Anda di halaman 1dari 18

1

MAKALAH

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNA DAKSA

DI SUSUN OLEH

DARWIN
DEKOSEP
DENI ARBEAT
HERI ADRIANSYAH
TRI DEWI KARTINI

2013 151 348


2010 151 322
2013 151 357
2013 151 341
2010 151 333

DOSEN PEMBIMBING : MIKKEY ANGGARA SUGANDA, M.Or

JURUSAN OLAHRAGA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul (ABK) Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Daksa.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita. Amin.

Palembang, 08 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
3

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................

ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii


BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................

1.3 Tujuan ....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................

2.1 Anak Berkebutuhan Khusus ..................................................................................

2.1.1 Pengertian anak tuna daksa ...........................................................................

2.1.2 Karakteristik dan Permasalahan yang dihadapi anak tuna daksa .................

2.1.3 Klasifikasi anak tuna daksa ..........................................................................

2.1.4 Kelainan pada sistem otot dan rangka .........................................................

2.1.5.Penyebab tuna daksa .....................................................................................

2.1.6.Perkembangan kognitif anak tuna daksa ...................................................... 10


2.1.7 Perkrmbangan sosial, emosi dan kepribadian anak tuna daksa .................... 11
2.1.8 Model pembelajaran jasmani untuk tuna daksa ............................................ 12
BAB III SIMPULAN ................................................................................................. 13
3.1. Simpulan ............................................................................................................... 13
3.2. Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
4

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh (anak tuna
daksa). Sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks Pendidikan Luar Biasa
(Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebut terkait
dengan asumsi bahwa anak tuna daksa (kehilangan salah satu atau lebih anggota tubuh)
pada kenyataannya banyak yang tidak mengalami kesulitan untuk meniti tugas
perkembangannya, tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak tuna daksa (khususnya
tuna daksa ringan).
Secara umum dikenal dua macam anak tuna daksa. Pertama, anak tuna daksa yang
disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah satu fungsi
anggota badan. Anak tuna daksa kelompok ini sering disebut orthopedically handicapped,
tidak mengalami hambatan perkembangan kecerdasannya. Oleh karena itu mereka dapat
belajar mengikuti program sekolah biasa. Kedua, anak tuna daksa yang disebabkan oleh
neurologis. Anak tuna daksa kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari
mereka mengalami gangguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped
atau secara khusus mereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tuna daksa kelompok
ini membutuhkan layanan pendidikan luar biasa. Anak yang mengalami gangguan gerakan
pada taraf sedang dan berat, umumnya dimasukkan ke sekolah luar biasa (SLB), sedangkan
anak yang mengalami gangguan gerakan dalam taraf ringan banyak ditemukan sekolah
sekolah umum. Namun jika mereka tidak mendapatkan pelayanan khusus dapat
menyebabkan terjadinya kesulitan belajar yang serius.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari anak Tuna Daksa?
2. Bagaimana karateristik dan permasalahan yang dihadapi dari anak Tuna Daksa?
3. Bagaimana klasifikasi dari anak Tuna Daksa?
4. Apa penyebab dari anak Tuna Daksa?
5. Bagaimana perkembangan kognitif dari anak Tuna Daksa?
6. Bagaimana perkembangan sosial, emosi, dan kepribadian anak Tuna Daksa?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari anak Tuna Daksa.
2. Menjelaskan karateristik dan permasalahan yang dihadapi anak Tuna Daksa.
3. Menguraikan klasifikasi anak Tuna Daksa.
4. Mengetahui penyebab anak Tuna Daksa.
5. Menjelaskan perkembangan kognitif anak Tuna Daksa.
6. Menjelaskan perkembangan sosial, emosi, dan kepribadian anak Tuna Daksa.
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Daksa


2.1.1 Pengertian Anak Tuna Daksa
6

Anak tuna daksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah satu
bentuk berupa gangguan dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang
mungkin karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila mau
bergerak atau berjalan memerlukan alat bantu.
Didalam Wikipedia, pengertian Tuna Daksa adalah individu yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat
bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan
lumpuh. Tingkat gangguan pada tuna daksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan
dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang
yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat
yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol
gerakan fisik.
2.1.2 Karakteristik dan Permasalahan yang dihadapi Anak Tuna Daksa
Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi
karateristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber
ditemukan beberapa karateristik umum bagi anak tuna daksa, diantara lain sebagai
berikut :
1. Karakteristik Kepribadian.
2. Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman, yang
demikian ini tidak menimbulkan frustasi.
3. Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik
yang diderita.
4. Adanya kelainan fisik tidak mempengaruhi kepribadian atau ketidak mampuan
individu dalam menyesuaikan diri.
5. Anak cerebal-palsy dan polio cenderung memiliki rasa takut dari pada yang
mengalami sakit jantung.
6. Karakteristik emosi-sosial.
7. Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna daksa dapat
berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat menimbulkan frustasi
yang berat.
8. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri dari
keramaian.
9. Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal
dalam suatu permainan.
10. Akibat kecacatannya

mereka

dapat

berkomunukasi dengan lingkungannya.


7

mengalami

keterbatasan

dalam

11. Karakteristik intelegensi.


12. Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila
kecacatannya meningkat.
13. Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal.
14. Karakteristik fisik.
15. Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguangangguan lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara dan sebagainya.
16. Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada batasbatas tertentu.
Adanya berbagai karakteristik tersebut bukan berarti bahwa setiap anak tuna daksa
memiliki semua karakteristik yang diungkapkan, namun bisa saja terjadi salah satunya
tidak dimilki.
Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun dampak negative.
Dari dampak negatif timbul masalah-masalah yang muncul yang berkaitan dengan posisi
siswa disekolah. Permasalahan tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa masalah,
yaitu :
1. Masalah kesulitan belajar
Terjadinya kelainan pada otak, sehingga fungsi pikirnya terganggu persepsi.
Apa lagi bagi anak tuna daksa yang disertai dengan cacat-cacat lainnya yang dapat
menimbulkan komplikasi yang secara otomatis dapat berpengaruh terhadap
kemampuan menyerap materi yang diberikan.
2. Masalah sosialisasi
Anak tuna daksa mengalami berbagai kesulitan dan hambatan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena kelainan
jasmani, sehingga mereka tidak diterima oleh teman-temannya, diisilasi, dihina,
dibenci, dan bahkan tidak disukai sama sekali kehadirannya dan sebagainya.
3. Masalah kepribadian
Masalah kepribadian dapat berwujud kurangnya ketahanan diri, bahkan tidak
adanya kepercayaan diri, mudah tersinggung dan sebagainya.
4. Masalah ketrampilan dan pekerjaan
Anak tuna daksa memilikikemampuan fisik yang terbatas, namun di lain pihak
bagi mereka yang memiliki kecerdasan yang normal ataupun yang kurang, perlu
adanya pembinaan diri sehingga hidupnya tidak sepenuhnya menggantungkan diri
8

pada orang lain. Karena itu dengan modal kemampuan yang dimilikinya perlu
diberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk dapat mengembangkan
lewat latihan ketrampilan dan kerja yang sesuai dengan potensinya, sehingga
setelah selesai masa pendidikan mereka dapat menghidupi dirinya, tidak selalu
mengharapkan pertolongan orang lain. Di lain pihak dianggap perlu sekali adanya
kerja sama yang baik dengan perusahaan baik negeri maupun swasta untuk dapat
menampung mereka.
5. Masalah latihan gerak
Kondisi anak tuna daksa yang sebagian besar mengalami gangguan dalam gerak.
Agar kelainannya itu tidak semakin parah dan dengan harapan supaya kondisi
fungsional dapat pulih keposisi semula, dianggap perlu adanya latihan yang
sistematis dan berlanjut. Misalnya, terapi fisik (fisio-therapy), terapi-tari (dancetherapy), terapi-bermain (play-therapy), dan terapi-okupasional (occupotionaltherapy).
2.1.3 Klasifikasi Anak Tuna Daksa
Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak tuna
daksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem
serebral (Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus
Skeletal System).
1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)
Pengolongan anak tuna daksa kedalam kelainan sistem serebral (cerebral)
didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak didalam sistem syaraf pusat
(otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat
mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup manusia. Didalamnya terdapat pusat
kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain
sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral Palsy (CP).
Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut :
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebral palsy dapat digolongkan atas :
golongan ringan, golongan sedang, golongan berat.
a. Golongan ringan adalah mereka yang

dapat

berjalan

tanpa

menggunakan alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri


dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama
9

(dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-hari) anak normal lainnya.


Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak mengganggu kehidupan
dan pendidikannya.
b. Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau
latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri.
Golongan

ini

memerlukan

alat-alat

khusus

untuk

membantu

gerakannya, seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk atau


tongkat sebagai penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara
khusus, anak-anak kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya
sendiri.
c. Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan
ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan
menolong dirinya sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengahtengah masyarakat.

b. Penggolongan menurut topografi


Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh,
Cerebral Palsy dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu :
a. Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri. Sedangkan
kaki kanan dan kedua tangannya normal.
b. Hemiplegia
Lumpuh anggota gerak atas dan atas pada posisi yang sama, misalnya
tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
c. Paraplegia
Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
d. Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
e. Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan
dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
f. Quadriplegia
Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh anggota geraknya.
Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya, quadriplegia
disebut juga tetraplegia.
c. Penggolongan menurut fisiologi
10

Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat di otak dan
fungsi geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas :
a. Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau
kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otak. Kekakuan itu timbul
ketika akan bergerak sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan
ketergantungan emosional, kekakuan atau kekejangan itu akan makin
bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi
berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini memiliki tingkat
kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada yang
normal bahkan ada yang di atas normal.
b. Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya
dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem
gerakan. Hampir semua gerakan terjadi diluar control dan koordinasi
gerak.
c. Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan
hanya dapat terlihat dengan jelas pada saat berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat
keseimbangan pada otak. Akibatnya, anak tipe ini mengalami gangguan
dalam hal koordinasi ruang dan ukuran. Sebagai cintoh dalam
kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan mulut terkatup terlebih
dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung mulut.
d. Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan
kecil yang terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti getarangetaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
e. Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot, tidak seperti pada tipe
spastik, dimana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
f. Tipe campuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP,
sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang
hanya memiliki satu tipe CP.
2.1.4. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus scelatel system)

11

Penggolongan anak tuna daksa kedalam kelompok sistem otot dan rangka didasarkan
pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu : kaki,
tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otot dan rangka antara
lain meliputi :
a. Poliomyelitis
Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan
tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum tulang
belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrop
Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada penderita
muscle dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah. Kondisi
kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau kedua kaki
saja, atau pada kedua tangan dan kaki. Penyebab terjadinya muscle dystrophy
belum diketahui secara pasti. Gejala anak menderita muscle dystrophy baru
kelihatan ketika anak berusia tiga tahun, yaitu gerakan-gerakan yang lambat,
dimana semakin hari keadaannya semakin mundur. Selain itu, jika berjalan sering
terjatuh. Hal ini kemudian mengakibatkan anak tidak mampu berdiri dengan kedua
kakinya dan harus duduk diatas kursi roda.
2.1.5 Penyebab Tuna Daksa
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga
menjadi tuna daksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak dijaringan otak, jaringan
sumsum tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat keragaman jenis
tuna daksa, dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu
terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah
lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan disebabkan :
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar
tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem
syaraf pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengalami trauma yang dapat mengakibatkan terganggunya
pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya terbentur

12

dengan cukup keras dan secara kebetulan menggangu kepala bayi, maka
dapat merusak sistem syaraf pusat.

2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)


Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan
antara lain ;
a. Proses kelahiran terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu
sehingga

bayi

mengalami

kekurangan

oksigen.

Hal

ini

kemudia

menyebabkan terganggunya sistem metabilisme dalam otak bayi sehingga


jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa Tang ketika proses kelahiran yag mengalami
kesulitan sehingga merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anastesi yang melibiihi ketentuan. Ibu yang yang melahirkan
karena operasi dan menggunakan anastesi yang melebihi dosis dapat
mempengaruhi sistem persarafab otak bayi sehingga otak mengalami
kelainan struktur ataupun fungsi.
3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa dimana bayi mulai dilahirkan sampai masa
perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang
dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah :
a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.
2.1.6 Perkembangan Kognitif Anak Tuna Daksa
Proses perkembangan kognitif banyak ditemukan dari pengalaman-pengalaman
individu sebagai hasil belajar. Proses perkembangan kognitif akan berjalan dengan baik
apabila ada dukungan atau dorongan dari lingkungan. Seperti dikatakan Pieget bahwa
setiap individu memiliki struktur kognitif dasar yang disebut schema (misalnya
kemamppuan untuk melakukan gerakan reflex, seperti menghisap, merangkak dan
gerakan reflex lainnya). Schema ini akan berkembang melalui belajar. proses adaptasi
yang didahulukan dengan adanya persepsi.
Anak tuna daksa yang mengalami kerusakan alat tubuh, tidak ada masalah secara
fisiologis dalam struktur kognifitnya. Masalah terjadi ketika anak tuna daksa mengalami
hambatan dan mobilitas. Anak mengalami hambatan dalam melakukan dan
13

mengembangkan gerakan-gerakan, sehingga sedikit banyak masalah ini mengakibatkan


hambatan dalam perkembangan struktur kognitif anak tuna daksa. Dalam pengukuran
intelengensi pada anak tuna daksa, sering ditemukan angka intelegensi yang cukup
tinggi. Namun potensi kognitif yang cukup tinggi pada aka-anak tuna daksa ini belum
dapat difungsikan secara optimal. Hambatan mobilitas, masalah emosi, kepriibadian akan
mempengaruhi anak tuna daksa dalam melakukan eksplorasi keluar.
2.1.7 Perkembangan Sosial, Emosi, dan Kepribadian Anak Tuna Daksa
1. Perkembangan Sosial Anak Tuna Daksa
Faktor utama terjadinya hambatan sosial ini bersumber pada sikap keluarga, temanteman dan masyarakat. Ahmad Toha Muslim dan Sugiarmin (1996) menjelaskan
bahwa sikap, perhatian keluarga dan lingkungan terhadap anak tuna daksa dapat
mendorong yang bersangkutan untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi.
Sebaiknya sikap-sikap positif yang ditunjukkan orang tua maupun teman-temannya
akan lebih membantu anak dalam penerimaan diri terhadap kenyataan yang dihadapi,
sehingga masalah-masalah perkembangan sosial dapat diatasi.
2. Perkembangan Emosi Anak Tuna Daksa
Ketunaan yang ada pada anak tuna daksa secara khusus tidak akan menghambat dalam
perkembangan emosi pada anak tuna daksa. Hambatan ini dialami setelah anak
mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Seringnya ditolak, seringnya mengalami
kegagalan ditambah lingkungan orang tua yang tidak menguntungkan, menyebabkan
anak tuna daksa sering Nampak muram, sedih dan jarang menampakkan rasa senang.
3. Perkembangan Kepribadian Anak Tuna Daksa
Perkembangan kepribadian anak banyak ditemukan oleh pengalaman usia dini,
keadaan fisik, kesehatan, pemberian cap dari orang lain, intelegensi, pola asuh orang
tua dan sikap masyarakat. Pada usia dini anak tuna daksa mengalami gangguan dalam
fungsi mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling, berdiri dan berjalan.
Kondisi ini apabila didukung dengan sikap yang negatif dari keluarga maupun
masyarakat akan menjadikan pengalaman di usia dini yang sangat menyakitkan, dan
dapat menjadikan pengalaman-pengalaman yang traumatis pada anak. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Tin Suarmini (1988) dengan menggunakan tes grafis,
ternyata ditemukan sebagian besar anak tuna daksa yang mempunyai perasaan rendah
diri (minder), kurang percaya diri, kemasakan sosialnya kurang, emosional,
menentang lingkungan, tertutup, mengalami kekecewaan hidup, dan kompensensi.
14

2.1.8. Model Pembelajaran Jasmani untuk Tuna Daksa


Pada saat kami melakukan observasi, siswa tuna daksa yang kami temui adalah tuna
daksa golongan ringan dan golongan berat. Siswa yang kami temui termasuk tuna daksa
golongan ringan memiliki kekurangan yaitu kehilangan tangan sebelah kiri. Variasi
olahraga yang cocok untuk tuna daksa golongan ringan adalah olahraga seperti biasanya
tetapi hanya tidak menggunakan tangan kirinya. Misalnya bermain volli, basket, sepak
bola dan lain-lain. Sedangkan siswa lain yang kami temui adalah siswa tuna daksa
golongan berat. Dia meiliki kekurangan tangan kirinya tidak berfungsi dan kaikinya
lumpuh sehingga dia menggunakan kursi roda untuk berjalan. Olahraga yag cocok untuk
golongan berat ini antara lain :
1. Olahraga lempar tangkap bola dari tangan kanan ke tangan kiri mulai dari bola
kecil sampai bola yang agak besar.
2. Bemain basket tetapi menggunakan bola yang agak ringan, misalnya bola plastik,
manggunakan ring yang relative rendah sehingga mudah untuk memasukkan
bolanya, dan menggunakan aturan yang simple (tidak standar).
3. Senam dan olah tubuh sehingga mempunyai peran ganda yaitu selain menyehatkan
tubuh juga bisa sebagai sarana terapi untuk tangan kirinya.

15

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,
secara definititif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (Tuna Daksa) adalah ketik
mampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsiny disebabkan olah berkurangnya
kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit
atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu
layanan secara khusus. Seperti juga kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada
fungsi anggota tubuh atau tuna daksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal),
saat lahir (neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal).
Insiden kelainan fungsi anggota tubuh atau ketuna daksaan yang terjadi sebelum bayi
lahir atau ketika dalam kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetic dan kerusakan
pada system syaraf pusat sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain, kelainan
fungsi anggota tubuh atau tuna daksa yang dialami seseorang memiliki konsekuensi atau
akibat yang hamper serupa, terutama pada aspek kejiwaan penderita, baik berefek langsung
maupun tidak langsung. Dalam konteks perkembangan kognitif menurut Gunarsa (1985)
paling tidak ada empat aspek yang turut mewarnai, yaitu sebagai berikut : Kematangan,
Pengalaman, Transmisi sosial, dan Ekuilibrasi.
3.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dapat menyarankan hal sebagai berikut :
1. Bagi Guru/Pendidik anak berkubutuhan khusus, hendaknya makalah ini dapat menjadi
refrensi dalam mengajar olahraga bagi anak-anak yang menyandang tuna daksa.
2. Bagi Pembaca, hasil dari makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang materi
perkuliahan Olahraga Adaktif khususnya pada materi anak berkubutuhan khusus tuna
daksa.

16

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus. Diunduh tanggal 22 September 2015


http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=73. Diunduh tanggal 22 September 2015
Soemarti, Sutjihati. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

17

Soal
1. Jelaskan pengertian dari tremor dan tipe campuran secara terperinci, dan berikan contoh
yang digunakan dokter indonesia?
2. Olahraga apa yang cocok dilakukan oleh penderita tuna daksa?
3. Jelaskan bagaimana cara membina diri bagi penderita tuna daksa, agar tidak bergantung
pada orang lain?
Jawaban
1. Tremor adalah gerakan otot ritmis bolak-balik yang tidak di sengaja pada satu atau lebih
bagian tubuh. Tremor paling banyak terjadi di telapak tangan, meskipun juga dapat
mempengaruhi lengan, kepala, wajah dan dada.
Tipe campuran adalah gabungan dari tipe diskimelik dan tipe alaksik
Contoh yang di gunakan dokter, yaitu:
1. Fisioterapi
2. Penggunaan braces (pengayaan)
3. Pemberian obat (anti kejang) saat kejang berlangsung
2. Olahraga yang cocok untuk penderita tuna daksa, yaitu:
1. Olahraga lempar tangkap bola dari tangan kanan ke tangan kiri mulai dari bola kecil
sampai bola yang agak besar.
2. Bemain basket tetapi menggunakan bola yang agak ringan, misalnya bola plastik,
manggunakan ring yang relative rendah sehingga mudah untuk memasukkan bolanya,
dan menggunakan aturan yang simple (tidak standar).
3. Senam dan olah tubuh sehingga mempunyai peran ganda yaitu selain menyehatkan
tubuh juga bisa sebagai sarana terapi untuk tangan kirinya.
3. Cara membina diri penderita tuna daksa, yaitu: dengan alat medis, seperti alat bantu
dengar, kaki palsu, atau bantuan untuk mendengarkan informasi yang ada di lingkungan
sekitar, anak-anak dalam keadaan cacat seperti ini akan sangat sensitif perasaannya, ia
akan merasa terasing bahkan akan selalu di ejek oleh teman-teman bermainnya, sehingga
perlu adanya motivasi semangat dan perhatian lebih agar dapat bersaing dengan anakanak normal lainnya.

18

Anda mungkin juga menyukai