Anda di halaman 1dari 1

Susan dan Permen Karet

Aku memiliki seorang sahabat bernama Susan, Ia memiliki masalah dengan


kebiasaannya mengomentari gaya orang lain. Sering kali ucapannya menyakiti
perasaan orang yang dikomentarinya. Setelah puas melontarkan ucapan-ucapan
pedas, Susan pasti akan meminta maaf kepada orang itu.
Suatu hari aku dan Susan berjalan menuju kantin sekolah. Dalam perjalanan ke
sana, tepatnya di depan kelas 3-C. Kami berpapasan dengan Ranti, murid kelas 3
teman kami. Hari itu Ranti mengikat rambutnya dengan karet jepang yang
berwarna warni, Ia membuat rambutnya berdiri keatas bagaikan sebuah pohon
kelapa. Aku yakin bahwa Susan sudah menyiapkan kata-kata pedas untuk
dilontarkan. Dan benar saja Ia langsung menghujani Ranti dengan kata-kata
pedas, Heh, Ranti kamu gak ada gaya lain ya. Aneh tau gaya rambut kamu itu.
Setelah mendengar ucapan Susan tadi lantas Ranti mulai menangis dan lari
meninggalkan kami. Di saat yang sama Susan memmminta maaf kepada Ranti
yang sedang berlari. Kamuu kan sahabatku, aku minta tolong ya, kalau aku
sudah bersiap mengkritik tolong tutup mulutku dengan tanganmu ok. Ujar
Susan kepada ku. Saat itu tanpa berfikir panjang aku menyeujui usulannya. Tak
ku duga bahwa kini Susan semakin menjadi, lelah aku menutup mulutnya
dengan tangan ku ini.
Kembali ke rumah sangatlah membuatku nyaman. Dirumah aku melihat kakak ku
yang sedang mengerjakan tugas. Saat aku menghampirinya, aku terkejut
melihat permen karet yang banyak di meja belajarnya. Kakak ku berkata bahwa
ia mendapatkan permen karet itu dari murid baru yang salah membawa barang
teka-teki saat MOS kemarin. Lalu aku meminta satu buah permen karet kepada
kakak ku. Sambil mengunyah permen karet aku berkata pada kakak ku, kak,
nyemm... nyemm... trim nyam.. ya... sudah buang dulu permen karet yang kau
makan itu sebelum kau berbicara
Setelah mendengar ucapan kakak ku tadi aku membuang permen karet itu ke
tempat sampah. Dari kejadian tadi aku terfikirkan bagai mana jika kuberikan saja
permen karet ini kepada Susan untuk mencegahnya mengomentari orang lain.
Setelah yakin terhadap apa yang aku fikirkan, meminta beberapa bungkus
permen karet adalah langkah awal yang ku buat demi sahabatku.
Keesokan harinya aku membawa 5 buah permen karet untuk berjaga-jaga. Saat
aku dan Susan berjalan-jalan menuju ruang guru. Kami berpapasan dengan siswi
kelas 5 kakak kelas kami. Dengan pakaian kusut dan lusuh itu aku rasa cukup
untuk memicu Susan untuk melontarkan kalimat kalimat pedas. Ketika aku
melihat Susan, Ia nampak siap untuk menghujat kakak kelas kami. Mulutnya
judah mulai terbuka, secepat mungkin aku masukan satu buah permen karet
kedalam mulutnya. Dan hasilnya sesuai dengan yang aku harapkan. Susan
nampak sibuk mengunyah permen karet itu dan tidak melanjutkan niatnya
untuk mencaci kakak kelas kami.
Setelah kejadian itu kami berdua sepakat dengan ide permen karet ini. Dan kini
setiap kita bersama akan selalu ada Aku, Susan dan permen karet

Anda mungkin juga menyukai