Anda di halaman 1dari 8

Studi Kasus Semen Indonesia: Dari Tiga Menuju Dunia

March 26 2014 | By Marketeers

Setelah setahun berganti nama, perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara ini tetap berhasil
mencatatkan beberapa kinerja yang sangat baik. Salah satu hal yang dapat diamati adalah
pencapaian pada tahun 2013. Di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian Indonesia,
banyak sektor industri yang terkena imbasnya demikian juga pada industri semen. Sebagai
gambaran, pada tahun 2012 pertumbuhan industri semen dapat mencapai 14,5% sedangkan pada
tahun 2013 pertumbuhan industri hanya mencapai 5,5% saja. Hal ini cukup menggambarkan
situasi sulit yang dihadapi para pemain di industri semen Indonesia. Belum lagi berbagai
kebijakan dan situasi lain yang membatasi ruang gerak para perusahaan semen. Contohnya
seperti pembatasan kredit properti, perlemahan nilai tukar rupiah, dan kenaikan harga bahan
bakar yang sedikit banyak memberikan efek domino pada industri itu.
Tapi keadaan ini seakan-akan tidak mampu menghambat ambisi Semen Indonesia untuk menjadi
perusahaan terkemuka di ASEAN. Meskipun situasi lingkungan eksternal tidak kondusif, Semen
Indonesia mencapai pertumbuhan yang relatif tinggi. Sepanjang tahun 2013, Semen Indonesia
berhasil meningkatkan volume penjualan sebesar 27% dan laba bersih sebesar 23%. Meskipun
begitu, BUMN ini tidak hanya berfokus mengejar profit saja tetapi juga ikut memperhatikan
kondisi lingkungan sekitarnya. Hal ini terbukti dari penghargaan proper emas dari Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH), sebuah penghargaan tertinggi di bidang lingkungan untuk perusahaan
di Indonesia.
Meskipun terlihat sangat baik, berbagai pencapaian ini adalah hasil kerja keras selama bertahuntahun. Semen Indonesia telah melalui berbagai rintangan yang datang dari dalam dan luar
organisasi. Belum lagi berbagai tantangan yang akan dihadapi perusahaan ini dalam beberapa
tahun ke depan. Terutama setelah berlakunya AEC 2015.
Konsolidasi Tiga Penguasa Semen
BUMN yang awalnya bernama Semen Gresik ini menghadapi rintangan pertama saat
berintegrasi dengan Semen Padang dan Semen Tonasa. Bagaimana tidak, ketiga perusahaan ini
memiliki sejarah dan unsur kedaerahan yang sangat kental. Sebelum benar-benar terintegrasi
dalam satu rumah, masing-masing perusahaan memberikan penolakan yang sangat keras.
Misalnya Semen Padang yang merupakan pabrik semen tertua di Indonesia sempat memberikan
perlawanan keras. Selama dua tahun, pihak manajemen Semen Padang sempat menolak
mengirimkan laporan manajemen dan laporan keuangan kepada Semen Gresik. Padahal pada
saat itu, Semen Gresik sudah menjadi induk perusahaan. Ketika diadakan restrukturisasi jajaran
direksi, Dwi Soetjipto yang kala itu baru menjabat Direktur Utama Semen Padang (kini sebagai

Dirut Semen Indonesia) bahkan tidak dapat masuk ke kantornya sendiri. Perlawanan ini
melibatkan hampir semua karyawan yang berdemonstrasi selama empat bulan.
Di lain pihak, Semen Tonasa pernah memberikan perlawanan yang serupa. Pada Juni 2002,
ribuan karyawan menolak hasil RUPS yang mengangkat tiga direksi baru. Alasannya karena
ketiga direksi ini berasal dari jajaran direksi Semen Gresik yang bukan dari aspirasi karyawan.
Seluruh karyawan merasa Semen Tonasa tidak boleh dicampuri oleh manajemen orang luar
Tonasa. Asal tahu saja. BUMN yang diresmikan pada tahun 1968 ini dulu merupakan simbol
dukungan pemerintah terhadap pembangunan di kawasan timur Indonesia. Terutama pada saat
terjadi konfrontasi perebutan Irian Barat dari tangan Belanda.
Bahkan Semen Gresik yang sebelumnya menjadi holding company pun mendapat penolakan dari
masyarakat, terutama menjelang pergantian nama menjadi Semen Indonesia. Sejumlah tokoh
masyarakat berpendapat bahwa mengganti nama Semen Gresik menjadi Semen Indonesia sama
dengan mengabaikan sejarah dan melukai hati masyarakat Gresik.
Dari sini dapat kita lihat kesulitan yang dihadapi pihak manajemen dalam mengintegrasikan
ketiga perusahaan ini dalam satu rumah saat itu. Jangankan membuat perencanaan,
mempertemukan suara antara ketiga BUMN ini bukan main sulitnya. Jangankan meningkatkan
pendapatan, menjalankan kegiatan operasional pun sangat sulit.
Perubahan Paradigma Berpikir
Singkat kata, pihak manajemen berhasil mengintegrasikan ketiga BUMN ini. Namun upaya
keras masih terus harus dilakukan seperti sinergi dan inovasi yang dilakukan terus menerus.
Tidak hanya itu, agar dapat lebih berkembang Dwi Soetjipto pun tersadar harus ada perubahan
paradigma berpikir. Terlebih lagi karena perubahan berbagai situasi di luar perusahaan seperti
persaingan yang semakin meruncing.
Selama bertahun-tahun sebelumnya, ketiga perusahaan selalu berfokus pada segi produksi.
Terutama pada masa orde baru, ketika pengaruh pemerintah sangat besar pada pembagian
wilayah distribusi semen. Sehingga, setiap perusahaan dapat dengan nyaman mengelola
penyebaran distribusi di wilayahnya masing-masing. Kondisi ini membuat ketiga BUMN ini
hanya memikirkan kapasitas produksi pabrik. Bila ditanya berapa target penjualan yang hendak
dicapai, para pemain di industri semen biasanya menjawab tergantung target produksi yang
hendak dicapai.
Kesadaran ini muncul karena Indonesia adalah pasar yang menarik sehingga banyak pemain
yang lebih serius menggarap pasar semen di Indonesia. Sejumlah pemain swasta baik dalam
maupun luar negeri tidak henti-hentinya memperkuat penguasaan pasar. Belum lagi pemain luar
negeri seperti dari China dan Thailand yang sangat ingin masuk ke pasar Indonesia.

Karena itulah, salah satu yang dilakukan beberapa tahun terakhir adalah dengan mengganti
paradigma berpikir. Dari yang awalnya berfokus memperbaiki sisi produksi saja menjadi
memperhatikan sisi pemasaran perusahaan. Hal ini terwujud dalam berbagai aktivitas yang
dilakukan. Salah satu di antaranya dengan memperhatikan persepsi masyarakat terhadap
perusahaan. Saat ini Semen Indonesia secara berkelanjutan bersinergi dalam melakukan
distribusi, promosi, dan juga semakin serius menggarap isu lingkungan hidup. Maka tak heran
BUMN ini menyabet penghargaan proper emas seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Menuju Dunia Melalui ASEAN

Menjelang Asean Economic Community 2015, Semen Indonesia pun hendak


melakukan ekspansi pasar ke beberapa negara lain di ASEAN. Tapi hal ini tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Beberapa negara seperti Vietnam dan

Thailand telah mengalami surplus pasokan semen. Kondisi ini tentu membuat para
pemain di kedua negara mengekspor produk-produknya ke pasar potensial luar
negeri. Salah satunya adalah Indonesia.

Oleh karena itu, dalam beberapa tahun mendatang Semen Indonesia harus mampu
mempertahankan posisinya sebagai market leader di pasar domestik sekaligus mulai merambah
pasar negara lain. Agar lebih efektif, tentu Semen Indonesia harus memiliki fasilitas produksi di
lokasi yang strategis. Beberapa tindakan telah dilakukan, di antaranya dengan mengakuisisi
Thang Long Cement di Vietnam. Dengan fasilitas produksi ini, Semen Indonesia mampu
merambah negara tetangganya seperti Laos, Kamboja, dan Singapura.
Tidak hanya itu, Semen Indonesia juga akan merambah Myanmar pada tahun ini. Dengan
memiliki basis produksi di Myanmar, BUMN ini dapat masuk ke dalam tujuh dari sebelas negara
di ASEAN. Bila kita coba telisik lebih mendalam, keputusan Semen Indonesia untuk mendirikan
basis produksi di Myanmar sangat tepat. Myanmar menyimpan potensi yang sangat besar karena
lokasinya yang berdekatan dengan 40% penduduk dunia dari lima negara berkembang. Kelima
negara itu adalah Bangladesh, China, India, Laos, dan Thailand.
Memang Semen Indonesia tidak sendirian di pasar ASEAN. Saat ini beberapa perusahaan
multinasional sudah mengembangkan sayapnya di kawasan yang cantik ini. Sebut saja Holcim,
Lafarge, Cemex, dan Heildelberg yang sudah memiliki perencanaan peningkatan produksi.
Belum lagi pemain lain yang mungkin tergiur masuk ke ASEAN. Meskipun demikian, Dwi
Soetjipto tetap optimis dapat membawa Semen Indonesia menjadi perusahaan berkelas dunia
yang membanggakan Indonesia.
PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa lingkungan eksternal seperti pembatasan kredit property, perlemahan
nilai tukar rupiah dan kenaikan harga bahan bakar dapat memberikan efek pada industri
semen Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan kegiatan pemasaran industri tersebut.
2. Apakah perubahan paradigma berfikir dari production focus menjadi marketing focus
membawa dampak bagi keberhasilan semen Indonesia saat ini dan di masa yang akan
datang?
3. Perubahan brand yag dilakukan sebagai akibat penggabungan tiga perusahaan apakah
memiliki pengaruh dalam pemasaran produk tersebut dan bagaimanakah saran saudara
dalam meningkatkan potitioning brand tersebut
4. Apa analisa Anda terhadap lingkungan bisnis yang dihadapi Semen Indonesia menjelang
AEC 2015?

Case Study: Jakarta Eye Center, Pelayanan Ala Hotel


May 06 2014 | By Marketeers

Ada sesuatu yang berbeda dari Jakarta Eye Center. Baru saja hendak membuka pintu mobil,
petugas keamanan begitu sigap membukakan pintu dan mengantarkan pengunjung ke pintu
masuk. Tidak hanya itu, begitu memasuki area lobby, sosok penyambut tamu begitu ramah
melayani keperluan setiap pengunjung.
Berbeda dengan pusat pelayanan kesehatan lain yang biasanya menimbulkan kesan
menyeramkan, di area pintu masuk JEC Kedoya, Anda akan mendengarkan alunan musik klasik
dari piano, desain interior yang menyerupai hotel, dan pelayanan yang ramah dari frontliners.

Tentu hal ini akan membuat nyaman para pasien yang mengunjungi JEC. Suasana seperti ini
memang dibutuhkan para pasien yang biasanya memiliki anxieties and desires lebih tinggi
dibanding konsumen industri lainnya.
Di sisi lain, JEC memang dikenal sebagai pusat pelayanan mata yang terus berinovasi. Buktinya,
pada beberapa waktu yang lalu JEC menjadi pionir pusat pelayanan LASIK di Indonesia.
Berbagai peralatan dan penerapan tekonologi juga terus diperbaharui agar dapat mengikuti
teknologi terbaru. Untuk meningkatkan keahlian staf medis, JEC dengan rutin mengirimkan staf
medis untuk mengikuti berbagai pelatihan di luar negeri. Standar pelayanan kesehatan di JEC
Kedoya pun dirancang dengan memperhatikan standar pelayanan internasional. Memang pada
tahun ini diharapkan JEC dapat memperoleh akreditasi internasional Joint Commission
International (JCI) agar dapat bersaing dengan rumah sakit internasional lainnya.

Pelayanan Mata Satu Atap


Dengan usia yang telah mencapai 30 tahun, JEC bukan pemain baru di Indonesia. Mimpi ini
dimulai sejak empat pendiri bekerja dalam unit mata di Metropolitan Medical Center (MMC).
Setelah beberapa tahun lamanya, keempat ophthalmologists ini merasa bahwa fasilitas di MMC
tidak mencukupi lagi.
Berbekal keberanian dan untuk tujuan efisiensi, keempat dokter memutuskan untuk mendirikan
tempat praktek bersama yang dinamakan Klinik Mata Jakarta (KMJ). Secara resmi pada tanggal
1 Februari 1984, Djoko Sarwono, Darwan M Purba, Prof. Istiantoro, dan Bondan Hariono pun
menyewa gedung di daerah Menteng dengan fasilitas tiga ruang pemeriksaan dan satu ruang
operasi untuk penanganan tanpa rawat inap.
Tapi kondisi ini pun hanya sanggup bertahan tiga tahun lamanya karena banyaknya pasien yang
perlu ditangani. Sehingga pada tahun 1987, KMJ memutuskan untuk pindah ke gedung baru di
Menteng dengan tambahan dua ruang operasi. Namun karena permintaan yang begitu besar,
KMJ pun terpaksa pindah kembali ke gedung yang lebih besar di Jalan Cik Ditiro 46, Menteng.
Dan pada saat inilah, tim manajemen puncak melakukan rebranding menjadi Jakarta Eye Center.
Dengan nama yang baru, JEC memiliki ambisi sebagai pusat pelayanan yang menyediakan
fasilitas terlengkap untuk penanganan mata. Dan, pada tanggal 2 April 2012, JEC pun mulai
mengoperasikan pusat pelayanan kesehatan di Kedoya. Berbeda dengan gedung-gedung
sebelumnya, JEC Kedoya dibangun mengikuti standar internasional JCI.
Pada saat melakukan rebranding, tim manajemen puncak pun memutuskan untuk memakai nama
JEC, bukan Jakarta Eye Hospital atau alternatif lainnya. Rupanya pada saat itu, JEC memang
telah diproyeksikan untuk menjadi pusat pelayanan kesehatan yang bukan hanya memiliki
spesialisasi saja tetapi juga sub-spesialis untuk pelayanan mata. Hal inilah yang menjadikan JEC

memiliki daya saing tinggi dibandingkan pusat pelayanan kesehatan sejenis. Hal ini dapat dilihat
dengan jelas melalui program pelayanan terintegrasi JEC yang terbagi menjadi 7 sub-spesialis.
Dengan fasilitas yang lengkap dan layanan terintegrasi, JEC menyediakan konsep layanan One
Stop Service. Dengan kata lain, semua jenis perawatan kesehatan mata dapat ditangani JEC
tanpa harus merujuk pada rumah sakit lainnya. Untuk itu, JEC pun sadar untuk selalu berupaya
mengikuti perkembangan teknologi terkini dan membangun kemampuan staf medis secara
berkelanjutan.

Care with Experience


Konsumen (baca: pasien) dari industri pelayanan kesehatan memang memiliki kondisi yang
berbeda dibandingkan konsumen industri lainnya. Karena mengandung risiko yang lebih tinggi,
pasien industri pelayanan kesehatan cenderung memiliki anxieties and desires yang lebih tinggi
dibandingkan konsumen industri lain.
Contohnya: ketika konsumen membeli sebuah produk seperti televisi misalnya. Risiko yang
paling besar, televisi yang dibeli tidak dapat berjalan dengan baik. Kerugian diderita konsumen
sebatas hanya pada uang yang dikeluarkan. Tapi bagaimana dengan pasien pelayanan LASIK?
Risiko paling besar bukan hanya dari sisi finansial, tetapi juga langsung memengaruhi kondisi
fisik dan mental dari pasien bukan? Hal inilah yang disadari oleh JEC.
JEC berusaha sedapat mungkin untuk membuat pasien dan keluarga nyaman selama
mendapatkan pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkannya, JEC berupaya menciptakan suasana
yang sangat nyaman. Contoh nyatanya JEC Kedoya telah mengadopsi perkawinan dari konsep
Hospitel (HOSPItal with a classy hotEL service) Maka tidak heran bila moto yang diusung pun
berbunyi Care with Experience
Dalam menyampaikan pelayanan kepada pasien, JEC selalu berupaya memberikan yang terbaik.
Mereka tersadar bahwa salah satu anxieties terbesar adalah saat pasien menjalani operasi. Ketika
sedang menunggu, keluarga pasien seringkali menjadi sangat gelisah dan hanya pasrah
menunggu hasil operasi. Sadar akan hal ini, JEC pun kembali berinovasi dengan merancang
kamar operasi yang dapat dilihat langsung oleh keluarga pasien. Dengan demikian keluarga
pasien yang sedang menunggu dapat melihat langsung jalannya operasi dari tahap ke tahap.
Tidak hanya itu, pasien juga dapat menyimpan rekaman jalannya operasi.
JEC juga menyadari bahwa seringkali anxieties and desires anak kecil sangat besar ketika
diminta untuk menunggu. Oleh karena itu, JEC merancang sedemikian rupa agar ruang tunggu
untuk pasien anak kecil cukup menarik. Caranya dengan menyediakan berbagai aneka permainan
yang cukup menarik yang tentu dapat menghibur anak-anak. Tujuannya agar JEC tidak
dipersepsikan seperti rumah sakit pada umumnya yaitu, tempatnya orang sakit.

Tantangan JEC
Meskipun selama ini berjalan dengan baik, beberapa tahun ke depan JEC akan menghadapi
tantangan yang cukup besar. Industri pelayanan kesehatan memiliki prospek yang cukup cerah
dalam beberapa tahun ke depan. Tidak hanya karena pasarnya yang besar, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pun relatif sangat tinggi dibandingkan negara lain. Hal ini tentu mendorong daya beli
masyarakat pada umumnya. Dengan taraf kehidupan yang lebih baik, semakin banyak
masyarakat yang akan semakin peduli dengan kesehatan. Hasil akhirnya, semakin banyak pula
masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan kesehatan. Tidak hanya untuk mengatasi
penyakit yang diderita, tetapi melakukan preventif atau bahkan mempercantik diri.
Prospek yang cerah ini tentu dilihat juga oleh penyedia layanan nasional dan juga internasional.
Bila diperhatikan, semakin banyak pusat pelayanan kesehatan yang didirikan untuk
mengakomodir permintaan besar dari masyarakat. Sebagai gambaran, pada tahun 2005 jumlah
rumah sakit di Indonesia tidak sampai 1.000. Tapi pada tahun 2014, Kementerian Kesehatan RI
mencatat Indonesia telah memiliki 2.293 rumah sakit. Mayoritas di antaranya adalah swasta yang
berorientasi pada profit.
Dengan kondisi ini pun Indonesia masih kekurangan pelayanan kesehatan. Sebagai gambaran,
dengan skala satu tempat tidur RS untuk 1.000 penduduk. Indonesia masih kekurangan 40.000
tempat tidur di RS. Jadi kita bisa melihat bahwa masih banyak ketimpangan antara permintaan
dan ketersediaan pelayanan kesehatan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini lah yang menjadi
salah satu pertimbangan dari banyak penyedia pelayanan masyarakat baik dari domestik dan
internasional untuk masuk ke pasar Indonesia. Tentu perubahan situasi lingkungan ini akan turut
mempengaruhi JEC beberapa tahun mendatang.

Pertanyaan:
1. Apa yang menjadi Positioning-Differentiation-Brand (PDB) dari JEC pada saat ini?
Apakah JEC perlu melakukan perubahan PDB dalam beberapa tahun ke depan?
2. Identifikasi perubahan lingkungan yang dapat memebrikan peluang bagi usaha kesehatan
terutama JEC guna perkembangan pemasaran dimasa yang akan datang
3. Bagaimana pendapat anda atas pelayanan ala hotel yang dilakukan JEC dana apakah hal
tersebut dapat memengaruhi kesuksesan perusahaan tersebut
4. Strategi pemasaran apa yang dapat saudara sarankan kepada JEC sebagai perusahaan
yang memberikan pelayanan (jasa)

Anda mungkin juga menyukai