Anda di halaman 1dari 11

Ulnar Nerve Entrapment

Posted on 15 April 2012 by ArtikelBedah


ULNAR NERVE ENTRAPMENT
I. PENDAHULUAN
Entrapment neuropati atau sindroma jepitan saraf perifer merupakan gangguan fungsi saraf
perifer oleh karena keadaan/posisi yang abnormal atau gangguan vaskularisasi yang
menyebabkan iskemi pada saraf. Persarafan dalam tubuh kita dilindungi oleh tulang,
ligamentum, dan otot. Daerah tersebut sewaktu-waktu dapat menyempit dan menjepit saraf di
daerah itu.. Penekanan saraf ini dapat menimbulkan suatu masalah. Jika penghimpitan
berlangsung lama, aliran darah dan nutrisi ke sel saraf terganggu, akibatnya sel saraf akan mati
dan akan menimbulkan kerusakan yang permanen. Kerusakan tersebut dapat berupa hilangnya
sensasi atau fungsi. Hal ini tergantung pada saraf dan daerah yang terjepit.(1,2)
Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan jepitan saraf perifer. Saraf perifer dalam
perjalanannya ke distal pada anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah melewati
beberapa terowongan yang berbatasan dengan tulang, jaringan tendo atau jaringan muskuler.
Nervus ulnaris masuk dalam kompartemen ekstensor dari lengan atas melalui septum
intermuskularis ulnaris pada insersi muskulus deltoideus. Selanjutnya saraf ini berada di
belakang epikondilus medialis humerus dan mencapai kompartemen fleksor pada lengan bawah
dan berjalan diantara olecranon dan caput epicondilus dari fleksor carpi ulnaris. Jepitan nervus
ulnaris dapat terjadi pada dua tempat, yaitu pada sendi siku ( Cubital Tunnel Syndrome) dan
pergelangan tangan (Guyons Canal Syndrome). Berdasarkan posisi anatomisnya, maka dapat
dengan mudah nervus ulnaris untuk terperangkap dan mengalami trauma karena sebab yang
bervariasi. Tekanan atau trauma pada nervus ulnaris sepanjang anatominya dapat menyebabkan
denervasi dan paralisis pada otot yang dipersarafi oleh nervus ulnaris.(1,2,3)
II. ANATOMI
Nervus ulnaris adalah bagian akhir dari plexus brachialis medialis, setelah cabang medial dari
nervus medianus terpisah dari nervus ulnaris dengan serat saraf dari cervical 8 thoracal 1.
Awalnya nervus ulnaris terletak di medial arteri axillaris dan kemudian di sebelah arteri
brachialis sampai ke bagian tengah lengan, menembus septum intermuskular dan mengikuti
ujung medial dari otot triceps sampai berada diantara olecranon dan epicondilus medialis humeri.
Selanjutnya menyilang pada siku membentuk percabangan pada flexor carpi ulnaris dan
setengah medial flexor digitorum profundus. Nervus ini terdapat di antara dua flexor carpi
ulnaris yang berjalan sampai ke tangan di antara otot dan flexor digitorum profundus.(4,5)
Di sebelah distal pertengahan antebrachium, n.ulnaris memberi dua cabang cutaneus, sebagai
berikut :

1. Ramus dorsalis, yang berjalan ke dorsal, berada di sebelah profunda tendo m.flexor carpi
ulnaris, mempersarafi kulit pada sisi ulnaris manus dan facies dorsalis 1 jari sejauh
phalanx intermedia.
2. Ramus palmaris, yang mempersarafi kulit sisi ulnaris pergelangan tangan dan manus.
Pada ujung distal antebrachium. n.ulnaris berjalan berdampingan dengan arteria ulnaris, a.ulnaris
berada di sebelah lateral. Pada proksimal pergelangan tangan (wrist), memberi percabangan
dorsal, yang memberi persarafan sensoris. Nervus ulnaris bersama-sama a.ulnaris masuk ke
daerah manus melalui guyon canal, membentuk persarafan sensoris atau superfisial dan
persarafan motorik atau deep. Percabangan dorsal memberikan sensasi pada daerah dorsum wrist
dan daerah ulnaris.
Nervus ulnaris dan cabang-cabangnya menginervasi otot-otot pada lengan bawah dan tangan,
yaitu : (4,5)
1. Pada daerah lengan bawah, melalui ramus muscular n.ulnaris, mempersarafi :
Flexor carpi ulnaris
Flexor digitorum profundus (seperdua tengah)
1. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang motorik n.ulnaris, mempersarafi :
Otot-otot hypothenar
-

Opponens digiti minimi

Abductor digiti minimi

Flexor digiti minimi brevis

Adductor pollicis
Muskulus lumbricalis 3 dan 4
Interosseus dorsal
Interosseus palmaris
1. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang sensoris n.ulnaris,mempersarafi :
Palmaris brevis
III. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Penjepitan nervus ulnaris adalah neuropati jenis kedua terbanyak pada ekstremitas atas setelah
nervus medianus. Karena posisi anatomi susunan strukturnya, daerah sekitar siku adalah daerah
paling sering untuk terjadi penjepitan. Berdasarkan analisa Guyon, pergelangan tangan
merupakan daerah kedua paling sering terjadi penjepitan. Keadaan ini lebih banyak pada lakilaki umur 40 tahun dan biasanya oleh adanya trauma pada tangan karena pekerjaan dan mungkin
juga ditemukan adanya ganglion. Prevalensinya adalah 3-8% dari seluruh kasus penjepitan saraf.
(1,4,6)

IV. ETIOLOGI
Etiologi nervus ulnaris entrapment terbagi dua yaitu :
1. Ulnar Nerve Entrapment pada sendi siku ( Cubital Tunnel Syndrome)
Cubital Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh : (4,7-9)
1. Trauma didaerah siku, seperti fraktur, dislokasi, pukulan langsung
2. Terjadinya fleksi dan ekstensi siku yang kuat secara tiba-tiba, seperti pada kecelakaan
pada saat bersepeda.
3. Penekanan pada saraf selama melakukan pekerjaan yang menyebabkan fleksi siku
sepanjang hari, seperti mengetik.
4. Penekanan saraf sering pula terjadi pada orang dengan arthritis, alkoholik, diabetes, dan
atau kelainan tiroid.
5. Ganglion, trauma neuropati berulang, trombosis arteri ulnaris, anomali otot dan jaringan
fibrosa, fraktur atau dislokasi ulna, tenosinovitis rheumatoid, osteoarthritis radio-ulna,
hemangioma, lipofibroma, giant cell tumor, neuroma, edema akibat gigitan serangga
Pada tahun 1998, Posner menjelaskan 5 daerah potensial terjadi kompresi di sekitar siku
sebagaimana dijelaskan berikut ini : (4,8,-10)
Dibawah septum intermuskular, Posner menyusun atas dari struhers (sebuah pita
muskulofasial sepanjang 8 cm di proksimal epikondilus medialis), septum intermuskular medial
(dimana saraf tertekan saat mencapai alur olekranon), dan ujung medial otot tricep (yang dapat
terjadi hipertrofi atau secara kronik terjepit pada epikondilus medial menyebabkan neuritis).
Daerah epikondilus medial. Deformitas valgus menyebabkan malunion fraktur, nonuniun
fraktur condilar, atau trauma epifisial pada sisi lateral siku. Hal ini dapat menyebabkan
kelumpuhan nervus ulnaris terlambat sekunder karena regangan kronik pada nervus ulnaris.
Alur pada olekranon atau epikondilus, adalah sebuah terowongan fibroosseus dimana berjalan
nervus ulnaris dan komponen vaskularnya. Pendangkalan kongenital dari alur tersebut atau
hancurnya atap fibrous dapat menyebabkan subluksasi atau dislokasi kronik, menyebabkan

neuritis dan kelumpuhan. Fragmen fraktur dan taji artritis di sekitar alur tersebut menekan saraf
dan juga menyebabkan terperangkapnya saraf serta neuritis. Perdarahan traumatik, tumor
jaringan lunak, ganglia, infeksi, osteokondroma, synovitis karena penyakit reumatoid, dan
malposisi saat bekerja atau tidur dapat menyebabkan terperangkapnya dan disfungsi saraf.
Terowongan kubiti adalah jalan antara 2 ujung saraf fleksor carpi ulnaris, yang tersambung oleh
sambungan fibro aponeorotik yang menutupi alur epikondilus (ligamen osborne). Selama fleksi
siku, terowongan ini mendatar seiring ligamen yang meregang menyebabkan tekanan pada n.
ulnaris.
Aponeurosis fleksor-pronator. Saat saraf fleksor carpi ulnaris berakhir, saraf ini menembus
lapisan fasia antara fleksor digitorum superfisialis dan fleksor digitorum profundus. Penjepitan
dapat terjadi di sini. Tempat paling umum terjadi penjepitan di sekitar siku adalah di alur
olekranon dan terowongan kubiti
2. Ulnar Nerve Entrapment pada pergelangan tangan (Guyons Canal Syndromes)
Secara garis besar Guyons canal syndromes disebabkan oleh ganglion, trombosis atau aneurisme
arteri ulnaris, tumor, fraktur atau dislokasi tulang metacarpal dan carpal, serta kelainan anatomi
otot-otot intrinsik. Riwayat pekerjaan sangat membantu dalam diagnosis ini. Seperti misalnya
olahraga yang banyak menggunakan kekuatan pergelangan tangan (bersepeda dan angkat besi)
dapat menimbulkan penekanan nervus ulnaris. 4,11,12
Shea dan McClain (1969) membagi lesi nervus ulnaris pada Guyons canal ke dalam tiga tipe
tergantung pada posisi anatomis pergelangan tangan dimana nervus ulnaris tertekan. Ketiga tipe
tersebut yaitu : 8,10-12
Tipe 1: Penyempitan hanya terdapat di daerah proksimal dari kanal, dimana nervus ulnaris
belum bercabang, sehingga terjadi defisit sensorik dan motorik. Kelemahan motorik terjadi pada
seluruh otot intrinsik yang dipersarafi oleh nervus ulnaris. Devisit sensoris terjadi pada daerah
palmaris jari ke lima dan setengah dari jari ke empat.
Tipe 2: Penekanan terjadi pada daerah hamatum,muskulus abduktor dan flexor digiti
minimi. Penekanan terjadi pada persarafan motorik sehingga menimbulkan defisit motorik. Bila
keadaannya semakin berat dan kronik, maka dapat menimbulkan kelemahan serta paralisis
muskulus interosseus dan abduktor pollicis yang secara klinis ditandai dengan clawing dari jari 4
dan 5.
Tipe 3: Penekanan terjadi pada daerah distal dari kanal dan hanya mengenai persarafan
sensoris sehingga tidak menimbulkan kelemahan otot intrinsik.
V. PATOFISIOLOGI
Cubital tunnel syndrome berkembang terjadi sebagai akibat trauma akut maupun kronik.
Meskipun tidak biasa, Cubital tunnel syndrome akut mungkin terjadi akibat benturan langsung
pada siku bagian posterior sehingga menyebabkan berkembangnya jaringan parut di dalam

tunnel (terowongan) yang selanjutnya menimbulkan kompresi. Bisa juga benturan tersebut
merusak tulang atau ligamen di daerah yang menekan saraf, atau menyebabkan saraf sangat peka
terhadap penekanan yang lebih lanjut. (9,13)
Pada trauma kompressi kronik, Cubital tunnel syndrome biasanya berkembang dari kekuatan m.
fleksor carpi ulnaris atau periode panjang dimana siku dalam posisi fleksi. Selama siku dalam
posisi fleksi, kedua ujung fleksor carpi ulnaris tertarik secara terpisah seperti halnya processus
olecranon bergerak menjauh dari humerus. Tunnel menjadi lebih sempit dan akibatnya terjadi
peningkatan tekanan pada saraf ulnaris. (4,9,13)
Mekanisme kerusakan pada Guyons canal syndrome sedikit berbeda. Guyons canal terletak
pada pergelangan tangan berdekatan dengan carpal tunnel, dibatasi oleh ligamen carpal
transversal. Nervus ulnar dan arterinya berjalan melalui Guyons canal. Karena tidak ada tendon
yang berjalan melalui Guyons canal yang dapat menekan saraf, maka kompressi patologis pada
Guyons canal syndromes berasal dari faktor ekstrinsik, berupa kompressi neuropati akut ataupun
kronik dimana pergelangan tangan berada dalam posisi hiperekstensi. (13)
Seddon di tahun 1972 dan Sunderland di tahun 1978 telah mengklasifikasikan patofisiologi
terjadinya penjepitan nervus ulnaris berdasarkan trauma saraf, dimana terdapat 3 jenis trauma,
yaitu :
1. Neuropraxia, merupakan episode transien dari paralisis motorik komplit dengan sedikit
keterlibatan sensoris atau otonomik. Hal ini biasanya sekunder karena tekanan mekanik
transien. Bila tekanan ini dihilangkan maka dapat dikembalikan fungsi normalnya..
2. Axonotmesis, adalah trauma yang lebih parah yang menyebabkan hilangnya kontinuitas
akson tapi tetap ada kontinuitas selaput schwann. Terdapat paralisis komplit pada
motoris, sensoris, dan otonomik, dan denervasi atrofi otot bisa terjadi progresif.
Penyembuhan tergantung oleh beberapa faktor, termasuk menghilangkan kompresi secara
bertahap dan regenerasi akson. Waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan fungsi
tergantung pada jarak antara denervasi otot dan regenerasi akson proksimal. Dapat terjadi
penyembuhan komplit.
3. Neurotmesis, adalah trauma yang paling berat, hal ini menyebabkan kehilangan seluruh
kontinuitas akson dan lapisan schwann. Jarang terjadi penyembuhan komplit, dan jumlah
kehilangan hanya dapat ditentukan selama beberapa waktu. Regenerasi akson tanpa
lempeng saraf yang intak mempersarafi kembali serat otot yang bukan bagian dari
jaringan awalnya.
Klasifikasi Sunderland memberikan 5 derajat kerusakan saraf. Derajat pertama terjadi
neuropraxia; yang kedua terjadi axonotmesis, ketiga, empat dan kelima terjadi peningkatan
keparahan neurotmesis. Akson dan lapisan schwann rusak dalam fasikulus saraf yang intak
pada trauma derajat tiga. Pada trauma derajat empat, terjadi kerusakan pada perineum di
sekeliling fasikulus dan juga kerusakan pada endoneurium, pada trauma derajat lima batang saraf
mengalami kerusakan yang sangat parah. (4,12,14)

Patogenesis pasti tentang ganglion sebagai penyebab nervus ulnaris entrapment belum jelas, tapi
terdapat dua teori yang dianut. Teori pertama adalah ganglion timbul akibat pertumbuhan kistik
dari perineurium atau epineurium, pertumbuhan kistik tersebut dapat berupa schwannoma,
perdarahan intraneural, ataupun metaplasia dari jaringan penunjang nervus ulnaris. Teori yang
kedua adalah kista tersebut berasal dari sinovia. Ganglion diduga berasal dari jaringan artikuler
atau para artikuler. (12,14)
VI. GAMBARAN KLINIS
6.1. Cubital Tunnel Syndrome
Gejala yang ada dapat bervariasi dari parestesi ringan yang transient yang menyebabkan clawing
pada jari tangan dan atrofi otot intrinsik yang berat. Gambaran klinis yang biasa ditemukan yaitu
penderita mengeluh adanya rasa tebal dan nyeri di sekitar distribusi nervus ulnaris atau adanya
gangguan gerakan halus pada jari-jari misalnya pada pemain musik. Pasien dapat mengeluhkan
rasa nyeri pada siku atau pergelangan tangan dengan penyebaran nyeri ke tangan atau ke bahu
dan leher. Kelelahan atau kelemahan dini dapat diperhatikan jika pekerjaan membutuhkan
pergerakan tangan yang berulang. Jika pasien beristirahat pada sikunya saat bekerja, maka
didapatkan peningkatan rasa kram atau parestesi sepanjang hari. Low lesion, biasa disebabkan
oleh tergores potongan kaca, hal ini menimbulkan kekakuan ulna dan separuh dari jari-jari. Pada
pemeriksaan ditemukan hilangnya persarafan sensoris nervus ulnaris pada sebagian jari
kelingking dan sebagian metacarpal serta terdapat atrofi dan kelemahan otot-otot yang
dipersarafi nervus ulnaris. Kulit yang dilewati nervus ulnaris menjadi kering. Daerah hipotenar
dan intraosseus mengecil dibanding tangan normal. Abduksi jari melemah dan berlangsung
bersamaan dengan hilangnya adduksi ibu jari, sehingga memperberat penyempitan dari nervus
ulnaris tersebut. Pasien disuruh menjepit selembar kertas menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
kemudian pemeriksa menarik kertas tersebut untuk memeriksa kekuatannya. Adanya fleksi
maksimal dari sendi interphalangs ibu jari menunjukkan adanya kelemahan dari abduktor pollicis
dan fleksor pollicis longus (Froments sign). Tangan tidak mengalami deformitas oleh karena
terjadinya paralisis separuh dari fleksor digitorum dan jari-jari menjadi claw (seperti
mencengkram) bersamaan dengan itu terjadi kehilangan fungsi motorik dan sensorik. (1,4,7-9,15,16)
6.2. Guyons Canal Syndrome
Gejala yang timbul sama dengan penjepitan nervus ulnaris pada siku, kecuali tidak ada gangguan
sensoris pada keadaan ini. Pada kelainan ini, jepitan yang terjadi sedikit ke proksimal dan yang
terkena adalah otot-otot hipotenar tanpa mengenai cabang-cabang kutaneus. Gejalanya berupa
kelemahan dan atrofi otot-otot ulnar yang diinervasi oleh nervus ulnaris pada tangan termasuk
tonjolan hipotenar. Penjepitan nervus ulnaris di daerah pisohamatum (kanalis Guyon) terlihat
sebagai pemanjangan disertai penekanan dari pisiform. Lesi dibagian distal dari percabangan
saraf dapat disebabkan oleh penekanan dari ganglion karpal atau oleh aneurisma arteri ulnaris.
High lesion, disebabkan oleh fraktur atau dislokasi. (1,11,12,16,17)
VII. DIAGNOSA

Untuk mendiagnosa suutu penjepitan nervus ulnaris, harus dilakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisis secara baik dan cermat. Pada saat anamnesis, perhatikan waktu timbulnya
gejala. Tentukan apakah gejala dirasakan hilang timbul atau terus menerus atau saat relaksasi.
Carilah hubungan antara durasi gejala dengan trauma.( 4)
Mulailah pemeriksaan fisis pada leher dan bahu lalu turun ke bawah ke ekstremitas yang
dipengaruhi pada siku. Nyeri pada pergerakan leher bisa mengindikasikan penyakit pada diskus
servikal. Nyeri pada palpasi atau pada pergerakan bahu mengindikasikan adanya kondisi patologi
pada pleksus brachialis atau pada paru-paru. Manuver provokatif untuk sindrom thoracic outlet
harus diperiksa. Massa pada sisi medial lengan bisa mengindikasikan adanya tumor jaringan
lunak atau perdarahan yang menekan saraf. Pada siku, catat deformitas yang ada, palpasi
sarafnya, dan catat kelainan pergerakan. Perhatikan massa yang ada, dan jika masih ada
pertanyaan, periksa siku yang sehat sebagai perbandingan. Bagian saraf dari lengan bawah
sampai pergelangan tangan juga dipalpasi. Fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus
harus diukur kekuatannya. Fungsi otot intrinsik dites dengan meminta pasien menyilangkan jari
tengah dan jari telunjuk. Hanya 2 otot yang dapat dites secara akurat pada tangan, yaitu abductor
digiti dan m.dorsal interoseus yang pertama. Tendo dari otot ini dapat dipalpasi. Kelemahan ibu
jari untuk menekan dapat dilihat dengan tanda Froment. Anastomosis Martin Gruber pada
lengan bawah atau anastomosis Riche Canniev di telapak tangan mungkin menipu pemeriksa
dengan adanya otot yang berfungsi dari persafaran nervus ulnaris.( 4,10,12,14,16)
Mati rasa biasanya mengawali kehilangan motorik. Wasting otot dan clawing menandakan
sindrom kompresi kronik. Jika penekanan saraf terjadi pada Guyons canal, sensibilitas dorsal
tidak terganggu. (4,12)
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain : (3,4)
1. Radiografi ( Foto X-Ray ), dilakukan untuk melihat tanda-tanda fraktur dan dislokasi
tulang.
Radiografi pada siku untuk melihat abnormalitas anatomi, seperti deformitas valgus, bone spurs
atau fragmen tulang, osteochondroma, dan lesi destruksi ( tumor, infeksi, kalsifikasi abnormal )
Radiografi pada pergelangan tangan untuk melihat fraktur daerah hamatum, dislokasi tulang,
massa jaringan lunak dan kalsifikasi.
1. MRI, biasanya tidak diperlukan kecuali menggambarkan adanya massa jaringan lunak
atau visualisasi edema atau abnormalitas lain pada saraf yang diinginkan. MRI dilakukan
bila dicurigai terdapat gejala yang menetap
2. Prosedur Diagnostik :
Tes-tes elektromiografi dan konduksi saraf dilakukan untuk konfirmasi daerah penjepitan, luas
daerah patologis dan mendeteksi kemungkinan sindrom double-crush.

Kecepatan konduksi motorik dan sensoris lebih berguna pada penjepitan yang baru-baru terjadi,
dimana kecepatan konduksi dan EMG berguna pada neuropati kronik karena EMG menunjukkan
degenerasi aksonal.
IX. DIAGNOSA BANDING
Sindrom Carpal Tunnel.
Sindrom Outlet Thoracikus.
Trombosis arteri Ulnaris.
Arthritis pergelangan tangan.
Kelainan siku, epikondilitis.
X. PENATALAKSANAAN
10.1. Terapi Konservatif
Pasien-pasien dengan gejala minor atau tidak mengalami defisit neurologis, sebaiknya diterapi
secara konservatif. Terapi konservatif termasuk menghindari semua faktor penyebab yang bisa
menimbulkan kompresi nervus ulnaris. Menumpu pada siku saat bekerja, menggunakan siku
untuk mengangkat tubuh dari tempat tidur, dan sandaran siku pada jendela mobil saat
mengemudi adalah semua penyebab parestesi yang dapat dikoreksi tanpa pembedahan. (4,15)
Terapi konservatif pada kompresi nervus ulnaris berhasil bila parestesinya transient dan
disebabkan oleh malposisi siku atau truma tumpul. Anti inflamasi non-steroid berguna untuk
meredakan iritasi saraf. Vitamin B6 oral bisa membantu untuk gejala-gejala yang ringan. Terapi
ini diteruskan selama 6-12 minggu bergantung respons dari pasien. Intervensi bedah dilakukan
bila timbul peningkatan parestesi walaupun dilakukan terapi konservatif yang adekuat dan ada
perubahan tanda-tanda motorik. (4,12)
10.2. Terapi Operatif
Indikasi dilakukannya pembedahan adalah :
Tak ada penyembuhan gejala 6-12 minggu setelah perawatan konservatif
Paralisis atau kelumpuhan progresif
Bukti klinis adanya lesi yang sudah lama (wasting otot, clawing jari-jari ke-4 dan 5).
Pada Guyons canal syndromes, terapi pembedahan dilakukan dengan membuat insisi kecil
pada telapak tangan melewati daerah dimana saraf melalui Guyons canal. Insisi dilakukan secara

linear, mulai dari bagian proksimal hingga tulang pisiforme dan diperpanjang sampai ke telapak
tangan sekitar 4,5 cm.(12,17)
Insisi dibuat sampai ligamen yang menyilang melewati bagian atas nervus ulnaris terlihat.
Ligamen tersebut membentuk alur melewati puncak dari Guyons canal. Ligamen kemudian
dilepaskan dengan menggunakan scalpel atau gunting.(17)
Untuk Cubital Tunnel Syndrome, terapi operatif yang biasa digunakan adalah : (4,9,10,15)
1. Dekompressi insitu
Dekompresi in situ sebenarnya adalah dekompresi saraf lokal, dilakukan dengan insisi ligamen
osborne dan membuka terowongan dibawah 2 otot flexor capi ulnaris dengan menginsisi fasia
yang mengikatnya. Hal ini dilakukan dengan insisi kecil, dimulai pada titik tengah antara
olekranon dan epikondilus medial dan diperluas 6-8 cm ke distal sampai m. flexor carpi ulnaris.
Tindakan ini dilakukan setelah dilakukan tourniquet supaya saraf dapat dilihat dengan baik.
Pasca operasi, imobilisasi tidak diperlukan dan ekstremitas harus digerakkan secara aktif.
Pelepasan ke proksimal ke alur epikondilus tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya
subluksasi saraf.
2. Transposisi subkutaneous anterior
Dekompresi dengan transposisi anterior biasanya adalah operasi pilihan untuk kompresi nervus
ulnaris pada siku karena pada operasi mengeluarkan nervus ulnaris dari tempat kompresinya dan
menempatkannya pada tempat yang lebih sesuai. Dengan memindahkan nervus ulnaris ke
anterior, saraf menjadi lebih panjang, sehingga tekanannya dapat pada posisi fleksi.
Pendekatan awal bedah pada dasarnya sama pada tiap tipe. Dibawah kontrol turniquet yang
steril, insisi dimulai 8 cm diatas epikondilus medial dan dilanjutkan kebawah ke titik tengah
diantara epikondilus medial dan alur olecronon. Kemudian dilanjutkan 6 cm ke distal melewati
m. flexor carpi ulnaris. Seiring berkembangnya skin flap, maka cabang posterior dari nervus
kutaneus antebrachii medialis harus dilindungi. Jika terjadi trauma pada saraf ini, mati rasa dan
neuroma pada olecranon dan epicondilus medial dapat terjadi.
Setelah saraf ini telah didapatkan , bagian distal dari septum intermuskular medialis, atap
fibroaponeurotik dari alur epikondilus, ligamen osborne, dan fascia m. flexor carpi ulnaris di
insisi untuk membebaskan nervus ulnaris. Hati-hatilah terhadap pembuluh darah kolateral besar
di daerah ini saat memindahkan septum intermuskular medial. Saat memobilisasi nervus ulnaris
dari alur epikondilus, cabang kecil motoris m. flexor carpi ulnaris juga harus diperhatikan.
Cabang artikular mungkin dikorbankan. (4,10,15)
Indikasi utama untuk transposisi subkutaneus adalah perlunya transposisi setelah reduksi fraktur
saat arthroplasty siku dan saat perpanjangan saraf dibutuhkan setelah trauma saraf. Transposisi
subkutaneus adalah metode yang paling sering digunakan karena mudah dilakukan dan hasilnya
yang lebih bagus. Saraf ditempatkan dibawah jaringan subkutan dan dilekatkan pada fasia otot

dengan beberapa jahitan melalui epineurium. Post operasi, siku dimobilisasi dengan gips atau
bebat fleksi 45 derajat selama 2 minggu.
3. Transposisi intramuskular
Pada transposisi intramuskular, jika nervus ulnaris sudah dibebaskan dari proksimal sampai
distal maka dipastikan tidak ada cekikan/jepitan dijalur barunya diantara grup otot fleksor
pronator. Kemudian, dibuat potongan pada otot untuk saluran tempat saraf lalu saraf tersebut
ditempatkan pada saluran tersebut. Fasia dijahit diatas saraf tersebut untuk mempertahankan
saraf pada tempatnya.
4. Transposisi submuskular
Pada transposisi submuskular, origo dari kelompok otot flexor-pronator harus dilepaskan. Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan yang paling penting dari proses pelepasan ini adalah
untuk menyambungkan kembali origo otot dengan aman. Bila saraf telah di transposisi pada
tempat barunya dibawah grup otot flexor pronator dan otot brachialis, fascia m. Fleksor carpi
ulnaris ditutup, sebagaimana menutup atap alur epikondilus. Post operasi, siku dimobilisasi
posisi fleksi 45 derajat dengan spalk atau gips selama 3-4 minggu.
5. Epikondilektomi medial
Epikondilektomi medial, walau bukan dekompresi in situ yang sebenarnya, adalah prosedur lain
untuk melepaskan tekanan saraf ulnaris di siku. Teknik ini melibatkan dekompresi saraf secara
sederhana dan mobilisasinya diikuti dengan reseksi subperiosteal dari epikondilus medialis.
Pengeluaran epikondilus berarti juga mengeluarkan daerah kompresi. Eksisi sejumlah tulang
yang tepat penting untuk suksesnya prosedur ini. Bila terlalu banyak tulang di eksisi dapat
merusak ligamen kolateral medial pada siku dan kelainan valgus dapat timbul. Jika terlalu sedikit
di eksisi, prosedur tidak akan sukses karena masih ada daerah kompresif.
Follow up post operatif : 4
Pada dekompresi in situ tidak dibutuhkan imobilisasi dan gerakan aktif harus dimulai sesegera
mungkin setelah operasi. Dalam 1-2 bulan aktivitas penuh harus sudah dilakukan.
Pada transposisi subkutaneus, dilakukan imobilisasi siku posisi fleksi 45 derajat selama 2
minggu, kemudian, mobilisasi aktif dengan peregangan otot dan penguatan dilakukan selama 2-3
bulan.
Transposisi intramuskular membutuhkan imobilisasi 90 derajat pada siku pada posisi fleksi
dengan pronasi penuh lengan bawah selama 3 minggu. Hal ini diikuti latihan pergerakan aktif,
peregangan dan penguatan otot.
Transposisi submuskular membutuhkan imobilisasi 3-4 minggu dengan bebat tekan dengan
sedikit pronassi dan pergelangan tangan pada posisi netral. Pergerakan aktif, peregangan dan
penguatan dilakukan selama 3-4 bulan.

Pada epikondilektomi medial, tidak dibutuhkan imobilisasi post operasi dan gerakan aktif
dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Dalam 1-2 bulan aktivitas normal sudah dapat
dilakukan.
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi paling serius dari prosedur bedah ini adalah : (4,8,1114,16)
Trauma pada saraf saat dekompresi atau saat memindahkannya.
Neuromata pada nervus kutaneus antebrachii medial
Gagal dekompresi yang adekuat yang menyebabkan daerah penjepitan baru saat dekompresi.
Gagal mengidentifikasi sindrom double-crush
Infeksi, tidak sembuh, trombophlebitis, atelektasis, dan gagalnya operasi karena sebab yang tidak
diketahui.
XII. PROGNOSIS
Dengan dekompresi yang tepat dan dilakukan pada waktu yang tepat, maka hasilnya bisa
mengembalikan fungsi normal. Jika dekompresi in situ dilakukan dengan tepat, kembalinya
fungsi normal dapat terjadi segera setelah dilakukan dekompresi. Dengan dilakukan transposisi
setelah dekompresi, imobilisasi post-op dan proses rehabilitasi, maka dalam waktu 3-6 bulan
pasien sudah bisa mendapatkan kembali fungsi normal tangannya. (3,4,15)
Pada kelumpuhan yang kronik (lebih dari 3-4 bulan) dengan gejala nyeri, kelemahan otot,
dan/atau atrofi, maka hasil operasi tidak bisa diprediksikan. Lama penjepitan dan parahnya mati
rasa dan kelemahan otot adalah faktor yang penting pada prognosis. Penyembuhan mungkin
terbatas atau tidak terjadi setelah dekompresi dan transposisi pada kasus-kasus kronik, tetapi
dengan dekompresi yang tetap maka progresivitas dapat dihentikan. (12,14,16)

Anda mungkin juga menyukai