat

membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk


mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarangsarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang dikemas padat dalam
kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut
sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras, dan hampir
6

tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, yang


menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita
sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoselular).
Sirosis Pascanekrotik
Patogenesis

sirosis

hati

menurut

penelitian

terakhir,

memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam


keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan
Pembentukan

matriks

ekstraselular

fibrosis

dan

menunjukkan

proses

degradasi.

perubahan

proses

keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung


secara

terus

menerus

(misal:

hepatitis

virus,

bahan-bahan

hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk


kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus
di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh
jaringan ikat.
Sirosis

pascanekrotik

agaknya

terjadi

setelah

nekrosis

berbercak pada jaringan hati. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan


oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi
dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung
berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5
tahun. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah sekitar 10% dari
seluruh kasus sirosis. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat
hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji
HBsAg-positif, sehingga menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif
agaknya merupakan peristiwa penting. Kasus HCV merupakan
sekitar 25% dari kasus sirosis. Sejumlah kecil kasus akibat
intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia
industri, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral,
metal-dopa, arsenik, dan karbon tetraklorida.
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak
teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita
fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten
7

dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi,


dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim
regenerasi yang susunannya tidak teratur.

Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan
menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe
ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis.
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan di dalam
massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar
fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti
pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama
dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi, dan steatorea.
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan
sirosis biliaris sekunder yang baru saja dijelaskan di atas, namun
lebih jarang ditemukan. Penyebab keadaan ini (yang berkaitan
dengan lesi-lesi duktulus empedu intrahepatik) tidak diketahui.
Sirosis biliaris primer paling sering terjadi pada perempuan usia 30
hingga 65 tahun dan disertai dengan berbagai gangguan autoimun
(misal, tiroiditis autoimun atau arthritis rheumatoid). Antibodi antimitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat dalam 90%
pasien. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan
duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen
hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi
portal yang timbul sebagai komplikasi, jarang terjadi. Osteomalasia
terjadi pada sekitar 25% penderita sirosis biliaris primer (akibat
menurunnya absorpsi vitamin D).
Sirosis biliaris primer sering dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan temuan morfologik. Lesi yang paling dini (stadium 1),
8

disebut kolangitis destruktif nonsupuratif kronik; merupakan proses


peradangan nekrotikans pada triad portal. Proses ini ditandai oleh
kerusakan duktus biliaris kecil dan sedang, sebukan padat sel
radang akut dan kronik, fibrosis ringan, dan kadang stasis ernpedu.
Kadang-kadang ditemukan granuloma periduktus dan folikel limfe di
dekat duktus biliaris yang rusak. Kemudian, infiltrat peradangan
berkurang, jumlah duktus biliaris menurun, dan duktulus biliaris
yang lebih kecil berproliferasi (stadium II). Perkembangan selama
beberapa bulan sarnpai tahun menyebabkan penurunan duktus
interlobaris, hilangnya sel hati, dan meluasnya fibrosis periportal
menjadi jalinan jaringan parut (stadium III). Akhirnya, terbentuk
sirosis,

yang

dapat

bersifat

mikronoduler

atau

makronoduler

(stadium IV).
Sirosis biliaris sekunder disebabkan oleh obstruksi duktus
koledokus

atau

cabang

utamanya

parsial

atau

total

yang

memanjang. Pada dewasa, obstruksi paling sering disebabkan oleh


striktura pasca operasi atau batu empedu, biasanya bersama
kolangitis infeksius. Pankreatitis kronik mungkin menyebabkan
striktura biliaris dan sirosis sekunder. Sirosis biliaris sekunder
mungkin juga berkembang pada pasien dengan perikolangitis atau
kolangitis sklerosis idiopatik. Pasien dengan.tumor ganas duktus
koledokus atau pankreas jarang bertahan hidup cukup lama untuk
mengalami sirosis biliaris sekunder. Pada anak, atresia biliaris
kongenital dan fibrosis kistik adalah penyebab sirosis biliaris
sekunder yang sering. Kista koledokus, bila tidak dikenali, mungkin
juga merupakan penyebab sirosis biliaris sekunder yang jarang.
Obstruksi duktus biliaris ekstrahepatik yang tidak dihilangkan
menyebabkan (1) stasis empedu dan area nekrosis sentrilobulus
setempat disertai dengan nekrosis periportal, (2) proliferasi dan
dilatasi duktus dan duktulus biliaris portal, (3) kolangitis steril atau
terinfeksi dengan penumpukan inflitrat polimorfonuklear sekitar
duktus biliaris, dan (4) perluasan saluran portal yang progresif oleh
edema

dan

fibrosis.

Ekstravas

empedu

dari

duktus

biliaris
9

interlobulus

yang

ruptur

ke

dalam

area

nekrosis

periportal

menyebabkan pembentukan "danau empedu" yang dikelilingi oleh


sel pseudoxantomatosa kaya kolesterol. Seperti dalam bentuk
sirosis lainnya, cedera dibarengi dengan regenerasi pada parenkim
residual. Perubahan ini secara bertahap menyebabkan sirosis
nodular dengan halus. Pada umumnya, paling sedikit 3 sampai 12
bulan diperlukan untuk obstruksi biliaris untuk menyebabkan sirosis.
Pembebasan obstruksi sering disertai oleh perbaikan biokimiawi dan
morfologik.
2.6

Tanda dan Gejala Klinis


Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit

keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan


penyakit lain.

Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul

pada sirosis antara lain adalah : kulit berwarna kuning, rasa


mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan
berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi
ini dapat menjadi keluhan yang membawanya pergi ke dokter.
Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahuntahun,

sebelum

berubah

menjadi

dekompensata.

Sirosis

dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi


seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno III, sirosis hati dapat
diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada
tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises :

Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,

Stadium 2: varises, tanpa ascites,

Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan

Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.


10

Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis


kompensata, semetara stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam
kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini, didapatkan
adanya ascites, juga adanya keluhan nafsu makan berkurang,
mual, BAK, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis
dekompensata.
2.7

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis

hepatis antara lain:


1. Spider naevi (spider angioma/spiderangimata/spider telangiektasi)
adalah suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan
dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini
juga

bisa

ditemukan selama

hami,

malnutrisi berat, bahkan

ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.
2. Eritema palmaris yaitu kemerahan pada thenar dan hipothenar
telapak

tangan.

Hal

ini

juga

dikaitkan

dengan

perubahan

metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada


sirosis.

Ditemukan

pula

pada

kehamilan,

artritis

reumatoid,

hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.


3. Peribahan

kuku-kuku

Muchrche

berupa

pita

putih

horisontal

dipisahakan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum


diektahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa
ditemukan pada kondisis hipoalbuminemia yang lain seperti sindron
nefrotik.
4. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartopati
hipertrofi suatu prisotitis proligeratif kronik, menimbulkan nyeri.
5. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak
secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa
11

ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi relfeks simpatetik,


dan perokok ang juga mengkonsumsi alkohol.
6. Ginekomastia, secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan
glandula

mammae

laki-laki,

kemungkinan

akibat

peningkatan

androstenedion. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada


dan aksila pada laki-laki, sehingga laki0laki mengalami perubahan
ke arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat
berhenti sehingga dikira fase menopause.
7. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
8. Fetor hepatikum
Bau

nafas

yang

khas

pada

pasien

sirosis

disebabkan

peningkatan konsentasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik


yang berat.
9. Splenomegali
Sering

ditemukan

pada

sirosis

yang

penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien


karena hipertensi porta.
10.

Asites
Penimbunana

cairan

dalam

rongga

peritonium

akibat

hipertensi porta dan hipoalbuminemia, caput medusa juga sebagai


akibat dari hipertensi porta.
11.

Ikterus

12.

Asterixis-bilateral

tetapi

tidak

sinkron

berupa

gerakan

mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.


2.8

Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat


sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan
dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia / serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
saat

ini

penegakan

diagnosis

sirosis

hati

terdiri

dari
12

pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasusu


tertentu

diperlukan

pemeriksaan

biposi

hati

atau

peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitik kronik aktif


yang berat dengan sirosis hati dini.
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit
karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan
adanya komplikasi.
Diagnosa sirosis hepatis ditetapkan berdasarkan gambaran
klinik , data laboraturium dan didukung oleh pemeriksaan
USG
Kriteria diagnosis menurut suharyono subandrio yaitu :

Spider naevi

Eritema palmaris

Kolateral vein

Ascites

splenomegali

Invers albumin

Hematemesis melena
Diagnosis ditegakkan jika ada 5 dari 7 kriteria diatas
ditambah pemeriksaan USG.
Kriteria Iskandar Zulkarnain

Spider naevi

Eritema palmaris

Kolateral vein

Ascites

splenomegali

Ikterik
13

Hepatomegali

Diagnosis ditegakkan jika ada 3 dari 7 kriteria diatas ditambah


pemeriksaan USG.
Untuk memperkuat diagnosis, maka dapat dilakukan rencana
pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1) Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno III,
bila

pada

pemeriksaan

endoskopi

pasien

sirosis

tidak

ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang


dalam 2 tahun. Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan
endoskopi dalam 1 tahun, dan jika ditemukan varises besar,
maka

secepatnya

dilakukan

tindakan

preventif

untuk

mencegah perdarahan pertama.


Pada

pasien ini, endoskopi direncanakan untuk melihat

penyebab

terjadinya

melena.

Umumnya

hal

tersebut

disebabkan pecahnya suatu varises esofagus atau adanya


gastritis

erosif.

Bila

nanti

pada

pemeriksaan

endoskopi

ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini


akan mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata,
karena pecahnya varises esofagus merupakan manifestasi
dari hipertensi portal
2) Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk
menegakkan diagnosis sirosis hepatis. Karena pada kasus
tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis kronik aktif
yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh
karena

itu

pada

kasus

pasien

ini,

direncanakan

untuk

dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila pada pemeriksaan


biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul
14

regenerasi sel hati, maka diagnosis sirosis hepatis dapat


ditegakkan dengan pasti.
2.9

Pemeriksaan Diagnostik

1. Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa.


USG hati dapat menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
2. Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tandatanda virus hepatitis
3. Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami
seberapa jauh keparahan sirosis hatinya.
4. Biopsi liver: Biopsi dapat menunjukan ada tidaknya sirosis pada
hati.
5. Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di
organ hati, limpa, organ pencernaan.
2.10 Laboratorium
Urine
Dalam

urin

terdapat

urobilinogen,

juga

terdapat

bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan


asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita
yang berat ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).
Tinja
Mungkin

terdapat

kenaikan

sterkobilinogen.Pada

penderita ikterus ekskresi pigmen empedu rendah.


Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia
yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer, yang
disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau
karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal, maka akan terjadi hipokromik
anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni.
15

Waktu protombin memanjang dan tidak dapat kembali normal


walaupun

telah

diberi

pengobatan

dengan

vitamin

K.

gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan


terjadi kenaikan plasma sel pada kenaikan kadar globulin
dalam darah.
Tes faal hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal
hati, lebih-lebih lagi bagi penderita yang sudah disertai
tanda-tanda

hipertensi

portal.

Hal

ini

tampak

jelas

menurunnya kadar serum albumin <3,0% sebanyak 85,92%,


terdapat peninggian serum transaminase >40 U/l sebanyak
60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan
dengan hasil pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites
sebanyak 85,79%.
Adanya

sirosis

dicurigai

bila

ada

kelainan

pemeriksaan

laboratorium antara lain :


1. SGOT (AST)

dan SGPT (ALT)

meningkat tapi tidak terlalu

tinggi, dimana biasanya SGOT>SGPT.


2. Alkaline fosfatase meningkat.
3. Bilirubin meningkat.
4. Albumin menurun sedangakan globulin meningkat.
5. PT memanjang.
6. Na menurun.
7. Kelainan

hematologi

meliputi

anemia,

trombositopenia

dan

leukopenia.
2.11

Komplikasi

1) Perdarahan gastrointestinal: Hipertensi portal menimbulkan


varises

oesopagus,

dimana

suatu

saat

akan

pecah

sehingga timbul perdarahan.


2) Spontaneus bacterial peritonitis yaitu, infeksi cairan asites
oleh suatu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
16

intra abdominal, biasanya pasien ini tanpa gejala namun


dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
3) Sindrom hepatorenal dimana terjadi gangguan fungsi ginjal
akut berupa oligur, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat
pada penurunan filtrasi glomerulus.
4) Karsinoma

hepatosellular.

Kemungkinan

timbul

karena

adanya hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi


adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang
multiple.
5) Infeksi. Misalnya peritonitis, pnemonia, bronchopneumonia,
tbc paru, glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis,
peritonitis, endokarditis, srisipelas, septikema
6) Hepatic encephalopathy.
Merupakan gangguan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati,
mula-mula ada gangguan tidur berupa insomnia dan
hipersomnia selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran
yang berlanjut sampai koma.
7) Hepatopulmonary Syndrom.
Terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.
8) Hypersplenisme.
9) Edema dan ascites.
2.12

Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah

faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi


dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh
biasanya
Variabelnya

digunakan
meliputi

untuk

prognosis

konsentrasi

bilirubin,

pasien

sirosis.

albumin,

ada

tidaknya asites dan ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan


dengan angka harapan hidup. Angka harapan hidup selama 1

17

tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C


adalah 100, 80, dan 45%.

Ensefalo
pati
Asites

Klasifikasi Child-Pugh
Nilai
1
2
3
Minima
Berat/ko
Nihil

l
Minima

ma
Masif

Bilirubin

<2

l
2-3

>3

(mg/dl)
Albumin

>3,5

2,8-3,5

<2,8

(g/dl)
PT

<1,7

1,7-2,3

>2,3

Keterangan nilai:

Child A = 5-6

Child B = 7-9

Child C = 10-15

18

BAB III
LAPORAN KASUS
A.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: ZH

Usia

: 66 tahun

Pekerjaan

: PNS

No. Rekam Medik

:122510

Alamat

: Sirukam

Tanggal masuk

: 27-2-2016

ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Perut terasa penuh dan membesar.
B.

Riwayat Penyakit Sekarang


Perut dirasakan semakin membesar dan terasa tegang. Os
mengeluh sedikit sesak (+), nyeri pada ulu hati (+), disertai
keluhan mual (+), muntah (+). Os juga mengeluh lemas sejak 4
hari SMR, dan bengkak pada kedua kaki. BAB sulit, dan BAB
berwarna kehitaman seperti aspal tidak ada, , BAK seperti teh
pekat, nyeri BAK (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat dengan keluhan jantung
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit jantung ada
- tidak ada riwayat HT
- tidak ada riwayat DM
- tidak ada riwayat Paru
E. Riwayat Pekerjaan dan Sosial
Os adalah seorang ibu rumah tangga, kegiatan tidak terlalu berat

F. Pemeriksaan Fisik:
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis cooperative


19

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84 x/mnt

Nafas

: 22 x/mnt

Suhu

: 36,80C

BB

: 58 kg

Status Umum :

Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak

sianosis

Kepala

: Bulat simetris, deformitas (-), penonjolan ubun-ubun

besar (-)

Mata

: Mata cekung (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera

ikterik (+/+), pupil isokhor, diameter pupil 2 mm, refleks cahaya


+/+

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Nafas cuping hidung (-)

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada

Paru
Inspeksi

: normochest, simetris kiri kanan, retraksi

dinding dada tidak ada


Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/Jantung


Inspeksi

: iktus cordis tidak terlihat

Palpasi

: tidak dapat dinilai

Perkusi

: tidak dapat dinilai

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak


ada

Abdomen
Inspeksi

: tampak membuncit, distensi, terdapat dilatasi

vena

20

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri

tekan epigastrium (+),


undulasi (+)
Perkusi

: redup, shiffting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Ekstremitas : akral hangat, oedema (+) di ekstremitas bawah.

Pemeriksaan labor rutin


1. Pemeriksaan Darah Rutin:
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit

Hasil
10,4 g/dl
31,2 %
3.53 juta / L
7.56 /L
65.000 /mm3

Nilai normal
11,5 16,5 g/dl
37 45 %
4 5.0 juta / L
4000 11000 /L
150.000

400.000 /mm3

Pemeriksaan Urinalisa
Warna

Kuning muda

Normal

jernih
-

Negative

Protein

Negative

Glukosa

Negative

Eritrosit

15-25

0-4/LPB

Silinder

Negative

Leukosit

5-9

0-3/LPB

Negative

Bilirubin

Sedimen

Kristal

Pemeriksaan Feses
Makroskopis
Warna

Kuning

Konsistensi

Lembek

Mikroskopis
21

Amuba

Negative

Askaris L

Negative

Ancilostoma

Negative

Trichuris T

Negative

Leukosit

1-2

Eritrosit

0-1

G. Diagnosa kerja
Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata
H. Diagnosa sekunder
Asites
I. Diferential Diagnosa
Hepatocelluler carcinoma

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Kimia Klinik
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Interpreta

Bilirubin total
Bilirubin

3,57
1,59

<1
< 0,25

si
Tinggi
Tinggi

Direct
SGOT
SGPT
Total protein
Albumin
Globulin
Ureum
Creatinin
GDR

60,2
24,8
6,02
2,13
3,89
20,4
0,75
144

< 31
<32
6,0-9,0
3,5-5,2
1,5-2,5
20 50
0,5 1,5
<180

Tinggi
Tinggi
Normal
Rendah
Tinggi
Normal
Normal
Normal

2. Pemeriksaan USG
Dilakukan USG Whole abdomen dengan hasil :
Asites
Hepar
: tepi kesan irreguler, ekostruktur parenkim kesan
homogen, tidak tampak dilatasi duktus bilier intrahepatik

22

K.empedu : dinding tidak menebal, tampak lesi hiperecoic


dengan posterior acustik shadow dengan ukuran 1,15cm. Sulit
menilai duktus bilier ekstrahepatik
Pankreas : tidak tervisualisasi maksimal, udara gaster prominent
Limpa
: membesar, panjang 13cm
Ginjal
: ginjal kanan terdesak, ukuran ginjal kiri masih relatif
baik,

diferensiasi

korteks

dan

medulla

baik,

sistem

pelviokalises tidak tampak melebar, tak tampak jelas batu/kista


Buli
: tidak tampak dilatassi maupun penebalan dinding
usus
Kesan :
- chronic
-

parenchymall

liver

disease

dengan

splenomegalidisertai asites masif, suspek sirosis hepatis.


Cholelithiasis, tidak jelas duktus bilier intra/ekstrahepatik

G. Diagnosa akhir
Sirosis Hepatis Dekompensata + Asites
H. Komplikasi :
- Asites
- Splenomegali
- ikterik
I.

Penatalaksanaan :
-

IVFD Tutofusin : RL = 1:2 = 20tts/i

Inj. Ranitidine 2x1

Furosemide 1x1

Spironolacton 1 x 100mg

Ambroxol 3x1

Sukralfat 3x1

Curcuma 3 x 1

J.
-

Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: dubia ad malam
: malam
: dubia ad malam

23

SIMPULAN
Seorang perempuan berinisial Ny.ZH, berusia 66 tahun, MRS tanggal
27 Februari 2016 dengan keluhan utama perut semakin bertambah besar
sejak 20 hari SMRS.
Sejak 20 hari SMRS, os mengeluh perutnya membesar dan
semakin lama membesar. Perut yang membesar ini merata dan tidak
dirasakan adanya benjolan. Keluhan perut membesar ini disertai keluhan
badan lemas, nafsu makan berkurang, perut terasa kembung dan cepat
kenyang. Keluhan perut membesar ini disertai jantung berdebar, sesak
nafas bila beraktivitas, disertai dengan pembengkakan tungkai. Os
mengeluh adanya mual, tidak disertai muntah, demam tidak ada.Os
mengaku sulit BAB, BAK tidak ada keluhan.
20 hari SMRS, os mengeluh perut semakin bertambah besar,
merata di seluruh perut, perut terasa cepat kenyang. Demam tidak ada.
Os mengeluh nyeri pada perut ,mual ada, muntah ada, isi apa yang
dimakan, banyaknya + gelas, frekuensi 1-2 kali perhari, warna
kekuningan, rasa pahit. Sesak napas ada jika kelelahan. Os juga mengeluh
matanya mulai berwarna agak kekuningan, Sembab juga muncul di kedua
kaki os, BAK warna teh pekat, Os mengaku sulit BAB, Os berobat ke RSUD
Solok dan disarankan rawat inap.
Dari riwayat penyakit dahulu tidak didapatkan keluhan seperti ini
sebelumnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 84x /menit reguler, pernafasan 22 x/menit. Didapatkan
edema tungkai. Pemeriksaan jantung sukar dinilai dan paru dalam batas
normal. Dari pemeriksaan abdomen ditemukan abdomen cembung,
tegang dan undulasi.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Hb 10,4 g/dl, Ht 31,2 vol
%, leukosit 7560/mm3, trombosit 65.000/mm3, albumin 2,13 g/dl, globulin
3,89 g/dl, SGOT 60,2 u/L, SGPT 24,8 u/L, bilirubin total 3,57 mmol/L,
bilirubin direk 1,59 mmol/L.

24

Dari pemeriksaan fisik, laboraturium dan USG pasien didiagnosa


dengan Sirosis Hepatis Dekompensata + Asites dan pasien di terapi
dengan

25

Anda mungkin juga menyukai