Anda di halaman 1dari 10

Nilai Saham

1. Nilai Buku
Nilai buku merupakan nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten. Untuk
menghitung nilai buku suatu saham, ada beberapa nilai yang perlu diketahui, yaitu:
a. Nilai nominal (par value), dari suatu saham merupakan nilai kewajiban yang
ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Nilai nominal merupakan modal per lembar
yang secara hukum harus ditahan diperusahaan. Untuk saham yang tidak mempunyai
nilai nominal, dewan direksi umumnya menetapkan nilai sendiri perlembarnya. Jika
tidak ada nilai yang ditetapkan, maka yang dianggap sebagai modal secara hukum
adalah semua penerimaan bersih yang diterima oleh emiten ketika mengeluarkan
saham.
b. Agio saham, merupakan selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada
perusahaan dengan nilai nominal sahamnya. Misalnya nilai nominal per lembar saham
adalah Rp 5.000,- dan saham dijual seharga Rp 8.000,- per lembar, agio saham per
lembarnya adalah sebesar Rp 3.000,-. Pada neraca, agio saham ditampilkan dalam
nilai totalnya.
c. Nilai modal disetor, merupakan total yang dibayar oleh pemegang saham kepada
perusahaan emiten untuk ditukarkan dengan saham preferen atau dengan saham biasa.
Nilai modal disetor merupakan penjumlahan total nilai nominal ditambah dengan agio
saham.
d. Laba ditahan, merupakan laba yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Laba
tersebut diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai sumber dana internal. Dalam
neraca menambah total laba yang disetor. Nilai buku, nilai buku per lembar saham
menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu
lembar saham. Maka nilai buku per lembar saham dapat dilihat dengan total ekuitas
dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Nilai buku (book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih yang dimiliki
oleh pemegang saham. Nilai buku per lembar saham dapat dirumuskan sbb:

nilaibuku per lembar=

total ekuitas
jumlah sahamberedar
1

Jika perusahaan mempunyai dua macam kelas saham, maka perhitungan nilai buku
per sahamnya adalah sebagai berikut :
a. Nilai ekuitas saham preferen: nilai ekuitas dihitung dengan mengalikan nilai tebus
(called price) atau nilai nominal (jika nilai tebus tidak digunakan) ditambah dengan
dividen yang di arrears dengan lembar saham preferen yang beredar.
b. Nilai ekuitas saham biasa: nilai ekuitas dihitung dengan mengurangi nilai total ekuitas
dengan saham preferen.
c. Nilai buku saham biasa dihitung dengan membagi nilai ekuitas saham biasa dengan
jumlah lembar saham biasa yang beredar.
Contoh 1:
Suatu perusahaan mengotorisasi untuk menerbitkan saham biasa sebanyak 1.000.000
lembar dengan nilai nominal Rp 5.000,-. Pada tanggal 18 Februari tahun ini, perusahaan
mengeluarkan sebanyak 800.000 lembar saham dengan harga Rp 8.000,- per lembar. Dari
penjualan saham biasa ini perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp 64.000.000,- yang terdiri
dari :
Modal saham biasa

800.000xRp 5.000,-

=Rp 4.000.000.000,-

Ago saham biasa

800.000xRp 3.000,-

=Rp 2.400.000.000,-

Total kas diterima

=Rp 6.400.000.000,-

Pada tanggal 17 November tahun ini, perusahaan membeli kembali saham biasa yang beredar
sebagai saham treasuri sebanyak 100.000 lembar dengan harga pasar senilai Rp 15.000,-.
Nilai total saham treasuri adalah:
Saham treasuri= 100.000 x Rp 15.000,= Rp 1.500.000.000,Selanjutnya pada tanggal 5 Desember tahun ini, sebanyak 20.000 lembar saham treasuri
dijual kembali dengan harga Rp 17.500,- per lembarnya. Dari penjualan saham treasuri ini
perusahaan mendapatkan kas sebesar Rp 350.000.000,- (20.000 x Rp 17.500,-) yang terdiri
dari:
Modal saham treasuri 20.000 x Rp 15.000,-

Rp 300.000.000,2

Agio saham treasuri 20.000 x Rp 2.500,-

Rp 50.000.000,-

Total kas diterima

Rp 350.000.000,-

Pada tanggal 31 Desember tahun ini, posisi saham treasuri perusahaan adalah sebanyak
80.000 lembar senilai Rp 1.200.000.000,- (Rp 1.500.000.000 Rp 300.000.000). Saham
treasuri ini adalah milik perusahaan, bukan milik pemegang saham biasa, sehingga akan
mengurangi total nilai ekuitas. Misalnya laba ditahan untuk akhir tahun ini adalah sebesar Rp
550.000.000,-. Penyajian ekuitas di neraca adalah sbb:
EKUITAS PEMEGANG SAHAM
Modal disetor :
Modal saham
Saham biasa, nominal Rp 5.000,- diotorisasi 1.000.000 lembar,
800.000 dikeluarkan dengan harga Rp 8.000,- dan 720.000 beredar
Total modal saham

Rp 4.000.000.000
Rp 4.000.000.000

Tambahan modal disetor:


Agio saham biasa

Rp 2.400.000.000

Agio saham treasuri

Rp

50.000.000

Tambahan modal disetor

Rp 2.450.000.000

Total modal disetor

Rp 6.450.000.000

Laba ditahan

Rp

Total modal disetor dan laba ditahan

Rp 7.000.000.000

Dikurangi: Saham treasuri (80.000 lbr)

Rp 1.200.000.000

TOTAL EKUITAS

Rp 5.800.000.000

550.000.000

2. Nilai Pasar
Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran
saham bersangkutan di pasar bursa.
3

3. Nilai Intrinsik
Nilai sebenarnya dari saham yang diperdagangkan sering disebut dengan nilai
fundamental (fundamental value) atau nilai intrinsik (intrinsic value).
Ada dua analisis yang digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari saham.
Pertama analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis) atau analisis
perusahaan (company analysis), menggunakan data fundamental yang berasal dari
perusahaan seperti laba, deviden yang dibayar, penjualan dan lain lain. Dan kedua analisis
teknik (technical analysis), menggunakan data pasar dari saham (misalnya harga dan volume
transaksi saham). Untuk analisis fundamental, ada dua pendekatan untuk menghitung nilai
intrinsik saham, yaitu dengan pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan
pendekatan PER (P/E rasio approach).
a. Pendekatan nilai sekarang
Pendekatan nilai sekarang juga disebut dengan metode kapitalisasi laba karena
melibatkan proses kapitalisasi nilai nilai arus kas di masa depan yang didiskontokan
menjadi nilai sekarang. Adapun model yang digunakan sebagai berikut.

P =

Arus Kast

t=1

(1+k)

(a)

Notasi :
P0* = nilai sekarang dari perusahaan (value of the firm)

= periode waktu ke t dari t=1 sampai dengan

k = suku bunga diskonto (discount rate) atau tingkat pengembalian yang diinginkan
(required rate of return)
Arus kas merupakan kas yang diterima oleh perusahaan emiten. Sebagai alternatif dari
arus kas, laba perusahaan juga dapat digunakan untuk menghitung nilai perusahaan. Laba
dapat ditahan sebagai sumber dana internal atau dibagikan sebagai deviden. Arus deviden
dapat dianggap sebagai arus kas yang diterima oleh investor. Maka model diskonto arus
deviden dapat digunakan sebagai pengganti model diskonto arus kas untuk menghitung nilai
intrinsik. Model diskonto arus deviden adalah sebagai berikut.

P =

t=1

Dt
t

(1+k)

(b)

Dt = deviden yang dibayarkan unbtuk periode ke-t


Rumus tersebut juga dapat dituliskan sebagai berikut :

P0=

D1
D
D
+ 2 2 ++ (c)
(1+k) (1+k)
(1+k)

Ada beberapa kasus yang dapat ditemui di dalam besarnya nilai deviden yang dibayarkan.

Pembayaran Deviden Tidak Teratur


Kenyataan beberapa perusahaan membayar deviden dengantidak teratur, yaitu
deviden tiap tiap periode tidak mempunyai pola yang jelas bahkan untuk periode periode
tertentu tidak membayar sama sekali. Untuk kasus pembayaran deviden yang tidak teratur ini
dapat digunakan rumus (c).
Contoh 2:
Misalnya suatu perusahaan membayar deviden selama 5 periode sbb:
Periode ke Dt

1
Rp 1.000,-

2
Rp 1.500,-

3
Rp 0,-

4
Rp 750,-

5
Rp 2.100,-

Diasumsikan bahwa tingkat bunga diskonto adalah konstan sebesar 20% tiap periodenya,
maka nilai intrinsik saham ini per lembarnya adalah sbb:

Po=

Rp 1.000 Rp1.500
Rp750 Rp2.100
+
+0+
+
=Rp3.080,63,
2
4
5
(1+0,2) (1+0,2)
(1+0,2) (1+0,2)

Deviden Konstan Tidak Bertumbuh


Untuk menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan dalam keadaan stabil banyak
perusahaan yang membayar devidennya secara constan dari waktu ke waktu. Jika perusahaan
membayar deviden konstan yang nilainya sama dari waktu ke waktu, yaitu sebesar D, maka
nilai intrinsik harga saham di rumus (c) menjadi :

P 0=

D
D
D
+
++
(d)
2

(1+k) (1+k)
(1+k)

Atau dapat disederhanakan menjadi :


D
P0= (e)
k

Rumus (e) menunjukkan model yang tidak bertumbuh atau model pertumbuhan nol
dari pembayaran deviden untuk menghitung nilai intrinsik saham. Pada umumnya deviden
konstan ini dilakukan untuk menilai saham preferen karena deviden saham preferen biasanya
konstan yang umumnya dinyatakan dalam presentase dari nilai nominal.
Contoh 3:
Kebijaksanaan dividen suatu perusahaan adalah membayar dividen konstan sebesar Rp
1.000,- tiap tahunnya. Jika suku bunga diskonto per tahun adalah 20%, maka nilai intrinsik
saham per lembar adalah :

P 0=

Rp1.000
=Rp5.000,
0,2

Pertumbuhan Deviden yang Konstan


Bentuk lain dari model diskonto deviden adalah untuk kasus deviden yang bertumbuh
secara konstan yaitu dengan pertumbuhan sebesar g. Jika deviden periode awal adalah D0,
maka deviden periode kesatu adalah D0 (1 + g) dan periode kedua adalah sebesar D0 (1+g)
(1+g) atau D0 (1 + g)2 dan seterusnya. Untuk kasusu pembayaran deviden yang bertumbuh
secara konstan ini, rumus nilai intrinsik saham di (c) menjadi :
2

D 0(1+g) D 0(1+g)
D 0(1+g)
P=
+
++
(f )
(1+k)
(1+k)2
(1+k)

Rumus ini dapat disederhanakan menjadi:

P0=

D 0(1+g)
(g1)
(kg)

Untuk D1 = D0 (1 + g) maka menjadi :

P 0=

D1
(g2)
(kg)
6

Rumus (f) merupakan model pertumbuhan konstan atau dikenal juga dengan model
gordon. Asumsi dasar model ini adalah nilai k harus lebih besar dari g agar nilai intrinsik
yang diperoleh realistis.
Contoh 4:
Tahun ini perusahaan emiten membayar dividen sebesar Rp 1.000,-. Seorang investor
menginginkan return sebesar 20% per tahunnya dan mengharapkan dividen dibayar dengan
pertumbuhan sebesar 5% per tahunnya, maka nilai intrinsik saham per lembar adalah :

P 0=

Rp1.000(1+0,05)
=Rp7.000,
0,20,05

Jika harga pasar saham ini per lembarnya adalah sebesar Rp 5.000,- maka harga pasar saham
ini merupakan harga yang murah. Karena harga pasarnya lebih rendah dari harga intrinsiknya.
Begitu pula sebaliknya.

Harga Jual Akhir


Model diskonto (b) sampai (g) mengasumsikan bahwa arus deviden sifatnya adalah
infiniti (tak terhingga). Investor yang menyukai deviden dan tidak akan menjual sahamnya
akan menyukai asumsi ini, namun tidak semua investor akan memegang sahamnya
selamanya. Investor seperti ini biasanya lebih menyukai capital gain (keuntungan akibat
selisih harga jual akhir dengan harga beli saham) dibanding deviden. Untuk investor seperti
ini harga jual akhir yang diterima perlu dipertimbangkan sebagai arus kas yang harus masuk
ke dalam rumus model diskonto sebelumnya. Jika investor menjual sahamnya sebesar Pn
maka rumus nilai intrinsik alaha sebagai berikut :

P0=

D1
D
D
P
+ 2 2 ++ n n + n n (h)
(1+k) (1+k)
(1+k) (1+k)

Nilai Pn adalah nilai harga jual akhir yang diterima oleh investor.
Contoh 5:
CONTOH YG KM KETIK TARUK DSINI YA LY
b. Pendekatan PER
PER (Price Earning Ratio) menujukkan rasio dari harga saham terhadap earnings.
Ratio ini menunjukkan berapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan
earnings. Misalnya nilai PER adalah 5, maka ini menunjukkan bahwa harga saham
merupakan kelipatan 5 kali earnings perusahaan.

Rumus PER dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menderivasinya menggunakan


model diskonto deviden. Dengan menggunakan model pertumbuhan deviden yang konstan di
persamaan (g2) sebagai berikut :

P 0=

D1
(kg)
Rumus PER dapat diderivasi dengan membagi kedua sisi persamaan diatas dengan

nilai E1 sehingga didapatkan :

PO D1 / E1
=
(i)
E1 (kg)
Rumus (i) menujukkan faktor faktor yang menentukan besarnya PER, yaitu :
-

PER berhubungan positif dengan rasio pembayaran deviden terhadap earnings

(D1/E1)
PER berhubungan negatif dengan tingkat pengembalian yang diinginkan (k)
PER berhubungan positif dengan tingkat pertumbuhan deviden (g).

Contoh 6:
Harga pasar dari suatu saham adalah sebesar Rp 20.000,-. Laba bersih yang diperoleh
perusahaan diperkirakan kontan dari tahun ke tahun sebesar Rp 5.000,- per lembarnya per
tahun. Besarnya PER adalah :

PER=

Rp20.000
=4kali
Rp5.000

Contoh 7:
Laba bersih per lembar saham yang diestimasi untuk periode selanjutnya (E1) adalah sebesar
Rp 2.500,-. Harga pasar saham perusahaan ini adalah Rp 20.000,-. Investor memperkirakan
PER untuk saham ini adalah 10. Nilai intrinsik per lembar saham adalah :

P 0=

Po
=E1
E1

P0=10 xRp2.500=Rp25.000
Karena harga pasar saham ini sebesar Rp 20.000 sedangkan nilai intrinsiknya senilai Rp
25.000 maka saham dijual dengan harga yang murah.

Daftar pustaka :
Hartono, Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi Kedelapan.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

10

Anda mungkin juga menyukai