Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU TUTORIAL

MARET

SOLAR ECLIPSE

Disusun Oleh :
NAMA

: Mohamad Fahri

STAMBUK

: N 101 12 025

KELOMPOK

: III (Tiga)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

2016

Learning Objectives
1.
2.
3.
4.

Sebutkan grade GCS pada trauma kepala!


Sebutkan kasus kasus emergensi ortopedi!
Jelaskan prinsip diagnosis dan penatalaksanaan cedera medula spinalis!
Jelaskan etiologi, penetalaksanaan dan klasifikasi dari fraktur!

Jawab!
1. Sebutkan grade GCS pada trauma kepala!
GCS adalah metode yang diakui untuk cedera kepala. Cedera kepala
diklasifikasikan ringan (GCS 13-15), sedang (GCS 9-12), atau berat (GCS 3-8).
Nilai rendah menggambarkan cedera yang lebih berat dan memiliki risiko mortalitas
yang lebih tinggi.
Sumber : Salim, C. 2015. Sistem Penilaian Trauma. CDK; 42(9).
2. Sebutkan kasus kasus emergensi ortopedi!
Kasus-kasus yang termasuk dalam emergency orthopedic, yaitu open fracture,
compartment syndrome, dislokasi dan fractur dislokasi, lesi vascular besar, septic
arthritis, acute osteomyelitis, unstable pelvis, fat emboli, unstable cervical spine, dan
traumatic amputasi. Berdasar sifatnya emergency orthopedics dibedakan menjadi dua,
yaitu sifatnya yang mengancam jiwa (life threatening ) dan yang mengancam
kelangsungan ekstremitas ( limb threatening).
Sumber: Salim, C. 2015. Sistem Penilaian Trauma. CDK; 42(9).
3. Jelaskan prinsip diagnosis dan penatalaksanaan cedera medula spinalis!
A. Prinsip diagnosis
-

Pasien yang mengalami trauma dan kehilangan kesadaran perlu dicurigai


terjadi cedera pada tulang belakang. Maka diperlukan fiksasi leher yang kaku

untuk mencegah pergerakan leher dan pasien diletakkan pada papan spinal.
Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan pasien yang tidak sadar, tulang belakang harus
dipalpasi dari kepala sampai sakrum untuk mencari penonjolan jelas,
perubahan kontur, dan area dari refleks respons nyeri-menarik.

b. Jika pasien perlu dimiringkan ke satu sisi dengan teknik log rolling,
kepala dan badan sebagai satu kesatuan menghindari pemutaran leher dan
tulang belakang, kecuali pemeriksa yakin tidak ada cedera pada daerah
tersebut.
c. Penentuan adanya refleks regangan lutut dan tumit dan respon menarik
dari stimuli tusukan peneliti atau stimuli nyeri lain. Tidak ada refleks
menunjukkan adanya trauma pada medulla spinalis.
d. Jika pasien sadar, pemeriksaan neurologis dapat segera dilakukan
mendeteksi adanya kerusakan medulla spinalis. Pemeriksaan fungsi
motorik, sensorik, refleks fisiologis dan patologis, tonus sfingter ani,
refleks kutaneus abdominal, refleks bulbocavernosus, anal wink.
e. Tingkat cedera medulla spinalis dapat ditentukan dengan temuan
neurologis.
Sumber : Eliastam, M., Sternbach, G, L., Bresler, M, J. 1998. Penuntun
Kedaruratan Medis Edisi 5. Jakarta: EGC.
-

Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen polos di area nyeri tekan vertebra dapat menunjukkan
fraktur yang menyertai trauma medulla spinalis.
b. CT Scan Vertebra; diindikasikan mengevaluasi lebih lanjut fraktur yang
teridentifikasi pada foto rontgen, atau foto rontgen meberi hasil negatif
tetapi masih ada kecurigaan klinis.
c. MRI vertebra; diindikasikan untuk pasien dengan defisit neurologik tetapi
CT Scan dan foto rontgen tampak non-diagnostik.

B. Penatalaksanaan cedera medulla spinalis


- Penatalaksanaan awal :
a. Evaluasi
b. Resusitasi
c. Imobilisasi ; pada bagian atas dan bawah bagian yang dicurigai cedera,
sampai fraktur disingkirkan dengan pemeriksaan foto rontgen.
Imobilisasi dengan posisi netral, berbaring telentang tanpa rotasi.
d. Transportasi
Melindungi vertebra-C
Jalan napas : intubasi jika GCS <8, obstruksi, pernapasan yang tidak
memadai, tidak mampu melindungi jalan napas, jalan napas dibentuk

melalui operasi jika pasien tidak dapat diintubasi.


Pernapasan : dilakukan intubasi jika ventilasi atau oksigenasi tidak
memadai.

Sirkulasi : hipotensi dinilai disebabkan oleh kehilangan darah dan

hipovolemia.
Definitif : Fraktur stabil dilakukan penanganan konservatif seperti
tirah baring dengan pemasangan brace, sedangkan yang tidak stabil
dilakukan

pembedahan.

Intervensi

bedah

secara

dini

untuk

menghilangkan tekanan medula spinalis akibat patahnya vertebra atau

kolaps diskus.
Rehabilitasi : latihan pergerakan pasif, mencegah kontraktur sendi,
dan membantu penderita melakukan aktivitas sehari hari. Latihan
miksi dan defekasi dini.

Sumber : Grace, P, A., Borley, N, R. 2007. At A Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta :
Erlangga.
Tjokorda, G, B., Mahadewa., Muliawan, S. 2012. Diagnosis dan
Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang. Jakarta : Sagung
Seto.
4. Jelaskan etiologi, penetalaksanaan dan klasifikasi dari fraktur!
Etiologi :
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
1. Benturan atau cedera
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.
Klasifikasi:
-

Bedasarkan Komplit dan Non Komplit:


Komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang.
Non-komplit :
a. Hairline fracture (patah retak rambut)

b. Buckle Fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa dibawahnya)
c. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang anak.
-

Berdasarkan Bentuk Garis dan Hubungannya dengan Mekanisme Trauma


a.
b.
c.
d.
e.

Garis patah melintang: trauma angulasi, atau langsung.


Garis patah oblique : trauma angulasi
Garis patah spiral : trauma rotasi
Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
Fraktur avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada tulang, misal:fraktur
patela.

Berdasarkan Jumlah Garis Patah


a. Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental : Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
c. Fraktur multipel : Garis patah lebih dari satu, tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya.

Berdasarkan Bergeser dan Tidak Bergeser


a. Fraktur undisplaced : Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
b. Fraktur displaced : Dislokasi Ad longitudinam cum contractionum , Ad axin.
Ad latus.

Berdasarkan Terbuka Tertutup


a. Fraktur terbuka bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
b. Fraktur tertutup bilamana tdk ada luka luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.

Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
a.

Proteksi saja
Misalnya Mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
kedudukan baik.

b.

Imobilisasi saja tanpa reposisi


Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan baik.

c.

Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips


Fragmen distal dikembalikan pada kedudukan semula terhadap
fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam
gips. Misal : fraktur distal radius, imobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan.

d.

Traksi
Pada anak dilakukan traksi kulit dan orang dewasa traksi skeletal.
Traksi dapat untuk reposisi dan fiksasi hingga sembuh.

2. Terapi Operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis.
Sumber :Reksoprodjo, S. 2010. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa
Aksara.

Anda mungkin juga menyukai