Insurgent Planning Pt. 1 & 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

I.

Berpikir Ulang Mengenai Partisipasi


Bagaimana
partisipasi
pemerintahan neoliberal?

masyarakat

memaknai

Partisipasi masyarakat di era neoliberal berdasar pada


kekuatan hegemoni yang dicapai dengan kesepakatan dan
persepsi mengenai inklusi. Neoliberalisme itu tidak
sesederhana
penyatuan
kebijakan
ekonomi
yang
mengekstraksi surplus keuangan, tapi neoliberalisme
adalah sebuah jaringan mengenai kebijakan, ideology,
nilai-nilai dan rasionalitas yang mampu bekerja sama untuk
mencapai tingkat kekuasaan terbesar (Brown, 2003).
Contoh : privatisasi air sebagai cara untuk mengadili
komoditas untuk kebutuhan dasar.
Dalam penilaian perubahan yang dilakukan oleh agen
perkembangan internasional untuk mempraktekan prinsip
good governance dalam konteks partisipasi masyarakat
dan perkembangan pemerintah lokal, kekuatan hegemoni
adalah bentuk yang mampu mendestabilisasi hubungan
kekuatan yang terjadi dalam pemerintahan yang inklusif.
Oleh karena itu, World Bank dalam programnya
mempraktekan pergerakan hegemoni yang mengadopsi
perkembangan daerah lokal, oartisipasi komunitas dan
perkembangan partisipatif sebagai dasar kelembagaan
mereka, yaitu nekerja sama dengan CBO dan NGO.
Partisipasi masyarakat dapat mendepolitisasi perjuangan
komintas dan memperluas kontrol pemerintah dalam
hubungan masyarakat. Proses desentralisasi suatu wilayah
adalah bentuk strategi untuk menampung kekuatan
grassroots atau akar rumput melalui jalur lokal formal
untuk partisipasi masyarakat. Namun, di satu sisi
pergerakan akar rumput ini berpotensi untuk membangun
demokrasi yang mendalam dari bawah yang dapat
terekspos dan meluap bila dibenturkan dengan praktek
perlawanan hegemoni.
Salah satu kasus perlawanan kekuasaan terdapat di Bolivia
dimana terjadi pergeseran kekuasaan pemerintah formal
kepada komunitas masyarakat yang disebut sebagai Eva
Morales Movement.
Kasus kedua terdapat di Brazil dimana permukiman kumuh
tersebar sebagai bentuk pergerakan hegemoni sebagai
arena perlawanan masyarakat untuk mengganggu
hubungan politis yang normal.
II.

South Africas Western Cape Anti-Eviction Campaign


Setelah Afrika Selatan menyusun konstitusi baru di tahun
1996 sebagai perluasan kependudukan politis, pemerintah
mulai
memperkenalkan
pembayaran
pajak
untuk

pembayaran penggunaan untuk kebutuhan dasar publik


dan swasta. Hal ini juga memunculkan permasalahan baru
yaitu penggusuran yang disebabkan oleh ketidakmampuan
masyarakat untuk membayar kebutuhan dasar dan
kegagalan untuk membayar sewa permukiman umum atau
hutang kredit rumah dari bank swasta.
Salah satu kasus yang diambil adalah relokasi permukiman
informal sepanjang jalan tol N2 yang tersambung dengan
bandara internasional kota yang direncanakan dibangun
ulang untuk menyambut pertandingan World Cup 2010 di
Cape Town. Hal ini memunculkan pergerakan Western
Cape AED yang digerakkan oleh organisasi masyarakat,
komite
pengatasan
krisis
dan
kelompok-kelompok
masyarakat yang bertaruh untuk mendapatkan hak mereka
sebagai penduduk Cape Town. Untuk menyatukan
kekuatan, terjadi aglomerasi dari penduduk yang
tersisihkan, pekerja yang tidak dihargai, aktivis persatuan
maupun pegawai toko dan mantan anggota partai yang
mengatur koalisi tri-partit yang berlaku di daerah tersebut.
Penysusunan strategi Western Cape AED terdiri dari
negosiasi informal, pengembangan kapasitas masyarakat,
pembuatan data komunitas, pelayanan masyarakat, protes
dan mobilisasi massa, pendudukan dan invasi lahan untuk
mengklaim tempat tinggal dan izin untuk tinggal di wilayah
tersebut.
6000 penduduk dari permukiman illegal direncanakan
untuk direlokasi dari Joe Slovo menuju rumah sementara di
daerah Delft sejauh 40 km dari Cape Town. Namun,
sebelum penduduk dari Joe Slovo berhasil dipindahkan ke
Delft, rumah sementara di Delft sudah lebih dulu diinvasi
oleh 1600 orang yang memunculkan masalah baru karena
6000 orang dari Joe Slovo belum mendapatkan tempat
tinggal. Hal ini disebut sebagai a bureaucratic madness
karena
merupakan
kekacauan
strategi
negosiasi
pemerintah kota pada saat itu. Pemerintah lalu
mengupayakan untuk memindahkan 1600 penghuni illegal
Delft lewat prosedur legal formal dibantu oleh polisi lokal
yang
membantu
memindahkan
ke
tenda-tenda
pengungsian sementara. Namun karena pemindahan ini
bersifat tidak layak, banyak masyarakat yang menolak
sehingga berujung pada pendudukan trotoar secara illegal.
Selama 3 bulan pasca waktu itu trotoar di Jalan Symphony
diklaim sebagai tempat tinggal mereka.
Kesimpulan kasus ini bahwa insurgent planning yang
mengeluarkan invited spaces sebagai aksi dari akarumput
dan aliansi organisasi non-pemerintah yang diakui secara
hokum dari pemberi dana dan intervensi masyarakat.
Kedua, perencanaan seperti ini menimbulkan invented
spaces yang muncul karena aksi kolektif dari masyarakat

tidak mampu yang secara langsung mengkonfrontasi


aparat dan menantang status quo. Dua jenis penciptaan
ruang itu bersifat diakui hokum secara mutual, mempunyai
interaksi hubungan yang tidak esklusif secara mutual.
Perlawanan akar rumput digunakan sebagai jalur legal
untuk mengklaim hak kependudukan untuk kebutuhan
tempat tinggal dan kebutuhan dasar sebagai bentuk dari
sistem keadilan amsyarakat yang membawa sistem
birokrasi turun ke jalan.

Anda mungkin juga menyukai