ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: By. R
Umur
: 2 hari
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Masuk RS
No. RM
: 523307
Tanggal Periksa
: 24 Agustus 2015
: Tn. T
Umur
: 20 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Buruh
IBU PASIEN
Nama Ibu
: Ny. M
Umur
: 20 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
II.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muntah-muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir di Bidan pada tanggal 15 Agustus 2015, pada jam 14.00 WIB,
menurut ayah pasien, bayi dilahirkan dengan usia kandungan 9 bulan.
Berat lahir: 3100 gram, PB: 47 cm, Jenis Kelamin Laki-laki. 2 hari
setelah bayi lahir, ibu pasien datang ke IGD RSUD Soreang dengan
keluhan bayinya yang muntah-muntah sebanyak sekitar 10 kali sejak 1
hari SMRS. Muntah sebanyak gelas aqua, cairan berwarna kuning.
Muntah tidak disertai adanya darah. Ibu pasien mengeluhkan perut bayi
terlihat kembung dan BAB yang tidak teratur dan berwarna hitam. Panas
badan dan sesak disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu Pada Ibu
Hipertensi : (-)
DM
: (-)
Riwayat Kehamilan
Ibu hamil tunggal. Usia ibu saat hamil adalah 20 tahun. Ibu selalu
memeriksakan kehamilan di bidan secara rutin. Riwayat pemakaian
obat-obatan ketika hamil disangkal. Riwayat mengkonsumsi jamu
jamuan disangkal.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara Spontan dengan presentasi kepala, dalam usia
kehamilan 9 bulan. Berat lahir 3100 gram.
6. Riwayat Makanan
Pasien di beri ASI
7. Riwayat Imunisasi
Pasien di Imunisasi di bidan
8. Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Pasien Anak Tunggal dari Pasangan Ny. M dan Tn. T yang bekerja
sebagai IRT dan Buruh. Orang tua pasien tidak memberi tahu jumlah
penghasilannya, tetapi mengatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari keluarga.
9. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan Pada Tanggal 24 Agustus 2015)
A. Pemeriksaan Umum
1) Kesadaran
: STATE 3
2) Down Score
:0
3) Tanda Utama
Heart Rate
: 136 x/menit,
Frekuensi Nafas
Suhu
: 36,2o Celsius
4) Status gizi
Antropometris :
Berat Badan (BB)
: 3100 gram
: 35 cm
Lingkar Dada
: 29 cm
Kepala symphisis
: 25 cm
Simpisis Kaki
: 22 cm
BB/U
:<0
PB/U
: < -1
BB/PB
:>1
B. Pemeriksaan khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Sutura
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Tonsil
Lidah
Gigi
Leher
1. Thoraks
:
a. Pernapasan : Bentuk dan gerak simetris, retraksi
intercostae (-)
b. Pulmo
: Bronkovesikuler sound kanan = kiri,
ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/c. Cor
: Bunyi Jantung I II murni regular,
gallop (-), murmur (-)
2. Abdomen
: cembung, distensi abdomen (+), bising
usus (+) mengkilat
a. Hepar
: Tidak teraba
b. Lien
: Tidak teraba
3. Anus
: (+) terlihat feses berwarna hitam di
popok
4. Ekstremitas
: Akral hangat, kuning (-), capillary
refill time < 3
5. Genital
: Laki-laki
6.
Neurologi
Hasil :
New Ballad Score : 3, 3, 2, 3, 3, 4
Maturitas Fisik
: 2, 3, 3, 3, 3, 3
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
-
17 Agustus 2015
Nilai
Satuan
Normal
Hb
18.5
g/dL
16-25
Ht
Leukosit
Trombosit
55
14.100
55.000
%
/mm3
/mm3
10.000-30.000
150.000-400.000
Nilai
Satuan
Normal
Hb
18.2
g/dL
16-25
Ht
Leukosit
Trombosit
53
14.700
156.000
%
/mm3
/mm3
10.000-30.000
150.000-400.000
20 Agustus 2015
Pemeriksaan Radiologi
Hasil :
-
Prepreitoneal fat, psoas line dan kontur kedua ginjal tidak jelas
Pada posisi tegak dan LLD: air fluid level sebagian (+) free air (-)
Kesan:
-
Diagnosis Kerja
-
Suspek NEC DD/ Hirschprung Disease DD/ Atresia Ani Letak Tinggi
TATALAKSANA :
IVFD N4 12 gtt/menit micro
NGT dekompresi
Cefotaxime 3 x 100 mg (IV)
Pantau TTV
Pro konsul dr. SpA
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad malam
Quo ad functionam
: ad malam
Follow up
Tanggal
Keluhan
18 Agustus
2015
Terapi
-
IVFD N4 12 gtt/menit
micro
O: State: 3 Downscore: 0
HR : 149 x/ menit
NGT dekompresi
Cefotaxime 3 x 100
RR : 40 x/menit
S
: 36,7 oC
Kepala :UUB datar lembut belum menutup,
mg (IV)
-
Pro
konsul
bedah
CITO
: Ca (-), Si (-)
Leher
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
19 Agustus
2015
micro
-
O: State 4 Downscore 0
HR : 150 x/ menit
Cefotaxime 3 x 100
mg (IV)
RR : 50 x/menit
S
IVFD N4 12 gtt/menit
: 36,4 oC
: Ca (-), Si (-)
Leher
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
2015
IVFD N4 12 gtt/menit
micro
9
Cefotaxime 3 x 100
mg (IV)
O: State 4 Downsocre 0
HR : 147 x/ menit
RR : 38 x/menit
S
: 37,8 oC
: Ca (-), Si (-)
Leher
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
2015
IVFD N4 12 gtt/menit
micro
Cefotaxime 3 x 100
mg (IV)
O: State 4 Downsocre 0
HR : 140 x/ menit
10
RR : 38 x/menit
S
: 36,8 oC
: Ca (-), Si (-)
Leher
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
Inform
consent
keluarga
-
Motivasi rujuk ke RS
lain
laboratorium
dan
ke
ruangan
penuh
Menghubungi dr. Budi Risjadi, Sp. A melaporkan
22 Agustus
2015
(+)
micro
-
O: State 5 Downsocre 0
HR : 124 x/ menit
RR : 35 x/menit
S
IVFD N4 12 gtt/menit
Cefotaxime 3 x 100
mg (IV)
Konsul
dr
bedah
: 36,5 oC
: Ca (-), Si (-)
Leher
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
12
Advis:
-
hangat
sebanyak 20 cc/kgBB
-
Bila
rujuk
ke
Sp.
2015
24 Agustus
2015
Kebutuhan cairan:
NaCl 12 cc
HR : 136 x/ menit
Kcl 3 cc
RR : 47 x/menit
D10% 393 cc
: 37 oC
: Ca (-), Si (-)
cc
-
Cefotaxim 3 x 175 mg
Amikasin 1 x 45 mg
Metronodazol 3 x 30
Bilas lambung 8 x 5
mg
-
Omeprazol 1 x 3 mg
Cek DR ulang
: BVS Ki = Ka,
Rhonki -/-, whezing -/-, slem -/-
epigastrium (+)
Ekstremitas : Akral Hangat CRT <3 turgor
kembali cepat
A: sepsis awitan dini + susp. NEC DD/
hirschprung disease DD/ atresia ani letak tinggi +
TI AGA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS
2.1 Definisi
Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa
bercak atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan
paling sering terjadi pada bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah2.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika
Serikat, berkisar antara 328 % dengan rata-rata 6 -10 % terjadi pada bayi dengan
berat lahir kurang dari 1500 gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat
lahir atau berat lahir dengan insiden EKN, artinya semakin cukup usia kehamilan
atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko terjadinya EKN3.
Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki laki, dan
beberapa penulis melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika
daripada orang kulit putih ataupun ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus
yang menderita EKN adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan preterm, namun 510 % dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang lahir pada usia
kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas yang
disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30 % dengan tren menurun seiring dengan
semakin berkembangnya advances neonatal care3.
14
bagaimana
kerusakan
mukosa
juga
berhubungan
dengan
15
Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat badan
lahir rendah, dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak
perbedaan antara bayi prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap predileksi EKN pada kondisi EKN masih belum
dipahami sepenuhnya. Penelitian yang dilakukan pada manusia dan hewan
telah mengidentifikasi perubahan dalam komponen komponen sistem
pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri, regulasi aliran darah, dan
reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan pada usus.
2. Iskemik intestinal atau asfiksia7
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan
sirkulasi saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi
pembuluh darah basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun
dengan signifikan segera setelah lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan
aliran darah saluran cerna yang dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna
dan somatik yang kuat. Perubahan pada resistensi vaskular tergantung pada
keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida) dan konstriktor
(endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan bahwa bayi baru
lahir memiliki penyimpangan
terjadi di ileum terminal, kolon dan lebih jarang terjadi di usus kecil bagian
proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan kematian dapat terjadi4.
3. Pemberian makanan secara enteral7
Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara
enteral yang diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang
pernah dilaporkan pada beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa
hari setelah pemberian makanan yang pertama, tapi pada laporan kasus yang
terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi pada BBLSR, terdiagnosis setelah
beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas telah memberikan
pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus, seperti pemberian
makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara perlahan,
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya EKN. Walaupun hubungan
antara makanan enteral dan EKN masih belum dipahami sepenuhnya, tapi
beberapa studi membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang
memang berbeda dengan susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan
osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan
penurunan 50% angka kejadian EKN dengan pemberian ASI, terutama pada
bayi BBLR. ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi
imunitas, inflamasi, dan proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin
A (IgA), leukosit, laktoferin, lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan,
enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak jenuh rantai ganda, yang mana
sebagaian besar tidak terkandung pada susu formula. Sistem pertahanan
mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti faktor pertumbuhan
epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda, platelet activating factoracetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit
ini pada hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan
manusia.
4. Kolonisasi Bakteri2,7
17
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril,
diperkaya dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang
membantu perkembangan dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan
meninggalkan lingkungan yang steril tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan
membentuk kolonisasi beberapa jenis organisme pada minggu pertama
kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti Bifidobacteria dan Lactobacill.
Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit, saluran cerna pada
bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit, dan bakteri
anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang
stabil dan sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri
komensal
mampu
meningkatkan
dan
menjaga
kesatuan
sebagai
kolonisasi
bakteri,
dimana
terdapat
18
Apneu
19
Stadium
IA. Tersangka
EKN
Kelainan sistemik
-
Suhu tidak
stabil
Apnu
Kelainan abdominal
-
Residu lambung
meningkat
Distensi
Kelainan radiologik
-
Normal
Ileus ringan
20
IB. Tersangka
EKN
SDA
IIA. EKN
definitif ringan
SDA
Bradikardia
-
abdomen ringan
Darah samar di
dalam feses
SDA
SDA
Ileus
Pneumatosis
intestinal
+ Nyeri tekan
IIB. EKN
definitif sedang
SDA
SDA
SDA
+ Asidosis
metabolik ringan
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
Asites
+ Trombositopenia
ringan
+ Selulitis
+ Benjolan kuadran
kanan bawah
SDA
SDA
SDA
+ Hipotensi
+ Peritonitis
generalisata
+ Asites
+ Bradikardia
+ Asidosis respirasi
+ Asidosis
metabolik
+ Nyeri tekan
+ Distensi abdomen
+ DIC
+ Neutropenia
IIIB. EKN lanjut,
sakit berat,
perforasi
SDA
SDA
SDA
+
Pneumoperitoneum
Pemeriksaan Laboratorium12
a. Darah lengkap dan hitung jenis
21
screening
fenomena anak tangga pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar
rongga usus7,8.
Gambaran Radiografik Dini
Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya
batas dinding usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi,
dan atonik. Pengenalan gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat
dilakukan pengobatan dini dan komplikasi EKN dapat dihindari7,8.
Gambaran Radiografik Klasik
Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta
merupakan gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam
diagnosis EKN. Gas dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa
akan memberikan gambaran seperti garis (rel kereta api) pada penampang
bujur atau sebagai cincin kembar pada penampang lintang. Meskipun tanda
ini sangat penting, kadangkadang sukar mengenalinya7,8.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena
porta. Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang cabang sesuai dengan
percabangan vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul
pada post kateterisasi vena umbilikalis7,8.
Gambaran Radiografik Perforasi
Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh
karena itu penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan
menemukan tanda dini perforasi. Gambaran radiografik perforasi yaitu:
1.
2.
3.
4.
23
24
2.7 Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana EKN yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen
dengan ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah
perburukan penyakit, perforasi intestinal, dan syok. Jika EKN terjadi pada kelompok
epidemis, para penderita perlu dipertimbangkan untuk isolasi9.
A. Tatalaksana Medis
Pengelolaan Dasar
1. Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14
hari (pada EKN stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan
kebutuhan nutrisi dasar melalui parenteral total.
2. Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau
lakukan suction berkelanjutan.
3. Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen
4. Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan
aspirasi lambung dan feses, apakah ada perdarahan
5. Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara
parameter gas darah yang dapat diterima
6. Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan
pada keadaan yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik
mungkin dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah dalam batas normal
7. Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan
untuk mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan
pemberian kalium pada infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia
atau anuria.
25
8. Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti
dengan kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan
penyakit.
9. Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel
darah lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan
kultur darah dan urin sebelum memulai pemberian antibiotik.
10. Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai
dengan pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone).
Pertimbangkan pemberian Vancomycin (sebagai pengganti Ampicillin)
pada keadaan penyakit sentral atau curiga infeksi stafilokokus.
Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin untuk meng-cover kuman
anaerob, jika curiga terjadi peritonitis atau perforasi usus. Penelitian
terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak penggunaan laktoferin
sebagai adjuvant terapi antibiotik.
11. Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan III
dapat mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma dan
cryoprecipitate. Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga dibutuhkan.
12. Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi lateral
dekubitus pada pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8 jam pada
stadium akut untuk medeteksi perforasi usus.
13. Konsul bedah pada EKN ( stadium II dan III)9
jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang membutuhkan intervensi bedah atau
yang mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan
dan outcome neuro developmental3.
B. HIRSCHPRUNG DISEASE
2.1 Definisi
Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion di
pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners)11
2.2 Insidensi
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi
terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat
keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome.1,4
Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon
transversum pada 17% kasus11
Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai
17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada
anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan
oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran
pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson).
Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar
yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis12
2.3 Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.
a) Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
28
29
2.4. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang
abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapat dibagian distal rectum 11
Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan
abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang
disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus
besar12
30
Gambar
2.4.1 Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung
Hipoganglionosis 12
Pada
proximal
hipoganglionosis.
segmen
Area
dari
tersebut
bagian
dapat
aganglion
juga
terdapat
merupakan
area
terisolasi.
31
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil.
32
2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Diagnosis penyakit ini dapat dibuat berdasarkan adanya konstipasi pada
neonatus. Gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir. Tetapi gejala
ini biasanya ditemukan pada 6% atau 42% pasien. Gejala lain yang biasanya
terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus, poor feeding,
vomiting. Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua
maka akan didapatkan kegagalan pertumbuhan. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi pada neonatus yang
diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai adanya enterokolitis.
Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit dibedakan
dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor yang
33
harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium enema
dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan sulit
ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran
spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal
intestinal. 14
2.5.2 Gejala klinik
Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama
kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.
Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda
yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru
lahir dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. 11
Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami
kesulitan makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi.
Penyakit hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya
periode obstipasi, distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. 11
Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi
intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya
yaitu gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi
abdomen dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi
antara pasien dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan
gejala obstruksi intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala
ringan pada minggu atau bulan pertama kehidupan. 12
Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola
makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan
padat. Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat
konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan
sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala
dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada
pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya
kosong.12
34
E1,
infeksi
oleh
Clostridium
difficile
atau
Rotavirus.
memberikan
gambaran
seperti
kaliber/peluru
kecil
jika
36
Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen,
sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus
dan kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin
mikrokolon. Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu.
Pada neonatus dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska.
Biopsi rectal sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan
pada semua neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus
besar/kecil atau semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun. 12
2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit
hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter
ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini
adalah dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena
tidak dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada
pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus. 11
3. Biopsy rectal merupakan gold standard untuk mendiagnosis penyakit
hirschprung.
1,4
hingga
yang
aganglionik.
Metode
ini
biasanya
harus
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
Obstruksi fungsional
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
2.7
Tatalaksana
2.7.1 Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk
disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang
disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan
resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD
yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat diberikan larutan
rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal
preoperative dan irigasi rectal.
b. Teapi Farmakologi
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk
mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk mempersiapkan
39
2.8 Komplikasi
Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post
operatif, konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding
dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli.
Ketiga prosedur ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana
ileum digunakan sebagai segmen yang di pull-through. 13
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya
berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga
konstipasi adalah gejala tersering pada pascaoperasi. 11
2.9 Prognosis
Terdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada pasien setelah melalui
proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti
melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian
yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian
prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang
dilakukan.
Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan
kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya, dalam 10
tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan
41
DAFTAR PUSTAKA
MD
&
Eyal
6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594
9. Sukadi
A.Pedoman
Terapi
Penyakit
FG.Neonatology.Ed
Pada
Bayi
Baru
Elsevier.2008;h:154-155
11. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND
SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17th edition. Elsevier-Saunders.
Philadelphia. Page 2113-2114.
12. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Chapter 38 Pediatric Surgery
in: Schwartzs PRINCIPLES OF SURGERY. 8 th edition. McGraw-Hill.
New York. Page 1496-1498.
13. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/
14. http://www.geisinger.kramesonline.com/3,S,88669
42
43