Anda di halaman 1dari 4

Asah Kejeniusan Anak Sejak DiniPINTAR berhitung bukan patokan mutlak

kejeniusan anak. Percaya diri serta memiliki keterampilan, juga menjadi


kelebihan anak. Ada banyak cara dan aktivitas untuk mengasah kejeniusan
anak sejak dini.

Kejeniusan bisa diturunkan. Pandangan ini mungkin ada benarnya, tapi faktor
gen sejatinya hanya salah satu aspek penentu kejeniusan. Lagi pula, apa
ukuran kejeniusan? Selalu peringkat satu di kelas? Hasil skor tes IQ yang
tinggi? Itu hanya dua contoh dari beragam kejeniusan yang mencerminkan
potensi anak.
"Jenius tidak harus berarti bisa menulis dan berhitung. Berani maju ke depan,
pintar menyanyi dan menari pun merupakan kelebihan yang bisa
dibanggakan dari seorang anak, yang juga merupakan ukuran kejeniusan
anak," kata psikolog anak dan remaja, Alzena Masykouri, MPsi.
Pada dasarnya, semua bayi yang terlahir dengan normal dan sehat itu jenius.
Bayi bisa membedakan suara dengan cepat serta mengenali suara dan wajah
ibunya pada tahap sangat dini. Mereka punya kapasitas untuk berpikir dan
hidup sebagai orang jenius, asalkan orangtuanya memberi kesempatan dan
menstimulasi kreativitas, bakat, serta pengalaman anak untuk mencoba
berbagai hal baru. "Stimulasi harus dimulai sejak usia nol bulan. Jangan
sampai bayi hanya dibiarkan tidur dan minum ASI saja," tandasnya.
Pengajar sekaligus penulis best seller, Ken Adams, dalam buku "Semua Anak
Jenius!" mengatakan bahwa pengalaman baru bagi si bayi bisa datang dalam
bentuk alami dari proses membesarkan bayi. Misalnya kontak dengan kulit
selama menyusui, sentuhan botol, tekstur dan aroma selimut di tempat tidur,
bentuk serta pola lampu di kereta dorong. Melalui penglihatan, suara, dan
sentuhan, proses belajar akan mengalami kemajuan sesuai pengalaman baru
yang mereka dapat di lingkungannya.
"Bawalah bayi berjalan-jalan ke toko atau taman untuk berganti suasana,

sehingga pengalaman belajar bisa terjadi. Berbicara, mendengarkan berbagai


jenis suara, serta variasi musik dapat meningkatkan pengalaman bayi
terhadap suara," ujar Ken Adams. Menirukan suara memang menjadi bagian
penting dari pengalaman masa bayi.

Dapat Menstimulasi
Sejak usia dini, bayi dapat mengartikan ekspresi wajah, gerakan bibir, lidah,
dan suara yang diucapkan ibunya. Berbicara dengan bayi, bahkan
mengulangi kata "Halo" berulang kali, dapat menstimulasi proses belajar dan
membangun keterampilan emosional.
Begitu pun pengenalan terhadap pola dan bentuk. Bayi yang baru lahir dapat
mengenali perbedaan terang dan gelap, serta dapat melihat benda-benda
yang dekat dengannya. "Stimulasi bayi dengan memberikan barang yang
beragam bentuknya, dan pilihlah mainan berwarna terang dan bertekstur,"
saran Ken Adams.
Dalam perkembangannya, bayi usia 0-12 bulan mengalami beberapa fase,
yaitu menggapai, menggenggam, berguling, duduk, merangkak, dan
melakukan langkah berjalan pertama. Untuk mendorong kemampuannya,
cara yang bisa ditempuh antara lain melalui nyanyian atau aneka mainan
seperti gelas plastik, mainan yang berbunyi, cincin untuk pertumbuhan gigi,
atau menggantungkan mainan yang bisa bergerak di atas boks bayi.
"Salah satu langkah penting mendorong bayi berkomunikasi adalah dengan
mengusahakan agar dia menunjuk suatu benda, berjalan ke arah benda itu,
atau bahkan mengucapkan nama benda yang dia inginkan," ungkap Ken
Adams. Menginjak usia 1-2 tahun, ketika bayi mulai aktif bergerak, ibu bisa
memilihkan balok mainan untuk memudahkan pengajaran konsep ukuran,
bentuk, dan warna.

Dari satu jenis mainan ini saja, anak bisa diajari aktivitas menyortir
berdasarkan ukuran dan warna, atau meminta anak menyusunnya. Pelajaran
berhitung juga bisa dimulai dengan hal paling sederhana seperti menghitung
jari, melangkah sambil berhitung, atau menggunakan sajak dan lagu tentang
angka dan kegiatan berhitung. Selain itu, beberapa aktivitas permainan
kreatif seperti melukis dengan krayon, melukis jari, menempel bentukbentuk, serta bermain peran, juga bisa menjadi alternatif aktivitas
menyenangkan bagi anak.
"Aktivitas kreatif memberikan kesempatan mengekspresikan pikiran dan
perasaan serta kesempatan untuk mencoba dan menguji batas-batas dalam
dunia balita. Mereka juga bisa mengeksplorasi fantasi dan mengembangkan
imajinasinya melalui permainan dan bermain peran," papar Ken Adams.

Pola Pengasuhan
Pola pengasuhan juga berpengaruh pada kecerdasan, kreativitas dan perilaku
anak. Pola otoritatif (demokratik) dinilai paling baik dan membuat anak lebih
percaya diri, mandiri dan kreatif. Pasalnya, tipe pengasuhan ini dilakukan
penuh kasih sayang, kehangatan dan kegembiraan. Alhasil, anak pun merasa
nyaman, aman dan dilindungi.
Orangtua juga peka pada isyarat bayi atau anaknya yang menyatakan minat,
keinginan, dan pendapat. Dalam belajar, anak dibantu, didorong, dihargai dan
diberi contoh -- bukannya dipaksa. Ketika ada kesalahan, dilakukan koreksi,
bukan ancaman atau hukuman. Hal ini berbeda dengan pola asuh otoriter
atau diktator yang serba melarang dan membatasi, tidak mau mendengarkan
minat atau pendapat anak, dan sering menghukum.
Efeknya, anak kurang inisiatif dan kreativitas, serta kurang komunikatif.
Begitu pun sebaliknya, pengasuhan yang serba boleh (permisif) dan kurang
kendali akan merugikan perkembangan mental-sosial anak. Lebih ironis lagi

adalah pola pengasuhan yang menelantarkan atau tidak memedulikan anak,


yang berakibat si anak punya kemampuan rendah. (ksi/tin)

Anda mungkin juga menyukai