KPD Ketuban Pecah Dini
KPD Ketuban Pecah Dini
PENDAHULUAN
Di Indonesia Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu masalah yang
berarti dalam proses kehamilan ibu . KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm yaitu lebih dari 37 minggu
sedangkan untuk kejadian preterm tidak terlalu banyak. Tanda inpartu yang dimaksud
adalah rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar
lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada
serviks, Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks.1,2
Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan,
sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6% sampai 12%.
Dimana 94%
diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan.1 KPD merupakan salah satu penyulit
dalam kehamilan dan persalinan yang berperan dalam meningkatkan kesakitan dan
kematian meternal-perinatal yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana
selaput ketuban yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah
tidak ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya. Infeksi yang banyak
dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya komplikasi/penyulit
kehamilan, seperti febris, korioamnionitis, infeksi saluran kemih, dan sebanyak 65%
adalah karena KPD yang banyak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi. 3
KPD merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kesehatan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah. Namun
pertimbanan penatalaksanaan KPD selalu memperhatikan Keadaan umum ibu,
kesejahteraan janin dan penyulit yang ada. Hal ini dikembalikan kedapa protap di
masing masing layanan kesehatan. Mengingat tingginya morbiditas dan mortalitas
serta komplikasi yang timbul akibat KPD diharapkan melalui laporan kasus ini
mampu meningkatkan kepahamam mengenai KPD sehingga bisa memberikan
penatalaksanaan yang tepat untuk kasus ini
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membrans (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu. Tanda inpartu yang dimaksud adalah rasa sakit oleh adanya his
yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah yang lebih
banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks, Pada pemeriksaan dalam, serviks
mendatar dan terjadi pembukaan serviks. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Berdasarkan umur
kehamilan, kejadian KPD dapat diklasifikasikan menjadi KPD Preterm atau Preterm
Premature Rupture of Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan terjadi pada usia <37
minggu sebelum persalinan. Sedangkan KPD Aterm atau Premature Rupture of
Membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti
dengan vaginal pooling, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan terjadi pada usia kehamilan
37 minggu. 1,2
Mendekati usia aterm kehamilan ada empat faktor yang dikatakan berperan
penting dalam regulasi air ketuban yaitu diantaranya yang pertama yaitu
1
Fetal urin yang diproduksi sebanyak 1 liter per hari mulai pada pertengahan usia
kehamilan
Cairan dari saluran pernapasan. Sekitar 350 ml cairan paru diproduksi setiap hari
di akhir kehamilan, dan setengahnya langsung ditelan oleh fetus
Terakhir, fetal swallowing adalah mekanisme utama untuk resorpsi cairan ketuban
dengan volume rata rata 500 sampai 1000 mL per hari.3
Volume air ketuban atau liquor amnii meningkat dari sekitar 30 mL pada 10 minggu
pertama mencapai 200 mL saat 16 minggu, dan 800 mL sampai pertengahan trimester
ketiga. Kandungan cairan ketuban 98 persen merupakan air. Fetus saat aterm
mengandung sekitar 2800 ml air, dan plasenta mencapai 400 mL, sehingga saat aterm
rahim terisi hampir 4 liter air. Abnormalitas pada penurunan volume cairan amnion
disebut oligohidramnion, sedangkan peningkatan abnormal volume cairan disebut
hidramnion atau polihidramnion. 4
Akhirnya air ketuban mempunyai fungsi melindungi janin terhadap trauma dari
luar, memungkinkan janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin,
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka; dan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi.
2.2 Epidemiologi
Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan,
sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6% sampai 12%.
Dimana 94%
diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan. Kejadian ini berhubungan dengan
meningkatnya angka kejadian prematuritas dan infeksi, yang selanjutnya akan
berpengaruh terhadap angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Sebanyak 65%
infeksi pada ibu dan bayi disebabkan karena KPD. 2
Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini
adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari
328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77%.1
2.3 Etiologi
Ada beberapa teori yang mengungkapkan penyebab pecahnya air ketuban dan juga
beberapa faktor resiko yang menyertai. Penyebab pecahnya air ketuban itu sendiri
dapat disebabkan diantaranya :
Aktivitas
enzim
prostaglandin,
sel
fosfolipase A2
interleukin.
yang
merangsang
Prostaglandin
E2
pelepasan
merangsang
meningkatkan
insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang
banyak, serta jarak kelahiran yang dekat. 5
2.4 Patogenesis
Dalam kasus ketuban pecah dini ada beberapa jalan / pathway menyebabkan
terjadinya hal tersebut
Ketidakseimbangan antara Matrix Metaloproteinase (MMPs) dan Tissue
Inhibitor of Metaloproteinase (TIMPs)
MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan
MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan
selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe
IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue
inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8,
MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4
mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.
Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Penelitan yang dilakukan oleh Inge
Tency,dkk di belgium pada tahun 2012 juga mengemukakan bahwa pada ibu dengan
kadar rasio MMP:TIMP yang bergejolak memacu terjadinya pecahnya ketuban dan
kemajuan dari persalinan. Sehingga ketidakseimbangan ini memicu terjadinya KPD
sebelum tanda tanda inpartu tersebut. Kedepanya MIMP dan TIMP diharpkan mampu
menjadi indikator untuk pengetahuan awal untuk resiko terjadinya Ketuan Pecah
Dini.4,9
multifetal menyebabkan
pecah dini. Peregangan membran yang terjadi mempengaruhi produksi dari beberapa
Amniotic factor, diantaranya termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8.
Peregangan juga meningkatkan
hadir dalam
konsentrasi rendah dalam cairan ketuban selama trimester kedua tetapi dalam
konsentrasi yang jauh lebih tinggi di akhir kehamilan, dihambat oleh progesteron.
Dengan demikian, produksi ketuban interleukin-8 dan prostaglandin E2 Merupakan
perubahan biokimia dalam membran janin yang diprakarsai oleh adanya overdistensi
dan peregangan membran amnion. 5
2.5
Gejala Klinis
Gejala yang
sering timbul
diantaranya
keluar
air ketuban
warna putih
disertai demam bila sudah ada infeksi Janin mudah diraba. Inspekulo ,tampak air
ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.2
2.6
Diagnosis
Anamnesis
Pasien mengeluh keluar air dari vagina yang bisa berlangsung tiba-tiba.
Mungkin juga merasakan kebocoran cairan yang terus menerus atau kesan basah di
vagina atau perineum untuk anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari
cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm
sebelumnya, dan faktor risikonya. Normalnya ketuban berwarna jernih dan berbau
amis.2
Pemeriksaan Fisik
Bila terdapat keluhan ketuban pecah pada ibu hamil maka kita perlu memastikan
apakah cairan yang keluar memang benar air ketuban atau bukan. Beberapa cara
untuk membuktikan air ketuban:
Inspeksi: keluar cairan pervaginam.
Inspekulo:
Spekulum yang digunakan dilubrikasi terlebih dahulu dengan lubrikan
yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak menyentuh
serviks. Pada KPD didapatkan: Cairan keluar dari osteum uteri internum
(OUI). Bila dari hasil anamnesis curiga KPD namun pada inspekulo tidak
tampak cairan keluar dari OUI maka dapat dilakukan penekanan funsus
uteri atau menggoyangkan bagian terendah dari janin dan mengevaluasi
ada tidaknya cairan yang keluar dari OUI. Pada KPD dapat terlihat tidak
keluar cairan dari OUI akibat blockade jalan lahir oleh kepala janin yang
sudah mulai mengalami penurunan. Jika cairan amnion jelas terlihat
mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk
mengkonfirmasi diagnosis.
Pemeriksaan dalam:
Pada KPD didapatkan: Ada cairan dalam vagina. Selaput ketuban sudah pecah.
Pemeriksaan dalam vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya
dihindari karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. 3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Tes Lakmus / Nitrazin
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merendam kertas lakmus merah dengan cairan
ketuban. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur pH cairan vagina
menggunakan secara kualitatif. Tes nitrazin positif apabila kertas lakmus merah
yang akan menjadi biru. Ini mengindikasan bahwa carian yang keluar merupakan
cairan ketuban yang cenderung basa dibandingkan dengan cairan vaginam yang
cenderung asam.
Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan dengan mikroskop yang bertujuan untuk melihat adanya vernix
caseosa dan lanugo yang terkandung dalam ketuban yang pecah yang tampak
sebagai fern-like pattern (gambaran daun pakis) Namun pemeriksaan ini tidak
rutin dikerjakan.
USG
USG digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran
darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada
keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada
terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak
mengeksklusi diagnosis. 2
2.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin. Untuk itu dalam managemnt KPD
kita harus memastikan diagnosis dengan tepat, dan melihat umur kehamilan ibu untuk
melihat apakah janin sudah cukup bulan atau tidak demi kesejahteraan janin dan
pematangan paru paru yang sempurna. Lalu Evaluasi apakah ada atau tidaknya
infeksi pada ibu dan janin. Jika KPD terjadi pada aterm perhatikan tanda inpartu dan
tanda tanda kegawat daruratan janin.
Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan preterm
dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah penatalaksanaan KPD
adalah sebagai berikut : 7
A.
drip
Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks degan ripening
misoprostol 25ug setiap 6 jam maksimal 4 kali pemberian.
B.
10
tidak
dianjurkan
melakukan
pemeriksaan dalam
c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan. Bila
air ketuban kurang (oligohidramnion),
dipertimbangkan
untuk
terminasi kehamilan
d
2)
Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3)
11
12
Penyebab paling umum terjadinya persalinan pada khusunya kasus KPD preterm
yaitu adanya korioamnionitis. Penggunaan tokolitik dalam hal ini dikatakan
kurang bermanfaat. Tidak ada data menunjukkan bahwa pemberian tokolisis
memberikan manfaat pada neonatus, Bahkan dalam sebuah penelitian, tokolitik
profilaksis ditemukan hanya memperpanjang persalinan.6
2.8
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi
infeksi maternal ataupun neonatal sepereti chorioamnionitis, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin hal ini disebabkan Ketuban Pecah
Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan
disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar yang
nantinya akan berujung pada sindrom distress pernafasan, Hipoksia dan Asfiksia,
meningkatkan insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.5
2.9
Pencegahan KPD
Seperti telah diketahui sebelumnya membran janin berasal kekuatan dan
elastisitas mereka terutama dari kolagen. Pada tahun 2001, berdasarkan bukti dari
studi sebelumnya, hipotesis diajukan bahwa KPD dapat terjadi sebagai hasil dari
gangguan integritas kolagen dan kekuatan membran yang disebabkan oleh Reactif
oxygen species (ROS). ini kelompok bahan kimia yang sangat reaktif terus dihasilkan
dalam tubuh dan memainkan peran penting dalam menghancurkan mikroorganisme.
Namun, kelebihan produksi ROS dapat merusak jaringan sehat. Tubuh menggunakan
antioksidan untuk menetralisir ROS dan menjaga kadar mereka dalam rentang yang
tepat. Beberapa faktor risiko untuk KPD yang dikaitkan dengan peningkatan tingkat
ROS. Ini termasuk infeksi, merokok, perdarahan vagina, dan penggunaan kokain.
Sementara faktor-faktor ini mungkin tidak secara langsung berdampak kolagen dalam
membran janin, mereka dapat mengkonsumsi antioksidan, meninggalkan selaput
janin lebih rentan terhadap ROS.
13
DAFTAR PUSAKA
1. Wiradharma, Kardana I Md, Dharma Artana I Wyn. Resiko Asfiksia Ketuban
Pecah Dini di RSUP Sanglah : Sari Pediatri .2013;14 (5): 316-9
14
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah
Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin
Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD;
Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 24th edition. McGraw Hill Medical
Publishing Division, USA. 2014. p: 231-356.
4. Modena AB, Fieni S: Amniotic fluid dynamics. Acta Bio Medica Ateneo
Parmanese.2004. 75 (Suppl 1):11
5. Samuel Parry, M.D., Jerome F. S Trauss Iii, M.D., Ph.D., Premature rupture of the
membranes In: The New England Journal of Medicine . New Jersey; 2000; Vol.
338 Number 10. p.663-671
6. ACOG Practice Bulletin No. 80: premature rupture of membranes. Clinical
management guidelines for obstetrician-gynecologists. Obstet Gynecol. 2007
Apr. 109(4):1007-19.
7. RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini dalam Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah: Denpasar. 2004.
8. Casanueva E, et al. Vitamin C supplementation to prevent premature rupture of
the chorioamniotic membranes: A randomized trial. Am J Clin Nutr 2005;
81:859-863.
9. Tency I, Verstraelen H, Kroes I, Holtappels G, Verhasselt B, et al. (2012)
Imbalances between Matrix Metalloproteinases (MMPs) and Tissue Inhibitor of
Metalloproteinases (TIMPs) in Maternal Serum during Preterm Labor. PLoS
ONE 7(11): e49042.
15