Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBIAKAN TANAMAN

ACARA 5
MEDIA KULTUR JARINGAN

TRIA PITOYO
131510501162
GOLONGAN F / KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian

adalah

kegiatan

membudidayakan

tanaman

dengan tujuan mengambil keuntungan dari produk tanaman


tersebut. Harga jual produk tanaman bisa tinggi bisa rendah
dpengaruhi oleh beberapa faktor seperti kuantitas produksi,
kualitas produk, faktor iklim, varietas, dan serangan organisme
pengganggu. Memperoleh suatu varietas yang sesuai kualitas
dan kuantitasnya untuk masyarakat tidaklah mudah, namun
apabila sudah berhasil menemukannya untuk memperoleh bibit
untuk dikembangbiakkan dan diperbanyak masih sulit dan
membutuhkan waktu yang lama.
Masalah

tersebut

dapat

diselesaikan

dengan

cara

pembiakan tanaman. Pembiakan pada tanaman sendiri dibagi


menjadi

dua

cara,

secara

generatif

dan

vegetatif.

Perkembangbiakan tanaman secara generatif adalah pembiakan


yang dilakukan dengan menggunakan sel-sel kelamin, seperti
dilakukannya perkawinan antara dua individu yang memiliki
spesies yang sama. Sedangkan pembiakan vegetatif adalah
pembiakan tanaman yang dilakukan dengan cara tidak kawin
atau dapat dilakukan oleh bantuan manusia.
Pembiakan vegetatif terbagi menjadi dua yaitu vegetatif
konvensional

dan

vegetatif

non-konvensional.

Pembiakan

vegetatif konvensional adalah pembiakan yang terjadi karena


adanya campur tangan manusia. Pembiakan vegetatif nonkonvensional adalah perbanyakan tanaman yang dilakukan
dengan memanfaatkan bagian sel-sel dari tanaman. Contoh dari
pembiakan vegetatif non-konvensional adalah kultur jaringan dan
kloning.

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi


bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang
ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman
tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman
lengkap kembali. Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip
perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik
perbanyakan

tumbuhan

secara

konvensional,

teknik

kultur

jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur


dengan medium dan kondisi tertentu
1.2 Tujuan
1. Mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja, alat dan media, serta bahan
tanam.
1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui cara sterilisasi lingkungan kerja, alat dan media, serta
bahan tanam.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif dalam perbanyakan
tanaman

mawar.

Perbanyakan

tanaman

dengan

kultur

jaringan

dapat

menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam waktu singkat, seragam, dan
bebas penyakit. Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh
jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi
suatu kultur, dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua
tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada
media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan
kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan
(Marlina dan Rohayati, 2009).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin. Sitokinin (BAP) berfungsi sebagai
perangsang pertumbuhan tunas, berpengaruh terhadap metabolisme sel,
pembelahan sel, merangsang sel, mendorong pembentukan buah dan biji,
mengurangi dormansi apikal, serta mendorong inisiasi tunas lateral (Triningsih,
dkk., 2013). Perbanyakan vegetatif dengan teknik kultur jaringan dapat digunakan
untuk memecahkan kebutuhan bibit kakao tersebut karena mampu menghasilkan
bibit dan planlet mikro dalam jumlah banyak, seragam, true of tipe, dalam waktu
yang relatif singkat, dan tidak tergantung musim (Avivi, 2011).
Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin yang diberikan ke dalam media
kultur tersebut mampu menginduksi sel-sel yang berpotensi untuk melakukan
pembelahan secara terus-manerus dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Selanjutnya kalus dapat memperbanyak dirinya (massa
selnya) secara terus menerus. Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang
mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan,
kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril di dalam media yang
mengandung auksin dan kadangkadang juga sitokinin. Penggunaan auksin pada
kultur jaringan adalah salah satu usaha untuk menghasilkan kalus pada eksplan
(Lizawati, dkk., 2012).

Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses


biologi dalam jaringan tanaman. Perannya antara lain mengatur kecepatan
pertumbuhan dari masingmasing jaringan dan mengintegrasikan bagian-bagian
tersebut guna menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai tanaman. Aktivitas zat
pengatur tumbuh di dalam pertumbuhan tergantung dari jenis, struktur kimia,
konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman. Dalam proses
pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur
tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh
endogen yang diproduksi oleh jaringan tanaman. Penambahan auksin atau
sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur
tumbuh endogen di dalam sel, sehingga menjadi faktor pemicu dalam proses
tumbuh dan perkembangan jaringan. Untuk memacu pembentukan tunas dapat
dilakukan dengan memanipulasi dosis auksin dan sitokinin eksogen (Lestari,
2011).
Beberapa tanaman obat langka baik yang herba ataupun berkayu telah
berhasil diperbanyak secara in vitro seperti pada gaharu, purwoceng, pasak bumi,
Abrus precatorius, dan pada tanaman Kaempferia galanga. Pada tanaman gaharu,
pemakaian media MS dengan penambahan BA 1 mg/l memberikan jumlah tunas
terbanyak 4,6 telah menguji tiga media dasar yang dikombinasikan dengan BAP.
Kelembaban in vitro relatif dapat dikurangi dengan melonggarkan tutup
wadah invitro atau dengan meningkatkan konsentrasi agar-agar. Pengurangan
kandungan sukrosa dan peningkatan intensitas cahaya selama beberapa minggu
sebelum transplanting akan mengaktifkan sintesa klorofil dan aktifitas
fotosintesis. Perubahan serupa mungkin terjadi pada sistem perakaran. Selain itu,
morfologi akar mungkin dipengaruhi oleh tipe hormon yang digunakan atau pH
media (Yuliarti, 2010).
Media pembiakan yang digunakan adalah medium kultur yang berisi
unsur-unsur hara lengkap yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro, serta
beberapa suplemen vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh, termasuk
auksin dan sitokinin (Pitojo, 2008).

Media yang diuji tersebut adalah MS, DKW, dan Fossard. Dari hasil
pengujian tersebut dinyatakan bahwa penggunaan media MS yang ditambahkan
BAP (1 s/d 5 mg/l) adalah media terbaik untuk meningkatkan pembentukan tunas
ganda purwoceng. Penggunaan sitokinin yang dikombinasikan dengan auksin
akan memberikan jumlah tunas lebih baik dibandingkan dengan sitokinin tunggal.
Umumnya auksin yang sering digunakan adalah IBA dan NAA. Kombinasi BA
dengan NAA jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kombinasi BAA dengan
IBA. Pada tanaman tuberosa plant (Polianthes tuberosa), kombinasi BA 1,5 mg/l
+ IBA 0,5mg/l menghasilkan 2,2 1,2 tunas. Pada tanaman pasak bumi,
pemberian BAP 0,7 mg/l dan NAA 0,05 mg/l yang ditambahkan pada medium MS
menghasilkan 2,45 pucuk (tunas) per eksplan dari ekspan kotiledon. Sebaliknya
bila diberikan pada konsentrasi tinggi, BAP 1,5 mg/l dikombinasikan dengan
NAA (0,05 0,25 mg/l) akan menghambat pembentukan pucuk tanaman tersebut.
Pada tanaman Abrus precatorius, tunas mampu bermultiplikasi dengan baik pada
media MS yang ditambahkan BAP 2 mg/l yang dikombinasikan dengan 0,5 mg/l
kinetin dan 0,5 mg/l NAA dengan jumlah tunas yang terbentuk 6,87. Keberhasilan
perbanyakan secara in vitro, baik melalui penggandaan tunas, organogenesis,
maupun organogenesis embriosomatik, sangat dipengaruhi oleh genopa dan
eksplan, jenis media dasar, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan Kristina, 2009).
Kultur jaringan sangat diperlukan sebagai alat untuk produksi bibit bebas
penyakit dan konservasi plasma nutfah terutama pada tanaman vegetatif.
Teknologi kultur jaringan menawarkan alternatif untuk tingkat ditingkatkan
perkalian singkong. Teknologi ini, bagaimanapun, mahal maka tingkat adopsi
rendah di negara-negara berkembang. Desain dan adopsi protokol costefficient TC
karena itu penting dalam adopsi teknologi ini (Ogero et al.,2012) .
Dalam kultur sel tanaman vitro meliputi terutama empat pendekatan
utama, yaitu kalus, suspensi, sel amobil dan budaya yang berbeda. Dalam kultur
kalus singkat melibatkan tumbuh agregat teratur sel dari eksplan tanaman dengan
kultur pada dukungan semi-padat yang mengandung nutrisi dan hormon yang
diperlukan untuk mempromosikan pertumbuhan sel. Kultur suspensi terjadi ketika

kalus ditangguhkan dalam medium pertumbuhan cair dan sel-sel tumbuh sebagai
kultur sel tersebar. Dengan pertumbuhan yang relatif cepat mereka - kali dua kali
lipat dan kemudahan manipulasi, kultur suspensi secara luas digunakan dalam
studi produksi metabolit sekunder dengan sel tumbuhan. Keuntungan dari
pendekatan ini adalah jelas, karena produksi biomassa cepat daripada seluruh
tanaman, gizi dan persyaratan lingkungan dapat dengan mudah dikontrol
memungkinkan produksi farmasi sepanjang tahun jika perlu, serapan hara
ditingkatkan oleh kondisi kultur terendam yang merangsang perkalian tingkat dan
hasil yang lebih tinggi dari senyawa bioaktif. Masalah utama menggunakan kultur
suspensi adalah ketidakstabilan garis sel dan hasil produk rendah yang dalam
beberapa kasus hampir nol. Secara umum diakui bahwa kurangnya informasi
dasar tentang jalur dan mekanisme yang mendasari produksi metabolit sekunder
biosintesis adalah hambatan yang perlu diatasi (Veeresham and Chitti, 2013).
Kultur jaringan tanaman yang terkena tekanan dan kombinasi stres bahwa
mereka tidak mungkin mengalami di alam dalam evolusi panjang mereka. Ini
adalah refleksi yang luar biasa pada plastisitas genom tanaman yang dapat
menguraikan dan menanggapi novel in vitro tekanan. Hari ini teknik kultur
jaringan berbagai digunakan untuk meningkatkan hasil metabolit sekunder dengan
respon pemicu stres seperti menggunakan Elisitor, Prekursor dan Biotransformasi,
Perubahan kondisi lingkungan, Perubahan konstituen menengah dll (Patel1 dan
Krishnamurthy, 2013).
Selama propagasi mikro eksudasi fenol sangat umum dan sering
mempengaruhi hasilnya. Dalam Aristolochia pencucian indica polifenol
mempengaruhi pertumbuhan tunas in vitro. Namun, penambahan AC di media
serta peningkatan frekuensi sub kultur mengurangi masalah ini jauh. 0,05 g / l AC
sudah cukup untuk mengurangi polifenol eksudasi dari A. indica. Polifenol yang
terkait dengan budaya Sorgum (Sorghum bicolour) jaringan mengakibatkan
menghitam jaringan diinokulasi dalam satu hari dan hal ini dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan dan, pada kasus yang berat, eksplan mati juga. Bila ditambahkan
ke medium, AC memiliki preferensi tertentu untuk polar daripada organik polar
(Ahmadian, dkk., 2013).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pembiakan Tanaman bagian Media Kultur Jaringan
dilakukan pada hari Jumat pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Media MS
2. Agar-agar
3. Alumunium foil
3.2.2 Alat
1. Botol kultur
2. Autoclave
3. pH meter
4. Spatula
5. Beaker glass
6. Pipet
7. Aquadest
8. Strirer
9. Plastik wrap
10. Timbangan
3.3 Cara Kerja
3.3.1. Cara Kerja Membuat Stok Dengan Volume 1 Liter
Contoh :
Membuat stok NH4NO3 1650 mg/lt sebanyak 1 lt dengan pengambilan 20 ml.
Berapa NH4NO3 yang ditimbang?
Jawab :
N1.V1= N2.V2
N1.20=1650 . 1000
N1

= 82500 mg

Jadi NH4NO3 yang ditimbang sejumlah 82500 mg (82,5 gr) kemudian dilarutkan
dalam 1000 ml aquades dan disimpan dalam suhu dingin sebagai stok A.
3.3.2 cara kerja pembuatan media padat MS kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku MS
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan menuang ke dalam baker glass 1
liter yang sudah terisi aquades 300 ml
3. Menimbang gula 30 gr dan 8 gr bahan pemadat (agar) dan memasukkan
dalam beaker glass
4. Mengaduk campuran di atas stirer dan mengukur derajat keasaman pH meter
(5,8), menggunakan NaOH atau HCl 1N untuk mengaturnya
5. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml
6. Mendidihkan diatas perapian sampai agar melarut
7. Menuangkan media dalam keadaan cair ke dalam botol-botol dengan ukuran
ketebalan 1 cm
8. Menutup semua botol dengan alumunium foil dan ditandai menurut jenis
medianya
9. Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 mennit
temperatur 121 C tekanan 17,5 psi
10. Setelah autoclave mati, menyimpan media sambil menguji kesetrilannya
selama 3x 24 jam
11. Media yang steril siap ditanami

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadian, E., A. Lolaeli, S. Mobasheri, and R. Bemana. 2013. Investigation of
Importance parameters of Plant Tissue (review). Agriculture and Crop
Sciences, 5(8): 900-905.
Avivi, S. 2011. Regenerasi Embrio Zigot Kakao (Theobroma cacao L.) dengan
Penambahan Kinetin pada Media B5. Ilmu Dasar, 12(2): 132-139.
Kristina, N. N. 2009. Induksi Tunas Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) Secara In
Vitro Menggunakan Benzil Adenin (Ba) dan Naphthalene Acetic Acid
(Naa). Littri, 15(1): 33-39.
Lestari, E. G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman
melalui Kultur Jaringan. AgroBiogen, 7(1): 63-68.
Lizawati, Neliyati, dan R. Desfira. 2012. Induksi Kalus Eksplan Daun Durian
(Durio zibethinus Murr. cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-D
dan BAP. Agroteknologi, 1(1): 23-29.
Marlina, N., dan E. Rohayati. 2009. Teknik Perbanyakan Mawar dengan Kultur
Jaringan. Teknik Pertanian, 14(1): 65-67.
Ogero, K., G. N. Mburugu, M. Mwangi, O. Ombori, and M. Ngungi. 2012. In
vitro Micropropagation of Cassava Through Low Cost Tissue Culture.
Agricultural Sciences, 4(3): 205-209.
Pateli, H., and R. Krishnamurthy. 2013. Elicitors in Plant Tissue Culture.
Pharmacognosy and Phytochemistry, 2(2): 60-65.
Pitojo, S. 2008. Penangkaran Benih Kentang. Yogyakarta: Kanisius.
Triningsih, L. A. M. Siregar, L. A. P. Putri. 2013. Pertumbuhan Eksplan Puar
Tenangau (Elettariopsis sp.) Agroekoteknologi, 1(2): 276-285.
Yuliarti, N. 2010. Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Veeresham, C., and P. Chitti. 2013. Therapeutic Agent from Tissue Cultures of
Medicinal Plants. National Products Chemistry and Research, 1(4): 1-5.
.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Media Kultur Jaringan
Hari KeKel

1
2
3
4
5
6
Keterangan :

2
K
-

3
K
-

0
0
1
0
0
0

4
K
J
-

0
0
1
0
0
0

: Jumlah media tanam yang terkontaminasi

: Jenis kontaminasi/penyebab kontaminasi

J,B

: Jamur, Bakteri

5
K
J
-

0
0
1
0
0
0

6
K
J
-

0
0
1
0
0
0

K
J
-

4.2 Pembahasan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman
secara klonal untuk perbanyakan masal (Lesstari, 2011).Kutur jaringan bisa
mendapatkan hasil yang optimum maka penggunaan media dasar dan zat pengatur
tumbuh yang tepat merupakan faktor yang penting Kombinasi media dasar dan zat
pengatur tumbuh yang tepat akan meningkatkan aktivitas. Perbanyakan tanaman
dengan kultur jaringan dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak dalam
waktu singkat, seragam, dan bebas penyakit (Marlina dan Rohayati, 2009).
Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antara lain oleh jenis eksplan,
yaitu bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur,
dan komposisi media yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat
diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkan pada media yang
sesuai.
Media kultur jaringan adalah tempat dimana sumber nutrisi tanaman
tersedia ddan media tersebut dibuat sedemikian rupa agar sesuai untuk

tanaman/eksplan. Media kultur jaringan adalah teknik pembuatan media tanam


secara invitro guna memperoleh media dan ekplan yang steril. Pembuatan media
kultur jaringan ditambah dengan hormon tertentu sebagai perlakuan untuk
membantu pertumbuhan tanaman yang akan dikulturkan.
Media tanam yang digunakan pada saat praktikum adalah media padat,
yaitu media agar. Media agar dibuat untuk media tanam tanaman yang akan
dikembang biakkan. Pada saat praktikum agar tanpa rasa yang nantinya
dididihkan hingga media agar menjadi padat. Pada saat pembuatan media haruslah
mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Jika ada salah satu unsur yang
tertinggal pada saat pembuatan media maka akan terjadi kerusakan pada media.
Kerusakan pada media agar contohnya media agar tidak bias memadat secara
sempurna. Media yang sudah dibuat harus tetap dikontrol setiap hari agar tidak
terjadi kontaminasi jamur dan bakteri. Nursyamsi (2010) mengatakan bahwa
keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada
media yang digunakan. Sedangkan unsur-unsur yang penting yang harus
terkandung dalam media tersebut antara lain: garam-garam anorganik, vitamin, zat
pengatur tumbuh, sumber energi, dan karbon. Komposisi media yang digunakan
pada setiap kultur jaringan tergantung pada jenis tanaman yang akan diperbanyak,
misalnya media dasar Vacin dan Went biasanya digunakan untuk kultur jaringan
anggrek, media dasar B5 untuk kultur alfafa, kedelai, dan legum lainnya. Media
Woody Plant Media (WPM) biasanya diguna- kan untuk tanaman kehutanan.
Komposisi yang digunakan pada media untuk praktikum adalah jenis stok
A, B, C, D, E, F, Mio-ionisol, vitamin, dan sukrosa. Masing-masing komposisi
tersebut memiliki fungsi yang penting dalam kebrhasilan pertumbuhan eksplan
dlaam media sebagai berikut:
Tabel 5.1. Komposisi Pada Media Kultur Jaringan
Jenis stok
Fungsi
Stok A (NH4NO3) Berfungsi dalam pembentukan lemak, protein, dan
berbagai senyawa organik lainnya, berfungsi dalam proses
morfognesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuahn
dan pembentukan embrio zigotik dan perutmbuahn
vegetatif.

Stok B (KNO3)

Berfungsi

dalam

pertumbuhan

tanaman

yaitu

meningkatkan daya tahan eksplan terhadap penyakit,


membantu pembentukan sintesa protein, meningkatkan
daya tahan tanaman eksplan terhadap kekeringan, dan
Stok C

membantu dalam membuka dan menutupnya stomata.


Berfungsi untuk merangsanag bulu-bulu akar, penggandaan

(CaCl2.2H2O)

dan perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen,

memperkuat dinding sel dan dan membran sel.


Stok D terdiri dari Magnesium (Mg) yang berfungsi untuk meningkatkan
MgSO4.7H2O dan kandungan fosfata dan pembentukan protein, sedangkan
KH2PO4.

KH2PO4

adalah

Fosfor

(P)

yang

berfungsi

unutk

MgSO4.7H2O

metabolisme energi, sebagai stablitor membran sel,


pengaturan metablisme tanaman, pengaturan produksi pati/
amilum, pembentukan karbohidrat, beperan dalam transfer
energi, protein dan sintesa asam amino serat kontribusi

terhadap struktur dan asama nukleat.


Stok E terdiri dari Merupakan senyawa penyedia unsur Fe dalam media kultur
FeSO4.7H2O dan jaringan. Fe berfungsi untuk membantu asimilasi nitrogen,
NaEDTA

sebag penyangga menjada kestabilan pH media selama


pertumbuhan tanaman, dan berfugsi unutk pernafasan dan

pebentukan daun.
Stok F terdiri dari Merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam
MnSO4.4H2O,

pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara ini

ZnSO4.7H2O,

belum diketahui pasti fungsinya bagi eksplan namun

H3BO3, KI,

ketidak adanya unur ini menyebabkan terjadinya kelainan

Na2MoO4.2H2O,

pertumbuhan.

CuSO4.5H2O, dan
CoCl2.6H2O
Unsur Mio-

Merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) dalam

inositol

media

Vitamin

pertumbuhan sejumlah jaringan tanaman


Secara umum vitamin tersebut berfungsi

Niacin,

memperbaiki pertumbuhan dan

berfungsi

untuk

membantu

diferensiasi

dan
dalam

morfogenensis maupun

Pyrodoksin HCL, dalam pembelahan sel. Vitamin C, digunakan sebagai


Theamine

HCL, antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan

dan Glycine.
Sukrosa

atau penghitaman eksplan.


Merupakan senyawa gula yang berfungsi untuk sumber
energi yang diperlukan induksi kalus.

Perlakuan

pada Berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh. Selain itu NAA

media

padat juga mwemiliki sifat yang kuarang baik bagi tanaman yaitu

(agar)

membentuk kepekatan sempit pada media yang bila

menggunakan

melebihi batas kepeekatan optimum maka akan berakibat

Naftalen
Asetat

Asam buruk pad perakaran tanaman.


(NAA)

merupukan
auksin
Menurut Lestari (2011), penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur
jaringan tanaman sangat penting, yaitu untuk mengontrol organogenesis dan
morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar serta
pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh tanaman yang sering
digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan auksin. Penggunaan zat
pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada arah pertumbuhan
jaringan tanaman yang diinginkan. Sebagai pembentukan tunas pada umumnya
digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau pembentukan kalus
digunakan auksin. Walaupun demikian sering pula dibutuhkan keduanya
tergantung pada perbandingan/ratio sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya.
Adanya salah satu zat pengatur tumbuh tertentu dapat meningkatkan daya
aktivitas zat pengatur tumbuh lainnya. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada
genotipe serta kondisi fisiologi jaringan tanaman. Kristina (2009) menambahkan
bahwa media MS yang ditambahkan BAP (1 s/d 5 mg/l) adalah media terbaik
untuk meningkatkan pembentukan tunas ganda. Penggunaan sitokinin yang
dikombinasikan dengan auksin akan memberikan jumlah tunas lebih baik
dibandingkan dengan sitokinin tunggal. Umumnya auksin yang sering digunakan

adalah IBA dan NAA. Kombinasi BA dengan NAA jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan kombinasi BAA dengan IBA. Pada tanaman pasak bumi,
pemberian BAP dan yang ditambahkan pada medium MS tunas per eksplan dari
ekspan kotiledon. Sebaliknya bila diberikan pada konsentrasi tinggi, BAP 1,5 mg/l
dikombinasikan dengan NAA (0,05 0,25 mg/l) akan menghambat pembentukan
pucuk tanaman tersebut.
Praktikum Media Kultur Jaringan menggunakan pH antara 6-6.3. PH
merupakan simbol dari derajat keasaman atau kebasaan dari larutan yang
ditunjukan dengan konsentrasi ion hidrogen. PH tertentu diperlukan untuk
pertumbuhan jaringan tanaman agar tidak mengganggu fungsi membran sel dan
sitoplasma. Pengaturan pH medium dilakukan dengan menggunakan sodium
hydroxyde (NaOH) yang digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih
alkalin, basa). HCl atau hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan menjadi
lebih asam. pH medium atau pH yang mendekati netral harus dipertahankan
konstan selama kultur berlangsung karena akan mempengaruhi ketersediaan
nutrien yang dapat diserap oleh sel dan jaringan tanaman untuk pertumbuhannya.
pH juga penting pada proses embryogenesis somatik contohnya pada kultur umbi
akar wortel, stadium preglobular embryo dapat dipertahankan dan ditingkatkan
jumlahnya pada medium dengan pH dibawah 4,5. Jika pH dinaikkan, embryo
somatik melanjutkan pertumbuhannya melalui tahapan-tahapan yang normal
seperti pada embryo zygotik, yaitu globular, jantung, torpedo dan cotyledonary
(atau equivalen dengan system yang berlaku pada monokotil).
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api,
atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida
terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium
hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air.
Larutan tersebut digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan
digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air
minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum
digunakan dalam laboratorium kimia. NaOH bersifat lembap cair dan secara
spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Larutan tersebut sangat larut

dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. NaOH pada media kultur
jaringan digunakan untuk menaikan pH medium (menjadi lebih alkalin, basa).
Hidrogen klorida (HCl) adalah suatu asam monoprotik, yang berarti asam
ini dapat berdisosiasi (yaitu, mengion) hanya sekali untuk menghasilkan satu ion
H+ (proton tunggal). Dalam air asam hidroklorida, H + bergabung dengan satu
molekul air membentuk ion hidronium, H3O +. Asam hidroklorida adalah asam
yang lebih disukai dalam titrasi untuk penentuan jumlah basa. dapat melarutkan
banyak logam dan menjadi logam klorida dan gas hidrogen. HCl atau
hydrochloric acid digunakan untuk menurunkan pH menjadi lebih asam.
Pada praktikum kali ini diperoleh data hasil pengamatan media kultur
jaringan yang telah diamati selama 6 hari. Media kultur jaringan yang telah dibuat
dengan steril di Laboratorium Kultur Jaringan, untuk menguji kesterilannya maka
media kultur jaringan tersebut diinkubasikan dalam ruang inkubasi selama 6 hari
dan pengamatan dilakukan setiap hari. Ada 6 kelompok yang membuat media
kultur jaringan. Hampir semua kelompok media kultur tidak terkontaminasi jamur
maupun bakter terkecuali kelompok 3. Pada hari ketiga, dari 10 media kultur
jaringan yang dibuat oleh kelompok 3, ada satu botol yang terkontaminasi jamur.
Selanjutnya sampai hari keenam jumlah botol yang terkontminai hanya satu
menandakan kesembilan botol lain steril. Eriansyah (2014) menjelaskan bahwa
faktor terjadinya kontaminasi adalah kondisi lingkungan inkubasi atau
laboratorium yang kurang steril, kurang sterilnya bahan tanam, dan atau kurang
sterilnya saat pelaksanaan pembuatan media. Kontaminasi cendawan atau jamur
ditandai dengan adanya koloni cendawan berwarna putih sedangkan kontaminasi
bakteri ditandai dengan munculnya koloni bakteri berwarna kecoklatan dan
kuning. Pada media kultur jaringan kelompok 3 memiliki 9 botol yang masih
steril menandakan bahan pembuatan media dan laboratorium atau lingkungan
sekitarnya steril, kemungkinan jamur tersebut muncul karena proses pembuatan
media saat ditutup atau saat dituangkan kurang steril atau memang botol yang
digunakan kurang steril.

Kontaminasi dapat diartikan sebagai pengotoran atau pencemaran dan


biasanya dari luar kedalam, sehingga ada pencampuran antara unsur yang diluar
kedalam, biasanya menyebabkan keterpengaruhan yang sifatnya buruk. Sumber
kontaminasi dapat berasal dari eksplan, media, alat dan lingkungan yang tidak
steril. Sehingga perlu dilakukan sterilisasi eksplan, media, alat dan lingkungan
kerja. Tahap sterilisasi permukaan eksplan merupakan tahap awal perkembangan
kultur in vitro. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara fisik
maupun kimia. Secara fisik melalui suhu, tekanan, radiasi dan penyaringan,
misalnya sterilisasi, pembakaran atau sanitasi. Optimasi sterilisasi permukaan
eksplan dilakukan dengan variasi konsentrasi klorox. Kurangnya kebersihan pada
media tanam kultur jaringan akan menyebabkan media terkontaminasi oleh jamur
ataupun bakteri. Hendaknya dalam media kultur jaringan harus dalam keadaan
steril. Apabila terjadi kontaminasi maka media tersebut tidak dapat digunakan
untuk menanam eksplan baru. Sterilisasi alat dan bahan sangat diperlukan pada
saat pembuatan media yang digunakan dengan cara mencuci alat dan bahan
hingga bersih menggunakan detergen

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
1. Media kultur jaringan adalah teknik pembuatan media tanam secara invitro
guna memperoleh media dan ekplan yang steril.
2. Larutan NaOh digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan yang
berfungsi untuk menaikkan pH.
3. Larutan HCl digunakan dalam pembuatan media kultur jaringan yang
berfungsi untuk menurunkan pH.
4. Pada praktikum ini media kultur jaringan kelompok 3 terkontaminasi jamur
karena kurang steril pada saat proses pembuatan media kultur jaringan.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat pembuatan media praktikan harus lebih mencermati
dan melakukan sesuai prosedur yang sudah ada agar media yang dibuat dapat
memadat. Karena jika media rusak, maka media tidak akan bisa digunakan lagi.

Anda mungkin juga menyukai