Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ahmad Subkhan
Akmal Sulthony
Andhina Romadloni
Arif Hermanto
Cahya Alam K.
Lili Widyawati
0910480010
0910480011
0910480014
0910480021
0910480030
0910480103
sebagai bahan baku industri bahan makanan ternak. Untuk itu, perlu dilakukan kajian untuk
mengetahui permasalahan atau faktor yang menyebabkan kondisi seperti diatas bisa terjadi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya paper ini adalah :
1.
1978
616.599
776.599
5,49
141.579
160.000
1979
679.825
897.825
6,2
144.893
218.000
1980
652.762
885.762
6,03
146.777
233.000
1981
703.811
756.811
3,09
151.315
253.000
1982
521.394
882.394
5,71
154.662
361.000
1983
536.103
757.603
4,79
158.083
221.500
1984
769.384
2.170.384
13,43
161.580
401.000
1985
869.718
1.171.675
7,09
165.154
301.957
9,4
168.662
359.271
8,4
172.245
286.705
9,87
175.904
465.839
9,49
179.641
390.471
11,32
179.248
541.060
11,63
182.940
572.757
13,78
186.043
694.133
12,86
189.136
723.864
12,31
192.217
800.461
11,71
195.283
607.393
11,41
198.320
746.329
9,8
201.353
616.375
8,07
204.393
343.124
12,94
207.437
1.301.755
11,19
205.132
1.277.685
2001
826.932
1.963.351
9,41
208.643
1.136.419
2002
673.056
2.038.309
9,64
211.439
1.365.253
2003
671.600
1.864.317
8,7
214.251
1.192.717
2004
723.483
1.839.276
8,47
217.077
1.115.793
2005
808.353
1.894.531
8,62
219.852
1.086.178
2006
747.611
1.879.755
8,44
222.747
1.132.144
2007
592.534
2.004.123
8,88
225.642
1.411.589
2008
775.710
1.944.726
8,51
228.523
1.169.016
meningkat, namun hal ini tidak dapat mengimbangi laju konsumsi kedelai. Konsumsi kedelai
perkapita meningkat dari 8,13 kg pada tahun 1998 menjadi 8,97 kg pada tahun 2004 (Suryana, et
al., 2005). Berdasarkan data BPS, laju rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 19782008 adalah 1,56% per tahun. Sedangkan data dari Departemen Pertanian bahwa laju
pertumbuhan konsumsi kedelai tahun 1978-2008 adalah 7,22% per tahun. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi kedelai di Indonesia berkembang lebih cepat dari
perkembangan laju pertumbuhan penduduk. Dengan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang
dan rata-rata konsumsi per kapita kedelai sebesar 10 Kg/tahun maka diperlukan kacang kedelai
untuk kebutuhan pangan minimal 2 juta ton per tahun. Sekitar 1,2 juta ton digunakan untuk
produksi tempe dan tahu, 650 ribu ton untuk produksi kecap, dan selebihnya untuk produksi
pangan lainnya. sebanyak 1 juta ton untuk pakan ternak dan sekitar 50 ribu ton untuk benih.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan permintaan makanan. hal ini disebabkan oleh pertambahan populasi dan perubahan
pola pangan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Dampak dari peningkatan pendapatan
masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola pangan karbohidrat tinggi dengan protein
rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah dengan protein yang lebih tinggi. Laju
rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 1978-2008 adalah 18,09% per tahun, ternyata
lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia yang 7,22% per tahun.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per
kapita kedelai sebesar 5,55%.
2.3. Grafik Permintaan dan Penawaran Komoditas Kedelai di Indonesia
Berdasarkan grafik diatas, posisi produksi (Penawaran) kedelai di Indonesia selalu di bawah
grafik Permintaan selama kuadran waktu 1978 2008. Secara umum, gambaran grafik tersebut
menunjukkan adanya fluktuasi yang cukup signifikan. Data untuk tahun 1984 menunjukkan
adanya disparitas yang cukup jauh antara kuantitas produksi dan konsumsi di Indonesia, tampak
bahwa produksi (penawaran) hanya sekitar 769.384 Ton sedangkan permintaan mencapai
2.170.384 Ton. Kondisi tersebut memicu terjadinya kekurangan akan permintaan kedelai kurang
lebih sebesar 1.401.000 Ton kedelai. Dalam kurun waktu tahun 1984 1985 produksi kedelai
mengalami peningkatan sebesar 100.334 Ton dengan persentase pertumbuhan sebesar 13,04 %.
Sedangkan volume permintaan mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sekitar 998.709
Ton pada kurun waktu yang sama.
Volume produksi pada tahun 1992 yaitu sebesar 1.869.713 Ton namun hal ini juga memicu
terjadinya peningkatan volume permintaan mencapai 2.563.846 Ton. Pada tahun tersebut tingkat
konsumsi per kapita pada mencapai 13,78 kg per jiwa. Kemudian permintaan sempat mengalami
penurunan kembali yaitu pada tahun 1998, pada tahun tersebut volume permintaan sebesar
1.648.764 Ton sedangkan kapasitas produksinya mencapai 1.305.640 Ton. Sedangkan volume
permintaan paling tinggi pada kisaran tahun 1978- 2008 adalah pada tahun 1999 yang pada
waktu itu mencapai angka 2.684.603 Ton sedangkan produksi dalam negeri hanya mencapai
1.382.848 Ton dengan tingkat konsumsi per kapita sebesar 12,94 Kg per jiwa.
Upaya pemerintah untuk memenuhi permintaan kedelai merupakan awal munculnya kebijakan
impor kedelai di Indonesia. Pada tahun 1978, volume impor kedelai di Indonesia hanya
mencapai 160.000 Ton, namun pada tahun 2008, volume impor kedelai telah menjadi 1.169.016
Ton. Selama periode 1978-2008, volume impor kedelai meningkat sebesar 14,56% per tahun.
Impor kedelai cenderung meningkat, kondisi ini semakin memperlebar kesenjangan antara
produksi dan konsumsi. Sehingga tidak heran jika Indonesia menjadi salah satu negara
pengimpor kedelai di dunia dengan pangsa yang cukup besar, selain Belanda, Jepang, Korea
Selatan dan Jerman.
Selain melakukan impor kedelai, pemerintah juga terus mengupayakan untuk meningkatkan
produksi kedelai dalam negeri. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap
kedelai impor. Pada Tahun 2006 ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor sangat tinggi
yaitu lebih dari 60 persen.
2.5. Faktor yang mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Kedelai
a. Permintaan Kedelai
1. Harga Kedelai dalam negeri
Dari data yang diperoleh dari Departemen Pertanian terlihat bahwa terjadi peningkatan
harga dari tahun 1978-2008. Pada Tahun 1984, permintaan kedelai meningkat sebesar 186,48%
menjadi 2.170.384 Ton, pada tahun yang sama harga kedelai dalam negeri pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 6,74%. Sedangkan pada tahun 1998, permintaan kedelai menurun
sebesar 16,44% menjadi 1.648.764 Ton, permintaan kedelai tersebut disebabkan meningkatnya
harga kedelai dalam negeri menjadi Rp. 1.130 per Kg.
Penurunan permintaan kedelai ini juga disebabkan karena krisis ekonomi yang melanda
Indonesia pada saat itu, hal ini juga disertai melemahnya kus rupiah terhadap dolar yang
menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
bahwa harga kedelai berhubungan negatif dengan permintaan kedelai, serta sesuai dengan
hipotesis ekonomi bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan
secara negatif, dengan faktor lain tetap sama.
Hasil simulasi harga kedelai dalam negeri terhadap permintaan yaitu jika harga kedelai
meningkat sebesar 1%, maka permintaan kedelai akan menurun sebesar 1,894428%. Artinya,
semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan
semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah jumlah yang diminta (permintaan).
Pada tahun 1997 harga kedelai dalam negeri meningkat menjadi Rp.1.110,89 per Kg, perubahan
harga ini disebabkan harga kedelai internasional juga meningkat menjadi US$ 246,36 per Kg.
Peningkatan harga dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 52,42% dari Rp.
1.335,09 per Kg menjadi Rp.2.035 per Kg, sedangkan harga kedelai internasional meningkat
sebesar 35,27% menjadi US$ 209,25 per Kg. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa harga
kedelai dalam negeri
berpengaruh positif dengan harga kedelai internasional. Kenaikan harga kedelai di pasaran
internasional berdampak langsung terhadap harga kedelai di dalam negeri. Hal ini disebabkan,
kebutuhan industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai masih menggunakan kedelai
impor.
1. 2.
Jumlah Penduduk
1. 3.
Impor
Hubungan permintaan kedelai dengan impor kedelai bersifat positif. Hal ini sesuai dengan
dugaan bahwa semakin rendah jumlah yang diminta maka akan menurunkan volume impor
kedelai di Indonesia, dan sebaliknya setiap kenaikan permintaan kedelai akan meningkatkan pula
impor kedelai.
Kebijakan impor kedelai yang digunakan pemerintah sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan
kedelai. Pertumbuhan impor kedelai periode 1978-2008 rata-rata sebesar 14,56% lebih besar
dibandingkan pertumbuhan produksi kedelai rata-rata sebesar 2,08%. Selama kurun waktu dua
puluh dua tahun (1978-1999) prosentase pertumbuhan produksi kedelai terhadap permintaan
kedelai lebih besar dibandingkan impor kedelai. Namun pada tahun 2000 sampai 2008
persentase pertumbuhan impor kedelai terhadap permintaan kedelai lebih besar dibandingkan
produksi kedelai. Pada tahun 1978 menyebutkan bahwa permintaan kedelai di Indonesia sebesar
776.599 ton sedangkan produksinya hanya mencapai 616.599 ton (79% dari permintaan
kedelai). Oleh karena itu, Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri sebanyak 160.000
ton (21% dari permintaan kedelai). Akan tetapi mulai tahun 2000 produksi kedelai hanya
44%.
1. 4.
Dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat adalah perubahan pola pangan dari pola
pangan karbohidrat tinggi dengan protein rendah menjadi pola pangan karbohidrat lebih rendah
dengan protein yang lebih tinggi. Laju rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita tahun 19782008 adalah 18,09% per tahun, ternyata lebih besar dari tingkat konsumsi kedelai di Indonesia
yang 7,22% per tahun. Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga
sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya
konsumsi per kapita kedelai sebesar 5,55%.
1. 5.
Konsumsi kedelai yang terus meningkat pesat setiap tahunnya, juga sejalan dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi yang ditandai oleh meningkatnya konsumsi per
kapita kedelai sebesar 5,55%. Sebagian besar produksi kedelai diolah menjadi bahan pangan
yang siap dikonsumsi oleh masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung seperti
tempe, tahu, kecap dan kripik tempe. Sekitar 115.000 pengusaha tahu dan tempe anggota
Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (KOPTI) adalah konsumen terbesar kedelai.
Mereka membutuhkan 1,2 juta ton kedelai per tahun, atau lebih dari separuh dari total kebutuhan
nasional sebanyak 2,2 juta ton per tahun. Pabrik kecap, perusahaan pakan ternak, dan industri
makananminuman berada di urutan berikutnya sebagai konsumen kedelai.
b. Penawaran Kedelai (produksi)
1. Harga Kedelai
Dari segi persaingan harga pasar, ternyata harga riil kedelai impor jauh lebih murah daripada
kedelai produksi dalam negeri. Hal ini juga merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam
kedelai. Selama harga kedelai impor rendah, maka arus impor akan makin deras, sehingga harga
kedelai produksi dalam negeri akan turun. Hal ini menyebabkan petani enggan menanam kedelai.
Kedua faktor di atas diduga merupakan penyebab turunnya areal kedelai secara drastis selama
periode 19902004. Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa ada terobosan kebijakan dalam
pemasaran kedelai, maka prospek pasar untuk pengembangan kedelai di Indonesia tidak begitu
cerah.
2. Harga Komoditas lain
Diduga penurunan harga riil menjadi disinsentif yang menyebabkan terjadinya penurunan areal
panen kedelai. Selain itu, persaingan penggunaan lahan dengan palawija lainnya juga diduga
merupakan salah satu penyebab turunnya areal panen kedelai. Indikatornya ialah kenaikan harga
riil jagung. Secara teoritis, kenaikan harga jagung akan mendorong petani untuk menanam
komoditas tersebut. Konsekuensinya ialah bahwa kenaikan areal tanam jagung (sebagai
komoditas pesaing) dengan sendirinya akan mengurangi areal untuk kedelai, karena lahan yang
digunakan adalah lahan yang sama.
3. Input Biaya untuk memproduksi Kedelai
Biaya produksi merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan suatu
produk atau komoditas dalam bidang pertanian. Semua faktor faktor produksi seperti sewa
lahan, alsintan, biaya untuk pupuk, benih dan irigasi serta keperluan lain sangat dibutuhkan
dalam produksi kedelai. Sehingga apabila biaya input yang dikeluarkan terlalu besar umumnya
untuk awal produksi petani akan mengurangi kapasitas produksinya. Karena pada saat biaya
produksi tinggi dan harga jualnya rendah maka akan menyebabkan kerugian.
4. Invasi Teknologi
Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani (rata-rata 1,2 t/ha) dengan potensi genetik
tanaman kedelai masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas
disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan
tanaman masih belum optimal (Adisarwanto, 2004;2005) Teknologi produksi kedelai meliputi
varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman
(LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat
terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah
diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi
(Marwoto dan Hilman, 2005). Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah,
dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik).
Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengalolaan LATO (lahan,
air, tanaman, dan organisme pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu,
pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan
sistem PHT, panen dan pasca panen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai
sesuai dengan potensi genetiknya (Anonimous, 2004a). Oleh karena itu dukungan penelitian
terhadap inovasi teknologi peningkatan produksi kedelai sangat diperlukan.
5. Tujuan Perusahaan
Di level petani kedelai, tujuan produksi tentu sangat berpengaruh terhadap kapasitas
produksi kedelainya. Apabila seorang petani hanya menanam kedelai untuk dikonsumsi sendiri
maka volume produksinya tidak akan terlalu besar dibandingkan dengan apabila petani tersebut
bermaksud untuk menjual hasil produksi kedelainya di level konsumen atau dijual.
1. 6.
Semakin luas lahan produktif yang digunakan untuk memproduksi kedelai maka volume
produksi (penawaran) juga akan tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pada kisaran waktu antara tahun 1978-2008 kondisi permintaan kedelai lebih besar dari pada
volume produksi (penawaran), kondisi tersebut menyebabkan terjadinya disparitas yang cukup
jauh antara volume produksi dan konsumsi. Titik permintaan tertingga pada kisaran tahun
tersebut terjadi pad tahun 1999 yaitu sebesar 2,6 juta ton sedangkan kapasitas produksinya hanya
sebesar 1,3 juta ton. Hal ini memicu munculnya regulasi pemerintah untuk melakukan impor
terhadap komoditas kedelai. Kapasitas produksi yang rendah menyebabkan konsumsi kedelai di
Indonesia sangat bergantung kepada kedelai impor.
Faktor yang mempengaruhi permintaan kedelai di Indonesia: Harga kedelai, jumlah penduduk,
Impor, rata-rata pendapatan dan selera konsumen.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran kedelai di Indonesia: harga kedelai, harga
komoditas lain, biaya input produksi, tujuan produksi dan invasi teknologi, luas dan
produktivitas lahan serta tujuan produksi.
3.2.
Saran
Kebijakan harga sangat berpengaruh terhadap mekanisme permintaan dan penawaran kedelai,
sehingga Upaya-upaya dibawah ini, diharapkan dapat meningkatkan kemauan petani menanam
kedelai sehingga produktivitas kedelai meningkat dan tercapai swa sembada kedelai. Jika swa
sembada kedelai sudah tercapai maka tidak perlu lagi impor kedelai dari pasar dunia.
3.
4. Pengembangan riset dan teknologi pertanian dari hulu hingga hilir untuk pencapaian
kuantitas dan kualitas produksi yang lebih baik.
5.