Anda di halaman 1dari 11

Analisis Permintaan dan Penawaran Komoditas

Kedelai (Glycine max Merr.) di Indonesia

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ahmad Subkhan
Akmal Sulthony
Andhina Romadloni
Arif Hermanto
Cahya Alam K.
Lili Widyawati

0910480010
0910480011
0910480014
0910480021
0910480030
0910480103

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah
terkait dengan fakta bahwa pertumbuhan permintaan komoditi pangan yang lebih cepat
daripada pertumbuhan penyediaanya. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas komoditi
pangan harus dipertahankan. Salah satu komoditi yang harus ditingkatkan produktivitasnya
adalah kedelai. Tanaman kedelai merupakan sumber bahan pangan nabati, dengan kandungan
protein. Dari seluruh protein yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, sekitar10 persen bersumber
dari produk olahan kedelai (Hayami, dkk, 1988). Tidak seperti tanaman pangan lainnya, kedelai
dikonsumsi melalui berbagai bentuk produk olahan seperti tahu, tempe, kecap dan tauco.
Beberapa modifikasi pengolahan kedelai lainnya juga telah dikembangkan di berbagai daerah
seperti keripik tempe, susu kedelai dan kedelai goreng. Kedelai digunakan tidak hanya untuk
memenuhi kebutuhan protein manusia, tetapi juga digunakan sebagai sumber protein pada
hewan. Bahan baku pakan ternak menggunakan kedelai dan sekitar 90 persen protein makanan
ternak berasal dari kedelai (Tomich, 1992).
Selama tahun 1990-an, terdapat penurunan produksi kedelai yang disebabkan turunnya luas areal
dan relatif stabilnya produktivitas kedelai. Disisi lain terdapat peningkatan konsumsi kedelai
yang cukup besar baik permintaan sebagai bahan baku produk olahan maupun permintaan

sebagai bahan baku industri bahan makanan ternak. Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk
mengetahui permasalahan atau faktor yang menyebabkan kondisi seperti diatas bisa terjadi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya paper ini adalah :
1.

Untuk mengetahui dan memahami kondisi permintaan dan penawaran terhadap


komoditas kedelai di Indonesia.

2. Menganalisis variabel variabel yang mempengaruhi permintaan dan penawaran


komoditas kedelai di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Data Permintaan dan Penawaran Komoditas Kedelai (Tahun 1978-2008)

Tahun Penawara Permintaa Konsumsi/Kap Jumlah


Impor (Ton)
n (Ton)
n (Ton)
ita (Kg)
Penduduk
(000 Jiwa)

1978

616.599

776.599

5,49

141.579

160.000

1979

679.825

897.825

6,2

144.893

218.000

1980

652.762

885.762

6,03

146.777

233.000

1981

703.811

756.811

3,09

151.315

253.000

1982

521.394

882.394

5,71

154.662

361.000

1983

536.103

757.603

4,79

158.083

221.500

1984

769.384

2.170.384

13,43

161.580

401.000

1985

869.718

1.171.675

7,09

165.154

301.957

1986 1.226.727 1.585.998

9,4

168.662

359.271

1987 1.160.963 1.447.668

8,4

172.245

286.705

1988 1.270.418 1.736.257

9,87

175.904

465.839

1989 1.315.113 1.705.584

9,49

179.641

390.471

1990 1.487.433 2.028.493

11,32

179.248

541.060

1991 1.555.453 2.128.210

11,63

182.940

572.757

1992 1.869.713 2.563.846

13,78

186.043

694.133

1993 1.708.528 2.432.392

12,86

189.136

723.864

1994 1.564.847 2.365.308

12,31

192.217

800.461

1995 1.680.007 2.287.400

11,71

195.283

607.393

1996 1.517.181 2.263.510

11,41

198.320

746.329

1997 1.356.891 1.973.266

9,8

201.353

616.375

1998 1.305.640 1.648.764

8,07

204.393

343.124

1999 1.382.848 2.684.603

12,94

207.437

1.301.755

2000 1.017.634 2.295.319

11,19

205.132

1.277.685

2001

826.932

1.963.351

9,41

208.643

1.136.419

2002

673.056

2.038.309

9,64

211.439

1.365.253

2003

671.600

1.864.317

8,7

214.251

1.192.717

2004

723.483

1.839.276

8,47

217.077

1.115.793

2005

808.353

1.894.531

8,62

219.852

1.086.178

2006

747.611

1.879.755

8,44

222.747

1.132.144

2007

592.534

2.004.123

8,88

225.642

1.411.589

2008

775.710

1.944.726

8,51

228.523

1.169.016

Sumber: BPS, Deptan, 2008 (Diolah)


2.2. Analisis Data
Data yang digunakan dalam menunjang tulisan ini adalah data time series tahun 1978 2008
yang dikumpulkan dari berbagai sumber diantaranya adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Departemen Pertanian RI (Deptan RI). Berdasarkan data tersebut tampak bahwa secara umum
jumlah permintaan kedelai lebih besar dari pada penawaran (Produksi) dalam skala nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kedelai pada periode 1978-2008
meningkat rata-rata sebesar 2,08% per tahun. Peningkatan produksi kedelai disebabkan karena
meningkatnya produktivitas kedelai rata rata sebesar 1,49% per tahun, serta meningkatnya luas
areal panen kedelai rata-rata sebesar 0,56% per tahun. Walau produksi kedelai di Indonesia

meningkat, namun hal ini tidak dapat mengimbangi laju konsumsi kedelai. Konsumsi kedelai
perkapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004 (Suryana, et
al., 2005). Berdasarkan data BPS, laju rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 19782008 adalah 1,56% per tahun. Sedangkan data dari Departemen Pertanian bahwa laju
pertumbuhan konsumsi kedelai tahun 1978-2008 adalah 7,22% per tahun. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi kedelai di Indonesia berkembang lebih cepat dari
perkembangan laju pertumbuhan penduduk. Dengan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang
dan rata-rata konsumsi per kapita kedelai sebesar 10 Kg/tahun maka diperlukan kacang kedelai
untuk kebutuhan pangan minimal 2 juta ton per tahun. Sekitar 1,2 juta ton digunakan untuk
produksi tempe dan tahu, 650 ribu ton untuk produksi kecap, dan selebihnya untuk produksi
pangan lainnya. sebanyak 1 juta ton untuk pakan ternak dan sekitar 50 ribu ton untuk benih.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan permintaan makanan. hal ini disebabkan oleh pertambahan populasi dan perubahan
pola pangan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Dampak dari peningkatan pendapatan
masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein
rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih tinggi. Laju
rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 1978-2008 adalah 18,09% per tahun, ternyata
lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia yang 7,22% per tahun.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per
kapita kedelai sebesar 5,55%.
2.3. Grafik Permintaan dan Penawaran Komoditas Kedelai di Indonesia

2.4. Analisa Grafik

Berdasarkan grafik diatas, posisi produksi (Penawaran) kedelai di Indonesia selalu di bawah
grafik Permintaan selama kuadran waktu 1978 2008. Secara umum, gambaran grafik tersebut
menunjukkan adanya fluktuasi yang cukup signifikan. Data untuk tahun 1984 menunjukkan
adanya disparitas yang cukup jauh antara kuantitas produksi dan konsumsi di Indonesia, tampak
bahwa produksi (penawaran) hanya sekitar 769.384 Ton sedangkan permintaan mencapai
2.170.384 Ton. Kondisi tersebut memicu terjadinya kekurangan akan permintaan kedelai kurang
lebih sebesar 1.401.000 Ton kedelai. Dalam kurun waktu tahun 1984 1985 produksi kedelai
mengalami peningkatan sebesar 100.334 Ton dengan persentase pertumbuhan sebesar 13,04 %.
Sedangkan volume permintaan mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sekitar 998.709
Ton pada kurun waktu yang sama.
Volume produksi pada tahun 1992 yaitu sebesar 1.869.713 Ton namun hal ini juga memicu
terjadinya peningkatan volume permintaan mencapai 2.563.846 Ton. Pada tahun tersebut tingkat
konsumsi per kapita pada mencapai 13,78 kg per jiwa. Kemudian permintaan sempat mengalami
penurunan kembali yaitu pada tahun 1998, pada tahun tersebut volume permintaan sebesar
1.648.764 Ton sedangkan kapasitas produksinya mencapai 1.305.640 Ton. Sedangkan volume
permintaan paling tinggi pada kisaran tahun 1978- 2008 adalah pada tahun 1999 yang pada
waktu itu mencapai angka 2.684.603 Ton sedangkan produksi dalam negeri hanya mencapai
1.382.848 Ton dengan tingkat konsumsi per kapita sebesar 12,94 Kg per jiwa.
Upaya pemerintah untuk memenuhi permintaan kedelai merupakan awal munculnya kebijakan
impor kedelai di Indonesia. Pada tahun 1978, volume impor kedelai di Indonesia hanya
mencapai 160.000 Ton, namun pada tahun 2008, volume impor kedelai telah menjadi 1.169.016
Ton. Selama periode 1978-2008, volume impor kedelai meningkat sebesar 14,56% per tahun.
Impor kedelai cenderung meningkat, kondisi ini semakin memperlebar kesenjangan antara
produksi dan konsumsi. Sehingga tidak heran jika Indonesia menjadi salah satu negara
pengimpor kedelai di dunia dengan pangsa yang cukup besar, selain Belanda, Jepang, Korea
Selatan dan Jerman.
Selain melakukan impor kedelai, pemerintah juga terus mengupayakan untuk meningkatkan
produksi kedelai dalam negeri. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
kedelai impor. Pada Tahun 2006 ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor sangat tinggi
yaitu lebih dari 60 persen.
2.5. Faktor yang mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Kedelai
a. Permintaan Kedelai
1. Harga Kedelai dalam negeri
Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa terjadi peningkatan
harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984, permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48%
menjadi 2.170.384 Ton, pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998, permintaan kedelai menurun
sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton, permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya
harga kedelai dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.

Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang
menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai, serta sesuai dengan
hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan
secara negatif, dengan faktor lain tetap sama.
Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan yaitu jika harga kedelai
meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya,
semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan
semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta (permintaan).
Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi Rp.1.110,89 per Kg, perubahan
harga ini disebabkan harga kedelai internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg.
Peningkatan harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari Rp.
1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai internasional meningkat
sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga
kedelai dalam negeri
berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga kedelai di pasaran
internasional berdampak langsung terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan,
kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai
impor.
1. 2.

Jumlah Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, membawa


efek terhadap bertambah cepatnya permintaan pangan serta perubahan bentuk dan kualitas
pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein. Kedelai merupakan salah
satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Meskipun produk
kedelai bukan merupakan bahan pangan pokok, perkembangan secara historis dan kultural
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan produk kedelai dalam
pola makanan tradisionalnya.
Perkembangan jumlah penduduk Indonesia periode 1978-2008 meningkat rata-rata sebesar
1,56% per tahun. Permintaan kedelai juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 7,22% per
tahun. Pada tahun 1998 jumlah permintaan kedelai menurun sebesar 16,44%, sedangkan jumlah
penduduk meningkat sebesar 1,51%. Hal ini dikarena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi
dikarenakan harga kebutuhan bahan pokok meningkat, sehingga penduduk yang mengkonsumsi
kedelai berkurang. Sedangkan pada tahun 2000 terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar
1,11%, sedangkan pertumbuhan permintaan kedelai juga mengalami penurunan sebesar 14,50%.
Hal ini disebabkan angka kematian lebih besar daripada angka kelahiran sehingga jumlah
penduduk mengalami penurunan. Penurunan ini juga terlihat dari pertumbuhan konsumsi per
kapita rata-rata sebesar 13,54%. Konsumsi per kapita pada tahun 2000 sebesar 11,19, yang
artinya setiap 1.000 jiwa penduduk mengkonsumsi kedelai sebesar 11,19 ton per tahun.

1. 3.

Impor

Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat positif. Hal ini sesuai dengan
dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang diminta maka akan menurunkan volume impor
kedelai di Indonesia, dan sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula
impor kedelai.
Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan
kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode 1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar
dibandingkan pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%. Selama kurun waktu dua
puluh dua tahun (1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap permintaan
kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada tahun 2000 sampai 2008
persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan
produksi kedelai. Pada tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar
776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (79% dari permintaan
kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000
ton (21% dari permintaan kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya
44%.

1. 4.

Rata rata pendapatan

Dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola
pangan karbohidrat tinggi dengan protein rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah
dengan protein yang lebih tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 19782008 adalah 18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia
yang 7,22% per tahun. Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga
sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya
konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.
1. 5.

Selera masyarakat (Konsumen)

Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per
kapita kedelai sebesar 5,55%. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan
yang siap dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti
tempe, tahu, kecap dan kripik tempe. Sekitar 115.000 pengusaha tahu dan tempe anggota
Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (KOPTI) adalah konsumen terbesar kedelai.
Mereka membutuhkan 1,2 juta ton kedelai per tahun, atau lebih dari separuh dari total kebutuhan
nasional sebanyak 2,2 juta ton per tahun. Pabrik kecap, perusahaan pakan ternak, dan industri
makananminuman berada di urutan berikutnya sebagai konsumen kedelai.
b. Penawaran Kedelai (produksi)
1. Harga Kedelai

Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor jauh lebih murah daripada
kedelai produksi dalam negeri. Hal ini juga merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam
kedelai. Selama harga kedelai impor rendah, maka arus impor akan makin deras, sehingga harga
kedelai produksi dalam negeri akan turun. Hal ini menyebabkan petani enggan menanam kedelai.
Kedua faktor di atas diduga merupakan penyebab turunnya areal kedelai secara drastis selama
periode 19902004. Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada terobosan kebijakan dalam
pemasaran kedelai, maka prospek pasar untuk pengembangan kedelai di Indonesia tidak begitu
cerah.
2. Harga Komoditas lain
Diduga penurunan harga riil menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal
panen kedelai. Selain itu, persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga
merupakan salah satu penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya ialah kenaikan harga
riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam
komoditas tersebut. Konsekuensinya ialah bahwa kenaikan areal tanam jagung (sebagai
komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal untuk kedelai, karena lahan yang
digunakan adalah lahan yang sama.
3. Input Biaya untuk memproduksi Kedelai
Biaya produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
produk atau komoditas dalam bidang pertanian. Semua faktor faktor produksi seperti sewa
lahan, alsintan, biaya untuk pupuk, benih dan irigasi serta keperluan lain sangat dibutuhkan
dalam produksi kedelai. Sehingga apabila biaya input yang dikeluarkan terlalu besar umumnya
untuk awal produksi petani akan mengurangi kapasitas produksinya. Karena pada saat biaya
produksi tinggi dan harga jualnya rendah maka akan menyebabkan kerugian.
4. Invasi Teknologi
Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi genetik
tanaman kedelai masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas
disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan
tanaman masih belum optimal (Adisarwanto, 2004;2005) Teknologi produksi kedelai meliputi
varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman
(LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat
terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah
diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi
(Marwoto dan Hilman, 2005). Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah,
dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik).
Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengalolaan LATO (lahan,
air, tanaman, dan organisme pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu,
pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan
sistem PHT, panen dan pasca panen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai
sesuai dengan potensi genetiknya (Anonimous, 2004a). Oleh karena itu dukungan penelitian
terhadap inovasi teknologi peningkatan produksi kedelai sangat diperlukan.

5. Tujuan Perusahaan
Di level petani kedelai, tujuan produksi tentu sangat berpengaruh terhadap kapasitas
produksi kedelainya. Apabila seorang petani hanya menanam kedelai untuk dikonsumsi sendiri
maka volume produksinya tidak akan terlalu besar dibandingkan dengan apabila petani tersebut
bermaksud untuk menjual hasil produksi kedelainya di level konsumen atau dijual.
1. 6.

Luas Lahan dan Produktivitas

Semakin luas lahan produktif yang digunakan untuk memproduksi kedelai maka volume
produksi (penawaran) juga akan tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1.

Kesimpulan

Pada kisaran waktu antara tahun 1978-2008 kondisi permintaan kedelai lebih besar dari pada
volume produksi (penawaran), kondisi tersebut menyebabkan terjadinya disparitas yang cukup
jauh antara volume produksi dan konsumsi. Titik permintaan tertingga pada kisaran tahun
tersebut terjadi pad tahun 1999 yaitu sebesar 2,6 juta ton sedangkan kapasitas produksinya hanya
sebesar 1,3 juta ton. Hal ini memicu munculnya regulasi pemerintah untuk melakukan impor
terhadap komoditas kedelai. Kapasitas produksi yang rendah menyebabkan konsumsi kedelai di
Indonesia sangat bergantung kepada kedelai impor.
Faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia: Harga kedelai, jumlah penduduk,
Impor, rata-rata pendapatan dan selera konsumen.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai di Indonesia: harga kedelai, harga
komoditas lain, biaya input produksi, tujuan produksi dan invasi teknologi, luas dan
produktivitas lahan serta tujuan produksi.
3.2.

Saran

Kebijakan harga sangat berpengaruh terhadap mekanisme permintaan dan penawaran kedelai,
sehingga Upaya-upaya dibawah ini, diharapkan dapat meningkatkan kemauan petani menanam
kedelai sehingga produktivitas kedelai meningkat dan tercapai swa sembada kedelai. Jika swa
sembada kedelai sudah tercapai maka tidak perlu lagi impor kedelai dari pasar dunia.

1. Membangun infrastruktur di pedesaan.


2.

Memperluas dan mempermudah akses kredit pada petani.

3.

Pemenuhan berbagai sarana produksi yang dibutuhkan oleh petani.

4. Pengembangan riset dan teknologi pertanian dari hulu hingga hilir untuk pencapaian
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih baik.
5.

Memberikan perlindungan pasar kepada petani.

6. Memberikan penyuluhan pada petani sehingga pengetahuan dan kesadarannya tentang


pentingnya teknologi meningkat.
DAFTA PUSTAKA
Adetama , Dwi Sartika. 2011. Analisis permintaan kedelai. FE UI. Depok
Anonymous, 2012. Contoh kasus analisis elastisitas Permintaan kedelai di indonesia.
Ariani, Mewa. Penawaran dan permintaan komoditas kacangkacangan dan umbi-umbian di
Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Rifai, Muhammad. 2011. Analisis dinamis permintaan dan penawaran Komoditas kedelai di
Jawa Timur. Fakultas Ekonomi Unv. Tribhuwana Tunggadewi. Malang
Sahara, Dewi. Dkk., 2011. Analisis permintaan kedelai di kabupaten banyumas jawa tengah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara
Tomich, Thomas P (1992), Survey of Recent Development, Bulletin of
About these ads

Anda mungkin juga menyukai