Anda di halaman 1dari 7

Wednesday, November 12, 2008

Yuk.. Mengenal lampu

Hari mingu kemarin saya diminta untuk membeli sebuah lampu oleh bibi yang kebetulan tinggal
bersebelahan. Segera saya meluncur ke Alphamart terdekat (ooops.. maaf..! straight to the name.
he..he..).

Ketika menyerahkan lampu pesanan, bibi spontan komplain. “Lho..koq yang ini sih. Kan mahal.
Lampu biasa bisa dapet tiga”, katanya sambil mengulurkan tangan mengambil lampu hemat
energi (LHE) yang saya beli. “Lhaa.. tadi nggak bilang”, jawab saya singkat malas menjelaskan
kenapa saya membeli LHE ketimbang lampu biasa.

Banyak orang seperti bibi saya. Karena harus repot membagi uang yang ada untuk berbagai
keperluan. Maka berat bagi mereka untuk membeli lampu hemat energi yang memang lumayan
mahal. Uang sebesar itu yang semestinya bisa untuk membeli kebutuhan lain habis hanya untuk
sebuah lampu.

Tapi sebetulnya apakah worth enough uang yang kita keluarkan dengan keuntungan yang nanti
didapat? Jangan-jangan harga lampu tersebut masih lebih mahal dari penghematan yang bisa
dilakukan. Hitung yuk.

Berikut merupakan simulasi perhitungan lampu hemat energy vs lampu pijar (klik untuk
memperbesar gambar):
(sumber : PT. Osram Indonesia)
Tuhkan bisa dilihat. Ternyata betul LHE jatuhnya lebih murah. Tapi nanti dulu. Sebetulnya apa
sih yang membuat LHE lebih hemat daripada lampu biasa. Waah.. untuk menjawab ini harus
merenung dan bersemedi dulu. Mesti bertapa menyendiri ke tempat wingit. Puasa mutih 3 hari 3
malam, dan ndak boleh berhubungan dengan istri selama seminggu.

Istri siapa..? lha sampeyan ajakan belum punya istri.

Istrinya pak RT. He..he..

Sudah..sudah.. jadi bagaimana ini.

Oh iya..
Jadi berdasar wangsit dan penglihatan mata batin saya, secara sederhana begini..

Lampu pijar adalah lampu yang menggunakan filamen untuk menghasilkan cahaya. Filamen
yang paling umum digunakan adalah filamen tungsten.

Saat bola lampu pijar dihidupkan, arus listrik mengalir menuju filamen melewati kawat
penghubung. Apabila energi dari arus cukup besar, maka elektron-elektron pada tungsten akan
menyerap energi kemudian mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Karena
elektron dalam keadaan ini tidak stabil, maka ia akan segera kembali ke bentuk awal dengan
melepaskan foton menghasilkan cahaya. Selain itu filamen ini juga akan menghasilkan panas
yang bisa mencapai 2000 ºC menyebabkan filamen berpijar.

Filemen yang bersuhu tinggi ini jika kontak dengan udara (oksigen) dapat menyebabkan nyala
api, bahkan ledakan. Oleh karena itu lampu pijar dilindungi oleh kaca transparan dan ruang
disekitarnya dibuat vakum. Pada lampu pijar modern, ruang vakum diisi oleh gas inert
bertekanan rendah untuk menghindari penghitaman kaca akibat terlepasnya zat tungsten karena
suhu yang tinggi. Gas yang biasa digunakan adalah Nitrogen, Krypton, dan Argon.

Pada suhu tinggi sebagian filamen tungsten akan menguap dan terkondensasi menempel pada
kaca menyebabkan warna hitam. Hal ini dapat mengurangi terang lampu. Untuk menghindari itu
maka ditambahkan gas inert ke dalam lampu. Partikel tungsten yang menguap akan ditangkap
oleh partikel gas dan menempel kembali ke filamen. Dengan demikian tidak ada tungsten yang
menempel pada kaca menyebabkan warna kaca hitam dan menghalangi cahaya.

Salah satu jenis lampu pijar yang telah menerapkan teknologi ini adalah lampu halogen. Lampu
ini biasa digunakan di kendaraan bermotor.

keterangan gambar:

1. Daya listrik membuat filamen membara. Pada saat filamen membara, tungsten akan
menguap.
2. Tungsten yang menguap, kemudian terkondensasi pada dinding kaca yang lebih dingin.
3. Hal ini terjadi terus menerus selama lampu menyala, sehingga semakin lama kaca lampu
akan terlihat menghitam, kemudian hingga suatu saat filamen tungsten akan terus
menipis dan akhirnya putus, lampu mati.

Dengan adanya gas halogen, partikel tungsten tidak akan menempel pada kaca.
Keterangan Gambar:

1. Terlihat gas halogen diantara gas-gas lainnya dalam lampu halogen. Secara kimia, gas
halogen (butir merah) akan bereaksi dengan uap tungsten (butir hitam) yang kemudian
menghasilkan halida tungsten.
2. Pada saat filamen tungsten membara, tungsten akan menguap.
3. Gas halogen mengikat uap tungsten tadi menjadi tungsten halida.Ketika halida tersebut
menyentuh tungsten filamen yang sedang membara, senyawa tersebut kembali terpecah
dimana gas halogen kembali terlepas sementara tungsten kembali melekat pada filamen
(Halogen-cycle).
4. Siklus ini berulang terus menerus yang menghasilkan cahaya lampu yang stabil dan
umur lampu yang panjang.

Syarat utama untuk terjadinya halogen-cycle adalah suhu permukaan kaca lampu harus sangat
panas. Suhu harus minimal sekitar 250°C hingga 900°C (tergantung besar daya lampu). Jika
suhu kaca lampu berada di bawah itu, maka halogen tidak akan mampu mengikat uap tungsten,
akibatnya tungsten akan melekat pada dinding kaca bagian dalam, hingga lama kelamaan kaca
lampu akan menghitam, dan lampu halogen lebih cepat putus.
Fakta inilah yang menjadi alasan mengapa lampu halogen tidak boleh dipegang pada bagian
kacanya.

Keterangan Gambar:

1. Jari tangan kita selalu meninggalkan sidik jari berupa lapisan lemak tipis.
2. Lapisan lemak yang menempel pada kaca lampu halogen membuat suhu permukaan kaca
lebih dingin dibanding permukaan kaca yang lain. Hal ini karena lemak tadi pada suhu yang
sangat tinggi akan melebur menyatu dengan kaca yang berbahan dasar Quartz sehingga
koefisien muainya menjadi berbeda dengan bagian yang bersih. Jika perbedaan koefisien
muainya sangat besar, bisa menyebabkan kaca pecah.
3. Akibat perbedaan suhu cackle di atas, proses siklus halogen tidak dapat bekerja sempurna.
4. Semakin banyak uap tungsten yang terkondensasi pada kaca lampu, tepatnya pada bagian
kaca yang lebih dingin (ada lemak). Bagian tersebut biasanya akan menjadi berkabut hitam,
abu-abu atau putih.
5. Akhirnya lampu menjadi cepat putus, akibat filamen tungsten yang cepat menipis karena
menguap.
Kelemahan lampu pijar. Bila suhu pada filamen melewati batas kemampuan filamen untuk
menahan panas, filamen sedikit demi sedikit akan meleleh dan selanjutnya putus. Akibatnya
lampu pijar tidak bisa memancarkan cahaya lagi. Umur dari lampu pijar kurang lebih sekitar
2000 jam.

Selain itu kelemahan lainnya adalah sebagian besar energi digunakan untuk menghasilkan panas.
Hanya 10 % dari total energi yang menghasilkan cahaya. Hal ini mengakibatkan lampu pijar
sangat tidak efisien.

Pada lampu hemat energi prinsip timbulnya cahaya adalah fenomena fluorescent. Bagian dalam
lampu diisi dengan gas inert dan sedikit senyawa merkuri. Kaca lapisan dalam dilapisi dengan
phosphor. Pada ujung-ujung lampu terdapat dua elektroda yang berbeda. Saat arus listrik
dialirkan, dari kedua elektroda tadi timbul beda tegangan. Elektron akan meloncat dari elektroda
negatif ke positif. Elektron-elektron ini akan menumbuk atom-atom merkuri dan menaikkan
energi dari elektron sehingga menjadi tidak stabil. Saat kembali ke keadaan normal, elektron
tersebut akan melepaskan photon dengan panjang gelombang ultraviolet. Photon dengan panjang
gelombang ini tidak dapat dideteksi oleh mata kita. Maka photon ini perlu dikonversi sehingga
dapat memproduksi cahaya dengan panjang gelombang visible yang dapat dilihat oleh mata. Nah
disinilah peran dari lapisan phosphor.
Bagian dalam lampu fluorescent

Ketika photon dengan panjang gelombang UV menumbuk atom-atom phosphor, maka elektron-
elektron pada atom phosphor akan menghasilkan energi dengan panjang gelombang visible yang
dapat ditangkap mata. Seingga akan diperoleh cahaya putih yang terang. Dengan sedikit
memodifikasi lapisan phosphor ini akan diperoleh cahaya dengan berbagai warna.

Mekanisme ini hanya memproduksi sedikit panas. Sehingga hampir semua energi yang
digunakan dirubah ke dalam cahaya. Lampu fluoresense ini enam kali lebih efisien dari pada
lampu pijar biasa. Dengan jumlah energi yang sama, lampu ini akan lebih terang ketimbang
lampu pijar.

Namun ada beberapa rumah yang senang menggunakan lampu pijar. Hal ini karena lampu pijar
dapat memberikan kehangatan. Terutama di negara yang mempunyai musim dingin.

Anda mungkin juga menyukai