Anda di halaman 1dari 51

PENGARUH KONSENTRASI ROTENON DARI EKSTRAK BIJI

BENGKUANG (Pachyrizus erosus) DAN WAKTU


PEMOTONGAN AKAR TERHADAP JUMLAH SEL AKAR
BAWANG LANANG (Allium sativum) YANG MENGALAMI
MITOSIS

LAPORAN PROYEK
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika I
yang Dibina oleh Prof. Dr. A. D. Corebima, M. Pd.

Oleh:
Kelompok 14
Offering A/ 2014
Eka Imbia Agus Diartika

140341601668

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan proyek mata
kuliah Genetika I dengan judul Pengaruh Konsentrasi Rotenon
dari Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrizus erosus) dan Waktu
Pemotongan Akar terhadap Jumlah Sel Akar Bawang Lanang
(Allium sativum) yang Mengalami Mitosis tepat waktu.
Terselesaikannya laporan proyek ini tentu tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A. D. Corebima, M. Pd. selaku dosen yang telah
bersedia

memberikan

bimbingan

dan

pengarahan

demi

terselesaikannya laporan proyek ini.


2. Mbak Nanda, selaku asisten dosen proyek Bawang yang telah
banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada kami
3.
4.
5.
6.

saat melakukan pengamatan.


Semua asisten dosen yang telah memberikan pengarahan.
Teman-teman seperjuangan proyek bawang.
Teman-teman Offering A, Pendidikan Biologi, 2014
Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan berbagai
bantuan, sehingga dapat menunjang terselesaikannya laporan
proyek ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan makalah ini karena penulis hanyalah manusia yang


jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun, demi kesempurnaan laporan
proyek ini.

Malang, 7 April 2016


Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................
i
KATA PENGANTAR............................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar

1.2

1
Rumusan

1.3

2
Tujuan

1.4

3
Asumsi

1.5

4
Ruang

1.6

5
Definisi

Belakang
Masalah
Penelitian
Penelitian
Lingkup

Penelitian

Istilah

5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1

Tahap-tahap

Pembelahan

2.2

Bawang

2.3
2.4

7
Mitosis pada Bawang
Bengkuang

2.5

9
Rotenon

Mitosis
Lanang

10
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1

Kerangka

3.2

17
Hipotesis

Konseptual
Penelitian

18
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1............................................................................................
Rancangan
dan
Jenis
Penelitian
.............................................................................................
20
4.2............................................................................................
Waktu
dan
Tempat
Pelaksanaan
.............................................................................................
20
4.3............................................................................................
Variabel
Penelitian
.............................................................................................
4.4............................................................................................
Alat
dan
Bahan
.............................................................................................
21
4.5............................................................................................
Prosedur
Kerja
.............................................................................................
4.6............................................................................................
Teknik
Pengumpulan
Data
.............................................................................................
23
4.7............................................................................................
Teknik
Analisis
Data
.............................................................................................
23
BAB V DATA DAN ANALISIS DATA.....................................................
5.1............................................................................................
Data
Hasil
Penelitian
.............................................................................................
5.2............................................................................................
Analisis

Data

.............................................................................................
30
BAB VI PEMBAHASAN
BAB VII PENUTUP
7.1

Simpulan

7.2

Saran

DAFTAR RUJUKAN............................................................................
40
LAMPIRAN........................................................................................
41

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bawang Merah (Allium cepa)
..
Gambar 2.2 Bengkuang (Pachyrizus erosus)
..
Gambar 2.3 Biji Bengkuang

Gambar 2.4 Skema Tahap S (Sintesis)

Gambar 2.5 Skema Daur Hidup Sel

Gambar 2.6 Skema Tahap M


...
Gambar 2.7 Profase
.
Gambar 2.8 Metafase
..
Gambar 2.9 Anafase

Gambar 2.10 Telofase


.
Gambar 2.11 Skema Mitosis mulai dari Interfase hingga Sitokinesis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Proses pembelahan mitosis terjadi pada semua sel tubuh

organisme multiseluler, kecuali pada jaringan yang menghasilkan


sel gamet. Mitosis sering ditemukan pada proses proliferasi selsel tubuh yang menyebabkan suatu organisme dapat tumbuh
dan

berkembang.

Proses

mitosis

terjadi

bersama

dengan

pembelahan sitoplasma dan bahan-bahan di luar inti sel. Pada


mitosis setiap induk yang diploid (2n) akan menghasilkan dua
buah sel anakan yang masing-masing tetap diploid serta
memiliki sifat keturunan yang sama
induknya

(Crowder,

1986).

(identik) dengan sel

Mitosis

berfungsi

dalam

mempertahankan kromosom sel dimana kromosom anak identik


dengan kromosom induk (2n), pembentukan jaringan baru, dan
perbaikan sel-sel yang rusak (Faadilah, 2012). Mitosis merupakan
pembelahan inti yang berhubungan dengan pembelahan sel
somatik dan terdiri dari beberapa fase, yaitu profase, metafase,
anafase, dan telofase (Satrosumarjo, 2006).
Pada tumbuhan, mitosis terjadi pada titik-titik tumbuh,
misalnya ujung batang, ujung akar, dan kambium. Terdapat
beberapa

agen

yang

dapat merangsang aktivitas

mitosis,

sementara yang lain menyebabkan aktivitas mitodepressive dan


beracun. Agen mitodepressive efektif melawan sel-sel yang
berkembang biak dan dapat menghasilkan efek sitotoksik baik
dengan merusak DNA selama S-fase dari siklus sel atau dengan
menghalangi pembentukan gelendong mitosis di M-fase (Cuyacot
et al., 2014 dalam Selmi et al., 2014). Sebagian besar senyawa
antimitotik berasal dari tanaman, seperti halnya rotenon yang
didapatkan dari ekstrak biji bengkuang. Senyawa antimitotik
dapat

mempengaruhi

dinamika

mikrotubulus

dari

sel

dan

menginduksi modifikasi proses biologi dan jalur sinyal yang


akhirnya menyebabkan kematian sel (Mollinedo & Gajate, 2003).
Terjadinya proses mitosis juga dipengaruhi oleh varietas
dari organisme. Hal ini dikarenakan adanya variasi genetik yang
berfungsi sebagai pengkode seluruh kegiatan tubuh setiap
organisme. Pada setiap tanaman memiliki kromosom yang
berbeda antara satu dengan lainnya baik dari bentuk, jumlah,
dan panjangnya (Sastrosumarjo, 2006). Mitosis memiliki jadwal
terstruktur yang menyebabkan fisiologi suatu organisme dapat
berlangsung dengan baik (Nadesul, 2012). Mitosis dapat terjadi
setiap hari mengingat banyaknya sel yang rusak atau terlepas
dari tubuh. Namun demikian, waktu pembelahan sel setiap
tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Waktu
pemotongan ini terkait dengan durasi dan indeks mitosis (Abidin,
2014). Dalam penelitian ini akan dilakukan pemotongan akar
bawang pada pukul 21.00 WIB, 24.00 WIB, dan 03.00 WIB.
Bawang yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bawang

putih

sebenarnya

lanang

merupakan

(Allium

sativum).

varietas

dari

Bawang

bawang

putih

lanang
yang

terbentuk tidak sengaja karena lingkungan penanaman yang


tidak cocok. Umbi dari bawang ini hanya berisi satu umbi utuh
yang kecil (Syamsiah & Tajudin, 2005). Keberadaan satu umbi
pada bawang lanang merupakan salah satu alasan pengamat
menggunakan bawang ini sebagai bahan amatan. Dengan
demikian, pengamat akan mudah menentukan akar yang tumbuh
dari

satu

umbi

tersebut.

Selain

itu,

bawang

ini

mudah

ditumbuhkan dalam waktu relatif singkat dan memiliki sistem


perakaran serabut, sehingga akan menghasilkan banyak akar
yang dapat diamati. Varietas tanaman ini juga memiliki bentuk
sel yang relatif besar dan kromosomnya relatif sedikit, yaitu 16
kromosom sehingga memudahkan dalam proses pengamatan

(Stack, 1979 & Fukui, 1996). Selain itu, tanaman tersebut mudah
didapat dan murah (Abidin, 2014).
Penjelasan mengenai berbagai permasalahan yang telah
dikemukakan di atas akan dijelaskan dengan suatu proses
penelitian. Oleh karena itu dalam penyusunan laporan proyek ini,
peneliti mengambil judul Pengaruh Konsentrasi Rotenon dari
Ekstrak

Biji

Bengkuang

(Pachyrizus

erosus)

dan

Waktu

Pemotongan Akar terhadap Jumlah Sel Akar Bawang Lanang


(Allium sativum) yang Mengalami Mitosis.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah

dalam laporan penelitian ini sebagai berikut.


1. Apakah ada pengaruh konsentrasi rotenon dari ekstrak biji
bengkuang (Pachyrizus erosus) terhadap jumlah sel akar
bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis?
2. Apakah ada pengaruh waktu pemotongan akar terhadap
jumlah

sel

akar

bawang

lanang

(Allium

sativum)

yang

mengalami mitosis?
3. Apakah ada pengaruh interaksi konsentrasi rotenon dari
ekstrak

biji

bengkuang

(Pachyrizus

erosus)

dan

waktu

pemotongan akar terhadap jumlah sel akar bawang lanang


(Allium sativum) yang mengalami mitosis?
1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian sebagai berikut.


1. Mengetahui pengaruh konsentrasi rotenon dari ekstrak biji
bengkuang (Pachyrizus erosus) terhadap jumlah sel akar
bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis.
2. Mengetahui pengaruh waktu pemotongan akar terhadap
jumlah

sel

akar

bawang

mengalami mitosis
3. Mengetahui pengaruh
ekstrak

biji

lanang

interaksi

bengkuang

(Allium

sativum)

konsentrasi

(Pachyrizus

erosus)

yang

rotenon
dan

dari

waktu

pemotongan akar terhadap jumlah sel akar bawang lanang


(Allium sativum) yang mengalami mitosis.
1.4

Asumsi Penelitian
Adapun asumsi penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bawang putih lanang (Allium sativum L.) merupakan tanaman


yang

mudah

ditumbuhkan

dalam

waktu

relatif

singkat.

Keadaan tanaman bawang yang meliputi umur, ukuran,


panjang akar, kondisi medium dianggap sama.
2. Ujung akar merupakan bagian yang aktif

mengalami

pembelahan mitosis, namun setiap varietas bawang memiliki


durasi waktu tertentu dalam pembelahan mitosis. Waktu
pemotongan ujung akar (pukul 21.00, 00.00, dan 03.00 WIB)
serta panjang akar yang dipotong dianggap sama.
3. Biji bengkuang (Pachyrizus erosus) yang diekstrak dapat
menghasilkan zat rotenon yang dikenal sebagai zat antimitotik.
Kualitas hasil ekstraksi rotenon dari biji bengkuang dianggap
sama.
1.5

Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Adapun ruang lingkup dan batasan masalah dari penelitian

ini sebagai berikut.


1. Varietas bawang yang digunakan dalam penelitian adalah
bawang putih lanang (Allium sativum L.).
2. Penelitian

ini

menggunakan

konsentrasi

perasan

biji

bengkuang yang mengandung rotenon dengan konsentrasi


0%, 25%, 50%, dan 75% dari larutan stok 100%.
3. Penelitian menggunakan bagian tudung akar bawang dengan
pemotongan tudung akar dilakukan pada pukul 21.00 WIB,
24.00 WIB, dan 03.00 WIB.
4. Jumlah sel yang mengalami mitosis adalah jumlah seluruh fase
pembelahan mitosis (profase, metafase, anafase, dan telofase)
yang dihitung pada setiap preparat.

1.6

Definisi Istilah
1. Pembelahan mitosis merupakan pembelahan inti yang
berhubungan dengan pembelahan sel somatik, yang terdiri
dari fase profase, metafase, anafase, dan telofase.
2. Bawang lanang merupakan varietas dari bawang putih
yang

terbentuk

tidak

sengaja

karena

lingkungan

penanaman yang tidak cocok. Umbi dari bawang ini hanya


berisi satu umbi utuh yang kecil. Setiap umbi tersebut jika
ditanam akan menghasilkan akar serabut.
3. Pemotongan akar bawang dipilih pada bagian ujung akar
(tudung akar). Bagian ini merupakan bagian yang aktif
membelah secara mitosis untuk membentuk sel-sel baru.
Pemotongan dilakukan pada jam tertentu, yaitu pukul
21.00 WIB, 24.00 WIB, dan 03.00 WIB.
4. Rotenon merupakan zat yang didapatkan

dari

hasil

ekstraksi biji bengkuang yang telah dikeringkan. Rotenon


diberikan dalam beberapa konsentrasi, yaitu 0%, 25%,
50%, dan 75%.
5. Bidang pandang dalam praktikum ini adalah daerah yang
terlihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10
dimana di dalamnya ditemukan tahap-tahap mitosis, yang
meliputi profase, metafase, anaphase, dan telofase.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pembelahan Mitosis
Kegiatan yang terjadi dari satu pembelahan ke pembelahan
berikutnya disebut daur hidup (siklus sel), yang mencakup dua
fase, yaitu interfase dan pembelahan sel (M). Interfase mencakup
tiga tahapan, yaitu G1, S, dan G2. Pembelahan sel meliputi dua
tahapan,

yaitu

kariokinesis

atau

mitosis

dan

sitokinesis

(Issoegianti, 1993).
Selama

periode

interfase,

kromosom

tidak

tampak

disebabkan karena materi kromosom dalam bentuk benang


kromatin dan komponen makromolekulnya didistribusikan di
dalam inti. Selama siklus sel terjadi perubahan yang sangat
dinamis. Perubahan tersebut terutama pada komponen kimia
dari sel seperti DNA, RNA, dan berbagai jenis protein. Duplikasi
DNA berlangsung selama periode khusus dari interfase yang
disebut fase sintesis atau periode S.
G1

merupakan

periode

setelah

mitosis,

gen

aktif

berekspresi. Sel anakan tumbuh menjadi dewasa. Tahap G1 (Gap


1) merupakan fase terpanjang dalam tahap pertumbuhan sel,
karena terjadi proses biosintesis yang sangat tinggi dalam
pembentukan energi untuk melakukan sintesis. Pada tahap S
(Sintesis), terjadi sintesis DNA untuk mengadakan replikasi
(penggandaan) DNA dan terjadi pengemasan benang DNA
menjadi kromatida-kromatida yang akan membentuk kromosom.
Pada tahap S, terjadi replikasi dan transkripsi DNA. Pada tahap
G2, sel mempersiapkan diri untuk membelah. Fase G 2 merupakan
fase paling pendek dan fase persiapan menuju fase mitosis.
Setelah terjadi sintesis, maka

terjadi aktivitas

gen untuk

mengontrol pembentukan protein/ enzim untuk keperluan mitosis


(Nuraini, 2009).

Puncak siklus hidup sel yaitu pembelahan sel, yang secara


umum diberi tanda M yang berarti fase mitosis. Pada waktu yang
singkat kromatin di dalam inti sel induk memampat membentuk
kromosom, untuk kemudian bersama-sama dengan seluruh isi
sel, dibagi dua ke masing-masing sel anak. Mitosis adalah
pembelahan duplikasi dimana sel mereproduksi dirinya sendiri
dengan jumlah kromosom sel anak sama dengan jumlah
kromosom sel induk (Welsh, 1991). Tujuan dari pembelahan
mitosis

antara

lain

yaitu

mengganti

sel-sel

yang

rusak

(regenerasi), perkembangan dari satu sel menjadi banyak, dan


membentuk individdu baru (reproduksi sel baru) (Nuraini, 2009).
Fase mitosis diawali dengan serangkaian proses fosforilasi
protein yang dipicu oleh MPF (faktor pemrakarsa mitosis) dan
diakhiri dengan defosforilasi, sehingga protein-protein tersebut
kembali ke keadaan interfase (Issoegianti, 1993:235). Fosforilasi
yang

terjadi

selama

perubahan-perubahan

mitosis,

mengakibatkan

morfologis

pada

sel,

terjadinya
misalnya

pemampatan kromosom, menghilangnya selubung nuklear, dan


perubahan organisasi sitoskelet. Pemampatan kromosom ini
diperlukan untuk pemisahannya ke sel anakan, dan disertaioleh
fosforilasi molekul-molekul histon H1 yang terdapat di dalam
nukleus.
Menurut

Welsh

(1991),

mitosis

dibagi

dalam

empat

tahapan utama yang saling berhubungan sebagai berikut.


1. Profase
Kromosom mempersiapkan diri untuk proses pembelahan sel,
dengan jalan melakukan penebalan dan pemendekan kromosom.
Pada saat ini membran inti mulai menghilang, nukleolus (anak
inti) mulai menghilang, dan kromosom terlihat tebal dan panjang
(terdiri dari 2 kromatid) (Nuraini, 2009).
2. Metafase
Kromosom menyusun diri secara acak pada suatu bidang ekuator
atau di tengah-tengah sel. Pada awal fase ini, membran nukleus

dan nukleolus lenyap. Sentromer, suatu daerah vital bagi


pergerakan kromosom, melekat pada serabut gelendong yang
bertanggungjawab terhadap arah pergerakan kromosom selama
pembelahan. Terdapat 3 kegiatan utama pada metafase, yaitu
kromosom

bergerak

menuju

bidang

ekuatorial,

kromosom

menyebar ke tepi, dan kromosom melekatkan diri dengan


benang spindel pada sentromer/ kinetokor (Nuraini, 2009).
3. Anafase
Sentromer membelah menjadi dua. Kromatid ditarik oleh benang
spindel ke kutub berlawanan (Nuraini, 2009).
4. Telofase
Kromosom baru telah menyelesaikan pergerakannya menuju
kutub dan mulai menyebar di dalam membran nukleus. Selama
tahap ini berlangsung, suatu dinding sel baru mulai terbentuk
diantara dua nukleus baru. Pada tahap ini terlihat adanya 2
nukleus, namun dinding sel belum terpisah sempurna. Pada
tumbuhan terbentuk pelat sel. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Fase Mitosis Bawang (a.profase, b.metafase,


c.anafase, d.telofase)
(Sumber: Ritonga & Wulansari, tanpa tahun)
2.2 Bawang Putih Lanang
Menurut Dasuki dalam Safitri (2008), klasifikasi bawang
putih lanang sebagai berikut.
Divisi

: Spermatophyte

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

Monocotyledonae
Ordo

: Liliales

Famili

Liliaceae
Genus

Allium
Spesies

: Allium sativum L.

Bawang putih (Allium sativum) merupakan herba semusim


berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman
ini banyak ditanam di ladang di daerah pegunungan yang cukup
mendapat sinar matahari.

Batang

yang

permukaan

batang

semu

tanah

adalah

tampak

di

atas

yang terdiri dari

pelepahpelepah daun dan berwarna hijau. Sedangkan batang


yang sebenarnya berada di dalam tanah. Bagian bawahnya
bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih.
Setiap siung terbungkus kulit tipis (Wibowo, 2007).
Daun bawang putih berupa helai-helai memanjang ke atas.
Bentuknya pipih rata, berbentuk runcing di ujung atasnya dan
agak melipat ke dalam, serta membentuk sudut di permukaan
bawahnya. Tidak seperti bawang lainnya, pangkal daun bawang
putih tidak menyimpan makanan, tetapi berbentuk sisik-sisik
yang mengering dan menipis jika telah dewasa (Syamsiah,

10

2003). Daunnya berbentuk pita (pipih memanjang), tepi rata,


ujung runcing, beralur, panjang 60 cm dan lebar 1,5 cm. Berakar
serabut. Batangnya berwarna putih, bertangkai panjang dan
bentuknya payung (Wibowo, 2007).
Batang bawang putih merupakan batang semu yang
panjang dan tersusun dari pelepah daun yang tipis tetapi kuat.
Batang pokok tanaman ini sebenarnya merupakan batang pokok
tidak sempurna (rundimeter) dengan pangkal atau bagian
dasarnya berbentuk cakram. Di dekat pusat batang pokok
bagian bawah, tepatnya di antara daun muda dekat pusat
batang pokok, terdapat tunas-tunas. Dari tunas inilah akan
tumbuh umbi-umbi kecil yang yang disebut suing. Siung tumbuh
secara bergerombol membentuk umbi yang lebih besar dan
berbentuk menyerupai gasing. Setiap umbi mempunyai sekitar
3-12 siung (Syamsiah, 2003).
Akar bawang putih terletak di batang pokok, tepatnya di
bagian dasar umbi atau pangkal umbi yang berbentuk cakram.
Sistem perakarannya berupa akar serabut (monokotil) yang
pendek dan menghujam ke dalam tanah tidak terlalu dalam.
Fungsi akar serabut ini hanya sebagai penghisap nutrisi, bukan
pencari

air

dalam

tanah.

Akibatnya,

dalam

proses

pertumbuhannya bawang putih membutuhkan cukup banyak air


(Syamsiah, 2003). Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk
serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm.
Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter,
berfungsi sebagai alat penghisap makanan (Santoso, 2000).
Bawang lanang sebenarnya merupakan varietas bawang
putih

yang

terbentuk

tidak

sengaja

karena

lingkungan

penanaman yang tidak cocok. Bawang lanang pertama kali


ditemukan di daerah Sarangan, Magetan, Jawa Timur. Umbi dari
tanaman ini hanya berisi satu umbi utuh yang kecil. Hal ini
disebabkan karena gagalnya pembentukan tunas utama di tajuk

11

dan menekan pembentukan tunas-tunas bakal siung, dan daun


yang

biasanya

membungkus

siung-siung

hanya

mampu

membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi utuh lebih tebal


daripada kulit luar umbi yang bersiung (Syamsiah dan Tajudin,
2005).
2.4

Mitosis Pada Bawang

Setiap tumbuhan memiliki jam biologi yang mengatur


waktu optimum pembelahan mitosis (Johansen, 1940). Umumnya
tumbuhan melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Mitosis
dapat terjadi setiap hari mengingat banyaknya sel yang rusak
atau terlepas dari tubuh. Namun demikian, waktu pembelahan
sel setiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang
hari. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi dan indeks
mitosis. Berdasarkan penelitian Abidin (2014), nilai indeks
mitosis (IM) tertinggi meristem ujung akar dari spesies A.cepa,
A.sativum, dan A.fistulotum muncul pada waktu yang berbedabeda meskipun dalam satu genus Allium. A.sativum tertinggi
pada jam 09.00 WIB dengan nilai 11.410%, A.cepa tertinggi
terjadi

pada

jam

12.00

WIB

dengan

nilai

11,326%,

dan

A.fistulotum tertinggi terjadi pada jam 6.00 WIB dengan nilai


12,617%. Pada pukul 21.00, 24.00, dan 03.00 WIB akar bawang
juga mengalami mitosis yang cukup tinggi.
2.5
Bengkuang
Menurut Azani (2003), klasifikasi tanaman bengkuang
sebagai berikut.
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo

: Rosales

Familia

: Leguminosae

Genus

: Pachyrizus

12

Spesies

: Pachyrizus erosus

Bengkuang merupakan tumbuhan semak, semusim, dan


membelit. Tumbuh baik di lingkungan lembab panas dan
memerlukan musim tanam yang panjang dan panas. Bengkuang
merupakan tanaman merambat yang memiliki batang rambat
sepanjang 3 meter atau 4 meter, bulat, berambut, dan berwarna
hijau. Daunnya tunggal, bulat telur atau berbentuk seperti belah
ketupat bundar, tepi

rata, ujung runcing, pangkal tumpul,

pertulangan menyirip, permukaan berbulu panjang 7-10 cm,


lebar 5-9 cm, dan berwarna hijau. Bunga merupakan bunga
majemuk, berbentuk tandan, duduk di ketiak daun terdiri dari 24, tangkai panjang, kelopak berbulu, bentuk lonceng, hijau,
kepala putik berbulu, mahkota gundul, bernoda hijau, ungu
kebiru-biruan. Polong dihasilkan bunga dengan panjang 7-14 cm
dan

lebar

1-2

cm,

bentuk

lancet,

pipih,

hijau.

Tanaman

bengkuang mengandung saponin, flavonoid, dan minyak atsiri


(Azani, 2003).
Biji keras, bentuk ginjal, warna kuning kotor, bagian
tumbuhan ini yang sering digunakan adalah umbi dan bijinya
(Heyne, 1987). Biji bengkuang yang telah ditumbuk halus
kemudian

diekstrak

dengan

mengggunakan

hexane,

diklorometana, dan aceton akan mengahasilkan rotenon, eroson,


paquirrizone,

paquirrizine,

isovlafon

dehidroroneotenone.

Sedangkan hasil analisa Hansberry et al. (1947) menggunakan


Meijer test dan Goodhe test, menunjukkan bahwa pada biji
bengkuang mengandung gugus rotenon, eroson, dan pachyrrzid.
Gugus yang mempunyai sifat insektisida adalah rotenon. Secara
kimiawi rotenon digolongkan ke dalam kelompok flavonoid,
namun rotenon tidak terdapat pada umbi bengkuang (Azani,
2003). Berdasarkan bobot kering, kandungan rotenon pada
batang adalah 0,03%, daun 0,11%, polong 0,02%, biji 0,66%
(Duke, 1981 dalam Aisah et al., 2013). Kandungan rotenon murni

13

pada biji yang telah masak sekitar 0,5%-1,0% (Sorensen, 1996


dalam Aisah et al., 2013). Ekstrak biji bengkuang dibuat dengan
cara menyaring campuran tepung biji bengkuang dengan pelarut
air, etanol 96%, atau metanol 96% (Kartika, 2010).
Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang
Pembuatan ekstrak biji bengkuang menggunakan metode yang
digunakan oleh Harbone (1987). 950 gram biji bengkuang dioven
hingga diperoleh berat keringnya 850 gram (berat kering
menunjukkan kadar air 0%). Biji diblender dan diayak sampai
menjadi tepung. Tepung biji bengkuang sebanyak 400 gram
dimaserasi dengan 800 ml ethanol 96%. Maserasi selam 1-2 hai.
Penyaringan terhadap maserat dengan kertas saring, ditampung
dalam gelas beker. Maserat diuapkan dengan rotary evaporator
pada suhu >40oC untuk memisahkan senyawa dari pelarutnya.
Ekstrak hasil penguapan diletakkan wadah dan dibiarkan terbuka
pada suhu ruangan untuk menguapkan sisa pelarut (Aisah,
2013).
2.6

Rotenon

Rotenone dihasilkan dari tanaman familia Leguminosae.


Aksi rotenone adalah yaitu sebagai enzim inhibitor pernapasan.
Rotenon aktif hanya sekitar 1 minggu pada tanaman atau 2-6
hari di dalam air (Hien et al., 2003). Rotenon merupakan
kandungan sangat beracun yang juga dapat ditemukan pada biji
bengkuang. Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga
atau menangkap ikan, terutama yang diambil dari biji-bijinya.
Namun demikian, biji bengkuang dapat dijadikan bahan obat. Biji
yang ditumbuk dan dicampur dengan belerang digunakan untuk
menyembuhkan sejenis kudis (Panji, 2009). Rotenon adalah salah
satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenon termasuk
senyawa tergolongan flavonoid. Nama lain rotenon adalah
tubotoxin. Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat,

14

larut dalam eter dan aseton, sedikit larut dalam etanol (Barrera
et a.l, 2004).
Rotenon tidak berwarna dan tidak berbau, memiliki rumus
empiris C23H22O6, dan bobot molekul 394,41. Memiliki titik didih
210-2200 C dan titik lelehnya 165-166 C. Rotenon umumnya
tidak stabil dan mudah terurai dengan cepat, bergantung pada
berbagai faktor termasuk cahaya, suhu, dosis, dan keberadaan
limbah organik. Rotenon biasanya digunakan untuk bahan
insektisida dan pestisida. Senyawa ini terkandung dalam akar
dan batang ataupun biji dari beberapa tanaman termasuk
bengkuang. Rotenon dapat larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetraklorida, kloroform, eter, dan etanol. Kelarutan dalam air
adalah 0.2 mg/L pada suhu 200 C.
Sandhu dan Waters (1980) dalam kajian tentang beberapa
pestisida kimia melaporkan bahwa rotenone adalah meupakan
racun

yang

Rotenon

menghambat

dapat

pembentukan

menyebabkan

benang

terganggunya

spindel.

fase

mitosis,

khususnya pada fase metafase dan anafase. Namun demikian,


berdasarkan penelitian menggunakan akar Vicia faba, pengaruh
rotenone pada akar tidak mempengaruhi indeks mitosis maupun
akumulasi metafase secara signifikan (Amer, 1986).
Rotenon merupakan insektisida penghambat metabolisme.
Aktivitas kerja rotenon sebagai inhibitor kuat pada oksidasi asam
glutamat.

Pada

otot

yang

teracuni

rotenon

menunjukkan

penurunan kemampuan dalam mensintesis ATP melalui fosforilasi


oksidatif.
pertukaran

Koenzim

elektron

dan
pada

NAD+

berperan

reaksi

penting

fosforilasi

dalam

oksidatif.

Penghambatan rotenon terjadi pada titik oksidasi ganda NADH 2


dan flavoprotein. Penghambatan ini terjadi pada substrat yang
dioksidasi melalui sistem NAD seperti glutamat, -ketoglutarat
dan piruvat tapi tidak terjadi penghambatan pada oksidasi
suksinat (Hadi, 1981 dalam Kerkut & Gilbert, 1985).

15

Menurut Kardono et al. dalam Barrera et al., (2004) rotenon


memiliki aktivitas antitumor. Tanaman ini telah dipelajari secala
fitokemikal. Rotenon beserta derivatnya telah ditemukan sebagai
zat yang bertanggung jawab dalam aktivitas biologi. Dibanding
dengan zat lainnya yang ada pada biji bengkuang, rotenon
bersifat paling aktif. Aktifitas rotenon ini akan menghalangi
respirasi mitokondria dengan memblocking NADH tereduksi dan
untuk menghentikan pembelahan seluler.

Pada mekanisme

molekuler, proses mitosis terhambat akibat produksi ATP yang


rendah. Studi kinetika siklus sel, pengukuran konsumsi oksigen
dan tes viskositas menunjukkan bahwa rotenon pada kultur sel
mamalia menghambat perakitan poros, mekanisme ini analog
dengan kolkisin, coelomid, dan obat antimitotik lainnya. Rotenon
menunda atau memperlambat perkembangan sel di semua fase
siklus sel, hal ini juga sebagai akibat dari rotenon sebagai
inhibitor respirasi (Barham and Brinkley, 1976).

16

BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
1.1

Kerangka Konseptual
Bawang lanang Allium sativum)

mudah ditumbuhkan

dalam waktu relatif singkat dan memiliki sistem perakaran


serabut, sehingga akan menghasilkan banyak akar yang dapat
diamati. Varietas tanaman ini juga memiliki bentuk sel yang
relatif besar dan kromosomnya relatif sedikit, yaitu 16 kromosom
sehingga memudahkan dalam proses pengamatan (Stack, 1979
& Fukui, 1996). Selain itu, tanaman tersebut mudah didapat dan
murah (Abidin, 2014).
Mitosis pada tumbuhan banyak terjadi pada jaringan
meristematik yang aktif membelah, salah satunya pada ujung
akar. Dalam penelitian ini digunakan ujung akar bawang putih
lanang (Allium sativum). Fase pada mitosis terdiri dari profase,
metafase, anaphase, dan telofase (Suryo, 2008).
Terdapat beberapa agen yang dapat merangsang aktivitas
mitosis, sementara yang lain menyebabkan aktivitas
mitodepressive dan beracun yang dapat merusak DNA selama Sfase dari siklus sel atau dengan menghalangi pembentukan
gelendong mitosis di M-fase, seperti halnya rotenon yang
didapatkan dari ekstrak biji bengkuang. Senyawa antimitotik
dapat mempengaruhi dinamika mikrotubulus dari sel dan
menginduksi modifikasi proses biologi dan jalur sinyal yang
akhirnya menyebabkan kematian sel (Mollinedo & Gajate, 2003).
Rotenon menunda atau memperlambat perkembangan sel di
semua fase siklus sel. Hal ini juga sebagai akibat dari rotenon
sebagai inhibitor respirasi. Pada mekanisme molekuler, proses
mitosis terhambat akibat produksi ATP yang rendah. (Barham
dan Brinkley, 1976). Rotenon dianggap sebagai zat yang dapat
menghambat mitosis akar bawang putih lanang (Allium sativum

17

L.) (Kartika, 2010). Konsentrasi larutan rotenon yang digunakan


adalah 0%, 25%, 50%, dan 75%
Mitosis memiliki jadwal terstruktur yang menyebabkan
fisiologi

suatu

organisme

dapat

berlangsung

dengan

baik

(Nadesul, 2012). Namun demikian, waktu pembelahan sel setiap


tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari. Waktu
pemotongan ini terkait dengan durasi dan indeks mitosis (Abidin,
2014). Waktu pemotongan dilakukan pada pukul 21.00 WIB,
24.00 WIB, dan 03.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada jam tersebut
akar bawang mengalami fase mitosis yang cukup tinggi. Setiap
perlakuan (12 perlakuan) diamati 3 kali ulangan dan dalam satu
ulangan

diamati

bidang

konseptualnya sebagai berikut.

pandang.

Adapun

kerangka

otenRMSisdaphmblr(zk)u/jBwgyf,21.043WI
18

1.1

Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
a. Ada pengaruh konsentrasi rotenon dari ekstrak biji bengkuang
(Pachyrizus erosus) terhadap jumlah sel akar bawang lanang
(Allium sativum) yang mengalami mitosis.

19

b. Ada pengaruh waktu pemotongan akar terhadap jumlah sel


akar bawang lanang (Allium sativum) yang mengalami mitosis.
c. Ada pengaruh interaksi konsentrasi rotenon dari ekstrak biji
bengkuang (Pachyrizus erosus) dan waktu pemotongan akar
terhadap jumlah sel akar bawang lanang (Allium sativum) yang
mengalami mitosis.

20

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
menggunakan desain penelitian true experimental design.
Rancangan penelitian eksperimen ini digunakan untuk
mengungkapkan hubungan pengaruh dengan melibatkan
kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu
menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisis data
numerik (angka) menggunakan metode statistik melalui
pengujian hipotesa.
4.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari-Maret 2016
b. Tempat Pelaksanaan
1) Penanaman bawang, pemotongan akar, pemberian perlakuan
konsentrasi rotenon ekstrak biji bengkuang, dan pemindahan
akar ke FAA dilaksanakan di Jalan Mayjend Panjaitang Gang 15
Nomor 72B Malang.
2) Pengamatan fase mitosis

akar

bawang

dilaksanakan

di

Laboratorium Genetika dan Laboratorium Mikrobiologi Gedung


O5 Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
a. Variabel bebas: konsentrasi rotenon ekstrak biji bengkuang,
waktu pemotongan tudung akar bawang.
b. Variable terikat: jumlah sel akar yang mengalami mitosis.

21

c. Variable kontrol: umur bawang, kondisi lingkungan (kondisi


medium, suhu, cahaya, nutrisi), bagian akar yang dipotong
(tudung akar).
d. Variabel moderator: kondisi akar bawang (setiap akar bawang
belum tentu memiliki panjang yang sama).
4.4 Alat dan Bahan
Alat yang diperlukan diantaranya: baskom, botol vial, tusuk
lidi, kaca benda, kaca penutup, mikroskop stereo, pipet tetes,
blender kering, silet berkarat, kain penyaring, gelas ukur,
timbangan kue, gunting, kulkas, dan kertas label.
Bahan yang diperlukan diantaranya: akar bawang merah
dan bawang putih, larutan FAA, alkohol 70%, HCl 1 N,
acetokarmin, biji bengkuang yang telah diblender sampai
menjadi serbuk, dan akuades.
4.5 Prosedur Kerja
a. Penumbuhan Akar Bawang Merah

22

MM ee mmnn yainsdupmakhbkaanwnuammn egbdiibuamw taanng mla nb a wg akneg kdualrkiatsa na gh rkdeoarimr saentsilnayha


M e l utas k a3n sbiua nwg nb ga wy a n g mt le ra hd isteucsa rk d i a t s b a sk o m y a n g b e ris a ir d a n
panlh keobcraiarzwnhogy,nasdteagmhltiadnmaglhnamjlesnbagtiuh(stcuekspiaktrlui3dmh.ba ruih).
m e m a s tik a n u j n g a k rn y a te rc e lu p a ir.
2. Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang

23

MMMeeennnygimihaabplakusgknsbneirjbbiujkeinjgbkeunagkudaengsaebcanryk10
MMMeeelnmayrbauurtiaktgenklsseurrbataunkbbijiijjebneengngkgkukuauaa ddedneengngagaakkoenrsteastraiin0g%(l,a2r5utns0ar%ignyagdiperolhmerupaknlrutansokatulrtanekstra bij
nPPdgireemmlgbb.uuaattnn.llrruuttaannddeeggaannkkoosseennttrraaii5205%%ddiillaakkuu nnddeeggaannccrr mmeennggaammbbiill5205mm llaarruuttnnisodkukdananideieccrkraknandedegagnanquqaudaedseshihnigngaammenecnacpapii
Pabqeenmgbdkuuasatn)l.rutankosentrai75%dilaku ndegancr mengambil75m larutniduk andiecrkandegan quadeshingamencapi
dvvaoonlluu7mm5ee%1100 mmll..
v o lu m e 1 0

3. Perlakuan

24

MUM neetmru knodtpaenmrgl aakku rrnb,amwern g dpmad kbaort l wv ianlgy apn gd ab eroist lavriu tlayn F Ag b e(rkiso netrkosl takn pbaij ebrlnagk u an )g d en g an k o n se trasi 25 % , 5 0 % ,
bsdealw m7n5ag%2 4sejalm a 2 4 jam

MMeernggnadmambbiillppoottnnggaayuujjntnegglaiakhkrrppbdwiahadnlkrguoythnjH7t0Cge%llaak1hsNrdidreelnnam2am7cdlahnyarudtengansiletbrka t.
Mengtamsdiefnga- cseokitarsmnd,ibeawuthmpikreos tpcehy adperubtsa,mn4l0wX1k apnd gehmitbunkarspintgu-m.asingf epad 3biangp dangy ber da eng 3kaliu nga.
FmAenit

4. Pengambilan Data

4.6 Teknik Pengumpulan Data

25

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian


ini adalah pengamatan langsung terhadap preparat cacahan
tudung akar bawang putih lanang (Allium sativum L.) dalam tiga
ulangan dan tiga bidang pandang.

4.7 Teknik Analisis Data


Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan Analisis
Ragam Percobaan Faktorial tiga faktor dalam Rancangan Acak
Kelompok karena terdapat lebih dari satu variabel bebas (tiga
variabel bebas) dan ulangan tidak dilakukan dalam waktu yang
homogen (Sulisetijono, 2010).
Rumus yang digunakan dalam perhitungan analisis data
adalah sebagai berikut:
2

JK(A) =

( y 1)

- FK

r bc
2

JK(B) =

( y 1)

- FK

r ac
2

JK(C) =

( y 1)

FK

r bc

JK(AB) =

( j k )
rc

FK - JK(A) JK (B)

JK(AC) =

( )

FK - JK(A) JK (C)

rb
2

JK(BC) =

( )
ra

FK - JK(B) JK (C)

JK(ABC) = JPK JK(A) JK(B) JK(C) JK(AB) JK(AC) JK(BC)


KT = JK / db
F = KT / KT

galat

26

Apabila terdapat hasil yang signifikan maka dilanjutkan


dengan uji lanjut (uji BNJ)
BNJ 5 =Q ( p : db galat ) x

KT galat
r

27

BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
5.1 Data
Tabel 5.1 Rata-rata Jumlah Sel Tiap Fase Mitosis pada Seluruh
Perlakuan
Waktu
21.00

Konsentra
si
0

25

50

Fase
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M

Ulanga
n
1

Bidang pandang
1
2
10
0
0
0

0
0
0
3

0
0
0
3

11

78

34

26
0
0
0

26
0
0
0

13
0

2
0
0
0

0
0
0

0
0
0

3
0
0
0

0
0
0

0
0
0

7
0
0
0

0
0
0

0
0
0
1

0
0
0

0
0
0

0
0
0

10

0
0
0

0
0
0

0
0
0

25

0
0
0

0
0
0

0
0
0

44

15
0
0
0

50
0

rata3

14
0

rata
7,50
0,00
0,00
0,00
4,67
0,00
0,00
0,00
26,00
0,00
0,00
0,00
3,33
0,00
0,00
0,00
4,67
0,00
0,00
0,00
1,67
0,00
0,00
0,00
38,33
0,00
0,00
0,00
25,00
0,00
0,00
0,00
25,67
0,00

28

75

24.00

25

50

A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M

0
0
1

0
0
2

1
0
1
2

31
0
0
0

3
0
0
0

6
0
0
0

9
0
0
0

12
0

0
0
0

0
0
0

0
0
2

12

30

0
0
0

0
0
0

0
0
0

15

14

0
0
1

0
0
0

0
0
0

46

26

0
0
1

0
0
0

0
0
0

21

34

0
0
0

0
0
0

0
0
0

34

13

21

0
0
0

0
0
1

0
0
0

12

0
0
0

0
0
0

1
0
1

16

20

0
0
1

0
0
0

0
0
0

64

17

27

0
0

90
0
0
0

28
0

43
0

0,00
0,00
32,33
0,33
0,00
0,67
7,67
0,00
0,00
0,00
16,67
0,00
0,00
0,00
22,00
0,33
0,00
0,67
12,67
0,00
0,00
0,33
33,67
0,00
0,00
0,33
6,33
0,00
0,00
0,00
16,00
0,00
0,00
0,00
10,67
0,00
0,00
0,00
43,00
0,00
0,00
0,67
27,67
0,00

29

75

03.00

25

50

A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M

0
1
3

0
1
9

0
0
0
1

3
0
0
0

8
0
0
0

9
0
0
0

8
0
0
0

9
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

11

16

0
0
0

0
0
0

0
0
0

18

17

24

1
0
0

0
0
0

0
0
0

40

0
0
0

0
0
0

0
0
0

31

26

1
0
2

0
0
0

0
0
0

13

10

0
0
0

0
0
0

0
0
0

44

12

0
0
0

0
0
0

0
0
0

10

0
0
0

0
0
0

0
0
0

10

41

0
0

45
0
0
0

8
0

6
0

0,00
0,67
6,00
0,00
0,00
0,00
7,67
0,00
0,00
0,00
31,67
0,00
0,00
0,00
8,33
0,33
0,00
0,67
17,67
0,00
0,00
0,00
13,67
0,33
0,00
0,00
11,00
0,00
0,00
0,00
22,67
0,00
0,00
0,00
16,33
0,00
0,00
0,00
18,67
0,00
0,00
0,00
7,67
0,00

30

A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T
P
M
A
T

75

0
0
2

0
0
1

0
0
0
3

6
0
0
0

27
0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0
0

6
0
0
0

4
0
0
0

2
0
0
0

90

0
0
0

0
0
0

0
0
0

0
0

16
0
0
0

11
0
0
0

4
0
0
0

0,00
0,00
4,00
0,00
0,00
0,00
11,67
0,00
0,00
0,00
34,33
0,00
0,00
0,00
8,33
0,00
0,00
0,00
5,67
0,00
0,00
0,00

Tabel 5.2 Presentase Bawang yang Mengalami Mitosis


Pukul 21.00
Konsentra

Ulanga

si
0

25

Fase

P
100,0

M
0,00

A
0,00

T
0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

31

50

75

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

1
2

0
97,00
100,0

1,00
0,00

0,00
0,00

2,00
0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
Pukul 12.00
Konsentra

Ulanga

si
0

Fase

1
2
3
1

P
95,65
97,44
99,02
100,0

M
1,45
0,00
0,00
0,00

A
0,00
0,00
0,00
0,00

T
2,90
2,56
0,98
0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

50

1
2
3

0
98,47
97,65
100,0

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

1,53
2,35
0,00

75

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

25

Konsentra
si
0

0
3
89,29
3,57
0,00
Pukul 03.00
Ulanga
Fase

7,14

n
1

P
100,0

M
0,00

A
0,00

T
0,00

2
3

0
97,62
100,0

2,38
0,00

0,00
0,00

0,00
0,00

32

25

50

75

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

0
100,0

0,00

0,00

0,00

Tabel 5.3 Transformasi Arcsin


Waktu

Tabel Transformasi
Konsentra
Fase
Ulanga
si

21.00

Jumlah
25

P
M
A
T
P
M
A
T
Jumla

Jumlah

n
1
90,00
0,00
0
0
90,00
90,00
0
0
0
90,00

2
90,00
0
0
0
90,00
90,00
0
0
0
90,00

3
90,00
0
0
0
90,00
90,00
0
0
0
90,00

270,00
0,00
0,00
0,00
270,00
270,00
0,00
0,00
0,00
270,00

90,00
0
0
0
90,00

90,00
0
0
0
90,00

90,00
0
0
0
90,00

270,00
0
0
0
270,00

h
50

P
M
A
T
Jumla
h

33

75

24.00

P
M
A
T
Jumla
h
P
M
A
T

Jumlah
25

P
M
A
T
Jumla

80,03
5,74
0
8,13
93,90

90,00
0
0
0
90,00

90,00
0
0
0
90,00

260,03
6
0
8
273,90

77,96
6,91
0
9,80
94,68
90,00
0
0
0
90,00

80,79
0
0
9,21
90,00
90,00
0
0
0
90,00

84,32
0
0
5,68
90,00
90,00
0
0
0
90,00

243,07
6,91
0,00
24,70
274,68
270,00
0,00
0,00
0,00
270,00

82,90
0
0
7,10
90,00

81,18
0
0
8,82
90,00

90,00
0
0
0
90,00

254,08
0
0
16
270,00

90,00
0,00
0
0,00
90,00

90,00
0
0
0
90,00

70,89
10,90
0
15,51
97,30

251
11
0
16
277,30

90,00
0,00
0
0,00
90,00
90,00
0
0
0
90,00

81,12
8,88
0
0,00
90,00
90,00
0
0
0
90,00

90,00
0
0
0,00
90,00
90,00
0
0
0
90,00

261,12
8,88
0,00
0,00
270,00
270,00
0,00
0,00
0,00
270,00

90,00
0
0

90,00
0
0

90,00
0
0

270,00
0
0

h
50

P
M
A
T
Jumla
h

75

21.00

P
M
A
T
Jumla
h
P
M
A
T

Jumlah
25

P
M
A
T
Jumla
h

50

P
M
A

34

T
Jumla

0,00
90,00

0,00
90,00

0
90,00

0
270,00

h
75

P
M
A
T
Jumla

90,00
0,00
0
0,00
90,00

90,00
0
0
0
90,00

90,00
0,00
0
0,00
90,00

270
0
0
0
270,00

1088,5

1080,0

1087,3

3255,8

h
total

5.2 Analisis Data


r = ulangan, a= waktu (W), b= konsentrasi (K)
2

Y2
rab

(3255,88)
3x 3 x 4

FK

JKT

JKK

(1088,58)2+ +(1087,30)2
FK =
=
3x4

(90,00)2+ + ( 90,00 )2 FK = 83,397105

JKP

= 294465,06

3,56931207026

(270) + +(27 0)
FK=
3

23,130266191

Tabel Konsentrasi dan Waktu


Konsentrasi
Waktu
21.00
24.00
0
270,00
274,68
25
270,00
270,00
50
270,00
270,00
75
273,90
277,30
Total
1083,90
1091,98

Total
03.00
270,00
270,00
270,00
270,00
1080,00

814,68
810,00
810,00
821,20
3255,88

35

(1083,90) + +(1080,0)
FK = 6,227219818
=
3x4

JK (W)

JK (K)

(814,68) + +( 821,20)
FK = 9,36128828
=
3x 3

JK (JWK)

=JKP- JK (W) - JK (K) = 7,54175810

Tabel Anava Ganda


d
SK

Ftabe

JK

KT

Fhit

l
5%

1%

1,7846
Ulangan

2
1

3,57

56
2,1027

Perlakuan

23,130266191

51
3,1136 1,2081

6,23

1
55
3,1204 1,2108

3,44

5,72

Konsentrasi

9,36

29
01
1,2569 0,4877

3,05

4,82

Interaksi

6
2

7,54

6
2,5771

2,66

3,99

Galat

2
3

56,70

Total

83,40

Dari hasil perhitungan statistika, maka dapat diambil kesimpulan


sementara :

F hitung waktu (1,208155) < Ftabel 0,05 (3,44), maka tidak


ada pengaruh waktu pemotongan tudung akar terhadap
jumlah sel yang mengalami mitosis pada akar bawang
putih lanang (Allium sativum).

36

Fhitung Konsentrasi (1,210801) < Ftabel 0,05 (3,05), maka


tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak biji bengkoang
terhadap jumlah sel yang mengalami mitosis pada akar

bawang putih lanang (Allium sativum).


Fhitung Interaksi Waktu dan Konsentrasi (0,48773) < Ftabel
0,05 (2,66), maka tidak ada pengaruh interaksi antara
waktu pemotongan tudung akar bawang dengan
konsentrasi ekstrak biji bengkoang terhadap jumlah sel
yang mengalami mitosis pada akar bawang merah dan
bawang putih.
Karena dari perhitungan menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh setiap perlakuan, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut


untuk menguji signifikansi.

37

BAB VI
PEMBAHASAN
Mitosis merupakan pembelahan inti yang berhubungan
dengan pembelahan sel somatik, dimana terdapat beberapa
tahap didalamnya, yaitu: profase, metafase, anafase, dan
telofase (Satrosumarjo, 2006). Berdasarkan pengertian mitosis,
proses pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah sel
ujung

akar

mengalami

bawang
setiap

putih
fase

lanang

(Allium

pembelahan

sativum)

mitosis,

yang

kemudian

dijumlahkan semua sel yang mengalami setiap fase mitosis.


Untuk

mengamati

tahap-tahap

pembelahan

mitosis

dilakukan pemotongan akar pada saat tengah malam, yaitu pukul


21.00, 24.00, dan 03.00 WIB. Waktu pemotongan ini digunakan
sebagai

variabel

dikarenakan

pada

bebas.
ujung

Menurut
akar

Margono

bawang

(1973)

banyak

hal

sel

ini

yang

mengalami aktifitas pembelahan dengan rentangan 5 menit


sebelum dan sesudah pukul 21.00, 24.00, dan 03.00 WIB,
sehingga diharapkan tahap-tahap mitosis dapat diamati.
Pemotongan bagian ujung akar kemudian dilanjutkan
dengan

perendaman

potongan

ke

dalam

larutan

FAA.

Perendaman dilakukan agar sel tidak mengalami pembelahan


lagi karena pengamat tidak langsung bisa mengamati tahaptahap mitosis pada tudung akar bawang pada saat itu juga.
Larutan FAA merupakan larutan fiksatif yang dapat menahan sel
untuk tidak membelah lagi sehingga tahap-tahap pembelahan
mitosis dapat teramati.

38

Sebelum pengamatan atau pembuatan preparat, maka


potongan tudung akar bawang direndam pada alkohol 70%
selama dua menit. Perendaman pada alkohol bertujuan untuk
mensterilkan

dan

membersihkan

sisa

larutan

FAA

yang

kemungkinan masih menempel pada potongan akar. Rendaman


selanjutnya pada larutan HCL 1N selama lima menit. Sementara
itu, larutan HCL 1 N berfungsi memperjelas batas antara daerah
tudung akar dengan bagian yang lain karena dengan pemberian
larutan ini daerah tudung akar akan terlihat lebih putih daripada
bagian lainnya.
Setelah terlihat jelas perbedaan antara tudung akar
dengan bagian akar yang bukan tudung akar, maka dilanjutkan
dengan pemotongan bagian tudung dan peletakan potongan
pada kaca benda yang diikuti dengan pemberian acetocarmin
dan pencacahan tudung akar menggunakan silet berkarat.
Pemberian acetocarmin akan memberikan pewarnaan dan akan
mempermudah pengamatan, sementara pencacahan dengan
silet berkarat dapat membantu pengikatan warna yang dilakukan
oleh kromosom karena silet yang berkarat terdapat Fe yang
teroksidasi.

Tahap

terakhir

adalah

pemanasan,

pemanasan

dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses penyerapan


warna dari asetocarmin.
Pada percobaan ini juga diberikan perlakuan berupa
perbedaan konsentrasi ekstrak biji bengkuang yang mengandung
rotenon, yaitu 0% (kontrol), 25%, 50%, dan 75%. Rotenon
dianggap sebagai zat yang dapat menghambat mitosis akar
bawang putih lanang (Allium sativum L.) (Kartika, 2010). Rotenon
dapat

mempengaruhi

dinamika

mikrotubulus

dari

sel

dan

menginduksi modifikasi proses biologi dan jalur sinyal yang


akhirnya menyebabkan kematian sel (Mollinedo & Gajate, 2003).
Rotenon juga dapat merusak DNA selama S-fase dari siklus sel
atau dengan menghalangi pembentukan gelendong mitosis di M-

39

fase. Rotenon menunda atau memperlambat perkembangan sel


di semua fase siklus sel. Hal ini juga sebagai akibat dari rotenon
sebagai inhibitor respirasi. Pada mekanisme molekuler, proses
mitosis terhambat akibat produksi ATP yang rendah (Barham dan
Brinkley, 1976).
6.1

Pengaruh Waktu Pemotongan Tudung Akar terhadap

Jumlah Sel yang Mengalami Mitosis pada Akar Bawang


Lanang
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa F hitung
waktu (1,208155) < Ftabel 0,05 (3,44), maka tidak ada pengaruh
waktu pemotongan tudung akar terhadap jumlah sel yang
mengalami mitosis pada akar bawang putih lanang (Allium
sativum). Berdasarkan hasil penelitian Abidin (2014) dapat
diketahui bahwa nilai indeks mitosis akar bawang pada pukul
21.00, 24.00, dan 03.00 WIB hampir sama, artinya tidak ada
perbedaan jumlah sel yang mengalami mitosis secara signifikan
(Gambar 6.1).

40

6.2 Pengaruh Konsentrasi Larutan Perasan Biji


Bengkuang terhadap Jumlah Sel yang Bermitosis
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa Fhitung
konsentrasi (1,210801) < Ftabel 0,05 (3,05), maka tidak ada
pengaruh konsentrasi ekstrak biji bengkuang terhadap jumlah sel
yang mengalami mitosis pada akar bawang putih lanang (Allium
sativum).
Biji bengkuang yang telah ditumbuk halus kemudian
diekstrak dengan menggunakan aquades akan menghasilkan
rotenon (Barrera et al, 2004). Kandungan rotenon ini bersifat
toksik pada serangga dan ikan, tetapi tidak pada mamalia.
Menurut Barham dan Brinkley (1996), rotenon merupakan zat
yang bersifat toksik atau racun yang dapat menghambat
respirasi sel, sehingga terjadi penghambatan untuk
pembentukan ATP yang dibutuhkan untuk melakukan
pembelahan sel. Kandungan rotenon dalam biji bengkuang
berperan dalam menghambat proses mitosis pada akar bawang.
Menurut Sastrahidayat (1991), rotenon menghambat
pembentukan benang spindel dan kromosom yang mengalami
replikasi tidak memisah sehingga kromosom tidak bermigrasi ke
kutub-kutub sel. Hal ini disebabkan mitokondria kehilangan ATP

41

yang dibutuhkan untuk pembelahan sel sehingga tubulin-tubulin


tidak dapat bersatu membentuk mikrotubulin yang berperan
dalam proses pemisahan kromosom ke masing-masing kutub.
Gambar 6.2 Mekanisme Transport ATP
(Sumber: Hopkins, 2009)
Mekanisme dari tidak terbentuknya ATP yaitu dimulai dari
rotenone yang berperan sebagai inhibitor pada transport elektron
dapat menghambat transport elektron dari NADH ke ubiquinon

(Lehninger, 1982: 165). Proses penghambatan metabolik terjadi


pada transpor elektron yang terikat oleh rotenon pada
pengaliran elektron di kompleks I. Kompleks I pada rantai
transpor elektron merupakan daerah yang sensitif terhadap
inhibitor seperti rotenon dan amytal (Hopkins, 2009: 247).
Tumbuhan memiliki NADH dehidrogenase yang bersifat sensitif
untuk kedua inhibitor tersebut. Enzim ini disebut dengan
rotenone-insensitive dehidrogenase. Enzim ini berada di
permukaan dalam membran yang dekat dengan matriks
mitokondria. Gugus reaktif pada rotenon berikatan dengan gugus
reaktif enzim rotenon-insensitive-dehidrogenase, sehingga tidak
terjadi pemindahan elektron dari kompleks I ke kompleks
selanjutnya.
Bersamaan dengan itu, saat menyerang kompleks I,
rotenon menghambat transfer elektron dalam NADH-Q reduktase

42

dengan menghambat pemindahan elektron dari Fe-S ke Q


(Ubiquinon). Akibatnya terjadi penghambatan pembentukan ATP
pada sitokrom-b dengan cara menginaktivasi sitokrom-b akibat
dari induksi dari rotenon. Akibat pembentukan ATP yang
dihambat oleh rotenon pada rantai transfer elektron kompleks I,
akibatnya mitokondria akan kehilangan ATP. Seperti yang telah
diketahui bahwa pada rantai transport elektron akan memberikan
energi yang diperlukan untuk membuat ATP dari ADP dan Fosfat
di dalam proses fosforilasi oksidatif (Lehninger, 1982: 167).
Ketika tidak terbentuk ATP melalui rantai transport
elektron, maka tidak ada ATP yang masuk ke proses fosforilasi
oksidatif, dan pada akhirnya mitokondria kehilangan ATP yang
dibutuhkan untuk pembelahan sel. Berkaitan dengan proses
terjadinya mitosis, rotenon yang terkandung dalam biji
bengkuang dapat menghambat proses mitosis pada akar bawang
lanang, hal inilah yang menyebabkan fase yang sebagian dapat
teramati adalah profase saja.
Namun demikian, pada praktikum ini didapatkan hasil
negatif (tidak ada pengaruh penggunaan perbedaan konsentrasi
rotenon terhadap jumlah sel akar yang mengalami mitosis). Hal
ini dikarenakan pada konsentrasi rendah rotenon tidak
menghambat pembelahan mitosis pada akar Allium sativum (ElKhodary, 1990).
6.6 Pengaruh Interaksi antara Waktu Pemotongan Tudung
Akar Bawang dengan Konsentrasi Ekstrak Biji Bengkuang
terhadap Jumlah Sel yang Mengalami Mitosis pada Akar
Bawang Merah dan Bawang Putih.
Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui bahwa
Fhitung Interaksi Waktu dan Konsentrasi (0,48773) < Ftabel 0,05
(2,66), maka tidak ada pengaruh interaksi antara waktu
pemotongan tudung akar bawang dengan konsentrasi ekstrak biji

43

bengkoang terhadap jumlah sel yang mengalami mitosis pada


akar bawang merah dan bawang putih. Hal ini dikarenakan
indeks mitosis Allium sativum pada jam 21.00, 24.00, dan 03.00
WIB hampir sama dan konsentrasi rotenon yang digunakan
kurang tinggi.

BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. F hitung waktu (1,208155) < Ftabel 0,05 (3,44), maka
tidak ada pengaruh waktu pemotongan tudung akar
terhadap jumlah sel yang mengalami mitosis pada akar
bawang putih lanang (Allium sativum).
2. Fhitung Konsentrasi (1,210801) < Ftabel 0,05 (3,05), maka
tidak ada pengaruh konsentrasi ekstrak biji bengkoang
terhadap jumlah sel yang mengalami mitosis pada akar
bawang putih lanang (Allium sativum).
3. Fhitung Interaksi Waktu dan Konsentrasi (0,48773) <
Ftabel 0,05 (2,66), maka tidak ada pengaruh interaksi
antara waktu pemotongan tudung akar bawang dengan
konsentrasi ekstrak biji bengkoang terhadap jumlah sel
yang mengalami mitosis pada akar bawang merah dan
bawang putih.
1.2 Saran
Dalam proses pemotongan akar bawang diharapkan
dilakukan dengan tepat waktu sehingga mendapatkan data yang
memiliki tingkat akurasi jumlah sel yang mengalami mitosis lebih
tinggi. Untuk pengambilan data diharapkan dilakukan dengan
lebih cermat dalam menentukan fase-fase yang ada sehingga

44

tingkat akurasi data lebih tinggi. Diharapkan pula memiliki


kesabaran yang besar saat mengantri mikroskop sehingga pada
waktu pengamatan tidak tergesa-gesa dan merasa nyaman.

LAMPIRAN
N

Gambar

Keterangan

o
1.

Profase (21.00 WIB, 75%

1. Benang kromatin
2. Dinding sel

rotenon)

1
2
2.

M= 400x
Metafase (00.00 WIB, 0%
rotenon)

1. Kromosom
2. Dinding sel

2
M= 400x
3

1. Benang spindel

45

Anafase (21.00 WIB, 75%


rotenon)

2. Kromosom
3. Dinding sel

3
4

M= 400x
Telofase (21.00 WIB, 75%
rotenon)

1. Benang kromatin
2. Dinding sel

2
M= 400x
Keterangan: Gambar dicrop dan dizoom supaya terlihat lebih
jelas.

Anda mungkin juga menyukai