Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
Sefalosporin merupakan salah satu antibiotik yang memiliki cincin -laktam
dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik -laktam bersama-sama dengan penisilin,
monobaktam, dan karbapenem. Sefalosporin tergabung dalam cephem, subgrup
antibiotik -laktam bersama dengan sefasimin. Seperti halnya semua senyawa metabolit
sekunder, antibiotik sefalosporin dihasilkan dalam industri bioproses yang melibatkan
mikroorganisme.
Sefalosporin C merupakan contoh sefalosporin yang paling awal ditemukan.
Fungsinya sebagai antibiotik yang cukup potensial menjadikannya produk antibiotik yang
banyak dihasilkan setelah penisilin. Dengan mengubah-ubah gugus sampingnya,
diperoleh berbagai senyawa turunan sefalosporin atau disebut sefalosporin semisintetik
dengan sifat-sifat yang berbeda.
1. Sejarah Perkembangan Sefalosporin
Penemuan antibiotik -laktam merupakan terobosan yang luar biasa dalam
pembuatan obat. Penisilin yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928
terbukti efektif dalam melawan bakteri gram positif. Berbagai penelitian lebih lanjut
terhadap penisilin menjadi populer pada masa itu. Meksipun demikian, penisilin
umumnya memiliki keterbatasan dalam melawan bakteri gram negatif. Dan seiring
dengan penggunaannya, beberapa bakteri gram positif menjadi resistan terhadap
penisilin dengan menghasilkan enzim penisilinase yang menghidrolisis cincin -laktam
pada penisilin.
Pada tahun 1945, Giuseppe Brotzu,
seorang profesor Hygiene dari University of Cagliari,
Italia, berhasil mengisolasi strain Cephalosporium
acremonium, sejenis mold, dari air laut dekat saluran
pembuangan limbah di Cagliari, Sardinia. Percobaan
yang dilakukannya membuktikan bahwa fungi ini
menghasilkan senyawa yang efektif dalam melawan
Salmonella tylhi (sejenis bakteri gram negatif). Pada
tahun 1948, Brotzu mempublikasikan penemuannya,
akan tetapi kurang menarik perhatian. Atas usul
British Medical Research Council, Brotzu kemudian
mengirimkan kultur C. acremonium, yang kemudian diklasifikasi ulang sebagai
Acremonium chrysogenium pada tahun 1971 oleh Gams, kepada Howard Florey di
Oxford.
1

Guy Newton dan Edward Abraham di Sir William Dunn School of


Pathology, University of Oxford pada tahun 1951 berhasil menemukan senyawa
antibiotik yang dihasilkan oleh kultur Acremonium yang kemudian diberi nama
sefalosporin C. Pada tahun 1955, antibiotik sefalosporin C menunjukkan spektrum
aktivitasnya yang lebar, termasuk banyak strain Staphylococcus aureus yang sensitif
dan resistan terhadap penisilin.
Riset dan pengembangan industri produksi sefalosporin semakin marak
mengingat potensi yang besar dari sefalosporin. Proses produksi yang pertama
melibatkan Glaxo, dari Inggris, dan Ely Lilly, dari Amerika Serikat, sebagai yang
pertama bernegosiasi dengan NRDC (National Research Development Corporation).
Pada tahun 1985, gen biosintetik -laktam pertama, pcbC (encoding
cyclase) berhasil dikloning dari A. chrysogenum. Perkembangan ini cukup berarti bagi
industri sefalosporin mengingat pembuatan enzim yang diperlukan bagi industri ini
menjadi lebih mudah.
2. Struktur Kimia dan Sifat-sifat Sefalosporin
Senyawa sefalosporin memiliki gugus inti 7-aminocephalosporanic acid (7ACA), yang mengandung gugus -laktam (sebuah cincin dengan 2 atom C, 1 gugus
karbonil, dan 1 atom N) dan cincin dihidrothiazin. Secara keseluruhan nama ilmiah
sefalosporin adalah asam 3-asetoksimetil-7-asilamino-3-cephem-4-karboksilat.
Berbagai senyawa lainnya dapat diperoleh dengan mengganti R1 dan R2
pada struktur gugus inti sefalosporin tersebut, sehingga dapat menghasilkan sifat-sifat

Struktur gugus inti sefalosporin

senyawa yang berbeda-beda. Beberapa contoh senyawa turunan sefalosporin yaitu


No.
1.

Senyawa turunan
Cefacetril

R1
CH3COOCH2-

2.

Cefalexin

CH3-

3.

Cefatrizin

R2
-CH2-CN

Berikut beberapa struktur yang berkaitan dengan sefalosporin yang terjadi


secara alami, bukan hasil sintesis.

Sifat-sifat senyawa turunan sefalosporin tergantung gugus yang terikat


pada gugus inti. Gugus R1 akan mempengaruhi sifat farmakologinya (proses yang
dilalui obat dalam tubuh), sedangkan gugus R2 mempengaruhi karakteristik
antibakterialnya.
Secara umum, sefalosporin dikelompokkan dalam 5 generasi, berdasarkan
sifat antibakterial, spektrum antibiotik, stabilitas terhadap laktamase, dan aktivitas
intrinsik.
1. Generasi 1, bersifat lebih efektif dalam menghadapi infeksi staphylococcal dan
streptococcal (bakteri gram positif), stabil terhadap asam, sedikit aktif dalam
melawan bakteri gram negatif. Beberapa obat yang tergolong dalam sefalosporin
generasi

pertama

yaitu

cefadroxil,

cefazolin,

cephalexin,

cephaloridine,

cephalothin, cephapirin, dan cephradine.


2. Generasi 2, memiliki spektrum bakteri gram negatif yang lebih luas, akan tetapi
lebih lemah dalam melawan bakteri gram positif dibanding generasi pertama.
Kelompok ini juga lebih resistan terhadap -laktamase. Sefalosporin yang
termasuk generasi kedua adalah cefaclor, cefoxitin, cefprozil, dan cefuroxime.
3. Generasi 3, memiliki aktivitas terhadap bakteri gram negatif yang jauh lebih besar,
yang disertai dengan berkurangnya aktivitas terhadap bakteri gram negatif.
Kelompok ini meliputi cefdinir, cefixime, cefotamine, ceftriaxone, ceftazidime, dan
cefoperazone.
4. Generasi 4, memiliki spektrum yang lebih seimbang, sehingga aktif dalam
melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Generasi 4 sefalosporin
merupakan antibiotik yang paling potensial di antara obat-obat dalam mengobati
beberapa infeksi serius pada manusia. Cefepime, cefluprenam, cefozopran,
cefpirome, dan cefquinome merupakan obat-obat yang tergolong dalam generasi 4
ini.
3

5. Generasi 5, merupakan kelompok terbaru yang diidentifikasi meliputi ceftobiprole


dan ceftaroline, meskipun pengelompokannya masih belum diterima secara
universal. Ceftaroline memiliki aktivitas yang sangat baik dalam melawan bakteri
gram positif.

Struktur kimia dari beberapa contoh sefalosporin generasi pertama dan kedua

Struktur kimia dari beberapa contoh sefalosporin generasi ketiga dan keempat

3.Sifat-sifat Fisik
Kebanyakan sefalosporin berupa padatan yang berwarna putih, coklat,
atau kuning muda, yang biasanya tidak berbentuk (amorf), tetapi kadang-kadang bisa
berbentuk kristal. Sefalosporin umumnya tidak memiliki titik leleh yang tinggi. Sifat
asamnya umumnya berasal dari gugus karboksilatnya yang terikat pada cincin
dihidrothiazin. Nilai keasamannya, pKa, tergantung kondisi lingkungannya.
Salah satu sifat fisik yang mencolok dari sefalosporin adalah frekuensi
dalam spektrum inframerah. Absorpsi terjadi pada frekuensi tinggi (1770-1815 cm-1)
yang berasal dari karbonil -laktamnya. Dibandingkan dengan frekuensi gugus karbonil
pada senyawa lain, misal karbonil ester (1720-1780 cm-1) dan amida (1504-1695 cm-1),
bisa dibilang cukup tinggi. Beberapa sifat fisik sefalosporin ditampilkan dalam tabel di
bawah ini.

4.Sifat-sifat Kimia
Adanya gugus -laktam sangat mempengaruhi sifat kimia dari sefalosporin.
Bentuk geometri cincin dengan ikatan rangkap di dalamnya, menjadikan sefalosporin
sebagai molekul yang

cukup stabil karena memungkinkan terjadinya resonansi.

Pembuatan senyawa turunan sefalosporin biasanya dengan melakukan penyerangan


menggunakan nukleofil seperti alkolsida atau hidroksilamin.

Reaktivitas sefalosporin, Nu merupakan nukleofil dan X sebagai leaving


group. Dari gambar dapat diketahui bahwa terdapat 2 kemungkinan
pembentukan produk dengan serangan nukleofil

5.Kegunaan Sefalosporin
Seperti halnya antibiotik -laktam lainnya, sefalosporin dapat digunakan
dalam melawan infeksi oleh bakteri dengan mengikat dan menjadi inhibitor enzim
pembentuk dinding peptidoglikan bakteri. Dibandingkan dengan penisilin yang juga
merupakan antibiotik -laktam, sefalosporin memiliki sifat resistan terhadap enzim laktamase yang dihasilkan oleh bakteri untuk memutus ikatan pada cincin -laktam.
Sefalosporin digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi oleh bakteri,
seperti infeksi saluran pernapasan (pneumonia, bronkitis, tonsillitis), infeksi kulit, dan
infeksi saluran urin. Pemberian sefalosporin kadang-kadang bersamaan dengan
antibiotik lain. Sefalosporin juga umum digunakan dalam pembedahan atau surgery,
untuk mencegah infeksi selama pembedahan.
Berbagai jenis sefalosporin yang dihasilkan juga memberikan berbagai
fungsi berbeda dari masing-masing sefalosporin. Sefalosporin generasi pertama
seperti sefalotin dan sefalexin merupakan yang paling aktif dalam melawan
6

staphylococci dan nonenterococcal streptococci, dan merupakan antibiotik alternatif


dari penisilin untuk pasien dengan endocarditis, osteomyelitis, septic arthritis, dan
cellulitis. Dikatakan sebagai antibiotik alternatif karena adanya pasien yang
kemungkinan alergi terhadap penisilin ataupun karena adanya infeksi campuran oleh
bakteri gram positif dan gram negatif. Meskipun obat-obat ini sudah terbukti dapat
mengatasi infeksi seperti bacteriemias, infeksi saluran kencing, dan pneumonia, yang
disebabkan bakteri gram negatif, penggunaan sefalosporin ini sebagai agen tunggal
tidak disarankan, karena aktivitas melawan bakteri gram negatif masih lemah dan tidak
dapat diprediksi. Sefalosporin generasi pertama telah digunakan secara luas dalam
pencegahan cardiovascular, orthopedic, biliary, pelvis, dan intra-abdominal surgery.
Sefazolin, yang memiliki waktu paruh lebih lama dibanding sefalosporin generais
pertama lainnya, merupakan pilihan utama untuk pencegahan dakam pembedahan.
Sefuroxime efektif dalam melawan Haemophilus influenzae penyebab
penyakit sejenis pneumonia yang kebal terhadap ampisilin. Sefoxitin digunakan untuk
mengobati infeksi campuran aerobik-anaerobik termasuk infeksi pelvis, intraabdominal, dan nosocomial aspiration pneumonia. Sefonicid, karena waktu paruhnya
yang panjang juga banyak digunakan dalam berbagai jenis infeksi seperti saluran
kencinga dan jaringan kulit.
Sementara itu, sefalosporin generasi ketiga dapat digunakan untuk
melawan bakteri gram positif. Biasanya pengobatan infeksi tidak menggunakan
sefalosporin generasi ketiga, melainkan obat lainnya. Pengecualian berlaku bagi
pengobatan meningitis. Sefotaxime, seftriaxone, dan seftazidime terbukti efektif dalam
mengobati meningitis, terutama bagi anak-anak di mana Haemophilus influenzae,
Streptococcus

pneumoniae,

dan Neisseria

meningitidis

merupakan penyebab

utamanya. Seftriaxone sekarang merupakan agen pilihan untuk mengobati berbagai


infeksi yang disebabkan strain kebal penisilin.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

MEKANISME KERJA
Mekanisme kerja antimikrobanya dengan menghambat

sintesis dinding sel mikroba (sintesis peptidoglikan yang


diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya). Daya
7

kerja sefalosporin ialah bakterisida. Jadi yang dihambat ialah


reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Aktivitas antimikroba sefalosforin ialah
dengan menghambat sisitesa dinding sel mikroba. Yang dihambat
ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram
positif maupun gram negative tetapi spektrum antimikroba
berbeda untuk masing-masing derivatnya.
Golongan sefalosporin generasi ketiga umumnya kurang
aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram
positif tetapi jauh lebih aktif terhadap enterobacteriaceae,
termasuk strain penghasil penisilinase.
mekanisme kerja antimikroba Sefalosporin ialah dengan
menghambat sintesis dinding sel mikroba.

2.2

SPEKTRUM KERJA SEFALOSPORIN


Spektrum kerja sefalosforin sangat luas dan meliputi banyak

kuman Gram-positif dan gram-negatif, termasuk E.coli,


Klebsiella, dan Proteus.Kepekaannya untuk beta-laktamase lebih
rendah daripada penisilin, Hingga tahun 2006
golongan Sefalosporin sudah menjadi 4 generasi, pembedaan
generasi dari Sefalosporin berdasarkan aktivitas mikrobanya dan
yang secara tidak langsung sesuai dengan urutan masa
pembuatannya.

2.3

No. Nama

PENGGOLONGAN SEFALOSFORIN

Generasi Cara Pemberian Aktivitas Antimikroba

1.

Cefadroxil 1

Oral

Aktif terhadap kuman gram

2.

Cefalexin 1

Oral

positif dengan keunggulan dari

3.

Cefazolin 1

IV dan IM

Penisilin aktivitas nya terhadap


8

4.

Cephaloti 1

IV dan IM

bakteri penghasil Penisilinase

5.

Cephradin 1

Oral IV dan IM

6.

Cefaclor

Oral

Kurang aktif terhadap bakteri

7.

Cefamand 2

IV dan IM

gram postif dibandingkan

dengan generasi pertama,

ol
8.

Cefmetaz 2

IV dan IM

ol
9.

tetapi lebih aktif terhadap


kuman gram negatif;
misalnyaH.influenza, Pr.

Cefoperaz 2

IV dan IM

Mirabilis, E.coli, dan Klebsiella

on
10. Cefprozil

Oral

11. Cefuroxim 2

IV dan IM

12. Cefditoren 3

Oral

Golongan ini umumnya kurang

13. Cefixim

Oral

efektif dibandingkan dengan

generasi pertama terhadap


kuman gram positif, tetapi jauh
14. Cefotaxim 3

IV dan IM

15. Cefotiam 2

IV dan IM

16. Cefpodoxi 3

Oral

lebih efektif terhadap


Enterobacteriaceae, termasuk
strain penghasil Penisilinase.

m
17. Ceftazidi

IV dan IM

18. Ceftizoxim 3

IV dan IM

19. Ceftriaxon 3

IV dan IM

20. Cefepim

Oral IV dan IM

Hampir sama dengan generasi


ketiga

Dewasa ini sefalosforin yang lazim digunakan dalam


pengobatan ialah sefalosporin generasi ketiga Salah satu sediaan
yang sering digunakan untuk diare persisten adalah seftriakson.

2.4

PENGGUNAAN SEFALOSFORIN
Sebagian besar dari sefalosporin perlu diberikan parenteral

dan terutama digunakan di rumah sakit.


1. Generasi I

: digunakan per oral pada infeksi saluran

kemih ringan dan sebagai obat pilihan kedua pada infeksi


saluran napas dan kulit yang tidak begitu parah dan bila
terdapat alergi untuk penisilin. Jangkauan terapi generasi ini
meliputi bakteri yang memproduksi penisilin, streptokokus dan
stafilokokus.Generasi ini memiliki kemampuan melawan kuman
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae dan Proteus mirabilis,
namun tidak dapat bekerja melawan Bacteroides fragilis,
enterococci, methicillin-resistant staphylococci, Pseudomonas,
Acinetobacter, Enterobacter, indole-positif Proteus, atau
Serratia.
Generasi ini umumnya digunakan untuk terapi infeksi kulit,
jaringan lunak, dan saluran kemih. Mampu untuk terapi infeksi
saluran pernapasan yang disebabkan olehStreptococcus
pneumoniae pencillin-sensitif namun tidak untuk Hemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis
Contoh : cefadroxil, cefalexin
2. Generasi II atau III : digunakan parenteral pada infeksi serius
yang resisten terhadap amoksisilin dan sefalosporin generasi I,
juga terkombinasi dengan aminoglikosida (gentamisin,
tobramisin) untuk memperluas dan memperkuat aktivitasnya.
Begitu pula profilaksis pada antara lain bedah jantung, usus
10

dan ginekologi. Sefoksitin dan sefuroksim (generasi ke II)


digunakan pada gonore (kencing nanah) akibat gonokok yang
membentuk laktamase. Terbagi atas 2 grup yaitu 'true'
generasi kedua sefalosporin (cefuroxime) dan sefamisin
(cefocetan). "True" sefalosporin lebih baik dibandingkan
generasi pertama untuk terapi kuman Hemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis, Neisseria meningitidis, dan beberapa
Enterobacteriaceae.
Generasi kedua dapat digunakan untuk terapi infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh kuman Hemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pneumoniae;
dan infeksi saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan
oleh kuman Escherichia coli. Sefamisin dapat digunakan untuk
terapi infeksi aerob/anaerob kulit, jaringan lunak, intrabdomen,
dan infeksi kebidanan
Contoh : cefuroxim, cefaclor
3. Generasi III : Seftriaxon dan sefotaksim kini sering dianggap
sebagai obat pilihan pertama untuk gonore, terutama bila telah
timbul resistensi terhadap senyawa fluorkuinon (siprofloksasin).
Sefoksitin digunakan pada infeksi bacteroides fragilis.
Beberapa jenis antibiotik generasi ini memiliki kemampuan
kurang untuk penanganan kuman gram positif. Generasi ini
mampu mengatasi infeksi nosokomial (diperoleh di RS),
mampu menembus sistim saraf pusat sehingga dapat
menangani meningitis (infeksi selaput otak) akibat kuman
pneumokokus, meningokokus, H.Influenza, E.coli,Klebsiella, dan
penicillin-resistant N. gonorrhoeae.
Dapat digunakan untuk menangani infeksi yang disebabkan
oleh kuman gram negatif terutama infeksi nosokomial, infeksi
saluran pernapasan, infeksi darah, intraabdomen, kulit,
11

jaringan lunak, saluran kemih. Dapat digunakan pada pasien


dengan gangguan fungsi ginjal.
Contoh : ceftriakson, cefoperazone, ceftazidim, cefotaxim,
ceftizoxim

4. Generasi IV : Generasi keempat ini memiliki spektrum luas


dengan kemampuan melawan bakteri gram positif sama
seperti generasi pertama, mampu melawan kuman gram
negatif, dapat melewati barier otak, dan efektif dalam
menangani meningitis.
Contoh : cefepime, cefpirome
5. Sefalosporin generasi V : Ceftobiprole sudah dideskripsikan
sebagai sefalosporin generasi ke-5 meskipun terminologinya
masih belum dapat diterima secara universal.
.
2.5

EFEK SAMPING
Obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambung-

usus (diare, nausea, dan sebagainya), jarang terjadi reaksi alergi


(rash, urticaria). Alergi silang dengan derivat penislin dapat
terjadi. Nefrotoksisitas terutama terdapat pada beberapa senyawa
generasi ke 1, khususnya sefaloridin dan sefalotin (dosis tinggi).
Senyawa dari generasi berikutnya jauh kurang toksis bagi ginjal
daripada aminoglikosida dan polimiksin. Beberapa obat
memperlihatkan reaksi disulfiram bila digunakan bersama alkohol,
yakni sefamandol dan sefoperazon.

2.6

RESISTENSI

12

Dapat timbul dengan cepat, maka antibiotik ini sebaiknya


jangan digunakan sembarangan dan dicadangkan untuk infeksi
berat.

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
sefalosporin merupakan antibiotik golongan B-laktam yang
mampu melawan kuman gram positif maupun gram negatif.
Diklasifikasikan berdasarkan kemampuan antibakterialnya.

DAFTAR PUSTAKA
Andes, D. and Craig, W.A. (2006). Pharmacodynamics of a New
Cephalosporin, PPI-0903 (TAK-559), Active Against Methicillin13

Resistant Staphylococcus aureus in Murine Thigh and Lung


Infection Models: Identification of an In Vivo PharmacokineticPharmacodynamic Target. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy. Vol 40 No: 4, April 2006, 1376-1383.
Demain, A.L., et al (1962). Effect of Methionine, Norleucine, and Lysine
Derivatives on Cephalosporin C Formation in Chemically
Defined Media. 27 Agustus 1962, 339-344.
Duan, Haixia (2009). Study on the Treatment Process of Wastewater
from Cephalosporin Production. Journal of Sustainable
Development. Vol 2 No: 2, Juli 2009. 133-136
Elander, R.P. (2003). Industrial Production of -lactam Antobiotics.
Journal of Application Microbiology Biotechnology, 61, 3 April
2003, 385-392.
Flickinger, M.C. and Stephen W. Drew (1999). Encyclopedia of
Bioprocess Technology: Fermentation, Biocatalysis, and
Bioseparation. John Wiley & Sons, Inc. New York, United States
of America, 560-569.
Hewinson, R. Glyn, et al (1986). The Permeability Parameter of the
Outer Membrane of Pseudomonas aeruginosa Varies with the
Concentration of a Test Substrate, Cephalosporin C. Journal of
General Microbiology. 132, 19 Juli 1985, 27-33.
Kanzaki, et al (1976). Production of Cephalosporin C. US Patent. 6 April
1976.
Kim, Youngsoo and Hol, Wim G.J. (2001). Structure of Cephalosporin
Acylase in Complex with Glutaryl-7-aminocephalosporanic acid
and Glutarate: Insight into the Basis of Its Substrate Specificity.
Chemistry & Biology. Vol 8 No: 12, November 2001, 1253-1264.
Muniz, Carolina Campos, et al (2007). Penicllin and Cephalosporin
Production: A Historical Perspective. Journal of Microbiology. Vol
49 No: 3-4, December 2007, 88-98.
Nigam, Vinod Kumar, et al (2007). Influence of Medium Constituents on
the Biosynthesis of Cephalosporin-C. Journal of Biotechnology.
Vol 10 No: 2, 15 Aptil 2007.
Othmer, Kirk. Encyclopedia of Chemical Technology. John Wiley & Sons,
Inc. United States of America. 1-40

14

Pichichero, Michael E. (2006). Cephalosporins Can Be Prescribed Safely


For Penicllin-Allergic Patients. Applied Evidence.Vol 55 No: 2, 23
Januari 2006, 106-112.
Saravanne, R. and Lavanya, M . (2006). Anaerobic Stabilization and
Recalcitrant Antibiotic Transformation Under Acclimed
Inoculum-Substrate Matrix. Water Environment. 1739-1746.
Srivastava, Pradeep, et al (2006). Process Strategies for Cephalosporin
C Fermentation. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol
65, July 2006, 599-602.

15

Anda mungkin juga menyukai