Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBIAKAN TANAMAN
ACARA 5
MEDIA KULTUR JARINGAN
TRIA PITOYO
131510501162
GOLONGAN F / KELOMPOK 4
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian
adalah
kegiatan
membudidayakan
tanaman
tersebut
dapat
diselesaikan
dengan
cara
dua
cara,
secara
generatif
dan
vegetatif.
dan
vegetatif
non-konvensional.
Pembiakan
tumbuhan
secara
konvensional,
teknik
kultur
mawar.
Perbanyakan
tanaman
dengan
kultur
jaringan
dapat
menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan
bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh
jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi
suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua
tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada
media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan
kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan
(Marlina dan Rohayati, 2009).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai
perangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel,
pembelahan sel, merangsang sel, mendorong pembentukan buah dan biji,
mengurangi dormansi apikal, serta mendorong inisiasi tunas lateral (Triningsih,
dkk., 2013). Perbanyakan vegetatif dengan teknik kultur jaringan dapat digunakan
untuk memecahkan kebutuhan bibit kakao tersebut karena mampu menghasilkan
bibit dan planlet mikro dalam jumlah banyak, seragam, true of tipe, dalam waktu
yang relatif singkat, dan tidak tergantung musim (Avivi, 2011).
Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin yang diberikan ke dalam media
kultur tersebut mampu menginduksi sel-sel yang berpotensi untuk melakukan
pembelahan secara terus-manerus dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Selanjutnya kalus dapat memperbanyak dirinya (massa
selnya) secara terus menerus. Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang
mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan,
kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril di dalam media yang
mengandung auksin dan kadangkadang juga sitokinin. Penggunaan auksin pada
kultur jaringan adalah salah satu usaha untuk menghasilkan kalus pada eksplan
(Lizawati, dkk., 2012).
Media yang diuji tersebut adalah MS, DKW, dan Fossard. Dari hasil
pengujian tersebut dinyatakan bahwa penggunaan media MS yang ditambahkan
BAP (1 s/d 5 mg/l) adalah media terbaik untuk meningkatkan pembentukan tunas
ganda purwoceng. Penggunaan sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin
akan memberikan jumlah tunas lebih baik dibandingkan dengan sitokinin tunggal.
Umumnya auksin yang sering digunakan adalah IBA dan NAA. Kombinasi BA
dengan NAA jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kombinasi BAA dengan
IBA. Pada tanaman tuberosa plant (Polianthes tuberosa), kombinasi BA 1,5 mg/l
+ IBA 0,5mg/l menghasilkan 2,2 1,2 tunas. Pada tanaman pasak bumi,
pemberian BAP 0,7 mg/l dan NAA 0,05 mg/l yang ditambahkan pada medium MS
menghasilkan 2,45 pucuk (tunas) per eksplan dari ekspan kotiledon. Sebaliknya
bila diberikan pada konsentrasi tinggi, BAP 1,5 mg/l dikombinasikan dengan
NAA (0,05 0,25 mg/l) akan menghambat pembentukan pucuk tanaman tersebut.
Pada tanaman Abrus precatorius, tunas mampu bermultiplikasi dengan baik pada
media MS yang ditambahkan BAP 2 mg/l yang dikombinasikan dengan 0,5 mg/l
kinetin dan 0,5 mg/l NAA dengan jumlah tunas yang terbentuk 6,87. Keberhasilan
perbanyakan secara in vitro, baik melalui penggandaan tunas, organogenesis,
maupun organogenesis embriosomatik, sangat dipengaruhi oleh genopa dan
eksplan, jenis media dasar, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan Kristina, 2009).
Kultur jaringan sangat diperlukan sebagai alat untuk produksi bibit bebas
penyakit dan konservasi plasma nutfah terutama pada tanaman vegetatif.
Teknologi kultur jaringan menawarkan alternatif untuk tingkat ditingkatkan
perkalian singkong. Teknologi ini, bagaimanapun, mahal maka tingkat adopsi
rendah di negara-negara berkembang. Desain dan adopsi protokol costefficient TC
karena itu penting dalam adopsi teknologi ini (Ogero et al.,2012) .
Dalam kultur sel tanaman vitro meliputi terutama empat pendekatan
utama, yaitu kalus, suspensi, sel amobil dan budaya yang berbeda. Dalam kultur
kalus singkat melibatkan tumbuh agregat teratur sel dari eksplan tanaman dengan
kultur pada dukungan semi-padat yang mengandung nutrisi dan hormon yang
diperlukan untuk mempromosikan pertumbuhan sel. Kultur suspensi terjadi ketika
kalus ditangguhkan dalam medium pertumbuhan cair dan sel-sel tumbuh sebagai
kultur sel tersebar. Dengan pertumbuhan yang relatif cepat mereka - kali dua kali
lipat dan kemudahan manipulasi, kultur suspensi secara luas digunakan dalam
studi produksi metabolit sekunder dengan sel tumbuhan. Keuntungan dari
pendekatan ini adalah jelas, karena produksi biomassa cepat daripada seluruh
tanaman, gizi dan persyaratan lingkungan dapat dengan mudah dikontrol
memungkinkan produksi farmasi sepanjang tahun jika perlu, serapan hara
ditingkatkan oleh kondisi kultur terendam yang merangsang perkalian tingkat dan
hasil yang lebih tinggi dari senyawa bioaktif. Masalah utama menggunakan kultur
suspensi adalah ketidakstabilan garis sel dan hasil produk rendah yang dalam
beberapa kasus hampir nol. Secara umum diakui bahwa kurangnya informasi
dasar tentang jalur dan mekanisme yang mendasari produksi metabolit sekunder
biosintesis adalah hambatan yang perlu diatasi (Veeresham and Chitti, 2013).
Kultur jaringan tanaman yang terkena tekanan dan kombinasi stres bahwa
mereka tidak mungkin mengalami di alam dalam evolusi panjang mereka. Ini
adalah refleksi yang luar biasa pada plastisitas genom tanaman yang dapat
menguraikan dan menanggapi novel in vitro tekanan. Hari ini teknik kultur
jaringan berbagai digunakan untuk meningkatkan hasil metabolit sekunder dengan
respon pemicu stres seperti menggunakan Elisitor, Prekursor dan Biotransformasi,
Perubahan kondisi lingkungan, Perubahan konstituen menengah dll (Patel1 dan
Krishnamurthy, 2013).
Selama propagasi mikro eksudasi fenol sangat umum dan sering
mempengaruhi hasilnya. Dalam Aristolochia pencucian indica polifenol
mempengaruhi pertumbuhan tunas in vitro. Namun, penambahan AC di media
serta peningkatan frekuensi sub kultur mengurangi masalah ini jauh. 0,05 g / l AC
sudah cukup untuk mengurangi polifenol eksudasi dari A. indica. Polifenol yang
terkait dengan budaya Sorgum (Sorghum bicolour) jaringan mengakibatkan
menghitam jaringan diinokulasi dalam satu hari dan hal ini dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan dan, pada kasus yang berat, eksplan mati juga. Bila ditambahkan
ke medium, AC memiliki preferensi tertentu untuk polar daripada organik polar
(Ahmadian, dkk., 2013).
= 82500 mg
Jadi NH4NO3 yang ditimbang sejumlah 82500 mg (82,5 gr) kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades dan disimpan dalam suhu dingin sebagai stok A.
3.3.2 cara kerja pembuatan media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku MS
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan menuang ke dalam baker glass 1
liter yang sudah terisi aquades 300 ml
3. Menimbang gula 30 gr dan 8 gr bahan pemadat (agar) dan memasukkan
dalam beaker glass
4. Mengaduk campuran di atas stirer dan mengukur derajat keasaman pH meter
(5,8), menggunakan NaOH atau HCl 1N untuk mengaturnya
5. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml
6. Mendidihkan diatas perapian sampai agar melarut
7. Menuangkan media dalam keadaan cair ke dalam botol-botol dengan ukuran
ketebalan 1 cm
8. Menutup semua botol dengan alumunium foil dan ditandai menurut jenis
medianya
9. Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 mennit
temperatur 121 C tekanan 17,5 psi
10. Setelah autoclave mati, menyimpan media sambil menguji kesetrilannya
selama 3x 24 jam
11. Media yang steril siap ditanami
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadian, E., A. Lolaeli, S. Mobasheri, and R. Bemana. 2013. Investigation of
Importance parameters of Plant Tissue (review). Agriculture and Crop
Sciences, 5(8): 900-905.
Avivi, S. 2011. Regenerasi Embrio Zigot Kakao (Theobroma cacao L.) dengan
Penambahan Kinetin pada Media B5. Ilmu Dasar, 12(2): 132-139.
Kristina, N. N. 2009. Induksi Tunas Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) Secara In
Vitro Menggunakan Benzil Adenin (Ba) dan Naphthalene Acetic Acid
(Naa). Littri, 15(1): 33-39.
Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. AgroBiogen, 7(1): 63-68.
Lizawati, Neliyati, dan R. Desfira. 2012. Induksi Kalus Eksplan Daun Durian
(Durio zibethinus Murr. cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-D
dan BAP. Agroteknologi, 1(1): 23-29.
Marlina, N., dan E. Rohayati. 2009. Teknik Perbanyakan Mawar dengan Kultur
Jaringan. Teknik Pertanian, 14(1): 65-67.
Ogero, K., G. N. Mburugu, M. Mwangi, O. Ombori, and M. Ngungi. 2012. In
vitro Micropropagation of Cassava Through Low Cost Tissue Culture.
Agricultural Sciences, 4(3): 205-209.
Pateli, H., and R. Krishnamurthy. 2013. Elicitors in Plant Tissue Culture.
Pharmacognosy and Phytochemistry, 2(2): 60-65.
Pitojo, S. 2008. Penangkaran Benih Kentang. Yogyakarta: Kanisius.
Triningsih, L. A. M. Siregar, L. A. P. Putri. 2013. Pertumbuhan Eksplan Puar
Tenangau (Elettariopsis sp.) Agroekoteknologi, 1(2): 276-285.
Yuliarti, N. 2010. Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Veeresham, C., and P. Chitti. 2013. Therapeutic Agent from Tissue Cultures of
Medicinal Plants. National Products Chemistry and Research, 1(4): 1-5.
.
1
2
3
4
5
6
Keterangan :
2
K
-
3
K
-
0
0
1
0
0
0
4
K
J
-
0
0
1
0
0
0
J,B
: Jamur, Bakteri
5
K
J
-
0
0
1
0
0
0
6
K
J
-
0
0
1
0
0
0
K
J
-
4.2 Pembahasan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman
secara klonal untuk perbanyakan masal (Lesstari, 2011).Kutur jaringan bisa
mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur
tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting Kombinasi media dasar dan zat
pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas. Perbanyakan tanaman
dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam
waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit (Marlina dan Rohayati, 2009).
Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan,
yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur,
dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat
diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang
sesuai.
Media kultur jaringan adalah tempat dimana sumber nutrisi tanaman
tersedia ddan media tersebut dibuat sedemikian rupa agar sesuai untuk
Stok B (KNO3)
Berfungsi
dalam
pertumbuhan
tanaman
yaitu
(CaCl2.2H2O)
KH2PO4
adalah
Fosfor
(P)
yang
berfungsi
unutk
MgSO4.7H2O
pebentukan daun.
Stok F terdiri dari Merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam
MnSO4.4H2O,
ZnSO4.7H2O,
H3BO3, KI,
Na2MoO4.2H2O,
pertumbuhan.
CuSO4.5H2O, dan
CoCl2.6H2O
Unsur Mio-
inositol
media
Vitamin
Niacin,
berfungsi
untuk
membantu
diferensiasi
dan
dalam
morfogenensis maupun
dan Glycine.
Sukrosa
Perlakuan
media
padat juga mwemiliki sifat yang kuarang baik bagi tanaman yaitu
(agar)
menggunakan
Naftalen
Asetat
merupukan
auksin
Menurut Lestari (2011), penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur
jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis dan
morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar serta
pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh tanaman yang sering
digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan auksin. Penggunaan zat
pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada arah pertumbuhan
jaringan tanaman yang diinginkan. Sebagai pembentukan tunas pada umumnya
digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau pembentukan kalus
digunakan auksin. Walaupun demikian sering pula dibutuhkan keduanya
tergantung pada perbandingan/ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya.
Adanya salah satu zat pengatur tumbuh tertentu dapat meningkatkan daya
aktivitas zat pengatur tumbuh lainnya. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada
genotipe serta kondisi fisiologi jaringan tanaman. Kristina (2009) menambahkan
bahwa media MS yang ditambahkan BAP (1 s/d 5 mg/l) adalah media terbaik
untuk meningkatkan pembentukan tunas ganda. Penggunaan sitokinin yang
dikombinasikan dengan auksin akan memberikan jumlah tunas lebih baik
dibandingkan dengan sitokinin tunggal. Umumnya auksin yang sering digunakan
adalah IBA dan NAA. Kombinasi BA dengan NAA jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan kombinasi BAA dengan IBA. Pada tanaman pasak bumi,
pemberian BAP dan yang ditambahkan pada medium MS tunas per eksplan dari
ekspan kotiledon. Sebaliknya bila diberikan pada konsentrasi tinggi, BAP 1,5 mg/l
dikombinasikan dengan NAA (0,05 0,25 mg/l) akan menghambat pembentukan
pucuk tanaman tersebut.
Praktikum Media Kultur Jaringan menggunakan pH antara 6-6.3. PH
merupakan simbol dari derajat keasaman atau kebasaan dari larutan yang
ditunjukan dengan konsentrasi ion hidrogen. PH tertentu diperlukan untuk
pertumbuhan jaringan tanaman agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan
sitoplasma. Pengaturan pH medium dilakukan dengan menggunakan sodium
hydroxyde (NaOH) yang digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih
alkalin, basa). HCl atau hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan menjadi
lebih asam. pH medium atau pH yang mendekati netral harus dipertahankan
konstan selama kultur berlangsung karena akan mempengaruhi ketersediaan
nutrien yang dapat diserap oleh sel dan jaringan tanaman untuk pertumbuhannya.
pH juga penting pada proses embryogenesis somatik contohnya pada kultur umbi
akar wortel, stadium preglobular embryo dapat dipertahankan dan ditingkatkan
jumlahnya pada medium dengan pH dibawah 4,5. Jika pH dinaikkan, embryo
somatik melanjutkan pertumbuhannya melalui tahapan-tahapan yang normal
seperti pada embryo zygotik, yaitu globular, jantung, torpedo dan cotyledonary
(atau equivalen dengan system yang berlaku pada monokotil).
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api,
atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Larutan tersebut digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air
minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum
digunakan dalam laboratorium kimia. NaOH bersifat lembap cair dan secara
spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Larutan tersebut sangat larut
dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. NaOH pada media kultur
jaringan digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih alkalin, basa).
Hidrogen klorida (HCl) adalah suatu asam monoprotik, yang berarti asam
ini dapat berdisosiasi (yaitu, mengion) hanya sekali untuk menghasilkan satu ion
H+ (proton tunggal). Dalam air asam hidroklorida, H + bergabung dengan satu
molekul air membentuk ion hidronium, H3O +. Asam hidroklorida adalah asam
yang lebih disukai dalam titrasi untuk penentuan jumlah basa. dapat melarutkan
banyak logam dan menjadi logam klorida dan gas hidrogen. HCl atau
hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan pH menjadi lebih asam.
Pada praktikum kali ini diperoleh data hasil pengamatan media kultur
jaringan yang telah diamati selama 6 hari. Media kultur jaringan yang telah dibuat
dengan steril di Laboratorium Kultur Jaringan, untuk menguji kesterilannya maka
media kultur jaringan tersebut diinkubasikan dalam ruang inkubasi selama 6 hari
dan pengamatan dilakukan setiap hari. Ada 6 kelompok yang membuat media
kultur jaringan. Hampir semua kelompok media kultur tidak terkontaminasi jamur
maupun bakter terkecuali kelompok 3. Pada hari ketiga, dari 10 media kultur
jaringan yang dibuat oleh kelompok 3, ada satu botol yang terkontaminasi jamur.
Selanjutnya sampai hari keenam jumlah botol yang terkontminai hanya satu
menandakan kesembilan botol lain steril. Eriansyah (2014) menjelaskan bahwa
faktor terjadinya kontaminasi adalah kondisi lingkungan inkubasi atau
laboratorium yang kurang steril, kurang sterilnya bahan tanam, dan atau kurang
sterilnya saat pelaksanaan pembuatan media. Kontaminasi cendawan atau jamur
ditandai dengan adanya koloni cendawan berwarna putih sedangkan kontaminasi
bakteri ditandai dengan munculnya koloni bakteri berwarna kecoklatan dan
kuning. Pada media kultur jaringan kelompok 3 memiliki 9 botol yang masih
steril menandakan bahan pembuatan media dan laboratorium atau lingkungan
sekitarnya steril, kemungkinan jamur tersebut muncul karena proses pembuatan
media saat ditutup atau saat dituangkan kurang steril atau memang botol yang
digunakan kurang steril.