Anda di halaman 1dari 9

DEMENSIA

PADA GERIATRI

Oleh :
FADHILA Y YONGKEN
MARICA HERVIANTI
MUSHAB ZULKARNAEN

Pembimbing :
Dr. METTA Sp.KJ

STASE PSIKIATRI
RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
2011

GANGGUAN DEMENSIA
Sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa
gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang terganggu adalah inteligensia umum,
belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian,
konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan sosial.
Inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, pertimbangan dan kemampuan
sosial.Demensia menjadi penyebab ke dua yang menimbulkan ketidakmampuan
pada individu yang berusia lebihh dari 65 tahun setelah artritis. Demensia
merupakan gangguan intelektual yang bersifat progresif dan ireversibel.
Prevalensi demensia bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Hampir 5%
pasien di Amerika yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami demensia berat,
15% mengalami demensia ringan. Populasi lanjut usia yang berusia lebih dari 80
tahun, 20% menderita demensia berat. Faktor risiko yang diketahui untuk
demensia adalah usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin wanita.
Gangguan intelektual pada demensia berkembang secara progresif yaitu
fungsi mental sebelumnya yang telah dicapai akan menghilang secara perlahanlahan. Perubahan karakteristik demensia melibatkan fungsi kognisi, daya ingat,
bahasa dan fungsi visuospasial, namun sering juga terjadi gangguan perilaku,
termasuk agitasi, gelisah, wandering, penyerangan, kekerasan, berteriak,
disinhibisi sosial dan seksual, impulsivitas, gangguan tidur dan waham. Hampir
75% passien demensia mengalami gejala waham dan halusinasi pada perjalanan
penyakitnya. Berbagai keadaan dapat mengganggu fungsi kognitif, misalnya
cedera otak, tumor otak, AIDS, alkohol, obat-obatan, infeksi, penyakit paru
kronik, dan proses inflamasi. penyebab demensia bersifat multifaktorial.
Sepuluh sampai 15% pasien demensia memiliki gangguan sistemik yang
dapat diobati, misalnya penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan endokrin
(hipotiroid, defisiensi vitamin, penyalahgunaan obat) dan gangguan mental
primer, terutama gangguan depresi.
Berdasarkan letak lesinya, demensia diklasifikasikan menjadi demensia
kortikal dan subkortikal. demensia subkortikal terjadi pada penyakit huntington,
penyakit Parkinson, dan lain-lain. Demensia kortikal terjadi padda demensia
Alzheimer, penakit creutzfeldt-Jakob (CDJ), dan penyakit Pick, dengan gambaran
gejala lebih sering dalam bentuk afasia, agnosia dan apraksia. Pada praktek klinis,
sering kali ditemukan jenis demensia yang saling tumpang tindih. Diagnosis yang
tepat dapat dibuat dengan autopsi.

Mild Cognitive Impairment (MCI)


MCI biasanya terjadi sebelum demensia Alzheimer dan demensia lainnya.
Tidak semua pasien dengan MCI akan menjadi demensia Alzheimer. Pasien
dengan MCI umumnya akan memperlihatkan manifestasi sebagai gangguan
perilaku. 44% pada pasien di komunitas dan hampir 90% pasien di klinik akan
memperlihatkan perubahan perilaku. Gejala neuropsikiatri yang sering ditemukan
pada MCI adalah depresi, ansietas, iritabilitas dan apati. Kebanyakan pasien
dengan perubahan perilaku akan mengalami progresivitas menjadi demensia
Alzheimer.
Demensia Alzheimer
Insiden Demensia Alzheimer 50-60% dari semua jenis demensia. 5% dari
individu yang berusia 65 tahun mengalami Demensia Alzheimer, 15-25% individu
yang berusia 85 tahun akan menderita demensia Alzheimer. Prevalensi Demensia
Alzheimer labih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Demensia Alzheimer
memiliki awitan yang perlahan dan progresif. Pasien dengan Demensia Alzheimer
memiliki rata-rata kelangsungan hidup 8 tahun (dengan rentang 1 sampai 20
tahun). Demensia Alzheimer ditandai dengan adanya penurunan memori,
setidaknya satu dari domain kognitif, deteriorasi dari fungsi sebelumnya,
gangguan pada aktivitas sehari-hari, deteriorasi secara bertahap dan tidak ada
keadaan fisik yang menjelaskan keadaan tersebut, termasuk delirium. Diagnosis
dibuat berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan status mental. Teknik
pencitraan otak juga dapat menjadi alat bantu diagnostik. Secara patologik
demensia tipe ini ditandai dengan penumpukan amiloid beta protein yang
berbentuk plak neuritik, pembentukan tongles-tongles neurofibrilar intraselular
dan sel-sel saraf yang mati.
Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler dapat disebabkan oleh stroke yang multiple, iskemik
otak dan sering kali berhubungan dengan infark lakunar subkortikal pada
substansia nigra hemisfer otak. Demensia Vaskuler ditandai dengan sindrom
demensia, tanda neurologikal fokal seperti refleks tendon berlebihan, respons
plantar ekstensor, pseudobulbar palsy, gangguan cara berjalan, kelemahan
ekstremitas, abnormalitas pada pencitraan otak, adanya hubungan waktu antara
kejadian serebrovaskular dan adanya sindrom demensia. Dibandingkan dengan
demensia Alzheimer, Demensia Vaskuler memiliki awitan mendadak dan
perjalanan penurunan seperti anak tangga. Demensia Vaskuler dapat dicegah
dengan mengurangi faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, merokok dan aritmia.

Diagnosis dapat diperkuat oleh MRI dan pemeriksaan aliran darah otak. Pasien
dengan Demensia Vaskuler memperlihatkan gangguan perilaku yang menyerupai
pasien-pasien demensia Alzheimer. Depresi dan gangguan psikotik lebih umum
terjadi pada iskemik otak. Pasien dengan demensia vaskular pada autopsi
seringkali memperlihatkan patologi campuran antara penyakit serebrovaskular dan
demensia Alzheimer.
Degenerasi Lobus Frontotemporal
Degenerasi Lobus Frontotemporal terdiri atas 3 buah sindrom klinis, yaitu :
1. Demensia semantik yang memperlihatkan afasia semantik dan agnosia visual
2. Afasia primer yang progresif dengan gangguan berbahasa non-fluent yang
progresif
3. Demensia frontotemporal dengan perubahan perilaku yang menonjol
Pasien menunjukkan perubahan perilaku, yaitu apatis, disinhibisi, dan
mood yang meningkat. Pasien juga dapagt menunjukkan perubahan perilaku yang
jarang ditemukan pada demensia tipe lainnya seperti perilaku yang berulang dan
streotipik seperti pada gangguan obsesif kompulsif, banyak bicara dan perubahan
pada perilaku makan.
Demensia Lewy Bodies
Demensia Lewy Bodies ditandai dengan adanya demensia dan setidaknya
diikuti oleh 3 buah gejala yaitu halusinasi visual, fungsi kognitif yang
berfluktuatif dan parkinsonisme. Gambaran patologi pada demensia ini
memperlihatkan tipe Lewy pada batang otak, limbik dan neokorteks. Pasien
dengan Demensia Lewy Bodies memperlihatkan delusi, depresi, dan gangguan
perilaku tidur dengan gerakan bola mata yang cepat. Demensia tipe ini dapat
didiagnosis dengan evaluasi neuropsikiatrik yang komprehensif dan dapat
dibedakan dengan jenis demensia lainnya dengan evaluasi neuropsikiatrik.
Penyakit parkinson
Penyakit parkinson ditandai oleh tremor, rigiditas dan akinesia, tidak ada
penyebab yang mendasarinya, memberikan respons terhadap terapi
dopaminomimetik, tidak ada defisit serebelar, tidak ada gambrana piramidal,
tidak ada gangguan Lower Motor Neuron, dan disfungsi autonom yang terbatas.
Penyakit parkinson secara patologik memperlihatkan gambaran akumulasi dari
alpha-synuclei-positive. Lewy Bodies pada substansia nigra dan ada sedikit pada
korteks serebral. Pada batang otak ditemukan neuron-neuron yang kehilangan
pigmen. Gejala depresi sering kali ditemui pada 50% pasien Parkinson walaupun
gangguan depresi mayor jarang ditemukan. Depresi pada umumnya terjadi pada
pasien Parkinson dengan bentuk akinetik yang rigid dan pada pasien dengan

penurunan kognitif. Depresi dapat mendahului penyakit Parkinson. Anksietas


juga dapat terjadi pada penyakit Parkinson dengan atau tanpa adanya depresi.
Terapi dopaminergik pada pasien Parkinson dapat menyebabkan timbulnya
halusinasi.
Komorbiditas Penyakit Parkinson dengan Demensia
Demensia pada penyakit Parkinson dicirikan dengan adanya sindrom
demensia yang mengikuti penyakit Parkinson. Demensia ditemukan 6 kali lebih
banyak pada pasien dengan penyakit Parkinson dibandingkan dengan populasi
lanjut usia biasa. Komorbiditas penyakit Parkinson dan demensia sering
memperlihatkan gejala delusi (30%), halusinasi visual (50%) dan depresi
dibandingkan dengan penyakit Parkinson tanpa demensia.
Progressive Supranuclear Palsy (PSP)
Diagnosis PSP ditegakkan bila terdapat gaze palsy vertikal, ketidakstabilan
postural, riwayat terjatuh pada tahun pertama timbulnya gejala, adanya gangguan
neurologikal yang progresif dengan awitan setelah usia 40 tahun dan tidak adanya
gangguan neurologikal lainnya yang dapat menjelaskan gambaran klinis. Pasien
memperlihatkan gejala apati dan disinhibisi, depresi ringan, anksietas, dan efek
pseudobulbar, namun halusinasi dan delusi jarang ditemukan.
Degenerasi Kortikobasal
Degenerasi Kortikobasal terdiri atas dua sindrom klinis, yaitu :
a. Rigiditas dan setidaknya satu dari tanda kortikal berikut ini : apraksia,
kehilangan kortikosensori, atau fenomena alien limb
b. Rigiditas yang asimetrik, distonia, dan mioklonus refleks fokal
Secara patologi, pada Degenerasi Kortikobasal juga ditemukan tauopathy
pada ganglia basal dan korteks. Pasien degenerasi kortikobasal memperlihatkan
gejala klinis depresi, apati, iritabilitas dan agitasi. Gejala klinis seperti halusinasi,
delusi, disinhibisi, dan anksietas jarang ditemukan.
Demensia karena Penyakit Pick
Disebut juga demensia frontotemporal penyakit pick menyebabkan
demensia yang berkembang lambat dan dihubungkan dengan lesi kortikal fokal,
terutama di lobus frontal, yang menyebabkan afasia, apraksia, dan agnosia.
Penyakit berakhir dari 2-10 tahun, rata-rata 5 tahun. Secara klinis penyakit pick
sulit dibedakan dengan penyakit Alzheimer. Pada autopsy, pada otak terdapat
inklusi intraneuronal yang disebut Picks bodies, yang berbeda dengan
neurofibrilasi tangles pada demensia Alzheimer. Penyakit Pick lebih jarang dari
pada demensia Alzheimer, dan tidak terdapat tata laksana yang tersedia.

Behavioral and psychological symptoms of dementia (BPSD)


Pasien dementia seringkali memperlihatkan gejala perilaku dan problem
psikologik. Gejala tersebut bervariasi dari bentuk apati dan depresi sampai agitasi
dan agresif. Gejala psikotik seperti halusinasi dan waham juga dapat muncul.
DSM-IV juga sudah memuat modifikasi diagnosis demensia Alzheimer dengan
membuat kode tambahan untuk gejala perilaku dan psikologik. Subtype yang ada
pada DSM-IV adalah demensia Alzheime engan delirium, delusi, mood yang
terdepres atau gangguan perilaku. BPSD sering ditemkan pada pasien rawat jalan.
BPSD menimbulkan hendaya baik pada pasien maupun caregiver, dan seringkali
menyebabkan pasien harus dirawat di Rumah Sakit. BPSD secara umum dapat
dikategorikan menjadi 2 bentuk, yairtu gejala yang di dapat berdasarkan
wawancara (anksietas, depresi, halusinasi, delusi) dan gejala yang didapat
berdasarkan observasi (agresivitas, berteriak-teriak, gelisah, wandering,
disinhibisi seksual dan agresivitas verbal). Proses penyakit mempengaruhi
susunan saraf pusat menyebabkan BPSD. Gejala pada BPSD dapat berbentuk
depresi, anksietas, insomnia, perilaku yang tidak terkontrol, psikotik dan lainnya.
Pasien umumnya dapat memperlihatkan gejala lebih dari satu, misalnya perilaku
yang tidak terkontrol biasanya timbul bersamaan engan gejala psikotik,
sedangkan depresi biasanya timbul bersamaan engan insomnia.
Perubahan Perilaku lainnya
1. Sundowning, pasien agitasi dan kebingungan pada hari menjelang malam, hal
ini diatasi dengan terus membiarkan lampu menyala saat menjelang malam
2. Apati, ditandai dengan menurunnya kemampuan untukmelakukan tugas
sehari-hari, peningkatan tanda ekstrapiramdal dan gangguan depresi.
3. Hiperfagia, dapat disebabkan adanya patologis pada lobus frontal.

Kriteria diagnostik demensia Alzheimer (DSM-IV)


A.

Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik


1.

Ggg daya ingat (ggg kemampuan untuk mempelajari informasi


baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)

2.

Satu (atau lebih) ggg kognitif berikut :


a.

Afasia (ggg bahasa)

b.

Apraksia (ggg kemampuan untuk melakukan aktivitas


motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh)

c.

Agnosia
(kegagalan
untuk
mengenali
mengeidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

d.

Ggg dalam fungsi eksekutif


mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak)

(yaitu,

atau

merencanakan,

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan


ggg yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu peurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya

C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan


kognitif yang terus menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari
berikut
1. Kondisi SSP lai yang menyebabkan defisit progresif dalam daya
ingat dan kognisi (misalnya, peny. Serebrovaskular, peny.
Parkinson, peny. Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus
tekanan normal, tumor otak)
2. Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia
(misalnya, hipotiroidisme, def. Vit B12 atau asam folat, def. Niasin,
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi HIV)
3. Kondisi akibat zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Ggg tidak lebih baik diterangkan oleh ggg aksis I lainnya (misalnya, ggg
depresif berat, skizofrenia)
Kriteria Diagnostik Demensia Vaskular (DSM-IV)
A dan B sama dengan gejala demensia Alzheimer
C.
Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon
dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,
kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah
indikatif untuk peny. Serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang
mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang dianggap
berhubungan secara etiologi dengan ggg.
D.

Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kriteria diagnostik demensia karena kondisi medis umum lain (DSM-IV)


A dan B sama dengan gejala demensia Alzheimer
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah
satu kondisi medis yang tertulis dibawah ini.
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalana delirium
Kriteria diagnostik demensia menetap akibat Zat (DSM-IV)
A dan B sama dengan gejala demensia Alzheimer

C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium


dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat
D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek
menetap dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan,
medikasi)
Tata Laksana
Tata laksana demensia bersifat paliatif, meliputi pemberian nutrisi yang
tepat, berolahraga, dan supervise air aktivitas sehari-hari. Obat dapat membantu
dalam mengatasi agitasi dan gangguan perilaku. Propanolol, pindolol, buspiron
dan valproat dilaporkan membantu mengurangi agitasi dan agresi. Haloperidol
dan obat penghambat dopamine potensi tinggi lain diguakan untuk mengontrol
gangguan perilaku yang akut. Beberapa pasien demensia Alzheimer menunjukkan
perbaikan kognitif dan fungsi ketika diobati dengan tacrine atau donepezil. Ada
beberapa studi yang melaporkan bahwa pemberian suplemen vitamin (400 -600
mg/hari) dapat menghambat progresivitas demensia.
Prognosis
Demensia Alzheimer
penurunan bertahap selama 8-10 tahun, bisa lebih cepat atau jauh lebih
bertahap. Jika gejala demensia menjadi berat, kematian terjadi setelah periode
singkat.
Demensia vaskular
onset demensia vaskular mendadak. Terdapat penahanan kepribadian yang
lebih besar pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai