Ajeng

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

http://jurnal.unimus.ac.id/index.

php/JKMat/article/view/932/984
pengetahuan dan sikap remaja

http://litbang.patikab.go.id/index.php/jurnal/203-perilaku-seks-bebas-di-kalanganpelajar/182-perilaku-seks-bebas-di-kalangan-pelajar
PENDAHULUAN
Kehidupan remaja dengan segala permasalahannya sudah semakin
kompleks dalam berbagai aspek. Kenakalan remaja bukan lagi sebatas bolos
sekolah atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan sekolah. Namun sudah
merambah ke arah tindak perilaku kriminal, kekerasan, penggunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Aditif (NAPZA), bahkan pergaulan bebas. Beberapa
penelitian di berbagai kota (baik kota besar atau kecil) menunjukkan data
perubahan tingkah laku seksualitas remaja. Synovate Research tahun 2004
melakukan survey tentang perilaku seksual remaja di 4 kota yaitu Jakarta,
Bandung, Surabaya dan Medan dengan jumlah responden 450 orang, dengan
kisaran usia 15-24 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan pengalaman berhubungan seks dimulai sejak
usia 16-18 tahun sebanyak 44%, sementara 16% melakukan hubungan seks
pada usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%)
untuk melakukan hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos
(26%) dan hotel (26%) (Vivanews.com dalam Imaddudin, 2012).
Perilaku seks bebas terbaru yang mencuat di media adalah praktik mucikari
yang dilakukan oleh siswa kelas 3 SMP di Jawa Timur. Mucikari belia ini juga
sekaligus melayani pembeli (Yunita, 2013). Fenomena seks bebas seperti gunung
es. Data-data yang berhasil diungkap dan liputan media merupakan hal yang
tampak dipermukaan, sedangkan kenyataannya bisa jauh lebih banyak dari yang
tampak. Fenomena seks bebas saat ini tidak hanya marak di kota-kota besar
saja, akan tetapi juga sudah terjadi di sejumlah kota kecil, tidak terlepas juga
dengan kota Pati. Maskuri, direktur Lembaga Bantuan Hukum Advokasi Nasional
(LBHAN) menyakini bahwa tak sedikit remaja di Pati yang telah terjerumus dalam
perilaku negatif seks bebas. Tak hanya di ruang tertutup, perilaku negatif itu juga
biasa dilakukan oleh pasangan remaja atau muda-mudi di raung publik (Suara
merdeka.com, 2011). Pada tahun 2011, Polres Kabupaten Patimenjelaskan
bahwa dibalik banyaknya kasus kekerasan seksual dikalangan pelajar SMA
maupun SLTP di Pati yang terlapor, kekerasan seksual tersebut menjadi bentuk
lain dari perilaku seks bebas dikalangan pelajar. Sebagian besar pelaku adalah
teman atau pacar korban sendiri (Aini, 2012). Berdasarkan pengakuan dari
pelaku maupun korban, hubungan intim dilakukan karena suka sama suka.
Pelapor merupakan keluarga atau teman yang mengetahui hubungan tersebut.
Polres Pati juga menambahkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan pelajar di
Pati sudah mengarah pada tindakan komersial.

Fenomena seks bebas dikalangan pelajar merupakan permasalahan yang


serius untuk diperhatikan dan segera dicari jalan keluarnya. Jika permasalahan
remaja, khususnya pelajar yang ada di negeri ini tidak dikurangi dan diselesaikan
dengan cepat maka dapat menyebabkan hancurnya tatanan bangsa karena
pelajar adalah generasi penerus keberlangsungan sebuah bangsa.
Berdasarkan paparan diatas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk
mendeskrispsikan perilaku seksual pelajar, faktor-faktor penyebab dan
dampak seks bebas. Hal ini sebagai dasar untuk melakukan pencegahan seks
bebas secara efektif dikalangan pelajar.
PERILAKU SEKSUAL PELAJAR
Pelajar dalam kamus besar bahasa indonesia adalah anak sekolah
(terutama pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan). Umumnya usia pelajar
bertepatan dengan tahap usia remaja. Masa remaja adalah periode peralihan
perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal. Periode masa
remaja dimulai pada usia 10 atau 12 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22
tahun. Masa remaja ditandai dengan perubahan fisik yang cepat
seperti pertambahan tinggi dan berat badan serta perubahan postur tubuh.
Remaja juga mengalami perkembangan karakteristik seksual seperti
pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis dan wajah, dan pembesaran
suara (Santrock, 2007). Masa remaja juga disebut masa pubertas, dimana
hormon-hormon mulai
berfungsi. Selain
menyebabkan
perubahan
fisik/tubuh, juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Bourgeois dan Wolfish
dalam
Retnowati
(Tt), remaja
mulai
merasakan
dengan
jelas peningkatan dorongan
seks
dalam
dirinya,
misalnya muncul
ketertarikan pada orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan
seksual.
Minat remaja terhadap perilaku seks menurut Hurlock dalam Imaddudin
(2012) didorong oleh meningkatnya keingintahuan remaja tentang seks. Remaja
mencari berbagai macam informasi yang terkait dengan seks melalui bacaan,
teman sebaya atau mengadakan percobaan dengan melakukan masturbasi,
bercumbu atau bersenggama. Hasil penelitian Synovate Research tahun 2004
tentang perilaku seksual remaja dengan jumlah responden 450 usia 15-24 tahun,
menunjukan sekitar 65% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan
dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden
remaja mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya (Vivanews.com
dalam Imaddudin, 2012).
Seks bebas menurut Sarwono dalam psychologymania.com (2012) adalah
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis, mulai dari tingkah laku yang dilakukannya seperti
sentuhan, berciuman (kissing), berciuman belum sampai menempelkan alat
kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang payudara atau melalui oral
seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama (necking) dan bercumbuan
sampai menempelkan alat kelamin yaitu dengan saling menggesek-gesekan alat

kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama (petting), serta yang


sudah bersenggama (intercourse) dilakukan diluar hubungan pernikahan.
Sikap remaja terhadap perilaku seks bebas telah mengalami perubahan.
Hurlock dalam Imaddudin (2012) memaparkan bahwaperilaku seks bebas pada
generasi yang lalu akan mengejutkan para remaja bila terjadi diantara temanteman sebayanya dan akan menimbulkan rasa malu serta bersalah bila terjadi
dalam kehidupan mereka sendiri. Sekarang dianggap benar dan normal, atau
diperbolehkan. Bahkan hubungan seks sebelum nikah dianggap benar apabila
dilakukan dengan rasa cinta. Menurut para remaja saat ini, hubungan seksual
yang dilakukan dengan kasih sayang lebih diterima daripada bercumbu hanya
sekedar melepas nafsu. Data BKKBN tahun 2000 tentang pola perilaku seksual
127 mahasiswa di Jawa Tengah menunjukkan bahwa sebagian besar (69,2%)
melakukan hubungan intim dengan pacar, pekerja seks 42,3% dan sisanya
dengan teman atau orang yang tidak dikenal. Alasan melakukan seks bebas
sebagian besar karena kebutuhan biologis yaitu sebanyak 53,8%; sebagai
ungkapan cinta (42,3%) dan alasan lainnya adalah karena coba-coba dan lainlain.
Periode remaja juga ditandai dengan adanya perubahan dalam
kehidupan sosial. Ciri utama periode ini adalah masa pencarian identitas dan
kebebasan. Remaja mulai banyak menghabiskan waktu di luar keluarga atau
rumah (Santrock, 2007). Erikson dalam Santrock (2007) mengemukakan bahwa
masa remaja bertepatan dengan tahap identitas (Identity) versus kebingungan
identitas (identity confusion). Remaja berusaha mencari tahu diri mereka.
Pertanyaan yang melingkupi antara lain, seperti apakah mereka? dan kemana
tujuan hidup mereka?. Mereka dihadapkan pada peran baru dan status orang
dewasa (seperti tentang pekerjaan dan cinta). Salah satu poin yang perlu
diperhatikan apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak
berlangsung secara baik yang disebabkan anak tidak mengetahui dan
memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan
struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan
identitas.
Perilaku seks bebas yang dilakukan pelajar berdasarkan teori Erikson
merupakan salah satu bentuk kekacauan identitas. Erikson menyebut dengan
istilah pengingkaran. Hal ini terjadi karena terjadinya kekacauan identitas lebih
kuat dari identitas egonya. Pelajar mengingkari keanggotaannya sebagai
masyarakat dan menyingkir dari tuntutan aturan-aturan. Mereka mencari
kelompok yang mau menerima dan mengakui mereka. (Psychologymania. com,
2012).
Nilai positif yang terdapat dalam tahap ini adalah nilai kesetiaan. Jika antara
identitas
ego
dan
kekacauan
identitas
dapat
berlangsung
secara
seimbang, maka kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup
berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala
kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistenannya.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKS BEBAS

Penyebab perilaku seks bebas sangat beragam. Pemicunya karena


lingkungan, sosial budaya, penghayatan keagamaan, penerapan nilai-nilai, faktor
psikologis dan ekonomi. Secara garis besar faktor yang berpengaruh terhadap
perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor didalam individu (internal) dan
faktor diluar individu (eksternal).
1. Faktor di dalam Individu (Internal)
a. Usia
Hyde dalam psychologymania.com (2012) menemukan bahwa makin dewasa,
makin besar kemungkinan remaja untuk melakukan hubungan seks bebas. Hal
ini dikarenakan pada usia ini adalah potensial aktif bagi mereka untuk
melakukan perilaku seks bebas. Berkaitan dengan usia juga ditemukan bahwa
semakin muda usia pada hubungan seksual yang pertama, maka cenderung
untuk lebih permisif daripada mereka yang lebih dewasa pada hubungan
seksualnya yang pertama. Pada remaja putri, makin muda saat menstruasi
pertama, makin mungkin terjadinya hubungan seks pada remaja. Perubahan
pada hormon yang terjadi seiring dengan menstruasi berkontribusi pada
meningkatkatnya keterlibatan seksual pada sikap dan hubungan dengan
lawan jenis.
b. Sikap Permisif
Faktor didalam individu yang cukup menonjol adalah sikap permisif dari individu yang
bersangkutan (Laksmiwati, Tt). Sikap permisif ini akan muncul ketika remaja merasa paling
menarik secara seksual dan sosial. Artinya, ia merasa banyak disukai oleh orang lain,
terutama lawan jenis.

c. Gender
Remaja puteri lebih menekankan pada kualitas hubungan yang sedang dijalin sebelum
terjadinya seks bebas.

d. Penghayatan Keagamaan
Rendahnya religiusitas dan sikap serba boleh dalam perilaku seks berjalan sejajar seiringan.
Clayton & Bokemier menyatakan, sikap permisif terhadap hubungan seks bebas dapat dilihat
dari
aktivitas
keagamaan
dan
religiusitas
(Rice dalam
psychologymania.com,2012). Penghayatan tentang perintah dan larangan agama saat ini
sangat minim, karena kurangnya pendidikan agama di rumah. Bahkan di sekolah pelajaran
agama hanya diberikan selama dua jam pelajaran dalam satu minggu dan hanya sebatas
pendekatan nilai akademis.

2. Faktor di luar Individu (Eksternal)


a. Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku seks bebas remaja, baik lingkungan
keluarga, teman sebaya (peer group) dan Pacar.

Keluarga

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa


remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang disharmoni
keluarga maka resiko anak untuk berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan
dengan
remaja
yang
dibesarkan
dalam
keluarga
sehat/harmonis. Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli,
antara lain:
(1). Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce). Remaja
yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga tanpa ayah lebih mungkin
untuk mencari hubungan seks bebas sebagai alat untuk menemukan afeksi
dan persetujuan sosial, daripada remaja yang tumbuh dengan adanya ayah.
Peran ayah sebagai figur yang disegani dan penegak aturan tidak ada,
sehingga anak cenderung merasa bebas.
(2). Kesibukan
orang tua,
yang
menyebabkan ketidakberadaan
dan
ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah. Pada keluarga yang berada
di kota besar, merupakan suatu pola kehidupan yang wajar dimana ayah dan
ibu bekerja. Hal tersebut seringkali mengakibatkan kehidupan anak-anak
mereka kurang mendapatkan pengawasan orang tua dan memiliki kebebasan
yang terlalu besar termasuk kebebasan dalam mengeksplorasi masalah
seksual. Padahal ekspresi kebebasan mereka masih membutuhkan bimbingan
agar tetap sesuai dengan standar nilai yang baik dan benar.
(3). Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak
baik (buruk). Baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang
masih menganggap tabu mengenai seks menyebabkan orang tua tidak
terbuka untuk membicarakan masalah seks pada anaknya. Padahal disaat ini
dunia remaja semakin mencari kebebasan. Hal ini cenderung membuat anak
mencari informasi mengenai seksual dari sumber lain, misal teman atau
internet.
(4). Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk
materi daripada kejiwaan (psikologis).
Saudara kandung
Remaja, khususnya remaja puteri dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku saudara
kandung dengan jenis kelamin yang sama.

Teman sebaya (Peers Group)


Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar
teman
sebaya
secara
umum.
Pengaruh
kelompok
teman
sebaya
pada perilaku seksual remaja terjadi melalui dua cara yang berbeda namun
saling mendukung. Pertama, ketika kelompok teman sebaya melakukan seks
bebas, mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks bebas
adalah suatu yang dapat diterima. Kedua, teman sebaya menyebabkan perilaku
seksual satu sama lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi diantara
teman ataupun dengan pasangan seksualnya.
Pacar

Remaja
yang
memiliki
pacar
lebih
mungkin
untuk
melakukan hubungan seks bebas dibanding remaja yang belum memiliki pacar.
Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang
seumurannya memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan
seks bebas, memiliki hubungan dengan lebih banyak pasangan daripada mereka
yang mulai pacaran pada usia dewasa.
(1). Sosial Budaya
Arus globalisasi dan berkembangnya teknologi informasi telah mewarnai
budaya
timur.
Masuknya
nilai
negatif
budaya
barat
mempengaruhi kecenderungan
pergaulan
yang
makin
bebas
antara remaja pria dan wanita dalam masyarakat. Selain itu, lemahnya
kontrol sosial yang cenderung menganggap biasa kejadian hubungan seks
pranikah semakin memperparah kejadian seks bebas dikalangan pelajar.
(2). Penyalahgunaan Teknologi Informasi
Penyebaran informasi melalui media massa yang semakin berkembang
(seperti video kaset, vcd, hp, internet) menyebabkan kebebasan akses
informasi oleh remaja.
AKIBAT SEKS BEBAS
Seks bebas yang dilakukan remaja akan memunculkan permasalahan
dalam kehidupan remaja. Permasalahan yang dihadapi remaja pelaku seks bebas
meliputi permasalahan fisik, psikologis dan sosial. Seks bebas juga cenderung
merusak masa depan remaja terutama remaja perempuan. Menurut Chytia dan
Sarwono dalam Psychologymania.com (2012) seks bebas berakibat sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Kehamilan. Hubungan seks satu kali saja bisa mengakibatkan kehamilan bila
dilakukan pada masa subur/masa ovulasi. Terjadinya kehamilan diluar nikah
khususnya pada remaja perempuan karena saat remaja tersebut melakukan
hubungan seks diluar pernikahan kebanyakan tidak mengetahui masa
suburnya.
b. Aborsi tidak aman. Remaja yang hamil akibat seks bebas merasa belum siap
untuk memiliki anak dan melakukan aborsi pada tempat praktek ilegal tanpa
ditunjang peralatan medis yang memadai. Hal ini mengakibatkan infeksi
bahkan kematian.
c. Terjangkitnya PMS (penyakit menular seksual) berupa bakteri, parasit, jamur,
dan virus. Hubungan seks satu kali saja dapat menularkan penyakit bila
dilakukan dengan orang yang tertular salah satu penyakit kelamin.
2. Psikologis
Remaja yang ketahuan melakukan seks bebas apabila berada dalam
lingkungan (baik keluarga, teman maupun sekolah) yang masih menjaga standar
moral yang tinggi, maka ia akan diliputi malu, takut dan merasa bersalah. Hal ini
biasa dialami remaja perempuanterutama jika terjadi kehamilan. Perasaaan ini
akan membebani dan menyebabkan depresi.

3.

Sosial

Secara sosial, remaja yang melakukan seks pranikah akan mengalami


kesulitan dalam menyelesaikan pendidikan/sekolahnya kejenjang yang lebih
tinggi. Jika terjadi kehamilan dan melahirkan anak, maka akan mengalami
kesulitan dalam mengurus anak. Biasanya usia remaja masih sangat muda dan
tidak mempunyai persiapan. Remaja juga kurang mendapatkan kesejahteraan
yang baik dalam halpendidikan maupun dalam hal kesehatan bagi dirinya sendiri
ataupun anaknya. Biasanya anak yang lahir dari remaja yang tidak mempunyai
persiapan apapun, bila anak yang dilahirkan adalah wanita maka ia akan
berakhir seperti ibunya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perilaku seks bebas dikalangan pelajar merupakan aktifitas seksual
(berciuman, ciuman didaerah leher, menggesekkan alat kelamindan
senggama) yang dilakukan remaja usia sekolah diluar pernikahan. Pada masa
remaja terjadi serangkaian perubahan diantaranya perubahan hormon seksual
yang mengakibatkan munculnya dorongan seksual dan keinginan untuk
mendapatkan kepuasan seksual.Pada masa ini juga ditandai dengan pencarian
identitas diri dan kebebasan.
2. Faktor yang menyebabkan terjadinya seks bebas dikalangan pelajar antara
lain
faktor internal (usia, sikap
permisif dan
gender)
dan
faktor eksternal (lingkungan, sosial budaya, penghayatan keagamaan dan
penyebaran informasi melalui media).
3. Seks bebas dapat mengakibatkan sejumlah permasalahan bagi remaja,
diantaranya permasalahan fisik (kehamilan, aborsi tidak aman, dan penyakit
menular seksual), psikologis (depresi) dan sosial (putus pendidikan dan
kurangnya kesejahteraan).
Saran
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah prilaku seks bebas pada
remaja antara lain:
1. Peran keluarga : a) perlunya kasih sayang, perhatian dan pengawasan yang tidak bersifat
mengekang. Diperlukan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak dengan melakukan
komunikasi yang efektif (seperti menjadi tempat curhat, mendukung hobi yang diinginkan
selama kegiatan tersebut positif); b) pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media
komunikasi dengan mendampingi mereka saat melihat tayangan film; c) keluarga harus
membekali remaja dengan nilai-nilai agama dan standar moral yang kokoh.
2.

Peran sekolah : a) perlu dikembangkan model pembinaan remaja yang berhubungan


dengan kesehatan reproduksi; b) perlu adanya wadah untuk menampung permasalahan
reproduksi remaja yang sesuai dengan kebutuhan, misalnya melalui guru bimbingan dan
konseling; c) perlu disusun kurikulum pendidikan tingkat SLTP maupun SLTA yang
memungkinkan terjadinya proses pendidikan seks pada mata pelajaran biologi dan mata
pelajaran agama.

3. Peran Masyarakat : kontrol dari masyarakat juga diperlukan untuk mengendalikan seks
bebas, karena lingkungan masyarakat merupakan tempat remaja tersebut hidup. Kontrol
sosial tersebut dapat berupa teguran, pengawasan dan juga bimbingan kepada remaja yang
melakukan seks bebas.
4. Peran Pemerintah : perlu adanya sikap tegas dari pemerintah dalam mengambil tindakan
terhadap pelaku seks bebas. Dengan memberikan hukuman yang sesuai bagi pelaku seks
bebas diharapkan mereka tidak mengulangi perbuatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, Siti Qorrotu. 2012. Kekerasan Terhadap Anak Di Kabupaten Pati (Ditinjau
dari Perspektif Psikologi). Jurnal Litbang. Vol VIII (1), 53-61
Amiruclin, Mudjahirin T., Friedha NRK dan Hedi Pujo Santoso. Tt. Kecenderungan
Perilaku
Seks
Bebas
Remaja
Perkotaan.http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/penelitian/detail/182. Diakses 25
Juni 2013
Imaddudin, Aam. 2012. Analisis Perilaku Seks Bebas di Kalangan Pelajar ditinjau
dari
Teori
Psikoanalisis.http://counselinghouse.blogspot.com/2011/04/analisisperilaku-seks-bebas-di.html. Diakses 25 Juni 2013
Laksmiwati,
A. I.A. Tt. Transformasi
Sosial
Dan
Perilaku
Reproduksi
Remaja. http://ceria.bkkbn.go.id/ceria/penelitian/detail/495. Diakses 25
Juni 2013
Putra

K,
Yudha.
2011.
Isu
Seks
Bebas
Butuh
Penanganan
Dini. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/11/04/10093
9.Diakses 1 Juli 2013

Retnowati, Sofia. Tt. Remaja dan permasalahannya. http://www.google.com/url?


sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&ved=0CG0QFjAI&u
rl=http%3A%2F%2Fsofia-psy.staff.ugm.ac.id%2Ffiles
%2Fremaja_dan_permasalahannya.doc&ei=0nvXUeOTDcfYrQfq5IHQAg&us
g=AFQjCNHq_a8bqOhg7jJImY51Q9y8VnL_LA&bvm=bv.48705608,d.bmk.Di
akses 1 Juli 2013
Santrock, J.W. 2007. Perkembangan Anak : Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Yunita,
A. E.
2013.
Masih
SMP
Jadi
Mucikari
dengan
3
Anak
Buah. http://www.beritajatim.com/detailnews.php/4/HKriminal/2013-0609/174369/Masih_SMP_Jadi_Mucikari_dengan_3_Anak_Buah. Diakses 25
Juni 2013
Akibat

Seks
Pranikah
Pada
Remaja.
2012. http://www.psychologymania.com/2012/06/akibat-seks-pranikahpada-remaja.html. Diakses 25 Juni 201)

Pengertian
Seks
2012. http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-seksbebas.html. Diakses 1 Juli 2013

Bebas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2013. http://kbbi.web.id/. Diakses 1 Juli 2013)

BIODATA PENULIS
Siti Qorrotu Aini, lahir 5 Agustus 1985 di kota Pati Jawa Tengah. Sarjana (S1)
Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Psikologi Tahun 2009. Bekerja sebagai
peneliti di Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten
Pati. Email: qurro_two@yahoo.com

FAKTOR PERILAKU SEKSUAL


0

Perilaku seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dorongan seksual,


nilai-nilai sosio kultural dan moral, pengetahuan seksual, dan Fungsi seksual.
Keempat faktor ini sangat erat berkaitan dalam mempengaruhi perilaku seksual
seseorang.[1]

Jikalau dorongan seksual normal maka perilaku seksual juga normal. Tetapi
ekspresi dorongan seksual sangat diatur oleh nilai-nilai sosio cultural dan moral
yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Disisi lain, nilai-nilai agama
sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya yang berhubungan dangen seksualitas.[2]

Banyak contoh bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


yang berhubungan dengan seksualitas pada akhirnya mempengaruhi perilaku
seksual manusia.

Fungsi seksual juga sangat mempengaruhi perilaku seksual. Seseorang


dengan fungsi seksual yang normal, maka perilaku seksualnya berbeda dengan
mereka yang mengalami disfungsi seksual (gangguan fungsi) seksual.

a. Dorongan Seksual

Berdasarkan penelitian oleh Sarlito Wirawan Sarwono yang dilakukan


terhadap 471 remaja Jakarta, dorongan seksual remaja putra lebih besar
dibandingkan remaja putri, dengan rasa keingingtahuan remaja putra yang lebih
tinggi dibandingkan remaja putri tentang seksualita,[3] remaja putra cenderung
lebih terbuka dan fullgar dalam berbagai masalah tentang seksualita, sedangkan
remaja

putri

masih

banyak

ataupun

lebih

berhati-hati

dalam

masalah

seksualitas.

b. Sosio Kultural dan Moral

Merebaknya isu-isu moral sekarang ini terkadang bukan lagi menjadi


masalah ringan karena masalah-masalah seperti ini akan semakin bertambah
pelik dalam tiap tahunnya, terlebih pelaku-pelaku beserta korbannya adalah
kaum remaja terutama para pelajar dan mahasiswa.[4]

Seperti halnya seks bebas, pengaruh kultur dan moralitas sampai detik ini
masih menjadi satu masalah yang teknis dan bukan sebagai refleksi sebagaimana
layaknya moral diaplikasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan.[5]

c. Pengetahuan Seksual

Pengetahuan seksual yang didapat dari remaja lebih banyak dipengaruhi


oleh lingkungan serta pesatnya laju perkembangan teknologi informasi sekarang
ini. Dari penelitian yang dulakukan oleh Sarwono, menemukan bahwasannya
mayoritas responden mendapatkan informasi tentang seksualita melalui teman
yang juga menjadi sember penerangan utama.[6]

Hal ini berbanding terbalik dengan hal yang semestinya, yang menyatakan
bahwa sesungguhnya pengetahuan seksualita harus lebih banyak diperoleh dari
orang tua dan bukan dari orang lain diluar lingkungan keluarga.[7]

d. Fungsi Seksual

Menurut penelitian Sarwono pula ditemukan bahwasannya pengetahuan


remaja tentang fungsi seksual itu sendiri sangat sempit, kebanyakan dari
responden mengatakan bahwa seksual adalah pemenuhan kebutuhan biologis
semata yang dilakukan didalamnya hanya seperti senggama, pacaran, dan
perpaduan alat kelamin. Terlebih dari itu responden tidak memahami aturanaturan yang berlaku sebelum melakukan hal-hal yang berkaitan dengan
seksualita.[8]

[1]

Wimpie Pangkahila, Seks Yang Indah, Kompas, Jakarta, 2001, hlm.


22.

[2]

Ibid., hlm. 23.

[3]

Sarlto Wirawan Sarwono, Pergeseran Norma Perilaku Seksual Kaum


Remaja Sebuah Penelitian Terhadap Remaja Jakarta, Rajawali,
Jakarta, 1981, hlm. 37.

[4]

C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik


Siswa dan Budayanya, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm. 1.

[5]

Ibid., hlm. v.

[6]

Sarlto Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 1994, hlm. 22.

[7]

Ibid.

[8]

Log.Cit., hlm. 21.

- See more at: http://hakamabbas.blogspot.co.id/2014/02/faktorperilaku-seksual.html#sthash.Mvbpi7Qh.dpuf

Anda mungkin juga menyukai