Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai
sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau
jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka
cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya.
Istilah paradigma pada awlanya berkembang dalam dunia ilmu
pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan ilmu filsafat. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. khun dalam bukunya yang berjudul The
Structure of Scientific Revolution (1970 : 49). Inti sari pengertian paradigm
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum
(merupakan sumber nilai), sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum,
metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, cirri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan
manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi,
budaya serta bidang-bidang lainnya. Berkembang juga dengan konotasi
pengertian sumber nilai, kerangka pikiran, orientasi dasar, susmberr asas serta
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu
bidang tertentu termsuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun
dalam pendidikan.
Di dalam era reformasi seperti ini, pengertian paradigma reformasi
sudah disalah artikan sehingga malah dijadikan topeng dalam kedok
pelanggarannya. Sekarang ini, reformasi sudah tidak seperti tujuan awal lagi,
sudah sedikit membelok dari garis lurusnya, memang dalam melakukan suatu
perubahan memerlukan waktu, reformasi merupakan masa transisi dimana
dari oerde baru menuju ke kehidupan yang lebih baik, namun ini merupakan
dampak orde baru yang berkepanjangan. Untuk itu, pancasila juga
ditanamkan dalam kehidupan kampus untuk bekal serta lebih memahami
makna Pancasila di kalangan pemuda penerus bangsa.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah,
1.2.1 Apakah definisi Paradigma?
1.2.2 Apa pengertian, tujuan serta dampak reformasi?
1.2.3 Apa makna dari Pancasila sebagai paradigma Reformasi?
1.2.4 Apa makna dari Pancasila sebagai pardigma Kehidupan Kampus?
1.2.5 Bagaimana cara mengaktualisasikan pancasila tersebut di perguruan
tinggi atau kampus dan pada reformasi?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.3.1 Mengetahui definisi dari paradigm
1.3.2 Memahami pengertian, tujuan serta dampak dari reformasi
1.3.3 Memahami makna dari Pancasila sebagai paradigma reformasi
1.3.4 Memahami makna dari Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus.
1.3.5 Memahami serta dapat mengaktualisasikan pancasila dalam kampus dan
pada reformasi.
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paradigma


Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir
seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra
subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan
bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Istilah paradigama ilmu pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn
melalui bukunya yang berjudul The Structur of Science Revolution. Kuhn
menjelaskan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti
keselurahan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh
anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukkan sejenis
unsur pemecahan teka-teki yang konkrit yang jika digunakan sebagai model, pola
atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagai atau
menjadi dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang
belum tuntas.
Arti paradigma ditinjau dari asal usul beberapa bahasa diantaranya :
a) Menurut bahasa Inggris : paradigma berarti keadaan lingkungan

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

b) Menurut bahasa Yunani : paradigma yakni para yang berarti disamping, di


sebelah dan dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketif
dan ideal.
c) Menurut kamus psycologi : paradigma diartikan sebagai
1. Satu model atau pola untuk mendemonstrasikan semua fungsi yang
memungkinkan adar dari apa yang tersajikan
2. Rencana riset berdasarkan konsep-konsep khusus, dan
3. Satu bentuk eksperimental
Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini
fenomena dipandang dan dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan
atau mendefinisikan suatu studi ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam
praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan
problem-problem riset.
Pengertian paradigma menurut Patton(1975) : A world view, a general
perspective, a way of breaking down of the complexity of the real world(suatu
pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan
kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970) : Suatu pandangan
yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan
yang semestinya dipelajari.
Secara etimologi arti paradigma adalah satu model dalam teori ilmu
pengetahuan atau kerangka pikir. Secara terminologis arti paradigma sebagai
berikut :
1. Paradigma adalah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang
menyeluruh dan konseptual terhadap suatu permasalahan dengan
menggunakan teori formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang
terpecaya.
2. Dasar-dasar untuk menyeleksi problem dan pola untuk mencari
permasalahan riset.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

3. Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya, yang


merupakan perspektif umum, suatu cara untuk menjabarkan masalahmasalah dunia nyata yang kompleks.
Jadi dari beberapa gagasan mengenai pengertian paradigm, dapat
disimpulkan bahwa paradigm yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta
proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang reformasi.
2.2 Pengertian Reformasi, Tujuan dan Dampak Reformasi
Makna Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation
dengan akar kata reform yang secara sistematik bermakna make or become
better by removing or putting right what is bad or wrong (Oxford Advanced
Learners Divtionary of Current English, 1980, dalam wibisino, 1998 : 1). Secara
harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk menformat ulang, menata
ulang atau menata kembali hal hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai nilai ideal yang dicita-citakan
rakyat (Riswanda, 1998). Secara umum reformasi di Indonesia dapat diartikan
sebagai melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan cara menata ulang
hal-hal yang telah menyimpang dan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan struktur
ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tujuan reformasi dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilainilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan
konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh
masyarakat bangsa;
3. Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi,
sosial budaya, maupun pertahanan keamanan;
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam
masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi,
seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan,
dan penyelewengan yang lain.
Reformasi yang telah terjadi di tengah masyarakat Indonesia sejak 1998
menghendaki perubahan mendasar. Agenda reformasi melalui berbagai ketetapan

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

MPR dan berbagai perundangan-undangan yang baru, tetapi setelah berlangsung


lebih dari lima tahun lamanya, terasa bahwa reformasi berjalan secara belum
terarah.
Bangsa

Indonesia

pada

saat

ini

justru

sedang

mengalami

ketidakharmonisan , tanpa orientasi sehingga sangat mudah mengarah kepada


jurang disintergasi. Bila dinilai kembali kepada kondisi sebelum reformasi maka
tampak kekuasaan yang pada waktu dahulu, bersifat otoriter, sekarang harus
bersifat demokratis, pemerintahan yang terpusat harus menjadi desentralisasi.
Pemerintahan yang bersifat tertutup dan penuh larangan serta pengawasan
seharusnya menjadi lebih terbuka dan transparan, serta kebebasan.
Kebebasan yang bertanggung jawab dan secara tegas melalui konsepkonsep yang terarah dapat membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Rasionalitas dan objektivitas telah tersisihkan sehingga muncul egoisme,
perseorangan maupun kelompok tanpa mengindahkan etika, moral, norma, dan
hukum yang ada. Politik kekerasan banyak bermunculan dan berkembang
mewarnai kehidupan baru dalam masyarakat sehingga sulit mengatasi maupun
mengontrolnya. Polusi kepentingan justru menambah keruwetan dalam kehidupan
bermasyarakat bangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hal-hal seperti ini harus
segera diatasi dan dihapuskan.
Diantara Kesemrawutan tatanan dan kehidupan Negara, reformasi yang
bertujuan menata ulang kehidupan berbangsa dan bernegara ke tujuan awal demi
kesejahteraan rakyat merupakan masa transisi dari masa orde baru yang tentu saja
masih banyak ketidakseimbangan di awal-awal masa reformasi, namun di awal
masa reformasi tersebut terlihat perubahan yang lebih baik seperti munculnya
suasana baru yang bisa kita saksikan di antaranya terdapat kebebasan pers,
kebebasan akademis, kebebasan berorganisasi, dan lain-lain yang selama ini
belum pernah ada, termasuk kebebasan pemikiran dalam memperjuangkan
pembebasan tahanan politik maupun narapidana politik. Hal ini bisa dinilai
sebagai lambang dari suatu era kebebasan berpolitik di Indonesia.
Timbulnya kesadaran baru bahwa masyarakat bisa bertindak dan berbuat
sesuatu serta melakukan perubahan-perubahan diantaranya pendobrakan atas rasa

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

ketakutan politik, pendobrakan terhadap proses pembodohan yang telah


berlangsung hampir lebih adri tiga puluh tahun.
Dengan pengalaman baru bereformasi, masyarakat Indonesia, khususnya
para mahasiswa mulai sadar dan memiliki serta dapat memperjuangkan politik
mereka yang benar-benar dapat membawa ke arah perubahan positif. Kesadaran
baru ini penting sekali artinya dalam rangka perjuangan selanjutnya menuju
reformasi yang total dan menyeluruh.
Pendapat dan penilaian terhadap reformasi masih banyak yang bersifat
vokal, terutama dari kalangan bawah yang sangat mendambakan hasil reformasi
bagi perbaikan kondisi kehidupan yang tentunya telah serba pembaharuan, tetapi
hasil ini pun belum banyak menunjukkan kemajuan dan perubahan ke arah yang
lebih baik.
Reformasi memang hal yang tidak mudah dalam pencapaiannya, tetapi
juga cukup banyak makan waktu. Selama jangka waktu lebih dari lima tahun
masa reformasi telah terjadi tiga kali pergantian presiden, kemudian dalam rangka
pencalonan presiden berikutnya akan dipilih melalui sistem ketatanegaraan yang
baru. Pemilihan dilakukan secara langsung oleh rakyat berdasarkan hati nurani
meskipun banyak hambatan yang dihadapi.
Banyak sorotan tajam dari masyarakat luas dewasa ini, yaitu penegak
hukum, pencegahan maupun penindakan terhadap KKN lama maupun yang
muncul semasa reformasi karena hal tersebut karena hal tersebut menyangkut
tentang ketertiban masyarakat. Seperti di Indonesia, sangat didambakan lahirnya
good governance yang mampu menangani apapun masalah krisis yang belum
selesai hal ini juga dibantu dengan seluruh masyarakat memalui organisasi
kemasyarakat maupun nonpemerintah yang pada saat ini ikut membantu dan
membangun kemampuan good governance.

2.3 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Ketika gelombang gerakan reformasi melanda Indonesia, maka seluruh
aturan main dalam wacana politik mengalami keruntuhan terutama praktek-

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

praktek elit politik yang dihinggapi penyakit KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme). Bangsa Indonesia ingin mengadakan perubahan, yaitu menata
kembalikehidupan berbangsa dan bernegara dengan terwujudnya masyarakat yang
sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusian yang menghargai hak-hak
asasi manusia, masyarakat yang demokratis dan religious serta nmasyarakat yang
bermoral kemanusiaan dan beradab.
Kenyataan yang terjadi, gerakan reformasi dimanfaatkan oleh para elit
politik demi memperoleh kekuasaannya, sehingga tidak mengherankan bila
banyak terjadi perbenturan kepentingan pribadi politik tersebut. Gerakan
reformasi ini membuat bangsa Indonesia, semakin sengsara dan berdampak pada
social, politik, ekonomi terutama kemanusiaan. Berbagai gerakan muncul disertai
dengan akibat tragedi kemanusiaan yang banyak menelan korban jiwa penerus
bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian,
ketentraman, dan kesejahteraan.
Dalam bidang ekonomi, sector riil sudah tidak berdaya, banyak
perusahaan maupun perbangkan yang gulung tikar yang dengan sendirinya
disertai dengan PHK sehingga menambabah jumlah pengangguran. Rakyat benarbenar

merintih

dan

menjerit

yang

kehidupan

kesehariannya

sangat

memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.


Namun dalam hal ini kalangan elit politik serta pelaku politik seakan menutup
kedua telinga mereka tanpa mempedulikan kesengsaraan mereka.
Namun demikian di balik berbagai macam keterpurukan bangsa Indonesia
tersebut

masih tersisa satu keyakinan akan nilai nilai yang berakar dari

pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Reformasi adalah menata


kehidupan bangsa dan negara di bawah nilai nilai Pancasila, bukan
menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Reformasi yang
dilakukan bangsa Indonesia tidak akan menghancurkan nilai-nilai Pancasila itu
sendiri. Bahkan pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah yang sumber nilai yang merupakan sebuah panggung
kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun masa orde baru.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

Menurut landasan historisnya, sumber nilai serta sumber norma yang


fundamental dari negara Indonesia yaitu Pancasila, yang mempunyai nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan serta ada secara
objektif dan melekat pada bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia. Maka dalam kehidupan politik yang sedang melakukan reformasi
bukan berarti akan mengubah cita-cita, dasar nilai, serta pandangan hidup bangsa
melainkan menata kembali dalam suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai
Pancasila dalam berbagai segala bidang reformasi, antara lain dalam bidang
hukum, politik, ekonomi, serta bidang-bidang lainya. Sebuah reformasi harus
memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas bagi bangsa Indonesia
nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi.
2.3.1

Gerakan Reformasi
Pada pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini,
bangsa Indonesia menghadapi krisis ekonomi yang hebat, sehingga
menyebabkan stabilitas ekonomi makin ambruk dan menyebar luasnya
tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hampir semua instansi
pemerintahan serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang para petinggi
negara yang membuat rakyat semakin menderita. Ekonomi rakyat semakin
terpuruk karena sistem ekonomi kapitalistik di mana kekuasaan ekonomi di
Indonesia hanya berada pada sebagian kecil penguasa dan konglomerat.
Para wakil-wakil rakyat, DPR serta MPR yang seharusnya membawa
amanat rakya dalam kenyataanya tidak dapat berfungsi secara demokratis.
Sistem politik menuju kearah Birokratik Otoritarian dan suatu sistem
Korporatik (Nasikum, 1998:5). Sistem ini ditandai dengan kosentrasi
kekuasaan dan partisipasi pembuatan keputusan-keputusan nasional berada
nhampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer,
kelompok cerdik cendekiawan, dan kelompok wiraswastawan yang
berkerjasama dengan masyarakat bisnis internasional. Keadaan yang
demikian membawa ekonomi rakyar semakin terpuruk dan parah. Pada sisi
lain

rakyat

dekelabui

mengatasnamakan

dengan

rakyat,

berbagai

namun

dalam

macam

program

kenyataannya

yang
hanya

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

menguntungkan sekelompok kecil yaitu para elit ekonomi dan para pejabat,
sehingga hamper di seluruh tanaha air marak terjadinya praktek KKN.
Pancasila yang pada dasarnya sebagai sumber nilai, dasar moral etik
bagi negara dan aparat pelaksana negara digunakan sebagai alat legitimasi
politik, semua tindakan dan kebijakan mengatasnamakan Pancasila,
kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan
Pancasila.
Klimaks dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi
nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik
yang menuntut adanya Reformasi di segala bidang terutama bidang hukum,
politik, ekonomi, dan pembangunan.
Awal dari gerakan Reformasi bangsa Indonesia, yakni dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Prof. Dr. B.J Habibie. Kemudian diikuti dengan
pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Dalam pemerintahan
Habibie, melakukan reformasi secara menyeluruh terutama pengubahan
pada 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi
ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum sehingga perlu diwujudkan
UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil,
UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlindungan Buruh,
dan lain sebagainya (Nopirin dalam Kaelan, 1998:1). Dan dengan demikian,
reformasi harus juga diikuti reformasi hukum bersama aparat penegaknya
serta reformasi pada pemerintahan.
Susunan DPR dan MPR harus mengalami reformasi yang dilakukan
melalui Pemilu. Reformasi terhadap UU Politik harus dapat menjadikan
para elit politik dan pelaku politik bersifat demokratis, yang mau mendengar
penderitaan masyarakat dan mampu menjalankan tugasnya dengan benar.
1) Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan
makna dari sebuah kata Reformasi, yang saat ini menimbulkan gerakan
yang mengatas namakan Reformasi, padahal gerakan tersebut tidak
sesuai dengan pengertian dari Reformasi. Hal ini terbukti dengan
maraknya gerakan masyarakat yang mengatasnamakan gerakan

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makana


reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan menduduki
kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri

ataupun swasta,

memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi, melakukan


pengrusakan, bahkan hingga melakukan dan mengarahkan massa
dengan merusak dan membakar toko-toko, pusat-pusat kegiatan
ekonomi, kantor istansi pemerintahan, fsilitas umum, kantor pos, kantor
bank disertai dengan penjarahan dan penganiayaan.
Gerakan reformasi yang seperti itu yang lebih mengarah kearah
gerakan anarkisme bukanlah gerakan reformasi yang sesungguhnya.
Oleh karena itu dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus
tahu dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses
menjalankan reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut. Secara
harfiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk
memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang
menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula
sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat (Riswanda
dalam Kaelan, 1998).
2) Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Pancasila merupakan dasar filsafat negara Indonesia, sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak
diletakkan pada kedudukan dan fungsinya. Pada masa orde lama
pelaksanaan negara mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan
dengan Pancasila, misalnya presiden seumur hidup serta praktekpraktek kekuasaan yang bersifat diktator. Pada masa orde baru,
Pancasila hanya sebagai alat politik oleh penguasa, sehingga kedudukan
pancasila

sebagai

kebijaksanaan

sumber

pelaksana

nilai

dikaburkan

penguasa

negara.

dengan

praktek

Misalnya

setiap

kebijaksanaan penguasa berlindung di balik ideology Pancasila,


sehingga konsekuensinya setiap warga yang tidak mendukung
kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila. Asas
kekeluargaan

sebagaimana

terkandung

dalam

nilai

Pancasila

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

10

disalahgunakan menjadi praktek nepotisme, sehingga merajalela kolusi


dan korupsi.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam
kerangka Pancasila, sebagai landasan cita-cita dan ideologi negara
Indonesia, agar tidak terjadi anarkisme yan menyebabkan hancurnya
bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam prespektif
Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berdab, Persatuan
Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.3.2

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat
terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena
proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin
dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa
setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah
satu subsistem yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru adalah
bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan
semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan
yang tidak mampu menjadi pelindung bagi masyarakat.
Kerusakan subsistem hukum yang terjadi pada masa orde baru yang
sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya politik, ekonomi, dan
bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi,
menata kembali kerusakan subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan reformasi
tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki
dasar, landasan serta sumber yang jelas yaitu Pancasila.
1) Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

11

Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berpikir, sumber


nilai serta sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di
Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama
dalam kaitannya berbagai macam upaya perubahan hukum, atau
Pancasila harus merupakan paradigma dalam suatu pembaharuan
hukum. Agar hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan
masyarakat maka hukum harus senantiasa diperbaharui agar aktual
atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang
dilayaninya dan dalam pembaharuan hukum yang terus menerus
tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber
norma dan sumber nilai-nilainya.
Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi
regulatif. Dengan fungsi regulatifnya Pancasila menentukan dasar
suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri
sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan
kehilangan arti dan maknanya itu sendiri.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian. Pertama,
sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan
tata cara penyusunan hukum, misalnya Undang-Undang, Perda.
Kedua, sumber material hukum, yaitu suatu sumber hukum yang
menentukan materi atau suatu isi suatu norma hukum (Darmodiharjo,
1996 : 206). Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan
perundang-undangan Indonesia yang tersusun secara hierarkis.
Selain sumber yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan
pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris
yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi
yang dikehendakinya. Menurut Johan Galtung suatu perubahan serta
pengembangan secara ilmiah harus mempertimbangkan tiga unsure,
yaitu nilai, teori (norma), dan fakta atau realities empiris (galtung,
1980 : 30-33)
Oleh karena itu, dalam reformasi hukum dewasa ini selain
Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum yang merupakan
sumber norma dan sumber nilai, terdapat unsur pokok yang justru
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

12

tidak kalah pentingnya yaitu kenyataan empiris yang ada dalam


masyarakat karena dalam menyangkut aspirasi masyarakat, kemajuan
peradaban serta kemajuan iptek maka pembaharuan hukum harus
mampu mengakomodasikan dalam norma-norma hukum selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, upaya
untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan
manusia keetingkatan harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai
makhluk yang berbudaya dan beradab.
2) Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi hukum harus konsepsional dan konstitusional,
sehingga reformasi hukum memiliki landasan dan tujuan yang jelas.
Dalam upaya reformasi hukum dewasa ini telah banyak dilontarkan
berbagai macam pendapat tentang aspek apa saja yang dapat
dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan telah banyak
usulan untuk perlunya amandemen atau kalau perlu perubahan secara
menyeluruh terhadap pasal-pasal UUD 1945.
Berdasarkan banyaknya aspirasi yang berkembang cenderung ke
arah adanya amandemen terhadap pasal-pasal UUD 1945 bukannya
perubahan secara menyeluruh namun hendaklah dipahami secara
obyektif bahwa bilamana terjadi perubahan seluruh UUD 1945 maka
hal itu tidak menyangkut perubahan terhadap pembukaan UUD 1945,
karena pembukaan UUD 1945 berkedudukan sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental. Oleh karena itu, apabila merubah
pembukaan dari UUD 1945 maka sama halnya membubarkan negara
Indonesia. Seluruh perubahan maupun produk hukum di Indonesia
haruslah didasarkan pada pokok-pokok pikiran yang yang tertuang
dalam Pancasila yang hakikatnya merupakan cita-cita hukum dan
merupakan esensi dari sila-sila Pancasila.
Dasar yuridis Pancasila sebagai reformasi hukum adalah Tap
No.XX/MPRS/1966, yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai
sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa
bersumber pada nila-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

13

urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang bersumber


pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang
telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain, Undang-undang
Politik tahun 1999, yaitu UU No.2 tahun 1999, tentang Partai Politik,
UU No.3 Tahun 1999 tentang PemilihanUmun dan UU No.4 Tahun
1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD;
Undang-undang Pokok Pers sehingga menghasilkan pers yang bebas
dan demokratis; Undang-undang Otonomi Daerah, yaitu meliputi UU
No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, dan UU No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN.
3) Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam suatu negara apapun baiknya suatu peraturan perundangundangan namun tidak disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum
yang baik, niscahya reformasi hukum akan menjadi sia-sia.
Pelaksanaan hukum yang baik juga ditunjang oleh aparat penegak
hukum yang memiliki integritas sesuai dengan sumpah jabatan dan
tanggung jawab moral sebagai penegak hukum dengan landasan nialinilai serta norma yang bersumber dari Pancasila. Reformasi pada
dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan
semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah.
Reformasi pada hakikatnya untuk mengembalikan negara pada
kekuasaan rakyat. Negara adalah dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat
adalah asal mula kekuasaan. Maka dalam pelaksanaan hukum harus
mengembalikan negara pada supremasi hukum yang didasarkan atas
kekuasaan yang berada pada rakyat bukannya pada kekuasaan
perseorangan ataupun kelompok. Di Indonesia, kekuasaan rakyat
dilakukan oleh majelis yaitu MPR yang dilakukan melalui suatu
pemilihan umum. Oleh karena itu, pelaksanaan peraturan perundangundangan harus mendasarkan pada terwujudnya atas jaminan bahwa
dalam sutu negara kekuasaan adalah di tangan rakyat.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

14

Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar


dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum.
Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan dalam suatu negara yaitu hak dan kewajiban
bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan,
golongan, etinitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di muka hukum dan pemerintahan ( UUD 1945 Pasal
27 ). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara
yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif,
keadilan komutatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam
pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan
adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih
dari praktek KKN.
2.3.3

Pancasila sebagai Reformasi Politik


Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri
negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila. Nilai demokrasi tersebut secara normatif
terjabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu:
Pasal 1 ayat (2) menyatakan:
Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan rakyat.
Pasal 2 ayat (2)menyatakan:
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan
yang telah ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 5 ayat (1) menyatakan:
Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

15

Pasal 6 ayat (2) menyatakan:


Presiden

dan

Wakil

Presiden

dipilih

oleh

Majelis

Permusyawaratan rakyat dengan suara terbanyak.


Prinsip-prinsip demokrasi yang terkandung dalam UUD 1945
bilamana kita kembalikan pada nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah ditangan rakyat. Rakyat
merupakan asal mula kekuatan negara. Oleh karena itu paradigma ini
harus menjadi dasar pijak dalam reformasi politik.
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui pada
reformasi undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan
tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana
terkandung dalam Pancasila.
Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undangundang politik No.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak
mencerminkan nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah ditangan
rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945. Berdasarkan
kenyataan susunan keanggotaan MPR, DPR dam DPRD maka rakyat
bertekad menyusun melakukan reformasi dengan mengubah sistem politik
tersebut melalui sidang istimewa MPR tahun 1998 Undang-undang no.4
Tahun 1999 yang mengatur tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR
dan DPRD.
Perubahan yang telah dilakukan antara lain Pasal 2 ayat (2) yang
menyatakan bahwa jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang. Anggota
DPR hasil pemilu sebanyak 500 orang. Utusan daerah sebanyak 135 orang,
yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1. Utusan golongan sebanyak 65
orang. Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya adalah pada pasal
2 ayat (3) yaitu utusan daerah dipillih oleh DPR, dan sebagaimana
diketahui bahwa DPR adalah merupakan hasil pemilu jadi bersifat
demokratis.
Susunan Keanggotaan DPR:

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

16

Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam Undang-undang


No.4 Pasal 11 sebagai berikut:
Pasal 4 ayat (2) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat (3) menyatakan keanggotaan DPR terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak 462 orang
b. Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat I:
Reformasi atas Undangundang politik

yang mengatur Susunan

Keanggotaan DPRD Tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik No.4


Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1) bahwa pengisian anggota DPRD dilakukan melalui
pemilu dan pengankatan
Pasal 18 ayat (2) menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD I
ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya 100
orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Susunan Keanggotaan DPRD II:
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam
Undang-undang Poitik No.4 Tahun 1999, sebagai berikut:
Pasal 25 ayat (1) menyatakan pengisian anggota DPRD II dilakukan
berdasarkan hasil Pemilihan Umum dan pengangkatan.
Pasal 25 ayat (2) menyatakan DPRD II terdiri atas:
a. Anggota partai politik hasil pemilihan umum
b. Anggota ABRI yang diangkat

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

17

Pasal 25 ayat (3) menyatakan bahwa sejumlah anggota DPRD II


ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45
orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
Demi terwujudnya supra struktur yang benar-benar demokratis dan
spiratif maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infra
struktur politik, terutama tentang partai politik. Dalam undang-undang
ditentukan bahwa partai politik dan golomgan karya hanya meliputi tiga
macam yaitu, Partai Paersatuan Penbangunan (PPP), Golongan Karya
(Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa orde baru
keberadaan infra struktur tersebut masih diseragamkan dengan asa tunggal
Pancasila, sehingga secara politis kehidupan yang demikian ini akan
mematikan proses demokratisasi dalam kehidupan negara.
Adapun ketentuan yang mengatur tentang partai politik diatur dalam
Undang-undang No.2 Tahun 1999 tentang partai politik yang lebih
demokratis

dan

memberikan

kebebasan

serta

keleluasaan

menyalurkan aspirasinya. Berdasarkan ketentuan UU

untuk

tersebut warga

negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik untuk


menyalurkan aspirasi politiknya. Atas ketentuan UU tersebut maka
bermunculanlah partai politik di era reformasi ini yang mencapai 114
partai politik.
Pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan dan diatur dalam
Undang-undang No.3 Tahun 1999 tentang pemilihan umum. Ketentuan
Undang-undang No.3 Tahun 1999, Bab III Pasal 8, dijelaskan bahwa
penyelenggara pemilihan umum dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur partai-partai politik
pesertapemilihan umum dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab
kepada Presiden.
Pancasila dan UUD 1945 beserta pembukaan UUD 1945 ditetapkan
kehidupan demokrasi dan kemakmuran dijadikan sebagai kerangka dasar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam praktek plaksanaannya
ternyata berbeda dengan nilai Pancasila serta semangat dalam UUD 1945.
Kondisi yang demikian ini tidak menumbuhkan kehidupan politik yang
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

18

demokratis karena penguasa senantiasa memperkokoh kekuasaaannya


dengan berlindung dibalik ideologi Pancasila.
Oleh karena itu reformasi kehidupan politik agar benar-benar
demokratis dilakukan dengan jalan revitalisasi ideologi Pancasila, yaitu
dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan serta fungsi yang
sebenarnya sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara yang
tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan pilitik juga dilakukan
dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam
satu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa
yang akan datang.
2.3.4

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh
bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok
kecil orang bahkan penguasa. Tidak terwujudnya pelembagaan proses
politik yang demokratis, mengakibatkan hubungan pribadi merupakan
mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik, dan ekonomi dalam
suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan demokratis
tersebut memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya hubungan
antara penguasa politik dengan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan
pengusaha (Sanit, 1999: 85). Terlebih lagi karena lemahnya sistem kontrol
kelembagaan berkembang pula penguasa sekaligus sebagai pengusaha,
yang didasarkan atas birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.
Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai-nilai
pancasila

yang

meletakkan

kemakmuran

pada

paradigma

demi

kesejahteraan seluruh bangsa. Bangsa sebagai unsur pokok serta subyek


dalam Negara yang merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia individu
makhluk sosial, adalah adalah sebagai satu keluarga bangsa. Oleh karena
itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus diletakkan pada
peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa sebagai
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

19

satu keluarga. Sistem ekonomi yang berbasis pada kesejahteraan rakyat


menurut Moh. Hatta, adalah merupakan pilar (soko guru) ekonomi
Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat birokratik
otoritarian yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi
dalam membuat keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya berada
ditangan penguasa bekerja sama dengan kelompok militer dan kaum
teknokrat. Adapun kelompok pengusaha oligopostik didukung oleh
pemerintah bekerja sama dengan masyarakat bisnis internasional, dan
terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas kekuasaan keluarga pejabat Negara
termasuk presiden (William Liddle, 1995: 74).
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yanga hanya
mendasarkan

pada

pertumbuhan

dan

mengabaikan

prinsip

nilai

kesejahteraan barsama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya


menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan pengusaha. Pada
era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan.
krisis

ekomoni

yang

terjadi

di

dunia

dan

melanda

Indonesia

mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang


diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan
pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi
yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu, rekapitalisasi pengusaha
pada masa krisi dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu
pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi
yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila
yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut:
a) Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan
dengan social safety net yang dipopulerkan dengan program jaringan
pengaman sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan
rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten
menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

20

orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan


kepercayaan dan usaha.
b) Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan
dengan

menciptakan

kondisi

kepastian

usaha,

yaitu

dengan

diwujudkannya perlindungan hukum serta undang-undang persaingan


yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan
jantung perekonomian.
c) Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka
perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini
meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi
sistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian,
dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor (Nopirin, 1999:4)
dengan sendirinya interviensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam
proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus
segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada
upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan
kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga
dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
Tidak hanya itu, agar terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa
maka pemerintah juga memberikan kebijakan ekonomi seperti:
a) Kebijakan ekonomi makro
Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan
pemerintah dalam upaya menekan laju inflasi dan memperkuat nilai
tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan
moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi
devisa anggaran sampai pada tingkat yang dapat diimbangi dengan
tambahan dana dari luar negeri. Kebijaksanaan moneter yang ketat
dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan
laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing,
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

21

dengan

menahan

naiknya

permintaan

anggaran,

juga

untuk

mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor perbankan.


Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat
bunga tinggi dapat menjadi salah satu faktor terpenting yang akan
berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat kontraktif
terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang
tinggi tidak akan selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap
akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring dengan menurunnya
laju inflasi.
b) Kebijakan ekonomi mikro
Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah,
ditujukan, antara lain:
1. Untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap
kelompok penduduk berpendapatan rendah dikembangkannya
jaring pengaman sosial yang meliputi program penyediaan
kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan
tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum
krisis

serta

penanganan

pengangguran

dalam

upaya

mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan


rendah.
2. Menyehatkan sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan
masyarakat terhadap keberadaan lembaga perbankan.
3. Merestrukturisasi hutang luar negeri. mereformasi struktural di
sektor riil, agar perekonomian, terutama sektor riil dapat
berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan berbagai
program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil
mencakup:
a. Penghapusan berbagai praktek monopoli,
b. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk
bidang perdagangan dalam dan luar negeri dan bidang
investasi.
c. Privatisasi BUMN. Meskipun perekonomian nasional sebelum
krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,
tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain,
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

22

adanya praktek-praktek monopoli di berbagai bidang usaha.


Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi konsentrasi
kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku usaha,
sehingga kegiatan produksi, distribusi menjadi tidak efisien
dan secara lebih luas daya saing perekonomian nasional
menjadi lemah.
d. Mendorong ekspor. permintaan dalam negeri yang menurun,
maka wahana untuk memulihkan kembali perekonomian
Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula
dengan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tinggi dewasa ini,
Indonesia makin memiliki daya saing dalam barang ekspor
yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun
peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan kepada beberapa
kendala, yakni keengganan pihak luar negeri membeli barang
Indonesia,

ketiadaan

bahan

baku,

serta

hal-hal

yang

berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti misalnya


operasi pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan
administrasi perpajakan.

2.4 Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan Kampus


Kampus merupakan wadah sarana pendidikan juga sebagai tempat
menimba/mendapatkan ilmu. Tentunya dalam kehidupan kampus terdapat
beberapa elemen yang mengisi dan menjalankan peran mereka sebagai warga
kampus. Kampus juga merupakan sarana pembentukan jati diri dan pembentukan
karakter suatu bangsa, karena dalam kehidupan kampus merupakan wadah bagi
para pemuda sebagai cikalbakal penerus bangsa. Dalam kehidupan kampus tentu
ada nilai-nilai kehidupan yaitu nilai agama, politik,hukum,adat, dan lain-lain.
Untuk mengelola dan mengatur kehidupan kampus agar sesuai dengan norma dan
nilai-nilai budaya dan kepribadian bangsa tentu perlu sebuah landasan atau acuan
yang sesuai dengan kepribadian tersebut. Dalam hal ini pancasila sebagai
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

23

paradikma kehidupan kampus berarti bahwa pancasila menjadi acuan, kerangka


pikir warga kampus, sehingga dapat menerapkan dan menjalankannya sesuai
dengan sila-sila yang terkandung didalamnya.
Dimulai dari sila pertama dari pancasila tentang ketuhanan. Dalam
kehidupan kampus yang terdiri dari beragam agama mulai dari islam, kristen,
hindu, budha, dan konghuchu, tentu perlu adanya acuan atau pola pikir untuk
saling toleransi dan tidak melakukan diskriminasi terhadap penganut minoritas
agama lain. Sehingga akan tercipta keseimbangan dan tercapainya nilai-nilai yang
terkandung dalam sila pertama tersebut.
Berkaitan dengan nilai kemanusiaan yang terdapat dalam sila ke-2,
seorang mahasiswa berhak mendapatkan haknya ketika kewajibannya sudah
dilakukan seperti mendapatkan sebuah prestasi setelah ia menempuh kuliah
selama satu semester dan mendapatkan IPK yang sesuai dengan usahanya dalam
menjalankan kewajibannya. Namun perlu juga kesesuaian antara kewajiban yang
dilakukan dengan hak yang diterima. Kemudian, dalam pergaulan kampus
semakin sulit dibedakan antara mahasiswa yang senior dengan yang junior karena
ketika golongan tersebut menyatu terkadang mempunyai sikap yang kurang sopan
ketika berbicara dan berperilaku. Sehingga nilai moral yang ada tidak sesuai lagi
dengan perilaku yang sebagaimana mestinya.
Dalam sebuah kampus pasti terdiri dari beragam mahasiswa yang berasal
dari daerah yang berbeda. Keberagaman latar belakang warga kampus mulai dari
perbedaan suku, ras, agama, budaya daerah asal, dan bahasa. Adanya
keberagaman ini tentu mempunyai dampak positif dan negatif terhadap kehidupan
kampus. Keberagaman ini dapat menimbulkan suatu perpecahan antar mahasiswa,
walaupun tidak dalam skala yang besar. Sehingga untuk mengantisipasi dampak
negatif yang lebih besar diperlukan sebuah acuan berfikir atau paradigma sebagai
landasan bahwa semua orang dapat menyatu, menghargai, dan mengakui
walaupun terdapat beberapa perbedaan dalam hal bahasa dan budayanya.
Paradigma tersebut telah tertanam dalam pancasila sila ke-3 sebagai nilai
persatuan.
Kampus dapat diibaratkan sebagai sebuah Negara yang secara tidak
langsung berdiri sendiri dan mempunyai sebuah sistem. Dalam sebuah sistem
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

24

pasti ada proses an ada orang yang memegang peran dalam pelaksanaan tersebut.
Dalam proses pelaksanaan kepemimpinan dan pemerintahan harus ada transparasi
antara pemimpin, dosen, atau pegawai yang berperan dalam kepemimpinan
terhadap mahasiswanya. Sehingga tidak menimbulkan konflik internal antara
kedua lapisan tersebut. Paradigmanya adalah agar tercapainya suatu tujuan yaitu
pendidikan yang bermutu dan berkualitas baik, mempunyai makna bahwa
pendidikan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa seperti yang
tertuang dalam pancasila sila ke-4 sebagai nilai kerakyatan.
Seiring dengan perkembangan jaman dimana terjadi perpindahan orde dari
orde lama ke orde baru, nilai-nilai pancasila pun semakin dilupakan. Padahal
dengan pancasila tersebutlah segala sesuatunya menjadi sangat berharga.
Pancasila yang terdapat dalam unsur ilmu pengetahuan berkaitan juga dengan
kehidupan kampus, karena kampus sendiri mempunyai tujuan yang berkaitan
dalam ilmu pengetahuan. Paradigma kehidupan yang terdapat dalam kampus
adalah dimana dalam setiap kehidupan sehari-harinya terdapat interaksi antara
dosen dengan mahasiswa . Sesuai dengan nilai keadilan yang terdapat dalam sila
ke-5, menyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Hubungannya apa? Kampus sebagai wadah yang tepat dalam mendapatkan ilmu,
menandakan bahwa dosen adalah seorang pengajar dan mahasiswa adalah sebagai
pelajar. Artinya,dosen harus mensejahterakan mahasiswanya dengan menuangkan
ilmu yang dia punya kepada mahasiswanya tanpa harus melakukan perbedaan
dalam mendapatkan ilmu agar terciptanya suatu elemen mahasiswa yang pintar,
radikal, dan berkompeten dalam bidangnya.
2.4.1 Aktualisasi Pancasila
Pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup bangsa sudah
seharusnya diwujudkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan sehariharitidak terkecuali dalam kehidupan kampus. Aktualisasi pancasila
dibedakan menjadi dua yaitu aktualisasi secara subjektif dan secara objektif.
1. Aktualisasi pancasila secara subjektif
Aktualisasi pancasila secara subjektif adalah Pengamalan pancasila
pengamalan pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam pribadi
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

25

seseorang, warga negara, individu, penduduk, penguasa, dan orang


Indonesia. Pengamalan pancasila yang subyektif ini justru lebih penting
dari pengamalan yang karena pengamalan yang subyektif merupakan
syarat pengamalan pancasila yang obyektif (Notonegoro,1974;44).
Sesuai dengan pengertian diatas ini berarti pelaksanaan pancasila
berkaitan dengan individu seseorang. Berkaitan dengan kesadaran, ketaatan,
serta kesiapan individu tiap mahasiswa untuk mengamalkan pancasila.
Kesadaran dan ketaatan terhadap nilai-nilai pancasila harus dimulai dari
masing-masing individu. Karena dengan meningkatnya kesadaran masingmasing individu dapat meningkatkan kualitas dari sebuah kelompok, begitu
pula kehidupan di kampus.
2. Aktualisasi pancasila secara objektif
Pengamalan pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan dalam
bentuk realisasi dalam setiap penyelengaraan dan kelembagaan kampus,
baik di bidang organisasi maupun non organisasi. Aktualisasi in dapat dilihat
dengan adanya organisasi-organisasi baik dalam tingkat universitas,
fakultas, ataupun jurusan yang ad didalam kampus. Realisasi secara objektif
ini dapat diwujudkan dengan adanya peraturan-peraturan di kampus ataupun
di organisasi kampus dan pembentukan tujuan, visi dan misi kampus yang
sesuai dengan makna dari nilai-nilai pancasila.
2.4.2 Tridharma Perguruan Tinggi
Tridharma perguruan tinggi merupakan tiga tugas pokok perguruan
tinggi sebagai instansi yang ada didalam masyarakat yang mengabdikan diri
kepada masyarakat. Tiga tugas pokok itu antara lain:
1. Pendidikan tinggi
Perguruan tinggi selaku pendidikan tinggi mempunyai sebagai
sarana untuk melaksanakan pendidikan sehingga menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas, intelek, berilmu yang bermoral ketuhanan yang
mengabdi pada kemanusiaan. Berikut adalah tugas perguruan tinggi sebagai
pendidikan tinggi:

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

26

(1) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang


memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,dan kesenian.
(2) Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian yang mereka miliki untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat dan meningkatkan kebudayaan nasional.
Dengan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi dan menanamkan
moral ketuhanan dan kemanusiaan pada generasi mudanya, diharapkan
dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat disekitarnya.
2. Penelitian
Penelitian ilmiah menjadi misi sebuah perguruan tinggi. Penelitian
adalah suatu kegiaan menelaah sesuai kaidah yang bersifat objektif untuk
mendapatkan

kebenaran

dan

menyelesaikan

masalah

dlam

ilmu

pengetahuan, teknologi, dan kesenian. Dalam sebuah kegiatan penelitian


seluruh unsur dalam penelitian selalu mendasar pada sebuah paradigma
tertentu sehingga terdaat berbagai khasanah ilmu yang mempunyai
perbedaan kerakteristik.
Sebagaimana yang terkandung dalam pancasila bahwa seorang
intelektual yang melakukan sebuah penelitian harus memiliki moral
ketuhanan dan kemanusiaan. Hal ini berarti seorang peneliti tidak bersifat
bebas tapi harus berpegang pada nilai kemanusiaan yang didasari pada nilai
ketuhanan. Selain itu seorang peneliti juga dituntut untuk memiliki sifat
yang jujur dan mengasilkan penelitian yang objektif. Seorang peneliti tidak
boleh termotivasi karena uang, kekuasaan, ambisi, atau untuk kepentingan
primordial tertentu. Sehinggga tujuan dan manfaat sebuah penelitian bisa
tepat sasaran yaitu untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Pengabdian terhadap masyarakat
Perguruan tinggi adalah instansi yang berada di tengah-tengah
masyarakat untuk mengabdi kepada masyarakat. Yang dimaksud pengabdian
masyarakat adalah suatau kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan
dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat (pasal 3
ayat1 PP 60 Th. 1999).
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

27

Aktualisasi ini dapat dilakukan sesuai dengan bidang yang


dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Pengabdian
terhadap masyarakat ini pada dasarnya adalah aktualisasi pengembangan
ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Misalnya pengabdian masyarakat yang ada di Universitas
Jember di bidang pendidikan adalah dengan adanya Unej mengajar di
tempat-tempat pelosok di daerah sekitar Jember.
2.4.3 Budaya Akademik
Budaya akademik merupakan nilai yang lahir karena masyrakat yang
bersangkutan. Perguruan tinggi sebagai salah satu instansi yang ada di
masyarakat memiliki ciri khas tertentu dan memiliki insan-insan dengan
wawasan dan integritas ilmiah. Sehingga masyarakat dengan latar belakang
akademik memiliki beberapa ciri sebagai budaya akademik, antara lain:
(1) Kritis, artinya setiap insan memiliki rasa ingin tahu terhadap segala
sesuatu dengan mengupayakan jawaban dan pemecahan atas rasa
keingin tahuannya.
(2) Kreatif, artinya selalu mengembangkan sikap inovatif atau menemukan
hal-hal baru.
(3) Objektif, artinya kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan
kebenaran ilmiah dan berpegang pada kejujuran, tidak berdasarkan
obsesi, kekuasaan, atau uang.
(4) Analitis, hal ini berarti kegiatan ilmiah yang dilakukan harus sesuai
dengan metode ilmiah sebagai syarat untuk mendapatkan sebuah
kebenaran ilmiah.
(5) Konstruktif, berarti bahwa kegiatan ilmiah yang dilakukan dapat
mewuwjudkan halhal yang baru yang dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat.
(6) Dinamis, dinamis artinya bahwa harus selalu ada pengembangan dalam
keilmiahan sebagai salah satu budaya akademik.
(7) Dialogis, berarti proses transpormasi ilmu pengetahuan harus selalu
memberi ruang peserta didik untuk mengembangkan, melakukan kritik,
dan mendiskusikannya.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

28

(8) Menerima kritik, hal ini berarti bahwa peserta didik harus saling
terbuka pada setiap kritik sehingga mereka bisa introspeksi diri dan
belajar dari kritikan tersebut.
(9) Menghargai setiap prestasi sutau kegiatan ilmiah.
(10)
Bebas dari prasangka, berarti bahwa budaya akademik harus
berdasarkan pada kebenaran ilmiah.
(11)
Menghargai waktuatau memanfaatkan waktu seefektif dan
seefisien mungkin.
(12)
Menjunjung tinggi tradisi ilmiah dan benar-benar memiliki
karakter ilmiah.
(13)
Berorientasi pada masa depan, hal ini berarti bahwa budaya
akademik harus mampu mengantisipasi suatu kejadian ilmiah yang
akan terjadi di masa depan dengan perhitungan yang rinci, realistis, dan
rasional.
(14)
Kemitraan, artinya masyarakat ilmiah harus memiliki rasa
persaudaraan yang kuat untuk menjalin kerja sama yang baik.
2.4.4 Kampus Sebagai Moral Force dalam Pengembangan Hukum dan Ham
Kampus merupakan wadah kegiatan pendidika, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Selain itu kampus juga merupakan perkembangan
nilai moral , memberikan kekuatan moral dan diharapkan dapat menjiwai
nilai moralitas yang terkandung dalam pancasila. Dalam pelaksanaan
kehidupan kampus sebagai masyarakat ilmiah harus mengamalkan budaya
akademik agar tidak terjebak dalam politik praktis dan kepentingan
penguasa. Mahasiswa sebagai kekuatan moral harus selalu berpegang pada
komitmen moral, harus selalu bersikap objektif demi kepentingan
masyarakat. Mahasiswa harus terhindar dari kekuasan dalam pertentangan
politik karena harus selalu bertanggung jawab secara moral atas kebenaran
objektif, tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara, serta
mengabdi kepada kesejahteraan masyarakat. Tentu perlu kita sadari bahwa
dalam penegakkan hak asasi tersebut pasti ada penyimpangan atau
pelanggaran yang dapat dilikukan oleh seseorang, kelompok orang
termmasuk aparat negara, penguasa negara, baik secara disengaja ataupun
tidak.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

29

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

30

BAB. 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai paradigma reformasi berarti melakukan perubuhan,
menata ulang hukum, penegak hukum, serta instansi-instansi pemerintahan
dengan berlandaskan pandangan hidup bangsa yaitu Pancsila, sesuai nilai-nilai
yang terkandung, seperti nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan,
nilai Kerakyatan, serta nilai Keadilan.
Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus berarti bahwa pancasila
pancasila menjadi acuan, kerangka pikir warga kampus, sehingga dapat
menerapkan dan menjalankannya sesuai dengan sila-sila yang terkandung
didalamnya mulai dari sila pertama sampai sila kelima. Pengaktualisasian
pancasila dalam kehidupan kampus dapat dilakukan secara subjektif atau secara
individu sebagai seorang mahasiswa dan secara objektif atau secara kelompok
seperti dalam kepemimpinan dan organisasi. Kampus selaku instansi pendidikan
tinggi mempunyai tiga tugas pokok yang disebut Tridharma perguruan tinggi,
yang meliputi pendidikan tinggi, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat.
Sebagai seorang mahasiswa yang berwawasan dan memiliki integritas harus selalu
berpegang pada budaya akademiknya. Selain sebagai pendidikan tinggi, kampus
juga berperan sebagai moral force dalam pengembang hukum dan hak asasi
manusia. Sehingga sebagai mahasiswa harus bertanggung jawab secara moral atas
kebenaran objektifnya.
3.2 Saran
Kepada para pembaca khususnya mahasiswa diharapkan dapat menambah dan
memperluas pengetahuan tentang peran pancasila sebagai paradigma reformasi,
khususnya dalam kehidupan kampus. Sehingga dapat mengamalkan nilai-nilai
yang ada dalam sila-sila pancasila, menjadi mahasiswa yang lebih objektif, jujur,
bertanggung jawab, bermoral, dan dapat mengabdikan diri di masyarakat dan
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi dan Paradigma Kehidupan Kampus

31

Anda mungkin juga menyukai