terkontaminasi
Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
Otitis media supuratif akut yang berulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebihsering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu
massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah
yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : 6
a. Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965)
adalah:
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.Pada mulanya dari jaringan embrional
dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel
skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan
pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b. Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi. Jika telah
terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan komponen telinga tengah,
kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah
kembali normal. Area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane
timpani. Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel mati
dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses
pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk
kolesteatoma. Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan
lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami perforasi dalam arti kata yang
sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak
seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan
debris epitel yang menyerupai lilin. Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa
metaplasia skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi
kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir
perforasi, terutama pada perforasi marginal.7
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang dapat terjadi
akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki
hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat
terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.Granuloma kolesterol, disebabkan
oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini
menyebabkan reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
Menurut letaknya :
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
2.
III.
EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK dipengaruhi
oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo
dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan.
Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara
di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi
yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih
bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan
beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, 60% di
antaranya (39200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasienpasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.1
ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring
yang
merupakan
faktor
insiden
OMSK
yang
tinggi
di
Amerika
Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti
infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada
OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
Daftar pustaka
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI,
2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA,
Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher.
Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC.
Penyakit
telinga
tengah
dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available from
URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intrakranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available
from URL: http://www.jneuro.org/