Louis Ryandi
102013411
C4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jakarta
Jalan Arjuna Utara No.6,Jakarta Barat 11510
Ryandi.louis@gmail.com
Pendahuluan
Mata merupakan salah satu panca indera kita yang sangat penting mata
membuat kita dapat melihat berbagai macam benda dan mempresepsikannya dalam
otak kita. Penyakit mata bermacam macam ada yang dapat menurunkan gangguan
penglihatan da nada juga yang tidak menurunkan gangguan penglihatan dan akan
sangat mengganggu kehidupan sehari hari apabila dibiarkan. Salah satunya adalah
skleritis. Skleritis adalah gangguan granulomatosa kronik yang ditandai oleh destruksi
kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
Skleritis disebabkan oleh berbagai macam penyakit baik penyakit autoimun ataupun
penyakit sistemik.
Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui gejala, penyebaran dan
penatalaksanaan serta pencegahaan pada penyakit mata skleritis.
Pembahasan
Anatomi Sklera
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan
dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian
depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding bola mata
yang paling keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat
kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak,
sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna
biru. Sedangkan pada dewasa karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak
1
Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada bola
mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk
menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan menyediakan
kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus oleh banyak saraf
dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus,
2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut
dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu penampang yakni lamina
kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau
fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub posterior hingga
0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau akuator. 1-3
Gambar 2. Sklera
nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari sejumlah
membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas foramen sklerasis
posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk menuju ke otak.
Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan
penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan ketajaman
penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala yang paling
sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari
stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik
nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang
dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. 1-3
Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau
fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen. Penurunan ketajaman
penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur yang berdekatan
yaitu dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang
3
abnormal. 1-3
Gambar 3. Skleritis
(Dikutip dari www.biyolojisitesi.net\Sklera)
Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya penyakit
sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat menyebabkan skleritis
seperti : 1-3
dan ibandronate.
Post pembedahan pada mata Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster,
diabetes, penyaki hati, penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi
pengobatan selanjutnya.
Pengobatan yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung
dan responnya terhadap pengobatan.
PemeriksaanFisikSklera
Untukpemeriksaanfisiksebelummelakukanpemeriksaanyangkhususpada
sclerakitamelakukanpemeriksaantandatandavitalsetelahitukitamelihatbentuk
mata apakah ada kelainan,setelah itu ditekan untuk mengetahui apakah ada rasa
nyerinya atau tidak dan setelah itu baru kita melakukan pemeriksaan secara
khususnyapadascleraantaralain: 1-3
1. Daylight
Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan
yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat
muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang
dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik.
Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular yang
menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman.
Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi
meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva. 1-3
2. Pemeriksaan Slit Lamp
Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera dengan
beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan
posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada
skleritis dengan pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang
pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera. 1-3
3. Pemeriksaan Red-free Light
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti
vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area
yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi
otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus. 1-3
Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan
fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan
laboratorium tersebut meliput pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan radiologi,
serta Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain skin test, tes usapan dan kultur
PCR, dan histopatologi. 1-3
Diagnosis Banding
Pterygium
Pterygium adalah penebalan dan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk
segitiga dengan banyak pembuluh darah. Puncaknya terletak di kornea dan dasarnya
dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak mata dan sering meluas ke daerah
pupil. Keadaan ini sering timbul oleh rangsangan debu, cahaya matahari dan angina
5
pada konjungtiva bulbi. Konjungtiva pada daerah selaput akan tampak kemerahan
serta adanya pelebaran pembuluh darah dengan edema pada jaringan tersebut. Gejala
kliniknya pasien akan mengalami kemunduran dalam penglihatan akibat astigmat
kornea atau karena pterygium telah meluas melewati zona optic. Therapynya dapat
diberikan tetes mata inflamasi baik steroid maupun non steroid dan terapi bedah
dilakukan apabila usia lebih dari 40 tahun.4-5
Gambar 4. Pterygium
(Dikutip dari http://www.snec.com.sg/eye-conditions-and-treatments)
Pesudopterygium
Memberikan gejala yang serupa dengan pterygium, hanya asal tumbuhnya
oleh karena kerusakan pada kornea(ulkus kornea), sehingga tempatnya tidak harus
pada celah kelopak mata. Baik gejala dan therapynya sama dengan pterygium. 4-5
Gambar 5. Pseudopterygium
Gambar 7. Episkleritis
(Dikutip dari http://www.snec.com.sg/eye-conditions-and-treatments)
Diagnosis Kerja
Skleritis
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanya vaskulitis. Skleritis dibedakan skleritis anterior difus dan nodular, dan skleritis
posterior. Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada permpuan.
Terdapat perasaan sakit yang berat dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu. Biasanya
pasien datang dengan gejala mata berair, fotofobia, dengan penglihatan yang menurun
( kalau sudah berat penyakitnya ). 1,3-5
Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi
kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang
ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah
skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit
ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan
dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.
Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.
Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden
skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun. 1,3-5
Etiologi
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses
imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III
(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin
terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya
tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah katarak. Selain itu
penyakit
autoimun
(SLE,Artitis
rheumatoid,dll),
penyakit
granulomatosa
Patofisiologi
8
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T
dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi
dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan
penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata. Inflamasi yang mempengaruhi
sklera berhubungan erat dengan penyakit imun sistemik dan penyakit kolagen pada
vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan faktor
predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang
berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon
kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah
bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat
deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan
perforasi kapiler dan venula post kapiler dan respon imun sel perantara. 1,3-5
Klasifikasi
Skleritis diklasifikasikan menjadi: 1,3-5
1. Episkleritis
a. Simple
Biasanya jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang
berpotensi mengalami rekurensi. Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak nyaman
pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran
pembuluh darah baik difus maupun segmental. Wanita lebih banyak terkena daripada
pria dan sering mengenai usia dekade 40-an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis.
Sekitar 30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit
sistemik, 5% dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid,
7% dihubungkan dengan herpes zoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2.
Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik dari
skleritis biasanya tidak dihubungkan dengan penyebab penyakit khusus, walaupun
penyebab klinis dan prognosis diperkirakan berasal dari suatu inflamasi. Berbagai
varian skleritis anterior kebanyakan jinak dimana tipe nodular lebih nyeri. Tipe
Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis
anterior. Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan
kemampuan melihat. Dari pemeriksaan objektif didapatkan adanya perubahan fundus,
adanya perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid,
massa di retina, udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior
yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anterior dangkal, proptosis, pergerakan
ekstra ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah. 1,3-6
Gambar 9. Skleritis Posterior
10
11
hebat akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau
poliarteritis nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. 1,3-6
Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio
retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi
sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam
dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak
berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan
akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat
terjadi glaukom akibat steroid serta katarak. 1-3,6
Prognosis
Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada
spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana
termasuk tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata
Skleritis pada penyakit Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta
permanen dimana termasuk tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata. 1-3
Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih
respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling
destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami
perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk. 1-3,6
Penutup
Kesimpulan
Skleritis didefinisikan sebagai gangguangranulomatosakronik yangditandai
oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan
adanyavaskulitis.Skleritisdisebabkanolehberbagaimacampenyakitbaikpenyakit
autoimun ataupun penyakit sistemik, infeksi, trauma dan idiopatik. Skleritis dapat
diklasifikasikanmenjadiepiskleritis,skleritisanteriordanskleritisposterior.
Gejalagejalapadaskleritis dapatmeliputirasanyeri,mataberair,fotofobia,
12
DaftarPustaka
1. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P,
Suyono
J,
Editor.
Oftalmologi
Umum
Edisi
14.
Jakarta:
EGC;2000.h.169-73
2. Gaeta, TJ. Scleritis. http://www.emedicine.com. diakses 15 Maret
2014
3. James B,Chew C,Bron A.Lecture Notes : Oftalmologi.Edisi ke9.Jakarta:Erlangga;2006.h.18-32,74
4. IlyasS,YuliantiSR.IlmupenyakitmataEdisike4.Jakarta:BalaiPenerbit
FKUI,2008.11620
5. IlyasS,TanzilM,Salamun,AzharZ.Ilmupenyakitmata.Jakarta:BalaiPenerbit
FKUI;2008.h.234,378
13