Kelompok B8
Ketua
Sekretaris
Anggota
(1102013230)
(1102013195)
(1102012172)
(1102013166)
(1102013184)
(1102013239)
(1102013260)
(1102013300)
(1102013320)
(1102012175)
SKENARIO 3
PERDARAHAN PERVAGINAM
Seorang wanita umur 35 th berobat ke poliklinik kebidanan dengan keluhan keluar darah
dari vagina, dan berbau. Pasien mempunyai tiga orang anak, terkecil umur 6 tahun. Dari
pemeriksaan sensorium komposmentis dan vital sign dalam batas normal. Haid teratur, tiap
bulan, lama 7 hari. Dokter meminta perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi
pemeriksaan.
Pemeriksaan perut, inspeksi, palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitupula vulva
tidak ada kelainan. Inspekulo: dinding vagina dalam batas normal, servik membesar
berbenjol, berdarah. Vaginal toucher: servik membesar, berbenjol, contact bleeding (+),
uterus sebesar telor bebek, mobile, ovarium tidak membesar. Untuk menegakkan
diagnosis, dokter melakukan pemeriksaan penunjang.
Hipotesis
Seorang wanita 35 th menderita infeksi virus HPV yang disebabkan oleh kontak seksual
sehingga menyebabkan serviks membesar dan terdapat benjolan. Diperiksa dengan vaginal
toucher, pap smear, USG, biopsi, petanda tumor, dan CT scan didapatkan hasil yang
menunjukkan bahwa pasien menderita ca cervix. Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah
bedah, kemoterapi, radioterapi, dan terapi suportif.
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Pervagina
2. Memahami dan menjelaskan Kanker Serviks
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Epidemiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Patofisiologi
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Diagnosis danDiagnosis Banding
2.8 Tatalaksana
2.9 Komplikasi
2.10 Pencegahan
2.11 Prognosis
3. Memahami dan menjelaskan etika dalam pemeriksaan menurut ajaran islam
1 Korpus luteum persistens Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madangkadang bersamaan dengan ovarium yang membesar.Sindrom ini harus
dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan
hasilpemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteumpersistens dapat menimbulkan pelepasan
endometrium yagn tidak teratur (irregular shedding).Diagnosis ini di buat
dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut
Mc.Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi
2 Insufisiensi korpus luteum. Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau
polimenore. Dasarnya ahlakurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
realizing factor. Diagnosisdibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaranendometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3 Apopleksia uteri Pada wanita dengan hipertensi dapat terjado pecahnya pembuluh darah dalam
uterus.
4 Kelainan darahSeperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme
pembekuan darah.
1.5. Diagnosis
Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh
siklus yangpendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan ( banyak
atau sedikit-sedikit,sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya. Pada
pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke
arahkemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan
terhadapsalah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk
melakukan pemeriksaandengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada
pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu). Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan
diagnosis. Pada wanitaumur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan
terganggu, polip, miomasubmukosum, Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan
tidak mengganggu kehamlan yang masihbisa diharapkan. Pada wanita
pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalahuntuk memastikan ada
tidaknya tumor ganas.
2.
Etiologi
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) resiko tinggi merupakan faktor etiologi kanker
serviks. Pendapat ini juga ditunjang oleh berbagai macam penelitian. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer (IARC)
terdapat 1.000 sampel dari 22 negara serta didapatkan adanya infeksi HPV pada sejumlah
99,7% kasus kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang meliputi 10.000 kasus
didapatkan 8 tipe HPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 dan
35. Penelitian kasus kontrol dengan 2.500 kasus karsinoma serviks dan 2.500 perempuan
yang tidak menderita kanker serviks sebagai kontrol, deteksi infeksi HPV pada penelitian
tersebut dengan pemeriksaan PCR. Total prevalensi infeksi HPV pada penderita kanker
serviks jenis karsinoma sel skuamosa adalah 94,1%. Prevalensi infeksi HPV pada
penderita kanker serviks jenis adenokarsinoma dan adenoskuamosa adalah 93%. Penelitian
pada NIS II atau III mendapatkan infeksi HPV yang didominasi ole tipe 16 dan 18.
Progresifitas menjadi NIS II atau III setelah menderita HPV berkisar 2 tahun. (Andrijono,
2007)
HPV merupakan kelompok virus dari family Papovaviridae. Berukuran kecil, tidak
memiliki envelope, dengan diameter sekitar 55 nm. Kapsid berbentuk isohedral, yang
tersusun atas 72 kapsomer. Setiap kapsomer mengandung minimal 2 protein kapsid, L1
(protein kapsid mayor) dan L2 (protein kapsid minor). (Eileen M. Burd, 2003)
HPV dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, kelompok resiko rendah dengan
kelompok resiko tinggi. Kelompok resiko rendah terdiri atas HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan
44. Sedangkan kelompok resiko tinggi terdiri atas HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51,
52, 56 dan 58. (Andrijono, 2007)
Faktor Resiko
Faktor Risiko yang Telah Dibuktikan
Hubungan Seksual
Karsinoma serviks diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual. Beberapa
bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit
ini. (Iman Rasidji, 2009)
Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan partner seksual yang banyak dan wanita
yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker
serviks. Karena sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa
maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena
kanker serviks lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun
jumlah partner seksual, adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker serviks. (Iman
Rasidji, 2009)
Karakteristik Partner
Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya
dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa
pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan partner yang
melakukan seks berulang kali. Selain itu, partner dari pria dengan kanker penis atau
partner dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan
risiko kanker serviks. tidak tepat dapat pula meningkatkan risiko. (Iman Rasidji, 2009)
Riwayat Ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks, hamil
di usia muda dan jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat dapat
meningkatkan resiko. (Iman Rasidji, 2009)
Dietilstilbesterol (DES)
Hubungan antara clear cell adenocarcinoma serviks dan paparan DES in-utero telah
dibuktikan. (Iman Rasidji, 2009)
Agen Infeksius
Mutagen pada umumnya berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui hubungan seksual
seperti Human Papilloma Virus (HPV) dan Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV 2).
(Benedet 1998; Nuranna 2005)
Human Papilloma Virus (HPV)
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab neoplasia servikal. Karsinogenesis pada kanker serviks sudah dimulai sejak
seseorang terinfeksi HPV yang merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang
menyebabkan terjadinya gangguan sel serviks. (Iman Rasidji, 2009)
Ada bukti lain yaitu onkogenitas virus papiloma hewan; hubungan infeksi HPV serviks
dengan kondiloma dan atipik koilositotik yang menunjukkan displasia ringan atau sedang;
serta deteksi antigen HPV dan DNA dengan lesi servikal. (Iman Rasidji, 2009)
HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan diplasia ringan yang sering regresi. HPV tipe
16 dan 18 dihubungkan dengan diplasia berat yang jarang regresi dan seringkali progresif
menjadi karsinoma insitu. Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang
menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS). (Iman Rasidji, 2009)
Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV risiko-tinggi dan 80% akan
menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS. HPV akan hilang dalam waktu
6-8 bulan. Dalam hal ini, respons antibodi terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan. Dua
puluh persen sisanya berkembang menjadi NID dan sebagian besar, yaitu 80%, virus
menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Oleh karena itu, yang berperan adalah
cytotoxic T-cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi
infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3,
dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak
berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif, tetapi menjadi NIS 1 dan beberapa
menjadi NIS 2. Infeksi HPV risiko-rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3
atau karsinoma invasif. (Iman Rasidji, 2009)
Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, interval antara NIS 1
dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan kalau dihitung dari infeksi HPV risikotinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini, di samping
terkait dengan infeksi HPV risiko-tinggi persisten dan faktor imunologi (respons HPVspecific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari
sel yang terinfeksi. Dalam hal, ini faktor onkogen E6 dan E7 dari HPV berperan dalam
ketidakstabilan genetik sehingga terjadi perubahan fenotipe ganas. (Iman Rasidji, 2009)
Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi
keganasan. Oncoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan
fungsinya. Sementara itu, oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb. Ikatan ini menyebabkan
terlepasnya E2F yang merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa
kontrol. (Iman Rasidji, 2009)
Virus Herpes Simpleks
Walaupun semua virus herpes simpleks tipe 2 (HPV-2) belum didemonstrasikan pada sel
tumor, teknik hibridisasi insitu telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada
sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. DNA sekuens juga telah diidentifikasi
pada sel tumor dengan menggunakan DNA rekombinan. (Iman Rasidji, 2009)
Diperkirakan, 90% pasien dengan kanker serviks invasif dan lebih dari 60% pasien dengan
neoplasia intraepitelial serviks (CIN) mempunyai antibodi terhadap virus. (Iman Rasidji,
2009)
Lain-lain
Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.
Namun, infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multipel partner dan
tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung. (Iman Rasidji,
2009)
Merokok
Saat ini terdapat data yang mendukung bahwa rokok sebagai penyebab kanker serviks dan
hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada serviks (bukan
adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi
mukus serviks telah ditunjukkan pada perokok) atau melalui efek imunosupresif dari
merokok. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari
mulut rahim pada wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak DNA sel epitel
skuamosa dan bersama infeksi HPV dapat mencetuskan transformasi keganasan. (Iman
Rasidji, 2009)
Faktor Risiko yang Diperkirakan
Kontrasepsi Oral
Risiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan dengan
kontrasepsi oral. Bagaimanapun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak
semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko dengan mengontrol pengaruh kegiatan
seksual. Beberapa studi gagal dalam menunjukkan beberapa hubungan dari salah satu
studi, bahkan melaporkan proteksi terhadap penyakit yang invasif. Hubungan yang
terakhir ini mungkin palsu dan menunjukkan deteksi adanya bias karena peningkatan
skrining terhadap pengguna kontrasepsi. Beberapa studi lebih lanjut kemudian
memerlukan konfirmasi atau menyangkal observasi ini mengenai kontrasepsi oral. (Iman
Rasidji, 2009)
Diet
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor risiko
kanker serviks. (Iman Rasidji, 2009)
Etnis dan Faktor Sosial
Wanita di kelas sosio-ekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih
besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi. Hubungan ini mungkin dikacaukan oleh
hubungan seksual dan akses ke sistem pelayanan kesehatan. (Iman Rasidji, 2009)
Di Amerika Serikat, ras negro, hispanik, dan wanita Asia memiliki insiden kanker serviks
yang lebih tinggi daripada wanita ras kulit putih. Perbedaan ini mungkin mencerminkan
pengaruh sosio-ekonomi. (Iman Rasidji, 2009)
Pekerjaan
Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker
serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam,
bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks. (Iman Rasidji,
2009)
2.3.
Epidemiologi
Untuk wilayah ASEAN, insidens kanker serviks di Singapore sebesar 25,0 pada ras Cina;
17,8 pada ras Melayu; dan Thailand sebesar 23,7 per 100.000 penduduk. Insidens dan
angka kematian kanker serviks menurun selama beberapa dekade terakhir di AS. Hal ini
karena skrining Pap menjadi lebih populer dan lesi serviks pre-invasif lebih sering
dideteksi daripada kanker invasif. Diperkirakan terdapat 3.700 kematian akibat kanker
serviks pada 2006. (Imam Rasjidi, 2009)
Di Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap
tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker
serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di
Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker
serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan.
(Imam Rasjidi, 2009)
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di
antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIBIVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi
ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus. (Nuranna, 2005)
Umur seorang penderita berada pada kisaran 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun.
Periode laten dari fase pre-invasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.
Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif
pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35
tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional untuk
melakukan program deteksi dini (pelacakan) setiap wanita (satu kali) setelah melewati usia
30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun.
Yang penting dari deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada
pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali bentuk porsio yang mencurigakan untuk
dapat di pap smear oleh dokter atau bidan di puskesmas atau puskesmas keliling
sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah HPV (Human
Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko yang umumnya
terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan demikian dapat
disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang sangat berperan.
Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor hubungan seksual
pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan pemakaian kontrasepsi secara
hormonal (Priyanto & Nuranna, 2006).
Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years
survival masingmasing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal,
kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR
sebesar 92% untuk kanker lokal. (Imam Rasjidi, 2009)
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial
ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari
penderita. (Imam Rasjidi, 2009)
2.4.
Klasifikasi (Staging)
Kriteria
Tidak ditemukan tumor primer
T1S
T1
T1a
T1b
T2
T2a
T2b
T3
T4
T4a
T4b
Nx
N0
N1
N2
M0
M1
Secara Makroskopis
1 Stadium Preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis
2 Stadium Permulaan (Early Stage)
Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum
3 Stadium Setengah Lanjut (Mid Stage)
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio
4 Stadium Lanjut (Late Stage)
Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)
Dari gambaran makroskopis:
1. Tipe erosi: bentuk luar serviks terlihat, permukaan erosif/granuler, mudah berdarah,
Ca invasif stadium dini
2. Tipe nodular: berasal dari serviks uteri/ostium eksterna tumbuh ke dalam canalis
servikalis, berbentuk nodular/bongkahan menginvasi ke dalam, serviks menjadi
kasar, dan bisa terdapat invasi ke parametrium.
3. Tipe kembang kol: dari ostium eksterna serviks uteri ke dalam vagina dengan
bentuk kembang kol, cepat, kaya akan pembuluh darah, rapuh, mudah berdarah,
nekrosis dan sering infeksi.
Secara Mikroskopis
1 Displasia
Displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada 2/3 epidermis hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma
insitu.
2 Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada seluruh lapisan epidermis
menjadi sel skuamosa.
3 Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang
semakin meningkat sel tumor juga menembus membrana basalis dan terdapat
invasi tumor < 5 mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih
asimptomatik, sering ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.
4
Intestinal
3. Mixed carcinoma
Adenosquamous
Mucoepidermoid
Glossy cell
Adenoid cystic
4. Undifferentiated carcinoma
5. Carcinoma tumor
6. Malignant melanoma
7. Maliganant non-epithelial tumors
Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
Lymphoma
2.5.
Patofisiologi
Penularan HPV terjadi terutama melalui kontak kulit-ke-kulit. Sel basal epitel
skuamosaberlapis mungkin terinfeksi oleh HPV. Jenis sel lain tampaknya relatif resisten.
Hal ini diasumsikan bahwa siklus replikasi HPV dimulai dengan masuknya virus ke dalam
sel-sel dari lapisan basal epitel. Infeksi HPV dari lapisan basal memerlukan abrasi ringan
atau microtrauma epidermis.
1. Biologi molekuler
Kanker serviks adalah salah satu contoh terbaik yang dapat dipahami bagaimana
infeksi virus dapat menyebabkan keganasan. Mekanisme molekuler infeksi HPV
onkogenik disajikan pada Gambar 1. HPV tipe risiko tinggi dapat dibedakan dari tipe HPV
risiko rendah dari struktur dan fungsi dari produk E6 dan E7. Dalam lesi jinak yang
disebabkan oleh HPV, DNA virus terletak extrachromosomally dalam nukleus. Dalam
neoplasia intraepithelial derajat tinggi dan kanker invasif, DNA HPV umumnya
terintegrasi ke dalam host genom. Integrasi DNA HPV mengganggu atau menghapus
daerah E2, yang mengakibatkan kehilangan ekspresinya. Ini mengganggu fungsi E2 -yang
biasanya mengatur penurunan transkripsi dari gen E6 dan E7- dan mengarah ke
peningkatan ekspresi gen E6 dan E7. Fungsi E6 dan E7 produk selama infeksi HPV
Manifestasi Klinis
Mengenali tanda-tanda pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang
khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan
dapat bercampur dengan darah.
Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.
2.7.
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan
pesalinan, perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus
pertama kali, penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV,
servisis kronis, gaya hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi
rendah, juga keluhan perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang
menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya asimptomatik
kecuali pada keganasan yang susdah lanjut..
b.Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
kelainan
berupa
sudah
iv.Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.
c.Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukankelainan porsio
pada lesi tingkat prakanker dan kadang hanya
menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau
servisitis.
Tetapitidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol
menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula
rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena
kerapuhan selsehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan
pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk
eksplorasi vagina.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum
yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat
untuk mengambil sedikit sampel selsel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu
dapat menyingkapkan apakah ada infeksi,
radang, atau sel-sel abnormal. Menurut
laporan sedunia, dengan secara teratur
melakukan tes Pap smear telah mengurangi
jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear test adalah suatu metode
pemeriksaan
sel-sel
yang
diambil
dari leher rahim dan kemudian dilihat dibawah mikroskop. Ketelitiannya melebihi 90%
bila
dilakukan
dengan
baik.
Untuk
deteksi
tumor
ganas
bahan
diambil dengan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping vagina dan dari
serviks. Bahan dari kanalis servikalis agak kedalam diambil dengan kapas lidi atau dengan
Cytobrush. Kemudian dibuat sediaan hapus dikaca benda yang bersih dan segera
dimasukkan kedalam botol khusus (cuvette) berisi etil alkohol 95%. Setelah sekitar satu
jam, kaca benda dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium.
Dilaboratorium sediaan dipulas menurut Papanicolau.
Klasifikasi menurut Papanicolau:
Kelas I : Berarti negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)
Kelas II : Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan beberapa sel atipik
Kelas III : Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk keganasan
displasia (ringan,sedang,berat)
Saat proses meletakkan dan meratakan pada preparat kaca menyebabkan adanya
lapisan-lapisan tidak merata dan penumpukan sel-sel sehingga menyulitkan pengamatan
terhadap keseluruhan sel-sel tersebut. Beberapa penelitian juga menemukan, sebagian
besarsel tidakterbawa dalam preparat kaca dan ikut terbuang.
Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear normal dan Hasil pemeriksaan sitologi Pap smear
abnormal :
Pap Smear dapat dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Waktu yang baik
untuk pemeriksaan adalah beberapa hari setelah selesai menstruasi. Persiapan pasien untuk
melakukan Pap Smear adalah tidak sedang haid, tidak coitus 1 3 hari sebelum
pemeriksaan dilakukan dan tidak sedang menggunakan obat obatan vaginal.
Pemeriksaan tes Pap dilakukan setelah 2 tahun aktif dalam aktifitas seksual.
Interval penapisan. Wanita dengan tes Pap negatif berulang kali diambil setiap 2
tahun, sedang wanita dengan kelainan atau hasil abnormal perlu evaluasi lebih
sering.
Pada usia 70 tahun atau lebih tidak diambil lagi dengan syarat hasil 2 kali negatif
dalam 5 tahun terakhir.
2. Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya
mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan
memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat
dan tepat.
Kelebihan Thin Prep
ThinPrep Test, sel-sel yang telah diambil tidak diletakkan dan diratakan di preparat
kaca, tetapi dimasukkan ke dalam tabung yang berisi cairan yang berfungsi menstabilkan
dan menjaga kondisi sel-sel tersebut agar pada saat diperiksa akan tetap sama dengan
kondisi saat diambil. Prosedur ini memastikan agar sebanyak mungkin sel dapat disimpan
untuk dibawa laboratorium pemeriksaan dan dalam kondisi sangat baik.
3. Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan
menggunakan sebuah alat bernama colposcope.
Cara ini merupakan cara penilaian sel invito dengan pembesaran 200 kali karena
abnormalitas pada neoplasma yang terlihat dengan pembesaranumumnya terlihat pada inti
sel. Maka inti sel harus diwarnai terlebihdahulu dengan biru tolvidin 1%. Dalam 20-30
detik inti sel akanmengambil zat warna. Zat warna yang tersisa dibersihkan dengan
larutangaram fisiologik dan pemeriksaan dapat segera dimulai dengan menyentuhujung
alat ke serviks. Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang
ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan
cara seperti ini, kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat.
IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan
dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah
ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan
harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang
mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
5. Tes Schiller
Tes Schiller atau tes pengecatan dengan yodium ialah tes yang digunakanuntuk
mengenal kanker serviks lebih dini. Tes ini didasarkan pada sifatepitel serviks
yang berubah menjadi berwarna coklat gelap atau tua jika terkena larutan yodium.
6. Biopsi Serviks dan Kuretase
Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan
tentunya biopsy ini dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan itu.
Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk
melakukan biopsi contoh jaringan dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam waktu
yang tidak lama. Jika diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar area serviks,
tergantung pada temuan saat melakukan colposcopy.
Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan.
Selama kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada
saluran endoserviks, area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit
nyeri, tapi nyeri akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya
baru bisa dilihat paling tidak 2 minggu.
7.Biopsi Kerucut dan LEEP
Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker
serviks. Pada kasus ini, maka dapat dipilih biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah
kerucut yang tajam akan digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur ini
dibutuhkan anestesi umum. Biopsi kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan prakanker dari serviks. Loop Electro Surgical Excision Procedure (LEEP) atau Prosedur
Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro adalah prosedur yang dilakukan dengan anestesi
local untuk mengangkat jaringan dari serviks. LEEP menggunakan listrik untuk
membuang contoh jaringan. Metode ini umumnya digunakan untuk mengobati kanker
stadium tinggi dari pada hanya untuk mendiagnosis kanker serviks.
8.Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang keluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai
sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika
karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium
yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah yang
tidak berwarna oleh larutan lugol).
Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2.Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
3.Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi
DIAGNOSIS BANDING
Servisitis
Karsinoma endometrium
Penyakit radang panggul
Vaginitis
Karsinoma uterine
Karsinoma vagina
2.8.
Tatalaksana
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
1. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila
pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat
menjadi pilihan.
Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil selembar
jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan.
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan lintasan
kabel untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah , dan mengambil
sel dari mulut serviks
3. Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan
kemo berbasis cisplatin.
4. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo
dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini,
dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina
yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di
daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian
depan perut dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak
bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul
adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang
juga digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu
dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak.
Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya
pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di
dalam rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik
melalui vagina ataupun perut.
Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi
ini: kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini
digunakan ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya. Jika
kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air
kecil diperlukan. Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih
baru. Urine dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil (disebut kateter)
ke dalam lubang kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke
kantong plastik kecil yang ditempatkan di bagian depan perut.
Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk
membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan,
biasanya Anda akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah Anda
menderita Anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya
menderita Anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi
dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini,
dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk
mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain
bila ukuran tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke
jaringan lainnya (di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal.
Kelelahan
Sakit maag
Mual
Muntah
Menopause dini
Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung pada
jenis obat yang diberikan, jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama pengobatan
berlangsung. Efek samping bisa termasuk:
-
Sariawan
Kelelahan
Menopause dini
2.9.
1
Komplikasi
Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama
menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)
2.10.
Pencegahan
Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, yaitu
pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang yang belum menunjukkan adanya gejala
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau masih berada pada stadium
praklinik. Program pemeriksaan atau skrining yang dianjurkan untukkanker serviks
(WHO) : skrining pada setiap wanitaminimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika
fasilitastersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55tahun. Jika fasilitas tersedia
lebih, lakukan tiap 5 tahunpada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau optimal, lakukantiap 3
tahun pada wanita usia 25-60 tahun. (Imam Rasjidi, 2009)
Test PAP (Paps Smear)
Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker mulut rahim bisa
dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara
pemeriksaan sitologi menggunakan tes Pap. American College of Obstetrician and
Gynecologists (ACOG), American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force
(USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya melakukan tes Pap
untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun pertama dimulainya aktivitas seksual atau
saat usia 21 tahun. Karena tes ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap
yang kedua seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir tahun
1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai interval pemeriksaaan Tes
Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasil negatif. (Imam Rasjidi, 2009)
Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and Gynecology dan National
Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua
wanita yang aktif secara seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut
mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan frekuensi yang
lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter. Diperkirakan sebanyak 40% kanker
serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap interval 3 tahun. (Imam Rasjidi, 2009)
IVA
IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan
larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah
dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia
sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada
wanita pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis
servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. IVA positif bila ditemukan
adanya area berwarna putih dan permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di
sekitar zona transformasi. (Imam Rasjidi, 2009)
Pencegahan Primer
Menunda Onset Aktivitas Seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan
mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan. (Imam Rasjidi, 2009)
Penggunaan Kontrasepsi Barier
Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom, diafragma, dan
spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap agen virus. Penggunaan lateks lebih
dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing. (Imam Rasjidi, 2009)
Penggunaan Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi infeksi Human Papiloma
Virus, karena mempunyai kemampuan proteksi > 90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan
vaksin pencegah adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari
event yang mengarah ke kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)
Kebanyakan vaksin adalah berdasarkan respons humoral dengan penghasilan antibodi
yang menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari vaksin
propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh populasi heterogenous
dengan tahap pendidikan berbeda dan kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan.
(Imam Rasjidi, 2009)
Sebagai tambahan, prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh
beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha mengurangi insiden
kanker serviks. (Imam Rasjidi, 2009)
Pencegahan Sekunder
Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Sedang)
Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selisih waktu
antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter sangat dianjurkan. Untuk pasien
(atau partner hubungan seksual yang level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk
melakukan tes Pap tiap tahun. (Imam Rasjidi, 2009)
Pencegahan Sekunder (Pasien dengan Risiko Tinggi)
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia < 18 tahun dan wanita yang mempunyai
banyak partner (multipel partner) seharusnya melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari
onset seksual intercourse aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6
bulan untuk pasien dengan risiko khusus, seperti mereka yang mempunyai riwayat
penyakit seksual berulang. (Imam Rasjidi, 2009)
2.11.
Prognosis
Menurut T.C. Krivak et.al pada tahun 2002, ketahanan hidup penderita pada kanker serviks
stadium awal setelah histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada 5
faktor, yaitu :
1. Status KGB
Penderita tanpa metastasis ke KGB, memiliki 5-year survival rate (5-YSR) antara 85-90%.
Bila didapatkan metastasis ke KGB maka 5-YSR antara 20-74%, bergantung pada jumlah,
lokasi, dan ukuran metastasis.
2. Ukuran Tumor
Penderita dengan ukuran tumor < 2 cm angka survivalnya 90% dan bila > 2 cm angka
survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer > 4 cm, angka survival turun menjadi 40.
Analisis dari GOG terhadap 645 penderita menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker
untuk lesi yangtersembunyi; 85,5% untuk tumor < 3 cm; dan 68,4% bila tumor > 3 cm.
3. Invasi ke Jaringan Parametrium
Penderita dengan invasi kanker ke parametrium memiliki 5-YSR 69% dibandingkan 95%
tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka 5-YSR turun menjadi 39-42%.
4. Kedalaman Invasi
Invasi < 1 cm memilki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63-78% bila > 1 cm.
5. Ada Tidaknya Invasi ke Lymph-Vascular Space
Invasi ke lymph-vascular space sebagai faktor prognosis masih menjadi kontroversi.
Beberapa laporan menyebutkan 50-70% 5-YSR bila didapatkan invasi ke lymph-vascular
space dan 90% 5-YSR bila invasi tidak didapatkan. Akan tetapi, laporan lain mengatakan
tidak ada perbedaan bermakna dengan adanya invasi atau tidak.
(Imam Rasjidi, 2009)
Menurut www.cancerhelp.org.uk prognosis kanker serviks tergantung dari stadium
penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium
II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% :
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium
IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker
pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita . . ."
[an-Nr/24: 30-31].
Larangan melihat aurat, tidak hanya untuk yang berlawan jenis, akan tetapi Islam pun
menetapkan larangan melihat aurat sesama jenis, baik antara lelaki dengan lelaki lainnya,
maupun antara sesama wanita.
Disebutkan dalam sebuah hadits:
"Dari Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang
lain), dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR
Muslim]
IDEALNYA MUSLIMAH BEROBAT KE DOKTER WANITA
Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah, maka
menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya.Meski hanya
sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting, semisal
persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bz rahimahullah mengatakan:
Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki
melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian
pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar
masyarakat terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa mencelakakan.Inilah kewajiban
semua orang.
Lajnah D-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan dokter wanita
yang cakap menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau berobat ke seorang
dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh melakukannya.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.Selama mendatangkan maslahat,
seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang
keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia boleh
pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah yang
mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.Allah Ta`ala menyebutkan
dalam firman-Nya surat al-An'm/6 ayat 119:
"(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya)"
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati.Tidak berlaku secara mutlak.Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslimah terpaksa
harus bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia harus didampingi mahram atau
suaminya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Bz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh
yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat
wanita, meskipun sudah ada perawat wanita umpamanya- maka keberadaan suami atau
wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari
kecurigaan.
DAFTAR PUSTAKA
melalui
Campion M. Preinvasive disease. In: Berek Js, Hacker NF. Practical gynecologic
oncology. 3rd Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 271-315
Cotran RS, Kumar V, Robbins SL. 1996. Pathologic Basis of Disease 5th Ed. WB
Saunders Co.
Harahap RE. Neoplasia intraepithelial serviks (NIS). Jakarta: UI Press, 1984:1-77
Jong WD, Syamsuhidayat R. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7th ED. Saunders
Wolfgang A Schulz. 2005. Molecular Biology of Human Cancer. Springer.
Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran
2001; 133:19-22
Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Editor. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999;380-9
Mary Calvagna, MS. Diagnosis of Cervical Cancer. American Cancer Society website.
Available at: http://www.cancer.org. Last reviewed April 2007.
Rawiroharjo, S. Hanifa, W. Abdul, B, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiro. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta
Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran
2001;133:9-14
Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy A. Precancerous lesions of the cervix. In: Kurman RJ. Ed.
Blausteins pathology of the female genital tract. 4 th ed. New York: Springer-Verlag,
1994;229-277
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Universitas
YARSI. Jakarta
http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0
http://lhiezainternisti.blogspot.com/2009/12/pandangan-islam-dalam-pelayanan.html