Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Antiseptik
Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme yang hidup di permukaan tubuh. Mekanisme kerja antiseptic ini
antara lain merusak lemak pada membrane sel bakteri atau dengan cara menghambat salah
satu kerja enzim pada bakteri yang berperan dalam biosintesis asam lemak (Isadiartuti &
Retno, 2005). Zat aktif yang terkandung dalam antiseptik yang biasa digunakan antara lain :
1. Alkohol
Alkohol merupakan zat yang memiliki aktivitas antimikroba spectrum luas dalam
membunuh bakteri, virus, dan jamur tetapi tidak bersifat sporisidal. Mekanisme kerja alcohol
dengan cara mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan juga melarutkan lemak. Kadar
antiseptic alkohol yang paling

baik yaitu 70%-90%, dan yang biasa dipakai sebagai

antiseptic kuli tyaitu yang mempunyai kandungan 70%, dengan kandungan 70% tersedia
cukup molekul air yang akan mempercepat proses penguapan juga mempercepat proses
penetrasi kej aringan. Terdapa tiga macam alkohol yang digunakan sebagai antiseptic kulit:
etil (etanol), normal-propil, dan isopropil. Penggunaan alkohol 70% pada tangan dapat
mengurangi jumlah bakteri sampai 99,7%. Oleh karena itu alkohol 70% merupakan
konsentrasi yang baik sebagai antiseptic kulit (Ascenzi, 1996).
2. Klorheksidin glukonat (CHG)
Biasa dipakai di Eropa dan Kanada beberapa tahun yang lalu sebelum digunakan di
USA pada tahun 1970. Klorheksidin mempunyai efek antibakteri dengan mengganggu sel
membrane bakteri dan menyebabkan presipitasi dari isi sel bakteri. CHG bersifat spectrum
luas bakteri, dan bekerja lebih efektif terhadap bakteri gram positif dari pada gram negatif.
Penggunaan CHG terhadap makhluk hidup pada beberapa percobaan tidak menimbulkan efek
toksik, bahkan bila digunakan pada bayi baru lahir sekalipun, karena penyerapannya pada
kulit minimal. Bila digunakan pada mata akan menyebabkan kerusakan pada kornea mata.
Sindromaurtikaria yang berlanjut menjadi reaksi anafilaksis pernah dilaporkan ( Ascenzi,
1996).
3. Iodin dan iodofor

Iodium tingtu rtelah lama digunakan sebagai antiseptic kulit sebelum prosedur
operasi. Bersifat relative lebih aman dan bekerja cepat, tapi tidak dianjurkan untuk mencuci
tangan sehari-hari karena menyebabkan iritasi pada kulit. Produk yang mengandung iodium
yang digunakan untuk antiseptic tangan sebelum prosedur pembedahan adalah iodofor.
Iodofor bersifat kompleks terdiri dari iodine dan povidon. Kombinasi tersebut meningkatkan
kelarutan dari iodin. Iodin merupakan bahan kimia utama dan factor bakterisidal dalam
aktivitas iodofor yang akan berubah dengan adanya proses difusi. Aktivitas antibakteri
iodofor sama dengan iodine yaitu dengan penetrasi dinding sel bakteri, oksidasi, dan
menggantikan dungan bakteri dengan iodine bebas. Iodin dan iodofor mempunyai spectrum
luas dalam membunuh bakteri gram positif dan gram negatif . (Ascenzi, 1996).
4. Heksa klorofen (HCP)
Merupakan bis fenol klorin dengan konsentrasi tinggi mengganggu dinding sel bakteri
dan menyebabkan presipitasi protein sel. Pada konsentrasi rendah akan menginaktifkan
system enzim pada bakteri. Pada konsentrasi yang biasa digunakan sebanyak 3% mempunyai
efek bakteriostatik untuk kokus gram positif tetapi mempunyai aktivitas rendah dalam
melawan gram negatif, virus, atau jamur (Ascenzi, 1996). HCP mempunyai efek lambat
dalam hal membunuh bakteri. Keuntungan yang utama dari HCP ialah bahwa HCP bersifat
persisten pada kulit. Kelemahan dari HCP ini yaitu jika digunakan dalam jangka waktu lama
tanpa indikasi
Desinfektan
Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dipakai untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme

melalui

suatu

mekanisme

kerja

tertentu,

terutama

padabenda

mati.Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga, laboratorium,
dan rumah sakit (Shaffer, 1965; Larson, 2013).Mekanisme penghancuran mikroorganisme
oleh desinfektan dilakukan dengan jalan merusak struktur dinding sel, mengubah
permeabilitas membran sel (Chatim dan Suhato, 1993), mengadakan perubahan molekulmolekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim atau dapat pula dengan cara
menghambat sintesa asam nukleat dan protein. Desinfektan dapat mematikan bentuk-bentuk
pertumbuhan (sel vegetatif) suatu mikroorganisme tetapi tidak mematikan terhadap bentuk
spora karena bentuk spora bersifat lebih tahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja
desinfektan antara lainukuran dan komposisi populasi jasad renik, konsentrasi zat
antimikroba, lama paparan, temperatur, lingkungan sekitar, konsentrasi desinfektan dan jenis

bahan (Pelczar dan Chan, 1998).Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad
renik. Usaha desinfeksi dapat bersifat sterilisasi sempurna atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.Hal ini tergantung kepada jenis desinfektan dan lama kontak desinfektan
dengan mikroorganisme yang diuji.
Katzung (1998) mengatakan bahwa konsentrasi yang sangat rendahdapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan konsentrasi lebih tinggi dapat membunuh mikroorganisme tertentu.
Pemilihan suatu desinfektan, perlu memperhatikan kriteria desinfektan yang baik. Suatu
desinfektandikatakan baik apabila pada konsentrasi kecil sudah memiliki dayaantimikroba
yang tinggi, disamping itu desinfektan tersebut mudah larutdalam air, serta stabil di dalam
bahan organik. Selanjutnya Pelczar dan Chan(1998) menambahkan bahwa desinfektan yang
ideal hendaknya tidak bersifattoksik bagi manusia dan hewan, tidak menyebabkan bau,
mempunyai aktivitas broad spektrum yang luas dan harganya relatif murah.
Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk
menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak
dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan
dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan
menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan,
dan ekonomis (Siswandono, 1995; Butcher and Ulaeto, 2010).
Menurut Risman (2000), menyatakan bahwa tidak ada desinfektan yang ideal, oleh
karena itu penggunaan desinfektan harus sesuai dengan prosedur penggunaannya.
Berdasarkan struktur kimia jenis bahan, desinfektan dapat terbagi kedalam beberapa
golongan yaitu: alkohol, aldehid, asam, halogen, dan persenyawaan yang mengandung
halogen, peroksidan, logam berat dangaram-garamnya, serta fenol dan persenyawaan yang
berhubungan dengannya. (Katzung, 1998).
Penggolongan Desinfektan
Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat dibagi menjadi enamkelompok, yaitu:
1. Turunan Aldehida
Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada strukturkimianya,
misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Turunanaldehid umumnya
digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja dengan
mendenaturasi protein sel bakteri (Siswandono,1995).
Larutan formaldehid (formalin), mengandung formaldehid (HCOH) 37% yang
mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang lambat. Larutan formaldehid digunakan
untuk pengawetan mayat, desinfektan ruangan, alat-alat, dan baju dengan kadar 1:5000.

Larutan formaldehid dalam air atau alkohol digunakan untuk mendesinfeksi tangan dengan
konsentrasi maksimum 0,5 mg/L (Somani, et al., 2011).
Paraformaldehid diperoleh dengan menguapkan larutan formaldehid.Senyawa ini
serupa

dengan

formalin.Paraformaldehid

mempunyai

bau

kurang

menyenangkan.

Paraformaldehid bekerja pada konsentrasi maksimum 0,1 mg/L


Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatanbedah yang
tidak dapat disterilkan dengan pemanasan.Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak
berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan
glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 8,5. Glutaraldehid
mempunyai lebih efektif daripada Formaldehid dan tidakberpotensi karsinogenik sehingga
lebih banyak dipilih dalam bidang virologi (Siswandono, 1995).
Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan spektrum
luas.Misalnya,

formaldehid

membunuh jasad renik

dalam ruangan, peralatan,dan

lantai.Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk membunuh virus. Keunggulan turunan


aldehid adalah sifatnya stabil, persisten, dapatdibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa
material peralatan.Namunsenyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi jasad renik,
berpotensisebagai karsinogen dan mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa.(Larson, 2013).
2. Turunan Alkohol
Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain turunan aldehid,
misalnya etanol (C2H5OH), isopropanol (C3H7OH).Alkohol bekerja dengan mendenaturasi
protein dari sel bakteri dan umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70% 90%.Etanol bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai
pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai aktivitas
bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan
permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri
3.

Senyawa Pengoksidasi
Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah hidrogen

peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganat, dan natrium perborat
(Siswandono, 1995).
Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang sering digunakan sebagai
antimikroba.Senyawa ini diurai oleh enzim katalase menghasilkan oksigen yang aktif sebagai
antiseptik. Hidrogen peroksidadigunakan untuk mencuci luka dan penghilang bau badan
dengan kadar 1-3% (Siswandono, 1995).

Benzoil

peroksida

dalam

air

melepaskan

hidrogen

peroksida

dan

asam

benzoat.Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10% digunakan sebagai antiseptik dan


keratolitik untuk pengobatan jerawat
Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida, mengandung hidrogen peroksida
(34%) dan oksigen (16%).Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-lahan
melepaskan hidrogen peroksida, dan digunakan untuk antiseptik pada telinga dan pada luka
(Siswandono, 1995).
Kalium permanganat dan natrium perborat digunakan sebagaidesinfektan dan
antiseptik karena bersifat oksidatif.Pada umumnya, keduasenyawa tersebut digunakan untuk
pemakaian lokal dalam bentuk larutan dalam air (Siswandono,1995; Larson, 2013).
4. Turunan Fenol
Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan.Golongan fenol diketahui
memiliki

aktivitas

antimikroba

yang

bersifat

bakterisid

namun

tidak

bersifat

sporisid.Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung molekul
fenol yang secara kimiawi dapat diubah.Perubahan struktur kimia tersebut bertujuan untuk
mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakteri
Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran sabun dandeterjen.Aktivitas
antimikroba senyawa fenolik disebabkan kemampuannya merusak lipid pada membran
plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil
turunan fenol akan meningkatkanaktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang
paling sering digunakan adalah kresol (Siswandono, 1995).
Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan karena memiliki
mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding sel dan membran sel,
mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak sulfohidril dari protein, dan merusak DNA
sehingga efektif membunuh bakteri (Siswandono, 1995).
Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke inti fenol akanmeningkatkan
aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila jumlah halogen yang dimasukkan
bertambah. Polihalogenisasi fenol akan membentuk senyawa yang mempunyai kelarutan
dalam air sangat kecil. Ikatannya dengan reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya
rendah.Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas antimikroba.Sedangkan
pemasukan gugus asam karboksilat dan asam sulfonat menurunkan aktivitas antimikroba
karena menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke membran sel bakteri
menurun (Pratiwi, 2008).

Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek antibakterinya besar tetapi
tidak dapat digunakan secara sistemik karena toksisitasnya tinggi.Senyawa-senyawa tersebut
hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan desinfektan. Contoh: timol, kresol,
klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol (Pratiwi, 2008).
Definisi Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki
bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH)
yang berikatan dengan cincin fenil.Fenol (fenil alkohol) merupakan zat padat yang tidak
berwarna yang mudah meleleh dan terlarut baik didalam air.Dalam mencoba keasaman reaksi
dalam zat-zat kimia seperti asam asetat, dan lain-lain banyak digunakan indikator, indikator
seperti kertas lakmus.Fenol yang diketahui fungsinya sebagai zat desinfektan yang umum
dipakai orang.Berbeda dengan alkohol alifatik, fenol sebagai alkohol aromatik mempunyai
sifat yang berbeda. Dalam air fenol sedikit terionisasi menghasilkan ion H+ dengan Ka =10-10.
Karakteristik Fenol
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki
sifat yang cenderung asam, artinya fenol dapat melepaskan ion H + dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O yang dapat dilarutkan dalam
air.
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam.Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H +.
Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan
ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem
aromatik yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan
anionnya.
Sifat Fenol
1. Mempunyai gugus hidroksi tetapi bukan termasuk golongan alkohol dan bukan
2.
3.
4.
5.

pula termasuk basa


Termasuk asam karbolat yang bersifat asam lemah
Tidak berwarna dengan wujud padat tetapi mudah mencair dengan titik lebur 42C
Jika terkena fenol, kulit akan melepuh dan rusak
Dalam kehidupan sehari-hari fenol dikenal dengan karbol (lisol) yang digunakan
sebagai disinfektan dengan pengawet kayu karena bakteri akan mati disebabkan

mengalami kerusakan pada protein


6. Fenol bersifat meng-koagulasikan protein

7. Fenol digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis zat warna, obat-obatan,
pembuatan plastik.
Kegunaan Fenol
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister
saat mempraktikkan pembedahan antiseptik.Fenol merupakan komponen utama pada
anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol).Fenol juga
merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik.Fenol
berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar,
dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis senyawa aromatis yang terdapat
dalam batu bara. Turunan senyawa fenol (fenolat) banyak terjadi secara alami sebagai
flavonoid alkaloid dan senyawa fenolat yang lain. Contoh dari senyawa fenol adalah eugenol
yang merupakan minyak pada cengkeh.
Fenol pertama kali ditemukan oleh Runger pada tahun 1834 dan tar batubara yang
kemudian disebut asam karbolat. Pada tahun 1860 temuan tersebut itu baru digunakan
sebagai desinfektan. Pada tahun 1867 fenol untuk pertama kali digunakan sebagai antiseptik
pada pelaksanaan operasi olehLister sebagai germicide untuk mencegah timbulnya infeksi
pasca bedah (Chatim dan Suharto, 1993; Katzung, 1998).
Golongan fenol merupakan desinfektan yang baik digunakan sebagai desinfektan. Hal
itu disebabkan karena fenollebih bersifat stabil terhadap bahan organik jika dibandingkan
dengan bahanlainnya namun fenol juga memiliki beberapa kerugian yaitu sifatnya yangsangat
beracun terhadap manusia maupun hewan, mengiritasi dan merusak jaringan tubuh, serta
harganya yang relatif mahal (Pelczar dan Chan, 1998).
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka fenol jarang digunakan sebagai
antiseptika maupun sebagai desinfektan. Sebagai gantinya digunakan turunan fenol yaitu
kresol (Katzung, 1998). Kresol sering dipakai sebagai desinfektan karenadianggap lebih
efektif. Katzung (1998) mengatakan bahwa kresol merupakan salah satu fenolyang
mempunyai daya antimikroba beberapa kali lebih kuat daripada fenol, mempunyai sifat racun
dan iritasi jaringan yang lebih kecil, serta harganya yang relatif lebih murah. Menurut
pendapat Pelczar dan Chan (1998) dan Katzung (1998), kresol beberapa kali germisidal
dibandingkan fenol, akantetapi tidak berpengaruh terhadap spora. Bahan kimia ini berbentuk
cair, hampir tidak berwarna sampai kuning kecoklatan pucatatau dapat menjadi lebih tua
akibat pengaruh waktu dan udara. Baunya seperti fenol, kelarutannya dalam air relatif kecil
namun dapat ditingkatkan dengan cara mencampur kresol dengan air sabun Bentuk campuran

ini sudah dibakukan dan disebut larutan kresol tersabun, atau dikenal dengan nama lisol.
Lisol merupakan campuran larutan kresol dalam pelarut minyak yang berasal dari lemak
nabati dengan kalium hidroksida atau natrium hidroksidadengan air. Larutan lisol berwarna
kuning sampai coklat kekuningan, berbau kresol dan larutan sempurna di dalam air dengan
segala perbandingan
Lisol memiliki spektrum yang luas sebagai bakterisid dan konsentrasi yang biasa
digunakan adalah 2-5 %, sehingga pemakaian lisol jauh lebih ekonomis bila dibandingkan
dengan fenol mengingat lisol lebih mudah didapat dan konsentrasi yang dibutuhkan lebih
kecil daripada fenol. Mekanisme kerja lisol dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan
merusak dinding dan membran sitoplasma sel serta menyebabkan denaturasi protein sel
Definisi Kresol
Kresol adalah salah satu contoh benzena tersubtitusi. Benzena yang disubtitusi adalah
benzena yang dua atom hidroksilnya diganti dengan gugus fungsional yang lain. Nama lain
kresol adalah metil fenol. Gugus fenol dan hidroksil dapat berkedudukan orto-, meta-, atau
para-.
Kegunaan Kresol
Kresol efektif sebagai bakterisida, dan kerjanya tidak banyak dirusak oleh adanya
bahan organic.Namun, agen ini menimbulkan iritasi (gangguan) pada jaringan hidup dan oleh
karena itu digunakan terutama sebagai disinfektan untuk benda mati.Satu persen lisol (kresol
dicampur dengan sabun) telah digunakan pada kulit, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi tidak
dapat ditolerir.
Turunan Ammonium Kuartener
Turunan amonium kuartener seperti benzalkonium klorida, benzetonium klorida,
setrimid, dequalinium klorida, dan domifen bromida.Turunan ini mempunyai efek bakterisid
dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan
protozoa.Tetapi, turunan ini tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti
Mycobacterim tuberculosis dan virus. Keuntungan penggunaan turunan amonium kuartener
sebagai desinfektan antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air besar, stabil
dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat logam.
Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan anionik dan
non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa kompleks organik (Ghanem,
et al., 2012).
Turunan Halogen Dan Halogenofor

Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan
iodium, iodofor, dan povidon iodium.Kompleks klorin dengan senyawa organik disebut
klorofor, sedangkan kompleks iodin dengan senyawa organik disebut iodofor.Halogen dan
halogenofor digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama
digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang.Contohnya,
klorin dioksida, natrium hipoklorit, kalsium hipoklorit, dan triklosan.Sedang iodin dan
iodofor digunakan untuk antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka.Turunan
ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1 - 5% dan mampu
mengoksidasi dalam rentang waktu 10-30 menit.Contohnya, povidon iodium (Brewer, 2010).
Koefisien Fenol
Daya kekuatan desinfektan dapat diuji antara lain dengan koefisien fenol. Koefisien
fenol merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan
dengan fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan)
dengan fenol baku dalam kondisi uji yang sama. Fenol dijadikan standar dalam uji efektivitas
desinfektan karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik sudah teruji. Penentuan
koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi kekuatan anti mikroba suatu desinfektan dengan
memperkirakan efektivitasnya berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap
mikroorganisme tertentu. Nilai koefisien fenol kurang dari satu menunjukkan bahwa
desinfektan yang diuji kurang efektif atau kurang dayanya bila dibandingkan dengan fenol.
Sebaliknya bila nilai koefisien fenol lebih dari satu, maka desinfektan tersebut lebih kuat
dayanya atau lebih efektif dalam membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan senyawa
fenol.Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang
mematikan jasad renik dalam sepuluh menit tetapi tidak membunuh dalam lima menit
terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikroba yang membunuh jasad renik dalam
sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit. (Somani, et al., 2011).
Pada prinsipnya uji koefisien fenol merupakan perbandingan aktivitas fenoldengan
pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu MIC (Minimum
Inhibitor Consentration) (konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat )
suatu antiseptik terhadap bakteritertentu. Metode pegenceran bertingkat dengan mengurangi
konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama. Metode
turbidimetri, menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan
dilakukan. Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah
sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah pengenceran.

Metode yang umum digunakan untuk menentukan aktivitas suatu antiseptic adalah metode
koefisien fenol. Uji fenol merupakan uji standar yang digunakan untuk membandingkan suatu
zat yang bersifat antiseptic dengan fenol sebagai zat pembanding, hasilnya dinyatakan dalam
koefisien fenol (Lund, 1994).
Uji fenol dilakukan dengan memasukkan suatu volume tertentu organisme uji
kedalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada berbagai pengenceran.
Setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu dari tiap pengenceran diambil dan ditanam
pada media perbenihan lalu diinkubasi selama 18-24 jam.Setelah diinkubasi, dilakukan
pengawasan pertumbuhan bakteri (Cahtim & Suharto, 1993).
Cara perhitungan Koefisien Fenol (Lund, 1994) adalah :
Pc= (Cat/Cbt + Cat/Cbt) :2
Keterangan:
Pc :Koefisien fenol
Cat :Pengenceran fenol waktu tercepat membunuh
Cbt :Pengenceran zat uji waktu tercepat membunuh
Cat: Pengenceran fenol waktu tercepat membunuh
Cbt: Pengenceran zat uji waktu terlama membunuh
Antibiotika
Antibiotika adalah golongan senyawa, baik alami, semi sintetis maupun sintetis, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri. Kegiatan antibiotik
untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr. Alexander Fleming. Tetapi
penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan perang dunia II di tahun
1941, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari lukaluka akibat pertempuran (Tan dan Rahardja, 2008).
Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris dr.
Alexander

Flemming

pada

tahun

1928

(penisilin).

Tetapi

penemuan

ini

baru

diperkembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey (Oxford).
Kemudian banyak zat lain dengan khasita antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik di

seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat toksisnya hanya beberapa saja yang dapat
digunakan sebagai obat
Pertumbuhan dan pengerasan bakteri-bakteri dipengaruhi oleh berbagai macam zat
kimia dalam lingkungan karena pengaruh zat kimia, maka bakteri seperti bergerak menuju
atau menjauhi zat kimia itu. Peristiwa. Bila bakteri-bakteri itu tertarik dan bergerak menuju
kearah zat kimia kita sebut chemotaxis (+) dan sebaliknya kita sebut chemotaxis (-). Bakteribakteri yang tidak bergerak, peretumbuhan koloninya dapat dipengaruhi oleh zat-zat kimiab
peristiwa itu disebut chemotropis (soemarno, 1976).
Suatu bahan diklasifikasikan sebagai antibiotika apabila (Djide, 2005) :

Bahan tersebut merupakan produk metabolisme (alami maupun sintesis).


Bahan tersebut adalah produk sintesis yang dihasilkan sebagai analog struktur suatu

antibiotika yang terdapat di alam.


Bahan tersebut mengantagonis pertumbuhan atau keselamatan suatu spesies

mikroorganisme atau lebih.


Bahan tersebut efektif dalam konsentrasi rendah.

Secara umum antibiotika terbagi atas (Tjay & Raharja, 2002) :


a) Penisilin
Penisilin-G dan turunannya bersifat bakterisid terhadap terutama kuman Gram-positif
(khususnya Cocci) dan hanya beberapa kuman Gram-negatif. Contohnya : Benzilpenisilin,
Fenoksimetilpenisilin Kloksasilin, Asam Klavulanat, Ampisilin.
b) Sefalosporin
Spektrum kerjanya luas dan meliputi banyak kuman Gram-positif dan Gram-negatif
termasuk Escherichia coli. Berkhasiat bakterisid dalam fase pembunuhan kuman, berdasarkan
penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya.
Contohnya : Sefaleksin, Sefamandol, Sefouroksin, Sefotaksim, Seftazidim, Aztreonam.
c) Aminoglikosida
Aktivitasnya bakterisid, berdasarkan dayanya untuk mempenetrasi dinding bakteri
dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu
sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan. Efek ini tidak saja terjadi pada fase pertumbuhan

juga bila kuman tidak membelah diri. Contohnya : Streptomisin, Gentamisin, Amiksin,
Neomisin Paromomisin.
d) Tetrasiklin
Mekanisme kerja berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spectrum kerjanya
luas dan meliputi banyak cocci Gram-positif dan Gram-negatif serta kebanyakan bacilli,
kecuali pseudomonas dan proteus. Contohnya : Tetrasiklin, Doksisiklin,
e) Makrolida dan linkomisin
Eritromisin bekerja bakteriostatis terhadap terutama bakteri Gram-positif, dan
spectrum kerjanya mirip penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversible pada
ribosom kuman, sehingga sintesis proteinnya dirintangi. Contohnya : Eritromisin,
Azitromisin, Spiramisin, Linkomisin.
f) Polipeptida
Khasiatnya

adalah

bakterisid

berdasarkan

aktivitas

permukaannya

dan

kemampuannya untuk melekatkan diri pada membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel
meningkat dan akhirnya sel meletus. Contohnya : Polimiksin B, Basitrasin, Gramsidin.
g) Antibiotika lainnya
Khasiatnya bersifat bakteriostatik terhadap enterobacter dan Staphylococcus aureus
berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuma. Contohnya : Tetrasiklin, Vankomisin,
Asam fusidat, Mupirosin, Spektinomisin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Ganiswarna,
1995) :

Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba


Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamid, trimetoprim,

asam p-aminosalisilat dan sulfon.

Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin, sfalosforin, basitrasin,

vankomisin, dan sikloserin.

Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel


Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah polimiksin, golongan polien serta

berbagai antimikroba kemoteraupetik, seperti antiseptik surface active agents.

Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba


Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golonbgangna aminoglikosid,

makrolid, linkimisin, tetrasiklin dan Tetrasiklin.

Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba


Antimikroba yang termasuk kelompok ini ialah rimpisin dan golongan kuinolon.

Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama, yaitu (Ditjen POM,
2001) :
a. Penyebab infeksi
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak melakukan
pemeriksaan mikro-biologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Di
samping itu, untuk infeksi berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah
pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman.
Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess.
b. Faktor pasien
Diantara faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara lain
fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi (status imunologis), daya
tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, untuk wanita apakah sedang hamil atau menyusui,
dan lain-lain.
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba
oelh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
Ada 5 mekanisme resistensi kuman terhadap antimikroba yaitu (Ganiswara, 1995) :
Perubahan tempat kerja (target site) obat pada mikroba.
Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk ke dalam sel.
Inaktivasi obat oleh mikroba.

Mikroba yang membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh
antimikroba.
Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba.
Pemberian antibiotik yang paling ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek sehari-hari, tidak mungkin
melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi
berat yang memerlukan penanganan segera dimulai setelah pengambilan sampel bahan
biologik untuk biakan dan pemeriksaan kepekaan kuman (Ditjen POM, 2001).
Suatu zat antimikroba yang ideal, memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa
suatu obat berbahaya bagi parasit tapi tidak membahayakan bagi inang. Umumnya toksisitas
selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolud, ini berarti bahwa suatu obat yang pada
konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang umum dapat merusak parasit (Tjay &
Raharja, 2002)
Aktifitas mikroba dapat dikendalikan dengan mengatur faktor-faktor lingkungan yang
meliputi faktor biotik dan abiotik (temperatur, pH, kelembaban, radiasi) (Dwidjesoputro,
1994).
Desinfeksi dan Asepsis
Desinfeksi merupakan proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya
adalah perusakan agen-agen pathogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agenagen kimia yang sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena dampak dari
adanya desinfektan.Istilah-istilah ini meliputi desinfektan, antiseptic, agenbakteriostatis,
abkterisida, germisida, sporisida, virisida, fungisida, danpleservative (pengawet). Mekanisme
kerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lainnya (Volk, 1993).
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat
menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan. Dalam
proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia
(penambahan bahan kimia).

Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia,

khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya (Waluyo 2007: 78)
Desinfeksi

berarti

mematikan

atau

menyingkirkan

organisme

yang

dapat

menyebabkan infeksi. Meskipun dengan melakukan desinfeksi dapat tercapai keadaan steril,

namun tidak seharusnya terkandung arti sterilisasi. Desinfeksi biasanya dilaksanakan dengan
menggunakan zat-zat kimia seperti fenol, formadehide, klor, iodium dan sublimat. Pada
umumnya desinfeksi dimaksudkan untuk mematikan sel-sel yang lebih sensitive tetapi bukan
spora-spora yang tahan panas.Desinfektan adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan
desinfeksi. Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian
desinfeksi dan desinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati, seperti lantai,
piring dan pakaian (Iriato 2007 : 75-76).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat disinfeksi secara kimia adalah rongga
atau space yang cukup diantara alat-alat yang akan didisinfeksi, sehingga seluruh permukaan
alat-alat tersebut dapat berkontak dengan disinfektan. Sebaiknya disinfektan yang dipakai
bersifat membunuh atau disebut juga germiade. Waktu atau lamanya disinfeksi harus tepat,
alat-alat yang didisinfeksi jangan diangkat sebelum waktunya.Solusi yang biasa dipakai
untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat mudah menguap sehingga ventilasi
ruangan harus diperhatikan dan juga pengenceran disinfektan harus sesuai dengan yang
dianjurkan dan setiap kali harus dibuat pengenceran baru (Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
UI 1993 : 40).
Nilai suatu zat yang digunakan sebagai desinfektan tergantung pada sejumlah faktor
yang boleh dikatakan tidak ada satu pun desinfektan dapat memenuhi seluruhnya.Suatu
desinfektan yang ideal seharusnya mempunyai sifat-sifat berikut :
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap sejumlah besar mikroorganisme dalam
konsetnrasi sedemikian rendahnya
b. Tidak merusak dan tidak mewarnai bahan-bahan seperti pakaian, bahan-bahan yang
c.
d.
e.
f.

terbuat dari logam, bau dan tidak menyengat


Tidak hilang keaktifannya oleh bahan-bahan dari luar
Merupakan zat penegang permukaan yang baik
Stabil dalam penyimpanan
Mudah didapat dan tidak mahal (Irianto 2007 : 81).
Asepsis adalah prinsip bedah untuk mempertahankan keadaan bebas kuman. Keadaan

asepsis merupakan syarat mutlak dalam tindakan bedah. Teknik asepsis adalah cara &
tindakan yang diperlukan untuk mencapai keadaan bebas kuman patogen (Atkinson, 1992).

Anda mungkin juga menyukai