Anda di halaman 1dari 41

BAB2

LANDASAN TEORITIS

2.1

Pemeliharaan dan Downtime

2.1.1

Pengertian dan Peranan Pemeliharaan


Pemeliharaan atau Maintenance adalah suatu kombinasi dari berbagai
tindakan

yang

dilakukan untuk

menjaga

suatu

barang

dalam,

atau

memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima. ( Antony Corder,


1988, pl ).
Pemeliharaan

yang

baik

akap. mengakibatkan

meningkat, kebutuhan konsumen


investasi yang dialokasikan untuk

kinerja

dapat terpenuhi tepat waktu,

perusahaan
serta nilai

peralatan dan mesin dapat diminimasi.

Selain itu pemeliharaan yang baik juga dapat meningkatkan kualitas produk
yang dihasilkan dan mengurangi waste yang berarti

mengurangi ongkos

produksi.

2.1.2

Preventive Maintenance

Preventive

Maintenance adalah

pemeliharaan yang dilakukan secara

terjadwal, umumnya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan


seperti

inspeksi,

perbaikan,

penggantian, pembersihan,

penyesuaian dilaksanakan. (Ebeling, p189)

pelumasan

dan

Preventive Maintenance umumnya dilakukan berdasarkan data kerusakan


di masa lalu dimana umumnya data k e:rusakan suatu sistem memiliki hubungan
yang

erat

dengan distribusi statistik tertentu.

Karena

itulah

dalam

pelaksanaannya preventive maintenance memiliki hubungan yang erat dengan

reliability dan maintainability engineering. Adapun distribusi statistik yang


digunakan adalah distribusi Eksponensial, Weibull, Normal dan Lognormal.
Dengan dilaksanakannya preventive maintenance secara teratur maka
kejadian-kejadian yang tidak terduga yang dapat mengganggu proses produksi
dapat diminimasi.

2.1.3

Konsep Downtime
Lama waktu dimana suatu unit tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai
dengan yang diharapkan disebut sebagai downtime mesin. Downtime mesin
dapat

terjadi ketika

unit mengalami masalah seperti kerusakan yang dapat

mengganggu performansi secara

keseluruhan tennasuk kualitas produk yang

dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga membutuhkan sejumlah waktu


tertentu untuk mengembalkan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.

2.2

Konsep Keandalan (Realibility) dan Ketersediaan (Availability)

2.2.1

Konsep Keandalan (Reliability)


Yang dimaksud dengan keandalan adalah:
1. Peluang sebuah komponen atau si: tem akan dapat beroperasi sesuai fungsi
yang diinginkan untuk suatu

periode waktu

tertentu ketika

dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan. (Ebeling, p5)

digunakan

2. Peluang

sebuah

produk

untuk

dapat

menjalankan fungsinya

dengan

memuaskan untuk jangka waktu yang diharapkan dibawah kondisi operasi


yang telah ditentukan. (Ireson, Bab 25, pl)

2.2.2

Fungsi Keandalan (Realibility)


Fungsi

keandalan

didefinisikan sebagai

probabilitas suatu alat akan

beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu periode waktu t
dalam kondisi operasi standar. Keandalan didefinisikan sebagai kemungkinan
berhasil atau kemungkinan peralatan akan memenuhi fungsi yang diinginkan
paling tidak hingga waktu tertentu (t), maka dapat diuraikan sebagai berikut :
(Ebeling, p23)
R(t)

= P(x;:::

t)

Dimana: R(t) adalah distribusi keandalan yang merupakan probabilitas bahwa


waktu kerusakan lebih besar atau sama dengan t.
Fungsi keandalan

apabila dilihat dari waktu kerusakan

variabel x yang

memiliki fungsi kepadatan f(t), maka dapat ditulis sebagai berikut:


R(t)

= 1-

R(t) = 1f(t)dt

F(t)

umuk t?: 0

= f f(t)dt
00

R(t)

sejak luas area keseluruhan kurva sama dengan

1, probabilitas fungsi

keandalan dan probabilitas fungsi distribusi kumulatif nilainya berada antara :

0:::; R(t):::; 1

dan

0 :::; F(t) :::; 1

2.2.3

Konsep Ketersediaan (Availability)


Yang dimaksud dengan ketersediaan adalah peluang suatu komponen
atau sistem dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya pada waktu tertentu
ketika digunakan pada kondisi operasi yang telah ditetapkan (probability that a
component or system is performing its required function at a given point in
time when used under stated operating conditions) (Ebeling, p6).

Ada beberapa cara yang berbeda mengemukakan ketersediaan ini adalah :


1. Ketersediaan Inheren (Inherent Availability)
Didefinisikan sebagai :
A

_
inh

MTBF
- MTBF +
MTTR

Dimana:
Amh = Ketersediaan Inherent
MTBF = Rata-rata waktu antar kegagalan (Mean Time Between Failure)
MTTR =Rata-rata waktu perbaikan (Mean Time To Repair)
Ketersediaan inherent merupak<m pengukuran ketersediaan yang paling
sederhana karena

hanya

mempertimbangkan faktor

perbaikan. Umumnya digunakan

untuk mengukur

kerusakan

ketersediaan pada

perusahaan yang menerapkan kebijaksanaan corrective maintenance.


2. Ketersediaan Tercapai (Achieved Availability)
Didefinisikan sebagai :

A
a

MTBM
MTBM+M

dan

Dimana:

Aa = Ketersediaan Tercapai
MTBM = Rata- rata

waktu

antar

pemeliharaan

( Mean

Time

Between
Maintenance ).
M = Rata-rata waktu pemeliharaan
MTBM

ini termasuk

didalamnya adalah

pemeliharaan yang tidak

tetjadwal dan pemeliharaan pencegahan (preventive) yang

dihitung

dengan menggunakan rumus :

untuk M dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


M

(Yrrm)MP.MT
m(td)+ Yrpm

= m(t d )MTTR +

Dimana:
Tpm = rata-rata

selang waktu

antar preventive

maintenance yang

digunakan

1il
=
ekonomis

waktu

MPMT =

rata-rata

waktu

preventive

maintenance

Mean

Preventive
Maintenance Time )
M(td) = jumlah kegagalan dalam interval (0,1i!)
Ketersediaan tercapai merupakan pengukuran ketersediaan yang sering

digunakan

karena

telah

mempertimbangkan

faktor

pemeliharaan.

Umumnya digunakan oleh perusahaan yang telah menerapkan metode


proactive maintenance.
3. Ketersediaan Operasional (Operational Availability)
Didefinisikan dengan rumus :
A=
o

MTBM
MTBM+M'

dimana:

Ao = Ketersediaan Operasional
MTBM = Rata- rata

waktu

antar

pemeliharaan

( Mean

Time

rata-rata

waktu

karena

tidak

Between
Maintenance).
M'

rata-rata

downtime pemeliharaan, termasuk

pemeliharaan,
tersedianya

keterlambatan
spare-parts

pemeliharaaan

(supply

delay)

atau

tenaga

kerja

maintenance (maintenance delay)


Merupakan

perhitungan

ketersediaan

yang

realistis

karena

mempertimbangkan aspek keterlambatan pemeliharaan yang disebabkan


karena supply delay dan maintenance delay.

2.3

Nilai Tengah Kerusakan dan Fungsl Peluang

2.3.1

Mean Time To Failure (MTTF}

Mean time to failure (MTTF) adalah nilai rata-rata atau nilai yang
diharapkan (expected value) dari suatu distribusi kerusakan yang didefinisikan
oleh f(t) sebagai berikut: (Ebeling, p26, p35)

f tf(t)dt
co

MTTF

= E(t) =

Sedangkan (Ebeling, p24)


f(t)

dF(t)
dt

= dR(t)
dt

sehingga,
MTTF

J0

dR(t) tdt
dt

f R(t)dt
00

MTTF

= -tR(t) I+

= f R(t)dt
co

lvfTTF

2.3.2

Mean Time To Repair (MTTR)


Untuk dapat
waktu

menentukan nilai tengah dari fungsi

probabilitas untuk

perbaikan, distribusi data waktu perbaikan perlu diketahui terlebih

dahulu. Distribusi yang sering digunakan untuk data waktu perbaikan adalah
Eksponensial dan Lognormal. Penentuan atau pengujian dilakukan dengan cara
yang sama dengan yang telah dijelaskan sebelumnya. MTTR diperoleh dengan
menggunakan rum us : (Ebeling, p192)
MTTR

= f th(t)dt = f (1- H (t))dt


co

00

Dimana:
h(t) adalah fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan
H(t) adalah fungsi distribusi kumulatifuntuk data waktu perbaikan

12
Perhitungan MTTR untuk rnasing-rnasing distribusi adalah sebagai berikut:
Distribusi Eksponensial
t

H(t) = J
0

-t!M1TR
e

lv!TTR

= 1- e-t!M1TR

lv!TTR = _!_
A
dirnana : A= laju perbaikan
Distribusi Lognonnal
lv!TTR = t med esl

12

Dirnana : tmed adalah nilai tengah waktu perbaikan


s adalah standar deviasi dari In t

2.3.3

Fungsi Kepadatan Peluang


Bila x menyatakan variabel acak kontinyu (continuous random variable)
sebagai waktu kerusakan dari system (peralatan) dari jumlah kerusakan pada
suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx yang kontinyu di setiap titik
nyata, fx dikatakan fungsi kepadatan peluang (probability density

sumbu

function) dari variabel x. Bila x

dapat bemilai nyata (x0) pada interval

waktu t, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

untuk t :::::_0
Sehingga,
0

ffx(t)dt

=1

12
2.3.4

Fungsi Distribusi Kumulatif


Fungsi distribusi kumulatif merupakan fungsi yang menggambarkan
probabilitas te:tjadinya kerusakan sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem
atau peralatan mengalami kegagalan dalam beroperasi sebelmn waktu t, yang
merupakan fungsi dari waktu yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai :
(Ebeling, hal 23 - 24)
F(t) = P(x < t)
Atau

=f

untuk t2: 0

F(t)

f(t)dt

Dimana: F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif


f(t) adalah fungsi kepadatan peluang
Jika t

2.4

oo maka F(t)

Identifikasi Distribusi
Pengidentifikasian distribusi dapat
identifikasi awal,

dilakukan dalam

penaksiran parameter, dan

tiga tahap yaitu

uji goodness-of-fit. Perincian

mengenai masing-masing tahap diberikan pada uraian berikut. (Ebeling, p359)


2.4.1

ldentifikasi Awal
Identifikasi awal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu

probability

plot dan metode least-square. Dengan probability plot dibuat grafik dengan
titik-titik (ti, F(ti)). Bila data tersebut menghampiri suatu distribusi maka grafik

yang

terbentuk

akan

berbentuk

garis

lurus.

13

Namun demikian, tingkat

subjektivitas untuk menilai kelurusan garis menyebabkan metode ini tidak


terlalu populer untuk digunakan.
Dengan metode least-square, dicari nilai index of fit (korelasi) antara ti
(atau In ti) sebagai x dengan y yang merupakan fungsi dari distribusi teoritis
terhadap x. Kemudian distribusi yang terpilih adalah distribusi yang nilai index
of fit (nilai korelasi) terbesar.
Perhitungan umum pada metode least-square yaitu :

Nilai tengah kerusakan = F(ti)

i- 0,

n+0,4

Dimana:
i =data waktu ke-t
n = jumlah data kerusakan
Perhitungan index of fit memiliki cara yang sama dengan perhitungan
Korelasi Pearson (Walpole, p664):

Dimana : n adalah j umlah kerusakan yang terjadi

Gradien:

untuk: distribusi Weibull, Normal, Lognormal

11

LX;Y;

untuk : distribusi Eksponensial

b=...::.i=::.:_l

L:x;
11

i=l

Intersep : a

= y-

bx

Untuk Distribusi Eksponensial


Metode Least Square rnerniliki rurnus sebagai berikut : (Ebeling, p364)

16
1
Dan: MTTF=
b
Dimana : ti adalah data ke-i

Untuk Distribusi Weibull


Metode Least Square memiliki rumus sebagai berikut : (Ebeling, p367)

Y; = lnln[

1
1-F(t;)

Dimana: ti adalah data ke-i


a

Parameter : fJ = b dan B = e fJ

Untuk Distribusi Normal


Metode Least Square memiliki rumus sebagai berikut (Ebeling, p370)

Dimana : ti adalah data ke-i


1

=-

Parameter : a

a
dan J1 = b

Untuk Distribusi Lognormal

Metode Least Square memiliki rumus sebagai berikut: (Ebeling, p371)

Dimana parametemya :

1
b

s=-

dan

tmed

=e

-sa

Dimana: ti adalah data ke-i


2.4.2

Pendugaan Parameter

Pendugaan parameter setelah proses identifikasi awal digunakan untuk


menaksir parameter dari distribusi yang terpilih pada proses identifikasi awal.
Parameter dari distribusi hanya dapat diduga (diestimasi) dan tidak dapat
secara

tepat

diketahui

karena

tidak

ada

suatu

metodepun yang

dapat

mengetahui dengan tepat parameter suatu distribusi berdasarkan data sampel


yang diambil.

Pada

penjelasan sebelumnya, pendugaan parameter

dapat

dihitung

bersama-sama dengan identifikasi awal distribusi yaitu dengan menggunakan


metode Least Square Fit, tetapi metode tersebut umumnya kurang disukai.
Metode pendugaan parameter yang lebih sering digunakan adalah Maximum

Likelihood Estimator (MLE).


Secara umum, untuk menemukan MLE dari setiap distribusi teoritis, kita
harus

mencari

nilai

maksimum

dari

likelihood

function

berikut

yang

mengandung sejumlah parameter fA,.... 8.:. yang tidak diketahui (Ebeling, p375)

L(B1....

,ek) = [Jf(ti ev
..,ek)
1

i=l

Tujuam MLE adalah menemukan nilai parameter ej,.... 8.:. yang dapat
memberikan likelihood function yang sebesar mungkin untuk setiap nilai t1,
t2,...., tn. Karena bentuk perkalian dari likelihood function, umumnya lebih
mudah untuk memecahkan logaritma dari likelihood function. Nilai maksimum

likelihood

function

diperoleh dengan mengambil turunan pertama

logaritma likelihood function

0, yaitu :

i= 1, 2, ....,k

dari

Eksponensial MLE

Adapun nilai MLE untuk parameter dari distribusi eksponensial adalah


sebagai berikut :

A.=
T

Dimana

: r = n = jumlah data kerusakan


r

T=

2)

yaitujumlah waktu kerusakan

i=l

WeibulJMLE

Adapun turunan pertama likelihood function untuk distribusi Weibull


adalah sebagai berikut:

(/3)
g

"r
"r
L..t=l

tfllnt
1

fJ

1 1
---lnt=O
j3 r
1

L..t=J'i

Tujuan MLE adalah mendapatkan nilai

dari persamaan di atas.

Permasalahannya adalah persamaan di atas tidak dapat dipecahkan secara


matematis.

Maka cara altematifnya adalah menggunakan metode Newton

Rhapson untuk memecahkan persamaan non-linear yaitu dengan menggunakan


persamaan:

f3)+1 = f3j

g(/31)
g

('/3. )

dimana g' (x).

}+1

= dg-1
)
ux

yang harus dipecahkan secara iterasi sampai mencapai nilai pj yang maksimum
(atau nilai g(p) yang mendekati nol).
Maka terlebih dahulu adalah mencari turunan pertama dari g(p) yaitu

( 'frf ln t;)(Irf)-(Irf lnt;)

'(/3) =

1=1

1=1

Irf

)2

1=1

+ _1_
/32

i=l

untuk

membantu mempermudah penyelesaian iterasi

metode Newton

Rhapson maka disarankan nilai P.i awal yang digunakan adalah nilai p yang
didapat melalui metode Least Square.
Kemudian nilai MLE untuk

e didapat

dari persamaan berikut :

11

B'= { 1 [Itf
]})

i=l

Normal MLE
Adapun nilai MLE untuk parameter dari distribus; normal adalah sebagai
berikut:
p' =x

21

Lognormal MLE
Adapun nilai MLE untuk parameter dari distribusi lognormal adalah
sebagai berikut :

J.l=

Inti
i=l

S=

2.4.3

L =l (Inti - ,U)2
n

Goodness of Fit Test

Langkah terakhir dalam pemilihan distribusi secara teori adalah dengan


uji kesesuaian distribusi secara statistik yaitu goodness-of-fit test. Dilakukan
dengan membandingkan antara hipotesis nol (Ho) dan hipotesis altematif (H 1).

Ho menyatakan bahwa waktu kerusaka.n berasal dari distribusi tertentu dan H 1


menyatakan bahwa waktu kerusakan tidak berasal dari distribusi tertentu.
Pengujian ini merupakan perhitungan statistik yang didasarkan pada

22

sampel waktu kerusakan. Statistik ini kemudian dibandingkan dengan nilai

23
kritik yang diperoleh dari tabel. Secara umum, apabila pengujian statistik ini
berada di luar nilai kritik, maka H 0 diterima. Sebaliknya, maka H1 yang
diterima.
Ada dua jenis goodness-of-fit test yaitu uji umum (general tests) dan uji
khusus (spesific tests). Uji umum dapat digunakan untuk menguji beberapa
distribusi sedangkan uji khusus masin.g-masing hanya dapat menguji satu jenis
distribusi. Dibandingkan dengan uji umum, uji khusus lebih akurat dalam
menolak suatu distribusi yang tidak se :uai.

Uji

umum

yaitu

uji

Chi-square sedangkan uji khusus terdiri dari

Bartlett's Test untuk distribusi eksponensial, Mann's Test untuk distribusi


Weibull, Kolmogorov-Smirnov Test untuk distribusi normal dan lognonnal.

Bartlett's Test untuk Distribusi EksiJIOnensial


o

Hipotesa untuk uji ini adalah: (Ebeling, p339)

Ho : Data

berdistribusi eksponem;ial

H 1 :Data tidak berdistribusi eksponensial


o

Uji statistiknya adalah :

Dimana:

ti adalah data waktu kerusakan ke-I


r adalah jumlah kerusakan
B adalah nilai uji statistik untuk uji Bartlett's Test

Ho diterima apabila nilai B jatuh dalam wilayah kritik

dimana: distribusi chi-square memiliki r- 1 derajat kebebasan.

Mann's Test untuk Distribusi Weibnll


Distribusi ini dikembangkan oleh Mann, Schafer, dan Singpurwalla pada
tahun 1974.
o

Hipotesa untuk melakukan uji ini adalah :(Ebeling, p400)


H0 : Data berdistribusi Weibull

H1 :Data tidak berdistribusi Weibull


o

Uji statistiknya adalah :

25
Dirnana:

Z;

= ln[-1n(1- ni' JJ
+0,25
05

Dirnana:
M adalah nilai uji statistik untuk Mann's Test
ti adalah data waktu kerusakan ke-I
ti+l adalah data waktu kerusakan ke-(i+ 1)
[x] adalah bilangan integer dari x

r = n adalahjurnlah unit yang diarnati


I adalah nornor data kerusakan (1,2,3,... ,n)
Bila M <

Fcrit

rnaka Ho diterirna. Nilai

dengan v1 = 2ki dan v2 = 2k2.

Pent

diperoleh dari table distribusi F

Kolmogorov-Smirnov Test untuk Distribusi Normal dan Lognormal


Uji ini dikembangkan oleh H.W. Lilliefors pada tahun 1967. Uji
fungsi distribusi kurnulatif dengan fungsi distribusi kumulatif normal.
o

Hipotesa untuk uji ini adalah :(Ebeling, p402)

Ho : Data berdistribusi Normal (Lognormal)


H1 :Data tidak berdistribusi Normal (Lognormal)
o

Uji statistiknya adalah: Dn = max{D,,D2 }


Dimana:

f <I>((.

D, =m
l:5:I:o:n

D2

1l

-t) i-1}
--

( t - t)}

= mx {
--i <I>
IS:1S:n

; _

= ..J ...!._
i=l

:Lcri

(.
n

dan

Dimana:
ti adalah data waktu antar kerusakan ke-I
s adalah standar deviasi sample

s2

-t)2

= ..:..i=-=-'--n-l

1m

n adalah banyaknya data kerusakan

28
Bila D < Dent. maka terima
Nilai

Dcrit

Ho.

sebaliknya, bila tidak maka terima H1.

diperoleh dari table critical value for the Kolmogorov-Smirnov test

for normality (Lilliefors test).

2.5

Interval Waktu Penggantian Pencegahan Kerusakan untuk Meminimisasi


Total Downtime
Penggantian
terhentinya mesin
perawatan

ini,

pencegahan

akibat
maka

dilakukan

untuk

kerusakan komponen. Untuk


harus

diketahui

interval

menghindari

melakukan tindakan

waktu

antara tindakan

penggantian (tp) yang optimal dari su::tu komponen sehingga dicapai minimasi

downtime yang maksimal.


Perawatan jenis ini memerlukan suatu metode perhitungan sebagai berikut :

1. Block Replacement
Tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval tp yang tetap, jika
selang waktu

tersebut tidak

sebelum jangkat

waktu

mengalami kerusakan. Jika

tp maka

sistern

rusak

dilakukan penggantian kerusakan,

penggantian selanjutnya tetap dilakukan pada saat tp dengan mengabaikan


penggantian perbaikan sebelumnya..

2. Age Replacement

Dalam

metode

1m

tindakan

penggantian

dilakukan

pada

saat

pengoperasiannya sudah mencap<i umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp,


jika

pada

selang waktu

tp tidak

mengalami kerusakan. Jika

sistem

mengalami kerusakan sebelum tp, maka dilakukan penggantian sebagai


tindakan korektif Perhitungan umur tindakan penggantian tp dimulai dari
awal lagi dengan mengambil acuan dari waktu mulai bekerjanya sistem
kernbali setelah dilakukan tindakan perawatan korektif tersebut.

Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah :

D(t p) =

.M::;: :f'i:!(p{!t:T1 'A.VA


Hl

Total ekspetasi downtime per siklus


Ekspetasi panjang waktu siklus

..i-,... L a . .,J fU
l...-"'Vi:.J.'f..
1../NIVERSITAS

Bf !\JAl NUSA J

Total ekspetasi downtime per siklus adalah waktu yang diperlukan untuk
melakukan tindakan penggantian pencegahan dikali

dengan probabilitas

suatu siklus tindakan pencegahan, kemudian ditambah dengan waktu yang


diperlukan untuk

melakukan tindakan perbaikan kerusakan (hila

terjadi

kerusakan) dikali dengan probabili1as dari suatu siklus gagal. Dalam bentuk
rumus adalah sebagai berikut:
Total ekspetasi downtime per siklus

= TP .R(t P) +

T1 (1- R(t

P))
Dimana:
TP adalah interval waktu
demikian reliabilitas waktu

tindakan penggantian pencegahan,


siklus

pencegahan kerusakan sama

dengan
dengan

probabilitas dari kerusakan yang terjadi setelah waktu tp, yaitu :

!t(t p) =

" '

f(t)dt
lp

Jadi probabilitas dari suatu siklus rusak


Ekspetasi panjang

waktu

siklus

= 1-

adalah

R(t;)

panjang

siklus

pencegahan

dikali dengan probabilitas siklus pencegahan, kemudian ditambah dengan


ekspetasi

panjang

siklus

gagal

dikalikan dengan

probabilitas siklus

kegagalan. Dapat pula dirumuskan sebagai berikut :

(t P + TP) x R(t P) + (ekspetasi panjang siklus kegagalan) x (1- R(t


P))

untuk menentukan ekspetasi panjang siklus kegagalan, perlu

diperhatikan

waktu rata-rata kegagalan atau Alean Time To Failure (MTTF), dimana


untuk preventive maintenance diperoleh :

f t.f(t)dt
00

MTTl"'

Nilai tengah distribusi kerusakan a.dalah:


tp

I t.J(t)dt

M(t )--....;;0_ P -- 1- R(t p)

Sehingga ekspetasi panjang siklus kegagalan adalah:

I t.f(t)dt
tp

= _o--- +Tf
1- R(t p)

Dengan demikian ekspetasi panjang waktu siklus adalah:

lp

= (t p + Tp) X R(t

p) + f t.f(t)dt + Tf

(1- R(t p ))

Total downtime per satu waktu siklus (D(tp)) adalah:

=---D(t r)

T r .R (tp) +
' - - T1
..;:

. (1- R(t r
))

__

..;:.

1p

(tr +Tr)xR(tr)+ ft.f(t)dt+T1.(1-R(tr))


0

Dimana:
Tr adalah waktu untuk melakukan perbaikan kerusakan komponen.
TP adalah waktu untuk melakukan penggantian preventif
tp adalah panjang interval waktu antara tindakan pemeliharaanpreventif
f(t) adalah fungsi kepadatan peluang dari waktu kegagalan komponen.

2.6

Perhitungan Peningkatan Reliability pada Mean Time To Failure {MTTF)


Tanpa dan Dengan Preventive Maintenance
Peningkatan keandalan

dapat

ditempuh

dengan

cara

pemeliharaan

pencegahan. Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh Wear out dan


menunjukkan hasil yang signifikan terhadap umur mesin. Model keandalan

berikut ini mengasumsikan sistem kembali ke kondisi baru setelah menjalani


pemeliharaan pencegahan. Keandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut :
(Ebeling, p204)
untuk

Rm (t)

= R(T) R(t- T)

0t T

untuk

2T
Dimana:
T adalah interval waktu penggantian pencegahan kerusakan
Rm(t) adalah

keandalan

(reliabili ) dari

sistem

dengan

pemeliharaan

pencegahan.
R(t) adalah keandalan sistem tanpa pemeliharaan pencegahan
R(T) adalah peluang dari keandalan hingga pemeliharaan pencegahan pertama
R(t-T) adalah peluang dari keandalan antara waktu t - T setelah sistem
dikembalikan pada kondisi awal pada saat T.
Secara umum persamaannya adalah sebagai berikut:

Rm(t)

= R(tt R(t- nT)

untuk nT .

(n + l)T dan n = 0,1,2,...

Dimana:
R(t)n adalah probabilitas keandalan hingga n selang waktu pemeliharaan.

R(t-nT) adalah probabilitas keandalan untuk waktu t-nT dari pemeliharaan


pencegahan yang terakhir.
Untuk laju kerusakan yang konstan : f?.(t) = e -J.J maka :

=e-J.J

Rm( t)=e -Ant e-J.J


eAni

ini

=-J,O._( t)

membuktikan bahwa bila

dilakukan preventive maintenance pada

distribusi eksponensial, yang laju kerusakannya konstan, tidak menghasilkan


dampak apapun atau tidak ada peningkatan reliability seperti yang diharapkan.
MTTF untukpreventifmaintenance model (Ebeling, p204, p211):

MTTF

"'
f R(t)dt
= f Rm (t)dt = . . :. .
1- R(T)
0

--

2.7

Interval Waktu Pemeriksaan Optim:l


Selain penggantian pencegahan maka pemeriksaan (inspeksi) juga
diperlukan dalam Preventive Maintenance untuk meningkatkan Availability.
Tujuan dari inspeksi adalah untuk ID!ncegah kegagalan yang tidak terdeteksi
terutama pada saat mesin tidak beroperasi yang disebabkan oleh korosi atau

kerusakan mekanik.

Yang

harus

diingat adalah bahwa inspeksi dapat

meningkatkan Availability tetapi tidak dapat meningkatkan reliabilitas.

Tindak pemeriksaan juga bertujuan untuk meminimasi downtime


mesin akbat kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba. (Jardine, p108). Konstruksi
model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah :

1.

_!_ = waktu

rata-rata perbaikan

Jl

2.

= waktu rata-rata pemeriksaan


l

Menurut Jardine (p109) total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari
frekuensi pemeriksaan (n) dan dinotasikan dengan D(n) yakni

D(n) =downtime untuk perbaikan kerusakan dan downtime untuk pemeriksaan

D(n) = A-(n) +
Jl

Keterangan :
A.(n)

laju kerusakan yang terjadi

= Jumlah pemeriksaan per satuan waktu

ll

= Berbanding

terbalik dengan 1/Jl

= Berbanding

terbalik dengan 1/i

Diasumsikan bahwa laju

kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah

pemeriksaan :

k
A,(n) =-

dan karena

maka
k
A,(n)=-n2

dan

-k
1
D(n)=-+-:n2 f1
1

dimana : k = nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan waktu sehingga
diperoleh:

2.8

Software dan Metode Perancangan

2.8.1

Sybase PowerBuilder 8.0


Sybase PowerBuilder 8.0 adalah sebuah program development tool untuk
membuat aplikasi. PowerBuilder mempakan bahasa pemrograman generasi ke
- 4 yang berbeda dari bahasa pemrograman generasi sebelumnya seperti
BASIC, C, Pascal, Cobol, Clipper dan sejeninsnya. PowerBuilder mempakan
tool yang eksotis dan merupakan salah satu yang paling populer dii dunia saat
ini, PowerBuilder telah

digunakan

oleh banyak

perusahaan pengembang

software maupun para profesional individual. Dengan PowerBuilder seorang


programmer dapat membuat berbagai aplikasi desktop berarsitektur 2-tier, 3tier hingga aplikasi web. Program ini memiliki lingkungan kerja grafis yang
memudahkan programmer mengembangkan aplikasi serta memiliki fitur-fitur
lengkap dan pamungkas untuk memJ: rsingkat waktu pengembangan aplikasi.
Di dalam PowerBuilder, kode progran,1 dibuat secara modular dan berorientasi
objek dengan aroma OOP yang kental.
PowerBuilder

secara

khusus

didesain

untuk

membangun aplikasi

aplikasi yang intensif bekerja menggunakan database karena dukungannya


yang kuat dan dilengkapinya koleksi objek/komponen berorientasi database
yang tidak dimiliki oleh development tool lain.
2.8.2

Microsoft SQL Server 2000


SQL Server 2000

menyediakan sebuah

database

engine

dan juga

menyediakan banyak tampilan antai' muka. Diantaranya adalah Enterprise

Manager, yang memungkinkan penyewa untuk melakukan tugas administrasi


pada basis data SQL Server dan Query Analyzer membantu pengembang
aplikasi dalam menulis, mendebug dan membuat Stored procedure.
Jadi SQL Server 2000 adalah ::ebuah aplikasi basis data yang powerful
dan mempunyai tampilan yang mudah dipakai.

2.8.3

Classic Life Cycle

Classic

Life

Cycle

merupakan paradigma

yang

dis,ebut juga

sebagai

"Waterfall Model"

alur perputaran yang melakukan sebuah

pendekatan

pengembangan piranti lunak yang sistematik dan berurutan dimulai dari tingkat
sistem berlanjut

ke analisis,

perancangan, pengkodean, pengetesan dan

pemeliharaan. Bagan dari Classic Life Cycle adalah sebagai berikut :

System
Engineering

.----'---"'----,

Analysis

Design

.---', -..%-------,
Code

-h---,h
Testing ,--.......

--L--....,

Maintenance

I
Gambar 2.1 Bagan Classic Life Cycle

System

Engineering dan Analysis

merupakan pengumpulan permintaaan

permintaan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil dari perancangan dan
analisis tingkat atas.
Software

requirements analysis

mempakan proses pengumpulan permintaan

permintaan berfokus pada piranti lunak. Untuk memahami kealamian dari


piranti

lunak yang akan

dibuat,

informasi-informasi dari piranti

pembuat

piranti

lunak, juga

lunak

harus mengerti

fungsi-fungsi yang diminta,

kinerja, dan tampilan layar.


Design

merupakan proses

penterjemahan permintaan-pennintaan

menjadi

sebuah perancangan piranti lunak yang kualitasnya bisa diprediksi dahulu


sebelum pengkodean dimulai.
Coding merupakan proses penteijemahan dari perancangan menjadi bentuk
bahasa mesin yang bisa dimengerti oleh komputer.
Testing merupakan proses yang berfokus

pada pengetesan logika internal

piranti lunak, yang meyakinkan semua pemyataan sudah dites, dan pengetesan
fungsi-fungsi ekstemal untuk meyakinkan input

yang telah

didefinisikan

menghasilkan output yang sesuai dengan pennintaan.


Maintenance merupakan proses pera atan terhadap piranti lunak, bila temyata
setelah

piranti lunak dijalankan oleh. pengguna

masih terdapat

kesalahan.

Perawatan juga dilakukan bila pengguna ingin melakukan penambahan fungsi


terhadap piranti lunak.

2.9

Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut :
Penelitian

dengan

MAINTENANCE

judul
UNTUK

"USULAN

PENERAPAN

MENINGKATKAN

PREVENTIVE

AVAILABILITY

REALIBILITY BERDASARKAN MJNIMASI DOWNTIME

DARI

AND
MESIN

INJEKSI DI PT DYNAPLAST, TBK" ditulis oleh Sjakti Dewi (2003). Skripsi


ini membahas penerapan Preventive Maintenance pada
Dynaplast, Tbk.

Basil

mesin

injeksi

di PT.

dari penelitian ini adalah setelah dilakukan penerapan

Preventive Maintenance pada mesin ..njeksi maka Realibility dan Availability


mesin

injeksi tersebut meningkat, hal

Preventive Maintenance berhasil.

ini menunjukkan bahwa

penerapan

Anda mungkin juga menyukai