Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Referat
Fakultas Kedokteran
Agustus 2015
Universitas Hasanuddin
Erisipelas
Oleh:
David J.Pesireron
Pembimbing:
dr. Hadi Firmansyah S.
ERISIPELAS
I.
DEFINISI
Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai dengan
keterlibatan pembuluh limfatik pada kulit. Ia disebabkan oleh bakteri Streptococcus bhemolytic grup A dan jarang disebabkan oleh S. aureus. Pada bayi yang baru lahir, bakteri
Streptococcus b-hemolytic grup B bisa menyebabkan erisipelas. Limfaedema, vena stasis,
dan obesitas merupakan faktor resiko pada pasien dewasa.1
Kata erisipelas berasal dari bahasa latin kuno, dan diperkirakan merupakan
gabungan dari dua kata, yaitu dari bahasa yunani erythros yang berarti kemerahan dan
dari bahasa latin pella yang berarti kulit. Erisipelas dapat terjadi pada semua usia, bangsa
dan ras, namun paling sering ditemukan pada bayi, anak dan usia lanjut. Erisipelas
biasanya terjadi pada wajah dan kaki. Gejala utamanya ialah eritema berwarna merah
cerah dan berbatas tegas serta disertai gejala konstitusi. Pada zaman dahulu, erisipelas
dikenali dengan nama St. Antonys fire dan ignis sacer. Ia ditandai dengan eritema lokal,
panas, bengkak dan memiliki batas tepi yang sedikit meninggi dan berbatas tegas. Pada
mulanya disertai dengan gejala prodromal seperti malaise, menggigil, demam tinggi, sakit
kepala, muntah dan sakit sendi.2,3 Pada waktu itu, beberapa penyakit yang gambarannya
hampir sama dikelompokkan sebagai erisipelas seperti ergotism dan herpes zoster.
Ergotism adalah keracunan makanan apabila seseorang itu makan gandum hitam yang
terinfeksi oleh jamur ergot, yang menghasilkan zat kimia seperti ergotamin dan
ergometrin.2
II.
ETIOLOGI
Erisipelas pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus b-
III.
PATOGENESIS
Pada awalnya, erisepelas terjadi akibat inokulasi bakteri pada daerah trauma pada
kulit. Selain itu, faktor lokal seperti insufisiensi vena, ulkus, peradangan pada kulit,
infeksi dermatofita, gigitan serangga dan operasi bisa menjadi port of the entry penyakit
ini. Bakteri streptokokus merupakan penyebab umum terjadinya erisipelas. Infeksi pada
wajah biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A, sedangkan infeksi pada kaki
disebabkan oleh bakteri streptokokus non-grup A. Bakteri ini menghasilkan toksin
sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang ditandai dengan bercak berwarna
merah cerah, plak edematous dan bulla.2 Erisipelas pada wajah berawal dari bercak
merah unilateral dan kemudian terus-menerus menyebar melewati hidung sampai ke sisi
sebelahnya sehingga menjadi simetris. Nasofaring mungkin menjadi port of the entry
erisipelas pada wajah bila disertai dengan riwayat streptokokal faringitis. Pada erisipelas
di daerah extremitas inferior, pasien mengeluh adanya pembesaran kelenjar limfatik
femoral dan disertai demam.1
IV.
MANIFESTASI KLINIS
Terdapat gejala-gejala konstitusi seperti: demam, malaise, flu, menggigil, nyeri
kepala, muntah dan nyeri sendi.3,5,6 Kelainan kulit yang utama adalah eritema yang
berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggirnya meninggi dengan tanda radang akut.
Dapat disertai edema, vesikel dan bulla dan terdapat leukositosis.5
Lesi pada kulit bervariasi dari permukaan yang bersisik halus sampai ke inflamasi
berat yang disertai vesikel dan bulla. Erupsi lesi berawal dari satu titik dan dapat
menyebar ke area sekitarnya. Pada tahap awal, kulit tampak kemerahan, panas, terasa
sakit dan bengkak. Kemudian kemerahan berbatas tegas dengan bagian tepi meninggi
yang dapat dirasakan saat di palpasi dengan jari. Pada beberapa kasus, vesikel dan bulla
berisi cairan seropurulen. Pembengkakan nodus limfe di sekitar infeksi sering ditemukan.
Bagian yang paling sering terkena adalah kaki dan wajah.. Pada kaki, sering ditemukan
edema dan lesi bulla. Biasanya inflamasi pada wajah bermula dari pipi dekat hidung atau
di depan cuping telinga dan kemudian menyebar ke kulit kepala. Infeksi biasanya terjadi
bilateral dan ia jarang disebabkan oleh trauma. 7
V.
DIAGNOSIS
a. Anamnesis 1
Keluhanan utama : bercak kemerah-merahan pada kulit wajah dan/atau kaki
disertai rasa nyeri.
Keluhan lain : bercak eritem pada daerah wajah, awalnya unilateral lamakelamaan menjadi bilateral atau diawali dengan bercak eritem di tungkai
bawah yang sebelumnya dirasakan nyeri di area lipatan paha. Disertai gejalagejala konstritusi seperti demam, malaise, flu, menggigil, sakit kepala, muntah
dan nyeri sendi.
Riwayat penyakit : faringitis, ulkus kronis pada kaki, infeksi akibat penjepitan
tali pusat yang tidak steril pada bayi
Riwayat pengobatan : pernah dioperasi
Faktor resiko : vena statis, obesitas, limfaedema
b. Pemeriksaan fisis 4
Inspeksi : bercak merah bilateral pada pada pipi dan kaki, bekas garukan dan
abrasi, bekas luka, dan pembesaran kelenjar limfatik femoral.
Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan
pinggirnya meninggi. Sering disertai udem, vesikel dan bulla yang berisi
cairan seropurulen.
c. Pemeriksaan penunjang 3
Bakteri dapat di indentifikasi melalui pemeriksaan biopsi kulit dan kultur.
Spesimen untuk kultur bisa diambil dari apusan tenggorokan, darah dan cairan
seropurulen pada lesi. Pada pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya
polimorfonuklear leukositosis, meningkatnya laju endap darah (LED) dan juga
meningkatnya C-reaktif protein.
VI.tungkai
Diagnosis
banding
bawah yang
disertai rasa nyeri yang
a. Selulitis batas tegas. 1
Selulitis terjadi pada lapisan dermis dan subkutan. Etiologi paling sering
disebabkan oleh S. pyogens, S.aureus dan GAS. Selain itu, bakteri streptokokus grup
B juga bisa menyerang bayi dan bakteri basil gram negatif bisa menyerang orang
dengan tingkat imun yang rendah. Tinea pedis biasanya menjadi port of the entry
infeksi penyakit ini. Selulitis mempunyai gejala yang sama dengan erisipelas yaitu
eritema dan sakit, tetapi dapat dibedakan dengan batas lesi yang tidak tegas, terjadi di
lapisan yang lebih dalam, permukaan lebih keras dan ada krepitasi saat dipalpasi.
Selulitis dapat berkembang menjadi bulla dan nekrosis sehingga mengakibatkan
penggelupasan dan erosi lapisan epidermal yang luas.1
type IV terhadap lebih 3700 jenis zat kimia eksogen. Gejala gejala klinis akan
muncul segera setelah terekspos oleh alergen. Fase akut ditandai dengan eritema,
permukaan menonjol dan plak bersisik. Penderita dermatitis kontak alergi biasanya
dalam keadaan normal dan tidak ditemukan tanda-tanda patologis pada pemeriksaan
lab. 8
VII.
TATALAKSANA
Pada erisipelas di daerah kaki, istirahatkan tungkai bawah dan kaki yang diserang
p.o
Jika pasien alergi Penicillin, berikan erythromycin 500 mg p.o atau
clindamycin 150 300 mg p.o
b. Infeksi berat 5
- Rawat inap, lakukan kultur dan tes sensitivitas, konsultasi penyakit infeksi
- Penicillin G 10,000,000 IU i.v
- Jika suspek terjadi infeksi staphylococcus, berikan nafcillin 500-1000 mg i.v
-
Obat Topikal2 :
VIII.
PROGNOSIS
Prognosis pasien erisipelas adalah bagus. Komplikasi dari infeksi tidak
menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan terapi
antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien yang memiliki
faktor predisposisi.2 Jika tidak diobati akan ia menjalar ke sekitarnya terutama ke
proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama, dapat terjadi elephantiasis.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue
Infections : Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis. Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed.
McGraw Hill Medical. United State of America. 2008. P.1720-1722
2. Davis L. Medscape Drugs, Diseases & Procedures Reference : Erysipelas.
http://emedicine.medscape.com/article/1052445-overview. 2012.
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews disease of Skin Clinical Dermatology.
10th Ed. Elsevier. Canada. 2000. P.260-261
4. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. 8th Ed.
Wiley Blackwell. United Kingdom. 2007. P.30.17- 30.20
5. Gawkrodger D. Dermatology An Illustrated Colour Text. 3 rd Ed. Churchill Livingstone.
China. 2002. P.45
6. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1993. P.48-49
7. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology. Thieme.
New York. 2006. P.82
8. Cohen DE, Jacob SE. Chapter 13 Allergic Contact Dermatitis. Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill Medical.
United State of America. 2008. P.136-140