Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kematian janin dalam Rahim (KJDR) merupakan kematian janin dalam uterus
dengan usia kehamilan 20 minggu atau lebih dengan berat janin mencapai 500 gram
atau lebih.1
Kematian janin dalam rahim merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin,
kegawatan janin, atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosa sebelumnya. Kematian ini
merupakan trauma berat bagi penderita maupun keluarga, sehingga perlu simpati,
empati, dan perhatian terhadap guncangan emosional yang dialami penderita dan
keluarga.1,2
Insiden kematian janin dalam kandungan berkisar 1% tiap kehamilan. Menurut
penelitian Safarzadeh et al, insiden kematian janin adalah sekitar 88,7 dari 1000 total
kelahiran. Pada penduduk Caucasian sekitar 6%, sedangkan pada negara lainnya ratarata insiden kematian janin dalam rahim sekitar 11%. Data pusat statistik kesehatan
nasional Amerika Serikat menjelaskan angka kejadian KJDR pada tahun 2001 berkisar
6,5 kematian dalam 1000 kelahiran, sedangkan di Indonesia sendiri KJDR merupakan
penyebab kematian perinatal sebesar 50% dari seluruh kematian perinatal.3
Beberapa kondisi pada ibu dan janin sendiri dapat menyebabkan kematian janin
dalam rahim. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, genetik, ilmu fetomaternal dan
neonatal, serta patologi perinatal, beberapa kasus kematian janin dalam rahim yang
dahulu belum diketahui penyebabnya, kini dapat diketahui. Beberapa penyebab yang
bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain faktor plasenta, ibu,
janin dan intrapartum.1,4
terlalu tua (<20 tahun atau >35 tahun); (2) primipara atau multipara; (3) janin laki-laki;
(4) gestasi multiple; (5) penyakit ibu (preeklampsia, eklampsia, diabetes mellitus yang
tidak terkontrol, infeksi TORCH); (6) kompikasi plasenta dan tali pusat (prolaps tali
pusat, previa, abruption) dan (7) malformasi kongenital (> 35% dari semua KJDR).1,3
2.3 Etiologi
Etiologi kematian janin dalam rahim tidak atau belum ditemukan secara pasti.
Beberapa penyebab yang bisa mengakibatkan kematian janin dalam rahim, antara lain:1,4
a. Faktor plasenta, seperti insufisiensi plasenta, infark plasenta, solusio plasenta dan
plasenta previa.
b. Faktor ibu, seperti
incompatability
diabetes
rhesus,
mellitus,
infeksi
(HIV,
hipertensi,
TORCH),
preeklampsi,
eklampsi,
polihidramnion
dan
oligohidramnion.
c. Faktor intrapartum, seperti perdarahan antepartum, partus lama, partus macet, dan
persalinan presipitatus.
d. Faktor janin, seperti prematuritas, postmaturitas, kelainan bawaan dan perdarahan
otak.
e. Faktor tali pusat, seperti prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, vassa previa dan tali
pusat pendek.
2.4 Patofisiologi
Kematian janin pada trimester II dan III bisa disebabkan oleh suatu keadaan akut
(gangguan atau komplikasi tali pusat), subakut (infeksi, insufisiensi uteroplasental) dan
kronik (insufiensi plasental lama, DM, reaksi imunologis).1,2,4
Sebagian besar kematian janin umur kehamilan 14-20 minggu adalah karena
korioamnionitis akut, rendahnya aliran darah uteroplasenta yang kronis, atau gangguan
perkembangan. Berikut akan diterangkan satu persatu penyebab kematian janin dalam
kandungan yang telah diketahui: 1,2,4
2.4.1 Infeksi
Infeksi merupakan faktor risiko signifikan. Wanita hamil terpapar terhadap
penyakit infeksi karena dalam kehidupan sehari-hari erat kaitannya dengan anakanak
yang rentan terhadap penyakit infeksi. Kebanyakan penyakit infeksi pada wanita hamil
mengenai saluran nafas bagian atas dan saluran cerna yang kadangkadang dapat
sembuh tanpa terapi atau dengan terapi antimikroba. Penyakit infeksi tersebut biasanya
tetap terlokalisir dan tidak berefek pada perkembangan janin. Walaupun begitu, ada
organisme yang ikut dalam peredaran darah sehingga menyebabkan infeksi janin. 1,2,4
maka akibat pada kehamilan di bawah 28 minggu seperti abortus dan kematian janin
dalam rahim tidak dibecarakan lebih lanjut.
Akibat infeksi pada janin secara umum dapat berupa :
1. Prematuritas
Persalinan prematur dapat terjadi akibat infeksi
janin
oleh
berbagai
yang
dilakukan
mendapatkan
bahwa
beberapa
virus
dapat
Gejala klinik dari infeksi intrauterin dapat sudah timbul pada saat lahir, segera
setelah lahir atau bertahun tahun kemudian. Gejala gejala ini dapat disebabkan
karena kerusakan jaringan atau perubahan fisiologis sekunder yang timbul akibat
serangan mikroorganisme.
Bayi dengan infeksi rubela, toksoplasma dan sitomegalovirus kongenital mungkin
menunjukkan infeksi yang tersebar di seluruh tubuh pada masa neonatal, seperti
ikterus, hepatosplenomegali dan pneumonia yang terjadi akibat invasi
dan
proliferasi mikroba.
Gejala dari infeksi kongenital biasanya tidak tampak sampai masa neonatal,
walaupun sebenarnya proses yang bertanggung jawab tehadap gejala tersebut
sudah terjadi sejak beberapa minggu sampai beberapa bulan sebelum persalinan.
Pada sebagian bayi baru lahir, gejala yang timbul sangat ringan dan hilang dengan
sendirinya. Bila kerusakan yang timbul saat persalinan luas dan berat, biasanya
bayi akan mati.
Seringkali sulit untuk membedakan apakah infeksi sudah terjadi sejak dalam
kehamilan, pada saat persalinan atau pasca salin. Jika gejala klinik sudah timbul
sebelum masa inkubasi minimal terlewati (misalnya untuk enterovirus 3 hari,
virus rubela dan varicela 10 hari), maka dapat dikatakan bahwa infeksi sudah
terjadi sebelum persalinan. Walaupun begitu, untuk interval dari paparan malaria
pada ibu dengan timbulnya malaria kongenital dapat lebih panjang. Kebanyakan
anak yang terinfeksi HIV saat ini dapat didiagnosis pada usia 6 bulan dengan
menggunakan kultur jaringan, PCR atau pemeriksaan serologik. Lebih kurang
setengah dari bayi yang terinfeksi HIV, memberikan hasil pemeriksaan positif
pada saat lahir. Anak anak dengan hasil pemeriksaan negatif dan kemudian
menjadi positif mungkin terinfeksi pada saat atau beberapa saat sebelum
persalinan.
5. Infeksi pada perkembangan bayi normal
Kebanyakan bayi baru lahir yang terinfeksi virus rubella, T. gondii, CMV dan
HIV sejak dalam kandungan tidak menunjukkan gejala penyakit kongenital. Hal
ini mungkin disebabkan karena infeksi janin oleh organisme dengan virulensi
rendah atau usia kehamilan saat infeksi terjadi. Jika toksoplasmosis atau rubela
kongenital terjadi pada trimester ketiga kehamilan, timbulnya gejala klinis lebih
jarang dibandingkan infeksi pada trimester pertama atau kedua.
Walaupun tidak ada gejala pada masa awal kelahiran, pemantauan sampai
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian tetap diperlukan, karena terkadang
gejala baru dapat dievaluasi setelah anak cukup besar. Gangguan pendengaran
yang ditemukan beberapa tahun kemudian mungkin merupakan satu satunya
manifestasi dari rubella kongenital. Manifestasi lain seperti kegagalan
pertumbuhan, gangguan penglihatan dan disfungsi otak ringan sampai berat yang
lambat diketahui dapat terjadi akibat toksoplasmosis, infeksi rubela dan CMV.
Karena banyak kelainan yang baru jelas setelah anak berkembang dan berhasil
atau gagal mencapai perkembangan fisik dan mental yang sesuai, penting untuk
memantau anak yang lahir dari ibu ibu yang diketahui terinfeksi pada masa
kehamilan.
6. Infeksi menetap pascasalin
Berbagai mikroba penyebab infeksi tetap bertahan dan mengadakan replikasi
dalam jaringan sampai beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi dalam
kandungan. Mekanisme yang bertanggung jawab pada ada atau tidak adanya
infeksi janin kronis dan pascasalin belum seluruhnya diketahui. Sebagai contoh,
virus Rubela, CMV, herpes simpleks dan varicela zoster serta T pallidum, M
tuberculosis, P malaria dan T gondii dapat diisolasi dari berbagai cairan dan
jaringan tubuh anak, baik yang menunjukkan gejala atau tidak, setelah lahir;
untuk jangka waktu yang cukup lama.
7. Kematian Janin Dalam Rahim
Risiko yang paling fatal terjadi akibat infeksi pada janin adalah kematian janin
dalam rahim (KJDR).
2.4.2 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) sering menimbulkan komplikasi selama kehamilan baik
untuk ibu maupun janinnya. Silver et al menemukan bahwa dibandingkan populasi non
diabetik, tingkat kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu meningkat dua kali
lipat pada wanita dengan DM tipe 2. 1,2,4
Kelainan Bawaan Janin (KBJ) tidak meningkat pada DM Gestasional, KBJ
meningkat pada DM Pragestasional karena kadar gula darah yang tinggi perikonsepsi
dapat berpengaruh terhadap organ janin yang sedang tumbuh yang oleh Freinkel disebut
sebagai fuel mediated teratogenesis. 1,2,4
Kematian janin yang tiba tiba pada sekitar 34 -36 minggu kehamilan (unexplained
fetal demise) lebih sering terjadi pada DM Pragestasional, tidak pada DM Gestasional
tanpa penyulit (preeklapmsia). Unexplained fetal demise/death ini diperkirakan akibat
7
kegagalan transport oksigen yang disebabkan edema villi yang diinduksi tekanan
osmotik yang tinggi dari hiperglikemia (osmotically induced villous edema) dan
memang lebih sering terjadi pada yang makrosomia dan hidramnion. 1,2,4
Pertumbuhan Janin Terhambat juga jarang terjadi pada DM Gestasional, kecuali
DM dengan penyulit atau diet yang terlalu ketat, karena tidak terjadi kelainan vaskuler
pada DM Gestasional. Penyulit yang terjadi pada DM Gestasional dapat dibagi menjadi
2 yaitu jangka pendek yaitu makrosomia dengan segala akibatnya pada ibu dan janin /
anak (SC meningkat, trauma persalinan, hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia dan
jaundice) serta jangka panjang yaitu timbulnya DM menetap dan obesitas pada ibu
maupun anak beberapa tahun kemudian. Kepustakaan terakhir juga menyebut adanya
peningkatan kejadian preeklamsia yang pada kepustakaan lama merupakan penyulit DM
Pragestasional karena adanya kelainan vaskuler. 1,2,4
Makrosomia di sini berciri khas yaitu deposisi lemak banyak di bahu dan badan
sehingga memudahkan terjadinya distosia bahu. Makrosomia diakibatkan hiperinsulin
janin - akibat hiperglikemia ibu - yang pada gilirannya berakibat pertumbuhan somatik
yang berlebihan. Banyak bukti yang menyatakan bahwa insulin dan insulin-like growth
factors (IGF -I dan II) merupakan faktor pertumbuhan janin dengan merangsang
diferensiasi dan divisi sel. 1,2,4
kista, variks tali pusat; prolaps tali pusa. Carey dan Rayburn melaporkan bahwa selama
5 tahun lembaga mereka telah mengobservasi adanya kejadian nuchal cord tunggal pada
23,6% persalinan, baik hidup maupun stillborn, dan nuchal cord multipel pada 3,7%
stillborn. 1,2,4
Pada penelitian lain, insiden terjadinya simpul tali pusat sekitar 1%, dan simpul
tersebut menyebabkan angka kematian 2,7%. Hal yang terjadi justru sebaliknya sekitar
0,48% pada populasi tanpa kejadian simpul tersebut. Namun adanya simpul tidak
menjadi tanda pasti akan terjadi kematian janin. Jika simpulnya longgar dan sirkulasi
janin dipertahankan, janin akan selamat, tetapi bila ketat, dapat terjadi kontriksi
pembuluh darah dan sirkulasi janin tidak dapat dipertahankan. Lebih jauh, penurunan
Wharton Jelly pada beberapa bagian tali pusat, khususnya pada insersi plasenta dan
janin, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke janin jika pembuluh darahnya
terlilit cukup keras. 1,2,4
Selain itu, insersi marginal dan velamentosa dapat pula menyebabkan kematian
janin. Insersi marginal hanya terjadi 5-7%, tetapi rentan terhadap ruptur pembuluh darah
atau penekanan sehingga terjadi kematian janin. Insersi velamentosa, yang terjadi
sekitar 1% kehamilan tunggal adalah insersi pembuluh darah tali pusat pada membran
eksternal sebelum masuk ke plasenta. Pembuluh darah ini tidak dilapisi Wharton
sehingga rentan tertekuk, ruptur terpuntir dan meradang jika masuk ke ostium uteri
internum. Penemuan terbaru teknologi USG dapat membantu mengidentifikasi masalah
tali pusat termasuk insersi velamentosa, vasa previa, tali pusat pendek, tali pusat
panjang, dua pembuluh darah tali pusat, simpul sejati dan nuchal cord sehingga
membuat ahli kebidanan mengintervensi saat diperlukan. 1,2,4
Penyebab kematian janin lainnya dapat ditentukan lewat pemeriksaan patologis
pada plasenta. Proses patologis utama dilihat pada plasenta dapat mempengaruhi hasil
persalinan termasuk infeksi bakteri intrauterine, penurunan aliran darah ke plasenta, dan
reaksi imunologis pada plasenta oleh sistem imun ibu. 1,2,4
2.4.5 Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya. 1,2,4
laboratorium
berupa
pemeriksaan
hCG
(Human
Chorionic
Gonadotrophin) urine yang akan menjadi negatif setelah beberapa hari kematian
janin. Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah pemeriksaan ultrasound
(USG), dimana secara visual tidak ditemukan pulsasi jantung janin, dapat ditemukan
deformed or collapsed head dan overlapping the skull bones.5
Pemeriksaan penunjang radiologi umumnya tidak dilakukan, bila dilakukan
sebaiknya setelah 5 hari setelah kematian janin. Pada pemeriksaan radiologi akan
didapatkan tulang kepala (sutura) janin tumpang tindih satu sama lain (tanda
spalding), tulang belakang mengalami hiperrefleksi, tampak gambaran gas pada
jantung dan pembuluh darah janin, dan terdapat edema disekitar tulang kepala2.
Pemeriksaan Laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis KJDR
adalah9 Golongan darah dan Rhesus, hematokrit, fibrinogen, tes fungsi ginjal, tes
fungsi liver, waktu perdarahan, waktu pembekuan, hitung trombosit. 5
Tabel 1. Tes yang direkomendasikan pada KJDR 5
Tes
Alasan tes
Keterangan
Pemeriksaan
darah, Preeklampsia
dan Jumlah platelet untuk
biokimia
komplikasinya
Kegagalan
multi
11
Waktu
pembekuan
fibrinogen plasam
Kleihauer
Perdarahan fetomaternal
Untuk
kemungkinan DIC
Perdarahan fetomaternal
menentukan merupakan
salah
satu
Kleihauer
direkomendasikan
untuk
harus
dilakukan
hapusan serviks)
Serologi
(viral
screen,
Infeksi ibu-janin
keperluan
antibiotok.
Rubella, CMV,
simpleks,
terapi
herpes
Toxoplasma
ada
(berkunjung
Gula darah acak ibu
gejala
ke
area
endemis)
Biasanya diikuti dengan
ketosis berat.
Ibu dengan GDM, gula
darahnya akan kembali ke
toleransi
normal
dalam
12
beberapa
HbA1c ibu
Diabetes
mellitus
jam
setelah
terjadi KJDR.
pada Kebanyakan ibu dengan
kehamilan.
GDM
memiliki
HbA1c
tes
untuk
normal.
Perlu
kehamilan
selanjutnya.
TSH, FT4, FT3
Diindikiasi jika
gangguan
terjadi
pertumbuhan
antibodi
anti- Immune
RBC
haemolytic
disease
Antibody
antiplatelet Alloimune
alloimune ibu
antifosfolipid
trombositopenia
perdarahan
intracranial
yang
Mikrobiologi
plasenta
hapusan
janin
(darah
janin,
ditemukan
postmortem.
Lebih informatif dibanding
serologi
hapusan
terjadi
ibu
untuk
plasenta)
Jaringan janin dan plasenta Gangguan kromosom
untuk
orangtua menolak.
kariotipe
(kulit
otopsi, Menentukan
x-ray, kematian
harus
beruhubungan
13
14
h. Setelah kelahiran anak dicari penyebab kematiannya dan dilakukan evaluasi untuk
kepentingan kehamilan berikutnya.
Catatan:
Inpartu kasep, misalnya : sisa dukun
Seksio sesaria dapat merupakan
pilihan, misalnya : pada letak lintang
16
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas penderita
Nama
: NNK
Umur
: 36 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Hindu
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Swasta
Status perkawinan
: Menikah
Alamat
Tanggal MRS
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: tidak merasakan gerak janin dalam kandunganya
Os merupakan pasien rujukan dari dokter dengan G2P1001 UK 24-25 minggu
T/KJDR. OS datang ke UGD kebidanan 28 Maret 2016 (pukul 19.00 wita) dengan
keluhan tidak merasakan gerak janin dalam kandungannya sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, yaitu kira-kira pk.21.00 (27/3/16). Gerak anak sebelumnya
dikatakan aktif namun sejak 1 hari yang lalu gerak janin dirasakan tidak ada.
Riwayat keluar air dan keluar darah bercampur lendir tidak ada. Riwayat trauma
disangkal oleh penderita.
Riwayat menstruasi
Menarche umur 13 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 4-5 hari
tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 08/10/2015
Tafsiran Persalinan : 15/07/2016
Riwayat perkawinan
Penderita menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama 7 tahun.
Riwayat persalinan
1. Laki-laki, 2800 gram, Spontan, 6,5 tahun
18
2. Hamil ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya di puskesmas sebanyak 6 kali. Pasien
pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1 kali.
Riwayat KB
Penderita tidak memakai KB
Riwayat Alergi
Penderita tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan, minuman dan yang
lainnya.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat penyakit asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes mellitus disangkal
oleh penderita.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: E4V5M6 (CM)
Tekanan Darah
: 110/70
Nadi
: 80 X/menit
Respirasi
: 20 X/menit
Suhu tubuh
: 36,8oC
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 58 kg
BMI
: 22,6 kg/m2
Status lokalis
Kepala
Jantung
Pulmo
: perut membesar dengan striae livide dan tidak tampak bekas luka
operasi.
Auskultasi : His (-) , DJJ (-) dengan doppler, gerakan janin (-)
VT
19
Pelvic score : 1
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (28 Maret 2016)
Hasil DL:
WBC : 10,2 x103/L
HGB
: 13,3 g/dL
: 35,9 %
PLT
: 289 x 103/L
BT
: 2 menit 30 detik
CT
: 15 menit
Monitoring
KIE
: Baik
GCS
: E4 V5 M6
Tekanan Darah
: 100/70mmHg
Nadi
: 82X/menit
Respirasi
: 20X/menit
Suhu tubuh
: 36,2oC
Status general
Kepala
Jantung
Pulmo
20
VT
Pk 9.30 lahir bayi masih terbungkus selaput amnion, dengan berat badan bayi 150
gram. Tali pusat : hematoma (-), lilitan (-)
Evaluasi:
-
Perineum intak
A: Abortus komplit
P : Tx: - Amoxicilin 3 x 500 mg PO
- Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
- Metil ergometrin 3 x 0,125 mg PO
Mx: observasi 2 jam post partum
KIE : mobilisasi dini, vulva hygine
21
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien 36 tahun, Hindu, Bali, merupakan pasien rujukan dari dokter
dengan G2P1001 UK 24-25 minggu T/KJDR, datang ke UGD kebidanan 28 Maret 2016
(pukul 19.00 wita) dengan keluhan tidak merasakan gerak janin dalam kandungannya
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, yaitu kira-kira pk 21.00 (27/3/16). Gerak anak
sebelumnya dikatakan aktif namun sejak 1 hari yang lalu gerak janin dirasakan
menurun.. Riwayat keluar air dan keluar darah bercampur lendir tidak ada. Riwayat
trauma disangkal oleh penderita.
Hari pertama haid terakhir tanggal 8 oktober 2015. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan status present dan general dalam batas normal, pada pemeriksaan abdomen,
tinggi tinggi fundus uteri tepat di umbilikus (20 cm), His (-), DJJ (-) dengan doppler.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan (-), ketuban (+), Bagian terendah
janin tidak teraba jelas dan tidak teraba bagian kecil janin/tali pusat, evaluasi panggul
normal. Berdasarkan data diatas pasien ini didiagnosa sebagai G2P1001 usia kehamilan
24-25 minggu Tunggal KJDR.
4.2 Faktor Predisposisi atau Etiologi
Yang menjadi faktor predisposisi pada pasien ini belum jelas mengingat pada
pasien ini tidak ada riwayat obstetri buruk. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat
penyakit diabetes melittus, hipertensi, asma, jantung sebelumnya. Riwayat jatuh juga
disangkal oleh pasien. Untuk faktor risiko infeksi belum dapat disingkirkan karena
belum dilakukan pemeriksaan penunjang infeksi lainnya. Namun dari anamnesis ibu
menyangkal mengalami demam sebelumnya. Penyebaran infeksi transplasental dari ibu
yang terinfeksi merupakan cara penularan yang paling sering terjadi. Selain itu, terjadi
infeksi bakteri intrauterin karena infeksi bakteri ascenden, dimana bakteri bermigrasi
dari vagina lewat serviks ke dalam ruang amnion yang memicu jalur sitokin yang
berakibat KJDR. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim
yang lebih pasti, sangat diperlukan otopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya
seperti pemeriksaan darah lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan
23
24
Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar, dan juga bila dalam 6-8 minggu belum dilahirkan
maka risiko terjadinya DIC pada ibu akan meningkat. Karena itu pemeriksaan
pembekuan darah harus dilakukan setiap minggu setelah diagnosis ditegakkan. Bila
terjadi hipofibrinogenemia, bahayanya adalah perdarahan postpartum.
25
BAB V
RINGKASAN
KJDR adalah kematian janin tanpa alasan yang jelas pada kehamilan normal tanpa
komplikasi yang terjadi saat umur kehamilan 20 minggu atau lebih atau dengan berat
badan janin 500 gram atau lebih.
Menegakkan diagnosis KJDR pada pasien ini dilihat dari anamnesis pasien berupa
pergerakan bayi tidak ada, perut ibu tidak membesar sesuai umur kehamilan, dari
pemeriksaan fisik tidak adanya denyut jantung janin dan pemeriksaan diagnosis pasti
dengan USG.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat
diperlukan otopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan darah
lengkap bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik janin dan
plasenta, cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis. Pada
pasien ini tidak diketahui penyebab kematian janin dalam rahim, karena dari
pemeriksaan makroskopis bayi tidak ditemukan kelainan kongenital, maserasi belum
terbentuk, Plasenta didapat kesan lengkap, tanpa hematoma dan kalsifikasi.
Prinsip penatalaksanaannya adalah segera terminasi kehamilan bila sudah ada
kepastian diagnosis dan masih bisa menunggu 2 minggu sambil menunggu kepastian
diagnosis dan bila belum inpartu dilakukan induksi partus. Pada kasus ini dilakukan
ripening dan induksi persalinan dengan insersi misoprostol 50 g tiap 6 jam karena
dalam pemeriksaan pada kasus ini ditemukan pelvic score 1.
Pada pasien ini dilakukan monitoring tanda vital dan keluhan 2 jam post partum
serta KIE mobilisasi dini dan vulva hygine. Penting juga dilakukan konseling psikologi
pasien. Dalam perjalanan, tidak ditemukan adanya komplikasi dari KJDR maupun post
partum. Prognosis pasien ini baik karena terminasi dilakukan sebelum lewat 2 minggu
yaitu setelah 1 hari gerak janin tidak dirasakan dan tidak terjadi komplikasi lanjut.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Spong, C.Y., Dashe, J.S., Hoffman,
B.L., Casey, B.M., and Sheffield, J.S. 2014. Williams Obstetrics 24 th edition. New
York: McGraw Hill.
2. Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T., dan Wiknjosastro, G.H. 2010. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka.
3. Safarzadeh A, et al. Intra Uterine Fetal Death and Some Related Factors: A Silent
Tragedy in Southeastern Iran. Pain Relief 3(1). 2014.
4. Silver, R.M., Varner, M.W., Reddy, U. et al. Work-Up of Stillbirth: a Review of the
Evidence. Am J Obstet Gynecol 2007; 196(5): 433444.
5. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Late Intrauterine Fetal Death
and Stillbirth. Greentop Guideline No. 55. October 2010.
6. Anonim. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar.
7. Paulli, R.C. 2010. Umbilical Cord and Stillbirth. WiSSPers Spring 1(2): 93-94.
27