Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju
apabila tidak memperbaiki kualitas sumber daya manusianya. Pada kenyataannya,
bukanlah Pemerintah Indonesia yang tidak mau memperbaiki kualitas sumber daya
manusia. Namun dengan kompleksnya permasalahan kesehatan tentunya
diperlukan rencana yang matang juga koordinasi, kerjasama serta komitmen dari
seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah (nasional dan lokal), kaum
akademika, media, sektor swasta, komunitas donor, dan masyarakat sipil. Tentunya
memperbaiki hal yang sangat kompleks memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Masalah gizi merupakan salah satu indikator penting dalam rumitnya
permasalahan kesehatan di Indonesia. Sangat miris melihat permasalahan gizi ini
mampu menggorogoti masa depan bangsa. Sedangkan apabila kita melihat dari sisi
lain, Indonesia merupakan negeri yang memiliki hasil alam yang melimpah ruah.
Tentunya sangat mengiris hati ketika melihat anak anak harapan bangsa yang
meringis kesakitan karena kurang gizi dan kelaparan akan pangan. Ibarat ayam mati
di lumbung padi.
Masalah gizi bukan hanya masalah individu dan personal. Ini adalah
masalah negeri yang memang harus segera diatasi dan ditangani. Sebab, di pundak
anak anak kelak akan diwariskan kepemimpinan bangsa ini.
Permasalahan terkait gizi ini tidak hanya menjadi masalah rumah tangga
Indonesia saja, melainkan juga menjadi masalah dunia. Terbukti dengan dibuatnya
Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan agenda ambisius untuk
mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kehidupan yang disepakati para
pemimpin dunia pada Millennium Summit pada bulan September 2000.
MDGs ini berisi 8 tujuan (goals) berisikan tujuan kuantitatif yang harus
dicapai dalam jangka waktu tertentu dimana pada penerapannya sangatlah terkait
dengan kesehatan masyarakat. Untuk setiap goals, diharapkan dapat tercapai
sebagaian besar pada tahun 2015.
harus
penduduk Indonesia yang berada dalam kemiskinan ada 10,96%. Selama kurang
lebih 24 tahun, angka kemiskinan di Indonesia hanya turun sebesar 4,14%.
Tentunya sangat miris melihat hasil statistik ini.
Target MDGs lain yaitu tentang pendidikan dasar untuk semua
masyarakat. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan
mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Kebijakan ini terbukti telah
meningkatkan akses untuk pendidikan SD. Akan tetapi, masih banyak anak usia
sekolah di pelosok negeri yang belum dapat menyelesaikan SD-nya. Bahkan di
perdesaan, tingkat putus sekolah dapat mencapai 8,5%. Pada tahun 2010 juga
didapatkan 51 % penduduk Indonesia masih berpendidikan SD ke bawah kualitas
pendidikan di Indonesia selama ini masih perlu ditingkatkan dan manajemen
pendidikan juga kurang baik.
Angka Kematian Ibu (AKI) menurun dari 400/100.000 kelahiran hidup
pada tahun 1990 menjadi 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Sedangkan
pemerintah membuat target Nasional pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu
mencapai 102/100.000 kelahiran. Angka tersebut tentunya masih sangat jauh dari
target yang telah dibuat. Sungguh mengenaskan, AKI yang sangat tinggi tersebut
mencerminkan Indonesia bahkan jauh lebih buruk dari negara-negara paling miskin
di Asia, seperti Timor Leste, Myanmar, Bangladesh dan Kamboja.
Selama dua dekade terakhir ini, Indonesia telah berhasil meraih kemajuan
yang signifikan dalam penyelamatan nyawa bayi baru lahir. Dimana MDGs
menargetkan angka kematian bayi dan balita mencapai 65/1000 kelahiran
hidup. Indonesia berhasil mengurangi angka kematian bayi sebesar 48 persen
antara tahun 1990 dan 2011. Indonesia sendiri sedang mencanangkan Program
Nasional Anak Indonesia yang menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai
salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak
Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat,
dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil.
Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan
kesejaheraan Bayi dan Balita.