Anda di halaman 1dari 9

Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan

udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi,
disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya bentuk
terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma
yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013).
Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan.
Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk
yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi
biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam masakan
sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi tidak
banyak berperan (Yuniar, 2010).
Terasi merupakan produk awetan ikan atau rebon yang telah diolah dengan proses
pemeraman dan fermentasi, lalu dilakukan penggilingan dengan cara penumbukan
dan penjemuran selama sehari. Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan
garam yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan
berwarna hitam-coklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi
kemerahan. Bau khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan
sebagai sambal terasi (Nasution, 2013). Kandungan gizi terasi disajikan pada Tabel
1.
Tabel 1. Kandungan gizi terasi

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang mengalami
perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan warna), kemudian
didiamkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi
proses fermentasi berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari
ikan (udang). Fermentasi adalah salah satu proses penguraian senyawa-senyawa
yang lebih sederhana oleh enzim atau fermentasi yang berasal dari tubuh ikan itu
sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan
terkontrol.
Proses penguraian ini berlangsung dengan atau tanpa aktivitas
mikroorganisme, terutama dalam golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawati,
2005).
2.2. Proses Pembuatan Terasi Udang
Menurut Hadiwiyoto (1983), langkah-langkah pembuatan terasi adalah sebagai
berikut:
1. Pencucian

Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar dicuci dengan air bersih agar
kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang terikut serta pada waktu penangkapan
menghilang.
2. Penjemuran
Rebon yang telah bersih dijemur pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari
langsung. Pada proses penjemuran tidak diperkenankan memakai lapisan tebal
agar rebon cepat kering. Rebon yang dijemur harus dibolak-balik dan apabila
terdapat kotoran maka dibuang.
Tujuan penjemuran adalah untuk
mengeringkanrebon agar tidak basah atau lembek pada saat digiling.
3. Penggilingan
Rebon
yang
sudah
kering
digiling
atau
ditumbuk
sampai
halus,
kemudianditambahkan garam atau kadang-kadang ditambahkan zat warna dan
tepung tapioka. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan akan menentukan mutu
terasi tersebut.
4. Pemeraman
Setelah itu adonan yang telah jadi dibuat gumpalan-gumpalan dengan dikepalkepal, lalu dibungkus dengan tikar atau daun kering. Kemudian diperam selama
semalam. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap awal.
5. Pemeraman II
Setelah hari kedua bungkusnya dibuka, kemudian adonan dihancurkan lagi dengan
cara digiling atau ditumbuk sampai halus.
Setelah dianggap cukup, dibuat
gumpalan-gumpalan sekali lagi dan dibungkus seperti semula.
6. Pemeraman III
Pemeraman selanjutnya dilakukan selama 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan
proses fermentasi tahap II, pada proses ini akan mulai timbul bau khas terasi.
Setelah pemeraman selesai, terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk
dijual. Diagram alir pembuatan terasi dapat dilihat pada Gambar 2.

2.3. Standar Mutu Terasi

Berdasarkan SNI 2716.12009, SNI 2716.22009 dan SNI 2716.32009,terasi udang


adalah produk olahan hasil perikanan dengan menggunakan bahan baku yang
mengalami perlakuan fermentasi. Bahan baku utama untuk membuat tereasi
udang yaitu udang segar dan udang kering. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu
udang rebon.Bahan baku kering secara organoleptik mempunyai karakteristik
sebagai berikut. :
Kenampakan : utuh, bersih, warna spesifik jenis
Bau : spesifik jenis
Tekstur : padat, kompak
Bahan tambahan yang digunakan yaitu air dan es. Bahan utama lainnya yang
digunakan adalah garam. Peralatan yang digunakan untuk membuat terasi udang
adalah alat penggiling, alat pengering, bak/ember plastik, keranjang plastik, meja
proses, pengaduk, dan timbangan. Persyaratan untuk peralatan dan perlengkapan
yang digunakan dalam penanganan terasi udang adalah tidak mengelupas, tidak
berkarat, tidak merupakan pencemaran jasad renik, tidak retak dan mudah
dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih sebelum, selama, dan sesudah
digunakan.
Penanganan dan pengolahan untuk terasi udang adalah:
1. Penerimaan bahan baku, yaitu bahan baku\udang segar dan udang kering serta
bahan lainnya.
Bahan baku yang diterima diuji secara organoleptik untuk
mengetahui mutu secara cepat, cermat, dan saniter. Bahan baku diberi kode dan
diidentifikasi untuk kemudahan dalam penelusuran tracebillity dan diperlukan
sampai produk akhir.
2. Sortasi, dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang mutunya baik dan
sejenis yang sesuai spesifikasi. Udang dipisah dari ikan dan benda asing lainnya
secara cepat, cermat, dan saniter. Suhu produk dipertahankan antara 05oC agar
udang rebon tetap segar.
3. Pencucian dengan menggunakan air bersih secara cepat, cermat, dan saniter.
4. Penirisan, bertujuan untuk mendapatkan udang rebon tiris dan sesuai spesifikasi.
Udang rebon dimasukkan kedalam wadah keranjang hingga tiris dan dilakukan
secara cermat dan saniter.
5.
Penimbangan, dilakukan untuk mendapatkan berat udang rebon guna
menentukan konsentrasi garam.
6. Penggaraman, udang rebon dimasukkan kedalam wadah kemudian ditaburi
garam sesuai spesifikasi, selanjutnya diaduk sampai homogen secara cepat,
cermat, dan saniter.

7. Pengeringan I, udang rebon diletakan secara merata diatas alat pengeringan


sampai setelah kering.
8. Penggilingan I, udang rebon digiling secara cepat, cermat, dan saniter di alat
penggilingan.
9. Fermentasi, udang giling dimasukkan kedalam wadah tertutup rapat tanpa
rongga udara dan diperam selama 1112 jam pada suhu ruang.
10. Pengeringan II. Setelah difermentasi, udang rebon diletakan di alat pegeringan
sampai setengah kering.
11. Penggilingan II, terasi digiling secara cepat dan cermat.
12.
Pencetakan, adonan terasi udang
kalinyaditimbang dan dilakukan pencetakan.

yang

telah

digiling

untuk

kedua

13.
Pengepakan, produk akhir terasi udang dimasukan ke dalam kemasan.
Selanjutnya produk dimasukkan ke dalam master karton secara cepat,cermat, dan
saniter sesuai label (Aryansfirdaus, 2012).

http://digilib.unila.ac.id/4308/14/BAB%20II.pdf

Kandungan asam amino utama yang terdapat dalam fermentasi udang bergaram
(terasi) selama penyimpanan 3 bulan adalah asam aspartat, asam glutamat,
alanina, leusina, dan lisina. Sampel terasi dengan kandungan protein tertinggi
merupakan terasi terbaik, karena komponen zat gizi yang mendukung kualitas
terasi dapat dilihat dari tingginya kadar protein. Peralta et al.2005 menyatakan
bahwa asam amino yang diperoleh dari proses fermentasi garam melalui
pemecahan komponen bahan baku oleh aktivitas enzim pendegradasi (misalnya
protease, amilase, dan lipase) merupakan prekursor timbulnya rasa gurih (umami).
Selama proses fermentasi ikan berlangsung, semakin besar produksi enzim dari
mikroorganisme dapat menghasilkan pembentukan asam amino semakin tinggi oleh
aktivitas enzim proteolitik, terutama asam glutamat dan asam aspartat (Susilowati
2010).
Asam glutamat dapat diperoleh dari glutamina. Asam glutamat termasuk asam
amino non esensial yang bermuatan (polar) dan dapat diproduksi sendiri oleh tubuh
manusia. Asam glutamat didalamnya terdapat ion glutamat sehingga dapat
merangsang beberapa tipe saraf yang ada di lidah manusia. Sifat ini sering
dimanfaatkan dalam industri penyedap rasa. Kadar asam glutamat yang tinggi pada
terasi berpotensi sebagai komponen bumbu penyedap (Mouristen et al 2010).

Fungsi penambahan garam dalam proses fermentasi selain untuk pengawet, juga
bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau
mikroorganisme tahan garam (halotoleran) dapat bereaksi menghasilkan produk
makanan dengan karakteristik tertentu. Proses fermentasi dapat juga dilakukan
dengan bantuan enzim atau fermen yang berasal dari dalam tubuh ikan itu sendiri.
Shahidi dan Botta (1994) menyatakan bahwa enzim protease endogenous atau
golongan endopeptidase dapat berkontribusi dalam proses hidrolisis protein untuk
makanan dan pakan hewan. Proses fermentasi terasi akan terjadi perubahanperubahan fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Perubahan tersebut terjadi secara
bersamaan dan paling dominan adalah perubahan kimiawi oleh enzim dari udang,
rebon atau ikan itu sendiri, hal ini diduga bahwa kualitas terasi udang rebon dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama proses fermentasi untuk
menghasilkan cita rasa produk yang diinginkan. Penambahan konsentrasi garam
dan lama fermentasi dimungkinkan dapat mempengaruhi kualitas terasi yang
dihasilkan.
Prosedur pengolahan terasi berdasarkan Moeljanto (1992), yang telah dimodifikasi
mengikuti proses pembuatan terasi skala industri rumah tangga di Semarang.
Preparasi dilakukan dengan membersihkan rebon dari kotoran, kemudian dicampur
secara merata dengan garam sesuai perlakuan. Adonan dimasukkan ke dalam alat
penggilingan sedikit demi sedikit sambil dipercikan air agar adonan tidak
menggumpal. Adonan giling kemudian diletakkan di atas widig atau alat penjemur
untuk penjemuran pertama. Penjemuran dilakukan selama 2 jam dengan sinar
matahari. Pembalikan secara berulang selama penjemuran dilakukan supaya
adonan kering merata. Adonan yang telah kering dimasukkan ke dalam baskom
plastik sambil diangin-anginkan. Adonan daging rebon kemudian digiling kembali
lalu dijemur lagi selama 2 jam. Adonan yang sudah kering selanjutnya digiling lagi
untuk menghasilkan adonan terasi yang halus dan kalis sehingga mempermudah
proses pencetakan. Adonan terasi disimpan dalam baskom plastik dan ditutup tidak
terlalu rapat. Terasi kemudian dieramkan pada suhu ruang selama 48 jam. Proses
pemeraman ini bertujuan untuk melakukan fermentasi awal adonan terasi supaya
menghasilkan aroma khas terasi, kemudian dicetak berbentuk seperti tabung
dengan diameter 3 cm dan panjang 10 cm dengan berat per 100 g. Potongan
terasi diletakkan dalam nampan kemudian dijemur selama 2 hari kemudian
dibungkus rapat dengan daun pisang dan dieramkan. Sampel diuji pada hari ke-8
dan 32 (dihitung sejak bahan baku mulai digiling). Proses pembuatan terasi sudah
selesai ketika bau khas terasi mulai tercium. Terasi diuji organoleptik, pH, kadar
protein, asam glutamat, kadar air dan profil asam amino. Kadar protein, asam
glutamat dan profil asam amino pada fermentasi hari ke- 32 hanya diamati dari
hasil terbaik penggunaan konsentrasi garam pada hari ke- 8.
Komposisi terbanyak asam amino adalah asam glutamat dan asam aspartat, Asam
glutamat berperan penting dalam pembentukan rasa umami pada masakan lebih
diterima panelis. Penelitian Jinap et al.(2010), beberapa masakan yang ditambahkan

sambal belacan dengan nilai asam glutamat lebih tinggi menunjukkan lebih
diterima konsumen. Mouritsen et al.(2012), asam amino asapartat berkontribusi
memberikan efek pada cita rasa produk rausu-konbu yang dihasilkan.
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta. Penebar
Swadaya
Mouritsen O G, Lars Williams, Rasmus Bjerregard and Lars Duelund. 2010.
Seaweeds for umami flavor in the New Nordic cuisine. Flavour 1:1-4.
Martasuganda, Agus O., dan Sudirman S. 2004. Teknologi untuk Pemberdayaan
Masyarakat Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Jinap S, Ilya-Nur AR, Tang SC, Hajeb P, Shahrim K, Khairunnisak M. 2010. Sensory
attributes of dishes containing shrimp paste with different concentrations of
glutamate and 5-nucleotides. Appetite 55:238-244.
Suprapti, M. L. 2002. Membuat Terasi. Kanisius, Yogyakarta
Susilowati A. 2010. Pengaruh aktivitas proteolitik Aspergillussp. dalam perolehan
asam-asam amino sebagai fraksi gurih melalui fermentasi garam pada kacang hijau
(Phaseolus radiatus L.). Rubrik Teknologi Pangan19(1):13-17.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia No. 01-27162009. Tentang Terasi Udang. http://websisni.bsn.go.id (diakses tanggal 21 Februari
2016).
Peralta EM, Hideo H, Daisuke W, Hisashi M. 2005. Antioxidative activity of philipine
salt fermented shrimp and variation of its constituens during fermentation. Journal
of Oleo Science 54(10):553-558.
http://digilib.unila.ac.id/4308/14/BAB%20II.pdf (diakses tanggal 21 Februari 2016)

Terasi merupakan salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang
hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan
asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Proses
fermentasi dapat berlangsung karena adanya akti vitas enzim yang berasal dari
tubuh ikan (atau udang) itu sendiri (Martasuganda et.al., 2004). Terasi sangat
disukai masyarakat Asia Tenggara termasuk Indonesia karena harganya terjangkau,
mudah didapat dan memiliki flavour berupa rasa dan aroma yang khas.

Terasi mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap. Di dalam terasi terkandung
protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, besi dan air. Di samping itu,
terasi mengandung vitamin B12 dan asam amino. Kualitas terasi berupa aroma dan
cita rasa dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi. Semakin lama waktu
fermentasi maka semakin tinggi kualitas terasi tersebut. Selain itu cita rasa terasi
dipengaruhi juga oleh bahan baku yang dipergunakan. Cita rasa terasi dari bahan
baku rebon/udang akan berbeda dengan terasi dari bahan baku ikan (Suprapti,
2002).
Garam dapat digunakan sebagai pengontrol proses fermentasi. Garam berfungsi
juga sebagai bahan pengawet pada ikan karena mempunyai tekanan osmotik yang
tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses penyerapan air bebas dalam
daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme yang menyebabkan plasmolisis
sehingga air sel mikroorganisme tertarik keluar dan mikroorganismekemudian mati
(Adawyah, 2008). Garam dalam proses fermentasi disamping berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur dan mengontrol
pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk dan patogen (Rahayu et.al.,1992).
- Bahan baku terasi adalah ikan teri segar dan garam. Ikan teri segar diperoleh
langsung dari hasil tangkapan nelayan di Kelurahan Tambak Rejo, Semarang. Bahan
yang digunakan untuk analisis mutu sensori dan kadar air adalah sampel terasi.
Bahan untuk analisis aw adalah sampel terasi dan larutan NaCl. Bahan untuk
analisis pHadalah terasi dan aquadest. Bahan untuk analisis kandungan senyawa
volatil adalah sampel terasi tersebut.
- Alat untuk pembuatan terasi adalah mesin penggiling ikan. Alat yang digunakan
untuk analisis mutu sensori adalah tabel pengujian organoleptik. Analisis kadar air
menggunakan moisture analizer. Analisis aw dengan menggunakan aw meter
dan analisis pH dengan menggunakan pH meter. Alat yang digunakan untuk analisis
kandungan senyawa volatil adalah electronic nose.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2004) bahwa garam dapat menimbulkan rasa
yang terlalu asin cenderung pahit pada bahan makananyang diawetkan dengan
cara penggaraman pada konsentrasi garam yang tinggi. Hal ini dikarenakan adanya
kandungan magnesium (Mg), sulfat (SO4) dan klor (Cl) yang menimbulkan rasa asin
cenderung pahit tersebut. Menurut Adawyah (2008) bahwa penambahan garam
akan berpengaruh terhadap kadar air pada terasi. Apabila kadar air terlalu rendah,
maka permukaan terasi akan diselimuti oleh kristal-kristal garam dan teksturnya
menjadi padat serta kompak.
Nilai pH merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan mikroba. Nilai
pH terasi semakin menurun berbanding lurus dengan penambahan konsentrasi
garam. Penurunan pH ini diduga karena adanya sejumlah asam laktat yang
dihasilkan oleh metabolisme bakteri asam laktat pada proses fermentasi. Hal ini

sesuai dengan Bertoldi et.al. (2002) bahwa penambahan kadar garam akan
menghambat bakteri pembusuk dan membantu aktivitas bakteri asam laktat dan
bakteri fermentatif halofilik dalam mengubah karbohidrat, protein, dan lemak
menjadi asam laktat, asam-asam volatil, alkohol, dan ester yang dapat menurunkan
pH produk. Desniar, et.al., (2007) menambahkan pula bahwaterpecahnya ion NaCl
menjadi Na+dan Cl dimana ion Na+dibutuhkan oleh bakteri asam laktat untuk
substitusi ion K+ketika terjadi difusi. Kemudian ion Cl-akan berikatan dengan air
membentuk HCl sehingga menjadikan jumlah air pada bahan berkurang dan
membentuk suasana asam pada media bahan pangan.
Menurut Susilowati (2010), fermentasi dengan garam menghasilkan kandungan air
yang cenderung mengalami penurunan selama proses fermentasi. Penurunan
kandungan air ini disebabkan oleh adanya hidrasi ion-ion garam yang menarik ion
molekul air suatu bahan pangan. Moeljanto (1992) menambahkan bahwa
penurunan kadar air tersebut terjadi karena garam dalam proses penggaraman
akan berpenetrasi ke dalam tubuh ikan. Garam yang masuk ke dalam tubuh ikan
akan menggantikan air bebas yang ada pada tubuh ikan (bersifat higroskopis).
Kandungan senyawa volatil merupakan kumpulan senyawa yang mudah menguap
yang menimbulkan aroma dan cita rasa terhadap suatu bahan makanan. Kualitas
terasi dapat diketahui dari aromanya yang segar dan khas terasi. Aroma terasi
dipengaruhi
oleh bahan baku (rebon/ikan), penambahan garam/gula, proses
pembuatan, lama fermentasi dan asal daerah pengolahan terasi (Sunnara, 2011).
Kandungan senyawa volatil dari hidrogen sulfida (TGS 825) sesuai karakteristiknya
memberikan aroma terasi yang merangsang indera penciuman panelis/konsumen.
Menurut Nooryantini et.al. (2010), penguraian senyawa-senyawa protein menjadi
asam amino, hidrogen sulfida (H2S), dan merkaptan yang menimbulkan bau pada
terasi. Adawyah (2008) menambahkan bahwa salah satu komponen pembentuk
cita rasa dan aroma terasi yaitu senyawa belerang sederhana seperti sulfida,
merkaptan, dan disulfida yang menyebabkan bau pada terasi tersebut.
Senyawa amonia (TGS 826) terbentuk pada terasi yang menyebabkan aroma terasi
menjadi tajam. Akan tetapi senyawa amonia perlu dikendalikan agar terhindar dari
proses pembusukan. Menurut Khairina et.al. (1995), saat fermentasi kinerja enzim
proteolitik yang memutuskan protein menjadi ikatan peptida yang pendek dan asam
amino yang mengarah kepada pembusukan dan selanjutnya menjadi senyawa
amin dan amonia yang memberikan bau tajam dan citarasa yang khas pada terasi.
Penambahan garam dengan kadar tinggi dapat menghambat laju aktivitas enzim
dari mikroba, enzim proteolitik dan bakteri fermentatif yang tidak tahan garam.
Sehingga hal ini akan berdampak pada rasa dan aroma (flavor) terasi yang
dihasilkan. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan, maka flavorterasi yang
dihasilkan akan berkurang nilainya. Menurut Rahayu et.al., (1992) garam selain
berfungsi sebagai pengendali fermentasi, garam dapat menarik kandungan air

dalam suatu bahan, dan menarik air dari sel mikroorganisme (plasmolisis), garam
juga dapat menghambat kerja enzim proteolitik. Sehingga enzim proteolitik akan
lambat aktivitasnya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak dalam
menghasilkan molekul sederhana maupun senyawa-senyawa yang mudah menguap
(volatil).

Anda mungkin juga menyukai