Anda di halaman 1dari 32

SEORANG LAKI-LAKI 7 TAHUN DENGAN EPIDURAL

HEMATOMA
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan senior Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Taufan Pramadika
Abraham Murya
Khoirul fahrizal
Laura Harinda
Sucy Calara

22010114210144
22010114210145
22010114210148
22010114210135
22010114210137

Dosen Pembimbing :
dr. Sukma Imawati, Sp.Rad

Residen Pembimbing:
dr. Yulita

BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus besar dengan :


Judul

: Seorang laki-laki 7 tahun dengan epidural hematoma

Bagian

: Radiologi

Pembimbing : dr. Sukma Imawati, Sp. Rad


dr. Yulita
Diajukan

: 11 Desember 2015

Semarang, 11 Desember 2015


Residen pembimbing,

Dosen Pembimbing,

dr. Yulita

dr. Sukma Imawati, Sp.Rad

DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................
ii

Halaman Pengesahan .........................................................................................


Daftar isi .............................................................................................................
I.

Pendahuluan ...........................................................................................

II.

Tinjauan Pustaka ....................................................................................

2.1 Anatomi Kepala.................................................................................


2.1.1 Kulit Kepala............................................................................
2.1.2 Tulang Tengkorak....................................................................
2.1.3 Meningen ................................................................................
2.1.4 Otak ........................................................................................
2.1.5 Cairan Serebrospinal...............................................................
2.1.6 Tekanan Intra Kranial..............................................................
2.1.7 Perdarahan Otak......................................................................
2.2 Definisi Cedera Kepala.....................................................................
2.3 Klasifikasi..........................................................................................
2.3.1 Mekanisme cedera kepala.......................................................
2.3.2 Beratnya cedera ........................................................................ 10
2.3.3 Morfologi................................................................................

2.4 Patofisiologi......................................................................................

19

III.

Laporan kasus..........................................................................................

21

IV.

Pembahasan.............................................................................................

27

V.

Kesimpulan.............................................................................................

28

Daftar Pustaka.....................................................................................................

29

iii

BAB I
PENDAHULUAN
Hematoma epidural atau ekstradural hematoma adalah jenis cedera otak
traumatis di mana penumpukan darah terjadi antara duramater (membran luar
yang keras dari sistem saraf pusat) dan tengkorak . Duramater juga mencakup
tulang belakang, sehingga perdarahan epidural juga bisa terjadi pada tulang
belakang. Hematoma epidural sering disebabkan trauma. Kondisi ini berpotensi
mematikan karena penumpukan darah dapat meningkatkan tekanan dalam ruang
intrakranial dan kompres jaringan otak. Tiga persen dari cedera kepala
menimbulkan hematoma epidural, 15-20% dari hematoma epidural adalah fatal. 1
Hematoma epidural bersifat cepat karena biasanya dari arteri dan
tekanannya tinggi. Perdarahan epidural dari arteri dapat bertambah hingga
mencapai ukuran puncaknya pada enam sampai delapan jam pasca cedera,
menumpahkan dari 25 ke 75 cm3darah ke dalam ruang intrakranial.2 Perdarahan
epidural dapat menjadi besar dan menaikkan tekanan intrakranial, menyebabkan
otak bergeser, kehilangan suplai darah. Hematoma yang lebih besar menyebabkan
lebih banyak kerusakan. Hematoma epidural dapat cepat mengompresi batang
otak, menyebabkan ketidaksadaran, sikap yang abnormal dan abnormal refleks
cahaya. 3
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan CT scan dan MRI. Hematoma
epidural biasanya terlihat dalam bentuk cembung karena ekspansinya berhenti di
tulang tengkorak, dimana dura mater erat melekat pada tengkorak. Dengan
demikian perluasan terjadi ke dalam otak seperti yang terjadi pada hematoma
subdural. Bentuk lensa-seperti hematoma menyebabkan munculnya berdarah
ini menjadi lentiform.4 Epidural hematoma dapat terjadi dalam kombinasi
dengan hematoma subdural, atau dapat terjadi sendiri. CT scan dapat mendeteksi
hematoma subdural atau epidural pada 20% pasien tidak sadar. 5
Penyebab paling umum dari hematoma epidural intrakranial adalah trauma,
walaupun perdarahan spontan diketahui terjadi, 10% dari perdarahan epidural
adalah pembuluh darah vena. Epidural hematoma biasanya dihasilkan dari trauma

ke sisi kepala. Hanya 20 sampai 30% dari hematoma epidural terjadi di luar
wilayah dari temporal bone.6
Pada hematoma intrakranial, darah bisa diangkat melalui pembedahan untuk
menghilangkan massa dan mengurangi tekanan pada otak. Hematoma ini
dievakuasi melalui lubang kraniotomi. 7
Pada pasien dengan epidural hematoma, prognosis lebih baik jika ada lucid
interval (waktu kesadaran sebelum kembali koma) daripada jika pasien dalam
keadaan koma saat cedera. Tidak seperti kebanyakan bentuk cedera kepala, orang
dengan epidural hematoma dan Glasgow Coma Scale dari 3 (nilai terendah)
diharapkan untuk membuat hasil yang baik jika mereka dapat menerima operasi
dengan cepat.8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala
2.1.1 Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP, yaitu: skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar, dan
pericranium.9,10 Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah yang sukar
mengadakan vasokonstriksi sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit
kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anakanak. Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit
kepala sampai dalam tengkorak (intrakranial).10

Gambar 2.1 Lapisan Kulit Kepala


2.1.2 Tulang Tengkorak
Terdiri dari kalvaria (atap tengkorak) dan basis kranii (dasar tengkorak).
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang, yaitu frontal, parietal, temporal,
dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun dilapisi
oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai

bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa, yaitu: fossa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fossa media adalah tempat lobus temporalis, dan fossa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.9,10
Fraktur tengkorak adalah diskontinuitas tulang tengkorak disebabkan
oleh trauma. Fraktur kalvaria dapat berbentuk garis/ linier atau bintang/ stelata,
terbuka atau tertutup, dan dapat pula impresi atau non impresi (tidak masuk/
menekan kedalam). Tulang tengkorak terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan
tulang berongga (diploe), dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (tabula
interna) yang mengandung alur-alur arteri meningea anterior, media dan
posterior.9,11

Gambar 2.2 Lapisan Tulang Tengkorak


2.1.3 Lapisan Pelindung Otak / Meningen dan Ruangan
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu:
1. Durameter merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Adanya fraktur dari
tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri meningea, yang
terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural),

dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera


adalah arteri meningea media yang terletak pada fossa temporalis (fossa
media).10,11
2. Arakhnoidmater adalah membran tipis dan tembus pandang, tidak
menempel pada duramater. Karena tidak melekat pada selaput dura di atasnya,
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara
duramater dan arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada
cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan
hebat. Vena-vena otak yang melewati subdural mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma kepala.10,11
3. Piamater adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah
halus dan melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain
hanya menjembatani sulkus. Diantara arakhnoid dan piamater terdapat ruang
subarakhnoid, ruang ini melebar dan mendalam pada tempat tertentu,
merupakan tempat bersikulasi cairan serebrospinal.10,11

Gambar 2.3 Meningen

Bagan 2.4 Skema Anatomi Kepala


2.1.4 Otak
Otak manusia terdiri dari sereberum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falx serebri,
yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer
serebri kiri terdapat pusat bicara yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada
>85% orang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut
sebagai hemisfer dominan. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi
motorik dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara
motorik). Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.
Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung
jawab dalam proses penglihatan9,10.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons, dan medulla
oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat
pusat kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di

bawahnya.10,11 Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan
defisit neurologis yang berat. Serebelum bertanggung jawab dalam koordinasi dan
keseimbangan, terletak dalam fossa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.11
Gambar 2.5 Otak

2.1.5 Cairan Serebrospinalis (CSS)


CSS dihasilkan oleh plexus khoroideus (terletak di atap ventrikel) dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.10
Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
(hidrosefalus komunikans pasca trauma). 10 Angka rata-rata pada kelompok
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.12

Gambar 2.8 Aliran CSS


2.1.6 Tekanan Intra Kranial (TIK)
TIK adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intrakranial, dan
CSS di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Berbagai proses patologis yang
mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan TIK. Kenaikan TIK dapat
menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK
normal pada keadaan istirahat sebesar 10 mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mmHg,
terutama bila menetap berhubungan langsung dengan hasil akhir yang buruk. 10
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu perubahan perilaku,
penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, letargi, defisit neurologis (kelemahan,
rasa baal, perubahan gerak bola mata, penglihatan ganda), muntah proyektil,
kejang.11

2.1.7 Pendarahan Otak


Otak disuplai oleh dua a.carotis interna dan dua
a.vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis
pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus

Willisi.

Vena-vena

otak

tidak

mempunyai jaringan otot didalam dindingnya


yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke
dalam sinus venosus cranialis9,11.
2.2

Definisi

Cedera

Kepala
Cedera kepala adalah
suatu
kepala,

kerusakan
bukan

kongenital

pada
bersifat

ataupun

degeneratif,

tetapi

disebabkan

oleh

serangan/ benturan fisik


dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik12.
2.3 Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu10:
2.3.1 Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

10

2.3.2 Beratnya Cedera


Glasglow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera otak. Komponen yang dinilai pada GCS meliputi eye
opening (E), motor response (M), dan verbal response (V).
1. Cedera kepala ringan (CKR)
Jika GCS antara 14-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30
menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti
fraktur tengkorak, kontusio atau hematom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang (CKS)
Jika GCS antara 9-13, hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit -24 jam,
dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).
3. Cedera kepala berat (CKB)
Jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio
serebral, laserasi atau adanya hematoma atau edema.

Gambar 2.6 Komponen Mata

11

Gambar 2.7 Komponen Motorik

Gambar 2.8 Komponen Verbal


2.3.3 Morfologi
1. Fraktur Kranium
Susunan

tulang

tengkorak

dan

beberapa

kulit

kepala

membantu

menghilangkan tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang


ditransmisikan ke dalam jaringan otak. Fraktur tengkorak dapat terjadi pada
kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan apakah terbuka atau
tertutup, linear atau stelata, depressed atau non depressed. Fraktur basis kranii
sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya memerlukan CT scan
dengan teknik bone-window untuk memperjelas garis fraktur. Tanda-tanda
klinis fraktur basis kranii, yaitu ekimosis periorbital (Racoon eyes sign),
ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran CSS (rinorea, otorea), paresis
nervus fasialis, dan kehilangan pendengaran yang dapat timbul segera atau
beberapa hari setelah trauma10.

12

Fraktura kalvaria terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara


laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya duramater.
Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko perdarahan intrakranial sebesar
400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar10.
2. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Termasuk dalam lesi fokal, yaitu
perdarahn

epidural,

perdarahan

subdural,

kontusio,

dan

perdarahan

intraserebral.10
a. Cedera otak difus
Mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan normal sampai
kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan
kesadaran dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai
beberapa menit dan mungkin mengalami amnesia retro/ antegrad. Cedera
otak difus yang berat biasanya akibat hipoksia, iskemi dari otak karena
syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah
trauma. Cedera aksonal difus (CAD) adalah trauma otak berat dengan
prognosis buruk. Pada CT scan menunjukkan gambaran titik-titik
perdarahan multipel di seluruh hemisfer otak yang terkonsentrasi di batas
area putih dengan abu-abu.10
b. Epidural hematom (EDH)
Adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara tabula interna
dan

duramater.

Paling

sering

terletak

diregio

temporal

atau

temporoparietal dan sering akibat robeknya a.meningea media akibat


fraktur tulang tengkorak. Perdarahan biasanya dianggap berasal arteria,
namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus.
Kadang-kadang, EDH mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama
diregio parietal-oksipital atau fossa posterior. Walaupun EDH relatif tidak
terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera
kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan ditindak
segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak

13

disekitarnya biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada


status pasien sebelum operasi.

Cirinya berbentuk bikonveks atau

menyerupai lensa cembung.

Gambaran radiologi
o

Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan


vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau
vertex juga mungkin diamati.

Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan


epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan
dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena
kecacatan kranium yang lebih besar.

CT-scan
o CT-scan

merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam

o mendiagnosa

perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang

ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema


bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi
tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus mungkin muncul
pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar
mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat.

14

o CSF

tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu

hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin


dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.
o Tanda

densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak

dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan


hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian
menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas
(yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati
sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin
mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level
hemoglobin serum yang rendah.
o Area

lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana

konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural


vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan
aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan
efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus,
rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi
hematom pada lempengan coronal.
o Kira-kira

10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi

intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural,


kontusio serebral, dan hematom intraserebral

15

MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan


cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma
akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

c.Subdural hematom (SDH)


Adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoidmater.
SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30%
penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat
robeknya vena bridging di permukaan korteks serebri. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari SDH biasanya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk dari EDH. Mortalitas umumnya 60%, dapat
diperkecil oleh tindakan operasi yang segera dan pengelolaan medis yang
agresif.
Pencitraan
o Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai subdural
hematom. Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP) lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film, bertujuan untuk
mencari adanya fraktur tulang pada daerah frontoparietotemporal.

16

o CT Scan
Gambaran CT scan pada Subdural hemorrhage akut terdiri dari
hyperdense, homogen, crescentic (bulan sabit), lesi bentuk
contrecoup yang terdapat di hemisfer.

Derajat dari massa,

tergantung dari banyaknya perdarahan yang dapat menyebabkan


trauma pada parenkim cerebrum.

d. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yakni antara lapisan
arachnoidmater dengan piamater. Pada keadaan normal ruang ini berisi

17

cairan serebrospinal (CSF) yang jernih dan tidak berwarna. 14 Penyebab


SAH yang paling banyak adalah karena ruptur aneurisma dan trauma
kepala. Pada usia muda, penyebab utamanya adalah tabrakan kendaraan
bermotor. Pada SAH darah bercampur dengan CSF dan tidak menggumpal
kecuali pada perdarahan yang masif.15,16
Gejala utama pada SAH adalah rasa nyeri hebat yang mendadak. Gejala
lainnya adalah penurunan kesadaran, mual muntah, fotofobia, dan
gangguan penglihatan. Nyeri leher, punggung dan kaki bisa terjadi akibat
rangsang meningeal, tapi muncul beberapa jam setelah perdarahan. Pada
pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan kesadaran, kaku kuduk,
gangguan pergerakan bola mata maupun defisit neurologis lainnya. 14,15,16
Pemeriksaan radiologis yang dianjurkan pada SAH adalah CT Scan tanpa
kontras, yang akan memberikan gambaran hiperdens pada cavum
subarachnoid yang pada keadaan normal tampak hipodens. Gambaran ini
terlihat pada sulcus-sulcus di hemisfer otak, dan tampak lebih jelas pada
cavum subarachnoid yang lebar, terutama di cisterna suprasellar dan
fissura Sylvii. CT Scan dapat mendeteksi SAH dalam hitungan menit
setelah terjadi perdarahan, selain itu juga dapat membedakan antara SAH
karena aneurisma atau karena trauma. Pada trauma, area hiperdens
umumnya terlihat di sulcus otak yang berdekatan dengan gambaran fraktur
di kranium, atau pada sisterna basalis jika penyebabnya merupakan trauma
leher.17,18,19,20

18

e. Kontusio dan perdarahan intraserebral (PIS)


Kontusio serebri sering terjadi (20% 30% dari cedera otak berat) dan
sebagian besar terjadi di lobus frontal dan temporal. Kontusio serebri
dapat dalam waktu beberapa jam atau hari berubah menjadi PIS yang
membutuhkan tindakan operasi. Cara mendeteksi terbaik adalah dengan
mengulang CT scan dalam 12 24 jam setelah CT scan pertama.
PIS adalah perdarahan yang terjadi dalam jaringan (parenkim) otak.
Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan otak yang
menyebabkan pecahnya pula pembuluh darah yang ada di dalam jaringan
otak tersebut. Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan
temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau
pada sisi lainnya (countrecoup). Karena darah keluar ke parenkim otak,
bagian otak di distal perdarahan akan mengalami iskemik dan
menimbulkan gejala stroke.21,22
Gejala yang timbul adalah defisit neurologis fokal tergantung dari letak
perdarahan, yang sering ditemui antara lain kelemahan, kebutaan,
hilangnya sensasi tubuh dan penurunan kesadaran yang terjadi secara tibatiba. Dapat disertai nyeri kepala namun bukan merupakan gejala utama.21
Pemeriksaan radiologis yang dianjurkan pada ICH adalah menggunakan
CT Scan tanpa kontras karena dapat mendeteksi ICH segera setelah

19

terjadinya trauma. Tampak area hiperdens pada parenkim otak yang


dikelilingi oleh area hipodens karena adanya edema. Gambaran ini
memberikan efek pendesakan minimal dibandingkan ukuran area
hiperdens yang tampak, berbeda dengan gambaran massa yang sama-sama
hiperdens tetapi memberikan efek pendesakan lebih nyata pada parenkim
otak.19,20
There is a focal area of haemorrhagic contusion in the
right frontal lobe, with surrounding low density due to
infarction or oedema. This is a frequent location for a
contre-coup injury following a blow to the back of the
head

2.4 Patofisiologi
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
countrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan
dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut countrecoup. Akselarasideselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar

20

saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)
dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari
muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari
benturan (countrecoup).

Gambar 2.12 Mekanisme Coup dan Countercoup

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. AD
Umur
: 7 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat
: Krajan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
No. CM
: C508695
Masuk
: 26November 2014
3.2 ANAMNESIS
Data dasar diperoleh dari alloanamnesis dengan ibu pasien dan catatan medik
di bangsal Rajawali RSUP Dr Kariadi.
a. Keluhan Utama : Nyeri Kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pasca KLL, pingsan beberapa saat, setelah sadar, pasien mengeluh
nyeri kepala hebat dan dibawa ke RSDK
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak terdapat riwayat fraktur tulang tengkorak
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
e. Sosial Ekonomi
c.

Pasien merupakan seorang pelajar tinggal bersama orang tua. Ayah dan ibu
pasien bekerja Penghasilan perbulan Rp.1.500.000,00. Biaya pengobatan
dengan BPJS PBI
Kesan: sosial ekonomi kurang
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik (tanggal 26 November 2014)
Keadaan umum: Baik, kesadaran kompos mentis.
Status generalis:
Tanda Vital
:

Status Gizi

VAS

: 8

Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Napas
Suhu
GCS
BB sekarang
TB
BMI

21

: 113/87 mm Hg
: 110x/menit
: 24x/menit
: 37.0oC (aksiler)
: E3M5V4 = 12
: 23 kg
: 104 cm
: 23.1 kg/m3 (normoweight)

22

Kepala
: Mesosefal, terdapat benjolan di regio frontoparietal
Wajah
: Tidak ada paresthesia
Mata
: Konjungtiva palpebra anemis -/Mulut
: Dalam batas normal
Leher
: Dalam batas normal
Thoraks
:
Pulmo:
Inspeksi : Simetris, statis - dinamis
Palpasi
: Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi
: Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar = vesikuler,
Suara tambahan : hantaran -/-, ronki -/-, wheezing -/Jantung:
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba di spatium interkosta V, 2 cm medial
linea midklavikula sinistra
Perkusi
: Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
:
Inspeksi : datar, gambaran gerak usus (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani, pekak alih (-), pekak sisi (+) normal
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
Genitalia Eksterna
: Laki-laki
Pembesaran nn.ll

: inguinal (-/-)

Ekstremitas
Sianosis
Oedema
Reflek fisiologis

Superior
-/-/+ /+
+/+
-/-

Reflek patologis

-/-

Inferior
-/-/+/+
+/+
-/-/-

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium 26 November 2014
Darah Rutin
Hemoglobin (gr %)
Hematokrit (%)
Eritrosit (juta/mmk)
MCV (fl)
MCH (pg)
MCHC (gr%)

Hasil
11,0
32,3
4
81,0
27,7
34,2

Nilai Rujukan
10-15
36-44
35,4
77-101
23-31
29-36

23

Leukosit (/mmk)
Trombosit (/mmk)

20,38
380,1

5-13.5
150-400

PEMRIKSAN CTSCAN KEPALA TANPA KONTRAS (26 November 2014)

24

KLINIS : CKS GCS 11


-

KESAN :

Tampak lesi hiperdens (CT Number +- 71 HU volum 27,06 ml)


Bentuk bikonveks batas tegas, pada region frontalis dan parietal
kanan yangmemberikan efek masa dan midline shifting ke kiri
serta menyebabkan ventrikel lateralis kanan kiri dan ventrikel III
Ventrikel IV normal
Sulcus corticalis dan fissra sylvii kanan kiri tampak sempit
Pons danserebelum baik
Pada bone window : tampak diskontinuitas linier pad os
frontoparietal kanan

25

EPIDURAL HEMATOM PADA LOBUS FRONTALIS DAN


PARIETAL KANAN (VOLUME 27,06 ml)
TAMPAK TANDA-TANDA PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
FRAKTUR LINEAR PADA OS FRONTOPARIETAL KANAN

1.5 DIAGNOSIS
Fraktur linear os frontoparietal kanan dengan epidural Hematom pada
lobus frontalis dan parietal kanan.
1.6 INITIAL PLAN
- Assesment :
- KU baik, Tensi : 113/67 , N : 108x/menit dan suhu : 36 C.
- IP tx :
- Perbaikan KU
- Infus DS TTS 16 tpm
- Cefixime 50mg/12 jam PO
- Parasetamol K/P 3x1/2 tablet
- Diet bebas
- IP Mx :
- KU/TV
-Edukasi :
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang keadaan pasien.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang prosedur terapi yang akan
dilakukan

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien merupakan korban kecelakaan lalu lintas.Pasien
pingsan beberapa saat, setelah sadar, pasien mengeluh nyeri kepala hebat lalu
dibawa ke RSDK. Keluhan kelemahan otot (-) , penurunan kesadaran (+),
gangguan, tidak ada darah maupun cairan yang keluar dari hidung dan telinga,
mual muntah (-)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan di daerah frontoparietal. Tidak
ditemukan kelainan lain. Pada pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan hasil
dalam batas normal. Pada pemeriksaan CT-scan diperoleh gambaran epidural
hematom pada lobus frontalis dan parietal kanan dengan volume 27,06ml ,
tampak tanda tanda peningkatan intrakanial yang ditandai denga midline shifting.
Pada bone window terdapat gambaran fraktur linear pada os frontoparietal kanan.
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan maka didapatkan bahwa pasien mengalami cedera
kepala sedang dengan GCS 11 dengan epidural hematom dan fraktur linier pada
os frontoparietal namun sudah mengalami perbaikan.
Pasien mendapatkan program craniotomy pada tanggal 26 November
2014. Kemudian dirawat inap dan diberikan infus DS TTS (16tpm), cefexime
50mg tab tiap 12 jam untuk mencegah infeksi, paracetamol tab 3x1 hari hingga
keadaan membaik. Diet yang diberikan adalah diet biasa dalam hal ini diet nasi
dengan lauk pauk, sayur dan buah sesuai kebutuhan.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien tersebut adalah pengawasan
keadaan umum dan tanda vital pasien. Juga perlu dilakukan pengawasan terhadap
hilangnya gejala dan munculnya tanda-tanda perbaikan,tingkat kesadaran, efek
samping terapi, serta laboratorium darah. Perlu direncanakan juga tanggal kontrol
kembali untuk penderita.
Setelah mendapat perawatan, pasien sadar GCS 15, keluhan nyeri (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-), dan keluar perdarahan (-).

27

BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus ini didapatkan seorang anak laki-laki 7 tahun dengan fraktur
linear os frontoparietal dan epidural hematom. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hal ini sudah sesuai
dengan tatalaksana trauma kepala dengan epidural hematom. Pada pemeriksaan
CT-scan diperoleh gambaran epidural hematom pada lobus frontalis dan parietal
kanan dengan volume 27,06 ml , tampak tanda tanda peningkatan intrakanial yang
ditandai denga midline shifting. Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada
pasien ini adalah craniotomy, pemberian obat-obatan (antibiotic, anti nyeri,
infuse)

28

DAFTAR PUSTAKA
1.

Sanders MJ and McKenna K. 2001. Mosbys Paramedic Textbook, 2nd

revised Ed. Chapter 22, "Head and Facial Trauma. Mosby.


2.
University of Vermont College of Medicine. Neuropathology: Trauma to
3.

the CNS. Retrieved on February 6, 2007


Singh J and Stock A. 2006. Head Trauma. Emedicine.com. Retrieved on

February 6, 2007
4.
Downie A. 2001. Tutorial: CT in Head Trauma. Retrieved on February 6,
5.

2007
McCaffrey P. 2001. The Neuroscience on the Web Series: CMSD 336
Neuropathologies of Language and Cognition. California State University,

6.

Chico. Retrieved on February 6, 2007.


Graham DI and Gennareli TA. Chapter 5, Pathology of Brain Damage

After Head Injury 2000. Head Injury, 4th Ed. Morgan Hill, New York
7.
Smith SW, Clark M, Nelson J, Heegaard W, Lufkin KC, Ruiz E (2010).
Emergency department skull trephination for epidural hematoma in patients
who are awake but deteriorate rapidly. J Emerg Med 39 (3): 37783.
8.
Zink BJ (2001). Traumatic brain injury outcome: Concepts for emergency
care. Ann Emerg Med 37 (3): 31832
9. Drake RL., Vogl W., Mitchell AW. 2007. Grays Anatomy for Students.
Elsevier p.769, 782, 785
10.

American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004. Cedera


Kepala. Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli
Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7. hlm.168 193

11.Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk,


(penerjemah). Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta:
EGC: 2006. hlm. 740-59
12.

Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. disitasi dari


http://www.biausa.org/about-brain-injury.htm pada tanggal 27 November
2010.

13.

Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon


Learning System LLC;2003
29

29

14.

Becske T. Subarachnoid Hemorrhage. c2011 [updated 2011 October 20;


cited 2012 March 11]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1164341

15.

Pubmed Health. Subarachnoid hemorrhage. c2012. [updated 2011


February 8; cited 2012 March 11]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001720

16.

Dimitri P. Agamanolis. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial


Pressure. [cited 2012 March 11]. Available from : http://neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.html

17.

Gershon A. Imaging in Subarachnoid Hemorrhage. c2012 [updated 2011


May 27; cited 2012 March 11]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/344342

18.

J. van Gijn, G. J. E. Rinkel. Subarachnoid Haemorrhage: Diagnosis,


Causes and Management. Brain (2001) 124 (2): 249278.doi: 10.1093/brain/124.2.249

19.

Mayil S. Krishnam. CT Emergencies : Head. In: Emergency Radiology.


Available from : http://www.cambridge.org.

20.

Andrew D. Perron. How to Read A Head CT Scan. In : Emergency


Medicine. 1st ed. Canada: Saunders Elsevier; 2012.

21.

UCLA Neurosurgery. Intracerebral Hemorrhage. c2012. [cited 2012 March


11]. Available from: http://neurosurgery.ucla.edu

22.

University of Michigan. Intracerebral Hemorrhage (ICH). c2011. [cited


2012 March 11]. Available from:
http://www.med.umich.edu/1libr/neurosurgery/ICH.pdf

Anda mungkin juga menyukai