Ajeng
Ajeng
Ajeng
php/JKMat/article/view/932/984
pengetahuan dan sikap remaja
http://litbang.patikab.go.id/index.php/jurnal/203-perilaku-seks-bebas-di-kalanganpelajar/182-perilaku-seks-bebas-di-kalangan-pelajar
PENDAHULUAN
Kehidupan remaja dengan segala permasalahannya sudah semakin
kompleks dalam berbagai aspek. Kenakalan remaja bukan lagi sebatas bolos
sekolah atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah. Namun sudah
merambah ke arah tindak perilaku kriminal, kekerasan, penggunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Aditif (NAPZA), bahkan pergaulan bebas. Beberapa
penelitian di berbagai kota (baik kota besar atau kecil) menunjukkan data
perubahan tingkah laku seksualitas remaja. Synovate Research tahun 2004
melakukan survey tentang perilaku seksual remaja di 4 kota yaitu Jakarta,
Bandung, Surabaya dan Medan dengan jumlah responden 450 orang, dengan
kisaran usia 15-24 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berhubungan seks dimulai sejak
usia 16-18 tahun sebanyak 44%, sementara 16% melakukan hubungan seks
pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%)
untuk melakukan hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos
(26%) dan hotel (26%) (Vivanews.com dalam Imaddudin, 2012).
Perilaku seks bebas terbaru yang mencuat di media adalah praktik mucikari
yang dilakukan oleh siswa kelas 3 SMP di Jawa Timur. Mucikari belia ini juga
sekaligus melayani pembeli (Yunita, 2013). Fenomena seks bebas seperti gunung
es. Data-data yang berhasil diungkap dan liputan media merupakan hal yang
tampak dipermukaan, sedangkan kenyataannya bisa jauh lebih banyak dari yang
tampak. Fenomena seks bebas saat ini tidak hanya marak di kota-kota besar
saja, akan tetapi juga sudah terjadi di sejumlah kota kecil, tidak terlepas juga
dengan kota Pati. Maskuri, direktur Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Nasional
(LBHAN) menyakini bahwa tak sedikit remaja di Pati yang telah terjerumus dalam
perilaku negatif seks bebas. Tak hanya di ruang tertutup, perilaku negatif itu juga
biasa dilakukan oleh pasangan remaja atau muda-mudi di raung publik (Suara
merdeka.com, 2011). Pada tahun 2011, Polres Kabupaten Patimenjelaskan
bahwa dibalik banyaknya kasus kekerasan seksual dikalangan pelajar SMA
maupun SLTP di Pati yang terlapor, kekerasan seksual tersebut menjadi bentuk
lain dari perilaku seks bebas dikalangan pelajar. Sebagian besar pelaku adalah
teman atau pacar korban sendiri (Aini, 2012). Berdasarkan pengakuan dari
pelaku maupun korban, hubungan intim dilakukan karena suka sama suka.
Pelapor merupakan keluarga atau teman yang mengetahui hubungan tersebut.
Polres Pati juga menambahkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan pelajar di
Pati sudah mengarah pada tindakan komersial.
c. Gender
Remaja puteri lebih menekankan pada kualitas hubungan yang sedang dijalin sebelum
terjadinya seks bebas.
d. Penghayatan Keagamaan
Rendahnya religiusitas dan sikap serba boleh dalam perilaku seks berjalan sejajar seiringan.
Clayton & Bokemier menyatakan, sikap permisif terhadap hubungan seks bebas dapat dilihat
dari
aktivitas
keagamaan
dan
religiusitas
(Rice dalam
psychologymania.com,2012). Penghayatan tentang perintah dan larangan agama saat ini
sangat minim, karena kurangnya pendidikan agama di rumah. Bahkan di sekolah pelajaran
agama hanya diberikan selama dua jam pelajaran dalam satu minggu dan hanya sebatas
pendekatan nilai akademis.
Keluarga
Remaja
yang
memiliki
pacar
lebih
mungkin
untuk
melakukan hubungan seks bebas dibanding remaja yang belum memiliki pacar.
Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang
seumurannya memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan
seks bebas, memiliki hubungan dengan lebih banyak pasangan daripada mereka
yang mulai pacaran pada usia dewasa.
(1). Sosial Budaya
Arus globalisasi dan berkembangnya teknologi informasi telah mewarnai
budaya
timur.
Masuknya
nilai
negatif
budaya
barat
mempengaruhi kecenderungan
pergaulan
yang
makin
bebas
antara remaja pria dan wanita dalam masyarakat. Selain itu, lemahnya
kontrol sosial yang cenderung menganggap biasa kejadian hubungan seks
pranikah semakin memperparah kejadian seks bebas dikalangan pelajar.
(2). Penyalahgunaan Teknologi Informasi
Penyebaran informasi melalui media massa yang semakin berkembang
(seperti video kaset, vcd, hp, internet) menyebabkan kebebasan akses
informasi oleh remaja.
AKIBAT SEKS BEBAS
Seks bebas yang dilakukan remaja akan memunculkan permasalahan
dalam kehidupan remaja. Permasalahan yang dihadapi remaja pelaku seks bebas
meliputi permasalahan fisik, psikologis dan sosial. Seks bebas juga cenderung
merusak masa depan remaja terutama remaja perempuan. Menurut Chytia dan
Sarwono dalam Psychologymania.com (2012) seks bebas berakibat sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila
dilakukan pada masa subur/masa ovulasi. Terjadinya kehamilan diluar nikah
khususnya pada remaja perempuan karena saat remaja tersebut melakukan
hubungan seks diluar pernikahan kebanyakan tidak mengetahui masa
suburnya.
b. Aborsi tidak aman. Remaja yang hamil akibat seks bebas merasa belum siap
untuk memiliki anak dan melakukan aborsi pada tempat praktek ilegal tanpa
ditunjang peralatan medis yang memadai. Hal ini mengakibatkan infeksi
bahkan kematian.
c. Terjangkitnya PMS (penyakit menular seksual) berupa bakteri, parasit, jamur,
dan virus. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila
dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin.
2. Psikologis
Remaja yang ketahuan melakukan seks bebas apabila berada dalam
lingkungan (baik keluarga, teman maupun sekolah) yang masih menjaga standar
moral yang tinggi, maka ia akan diliputi malu, takut dan merasa bersalah. Hal ini
biasa dialami remaja perempuanterutama jika terjadi kehamilan. Perasaaan ini
akan membebani dan menyebabkan depresi.
3.
Sosial
3. Peran Masyarakat : kontrol dari masyarakat juga diperlukan untuk mengendalikan seks
bebas, karena lingkungan masyarakat merupakan tempat remaja tersebut hidup. Kontrol
sosial tersebut dapat berupa teguran, pengawasan dan juga bimbingan kepada remaja yang
melakukan seks bebas.
4. Peran Pemerintah : perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dalam mengambil tindakan
terhadap pelaku seks bebas. Dengan memberikan hukuman yang sesuai bagi pelaku seks
bebas diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Siti Qorrotu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak Di Kabupaten Pati (Ditinjau
dari Perspektif Psikologi). Jurnal Litbang. Vol VIII (1), 53-61
Amiruclin, Mudjahirin T., Friedha NRK dan Hedi Pujo Santoso. Tt. Kecenderungan
Perilaku
Seks
Bebas
Remaja
Perkotaan.http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/penelitian/detail/182. Diakses 25
Juni 2013
Imaddudin, Aam. 2012. Analisis Perilaku Seks Bebas di Kalangan Pelajar ditinjau
dari
Teori
Psikoanalisis.http://counselinghouse.blogspot.com/2011/04/analisisperilaku-seks-bebas-di.html. Diakses 25 Juni 2013
Laksmiwati,
A. I.A. Tt. Transformasi
Sosial
Dan
Perilaku
Reproduksi
Remaja. http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/penelitian/detail/495. Diakses 25
Juni 2013
Putra
K,
Yudha.
2011.
Isu
Seks
Bebas
Butuh
Penanganan
Dini. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/11/04/10093
9.Diakses 1 Juli 2013
Seks
Pranikah
Pada
Remaja.
2012. http://www.psychologymania.com/2012/06/akibat-seks-pranikahpada-remaja.html. Diakses 25 Juni 201)
Pengertian
Seks
2012. http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-seksbebas.html. Diakses 1 Juli 2013
Bebas.
BIODATA PENULIS
Siti Qorrotu Aini, lahir 5 Agustus 1985 di kota Pati Jawa Tengah. Sarjana (S1)
Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Psikologi Tahun 2009. Bekerja sebagai
peneliti di Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten
Pati. Email: qurro_two@yahoo.com
Jikalau dorongan seksual normal maka perilaku seksual juga normal. Tetapi
ekspresi dorongan seksual sangat diatur oleh nilai-nilai sosio cultural dan moral
yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Disisi lain, nilai-nilai agama
sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya yang berhubungan dangen seksualitas.[2]
a. Dorongan Seksual
putri
masih
banyak
ataupun
lebih
berhati-hati
dalam
masalah
seksualitas.
Seperti halnya seks bebas, pengaruh kultur dan moralitas sampai detik ini
masih menjadi satu masalah yang teknis dan bukan sebagai refleksi sebagaimana
layaknya moral diaplikasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan.[5]
c. Pengetahuan Seksual
Hal ini berbanding terbalik dengan hal yang semestinya, yang menyatakan
bahwa sesungguhnya pengetahuan seksualita harus lebih banyak diperoleh dari
orang tua dan bukan dari orang lain diluar lingkungan keluarga.[7]
d. Fungsi Seksual
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Ibid., hlm. v.
[6]
[7]
Ibid.
[8]