Anda di halaman 1dari 30

SISTEM PENGAWASAN DI

INDONESIA DAN
PERMASALAHANNYA
KEMAL AHMAD RIDLA
1206254605

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS INDONESIA
0

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

KATA PENGANTAR

Berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan taufik dan
hidayahnya kepada saya telah menyelesaikan tugas dari salahsatu mata kuliah
Sistem Administrasi Negara Indonesia yang berjudulkan Sistem Pengawasan di
Indonesia. Pembuatan makalah kali ini merupakan pemenuhan tugas akhir
semester genap untuk mata kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia.
Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Drs.Bulizuar Buyung selaku dosen pengajar mata kuliah Sistem
Administrasi Negara Indonesia. Berkat beliau, penulis mendapat banyak ide
penulisan dan ide-ide untuk mengangkat banyak masalah untuk dijadikan materi
untuk dikembangkan selanjutnya.

Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu
dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya,. Demikianlah sebagai pengantar kata,
denga, atas semua ini penulis mengucapkan terima kasih, semoga segala bantuan
dari semua pihak mudah mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh
Allah SWT.

Jakarta, Mei 2013


Penulis

Abstraksi

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Pengawasan adalah segala yang berkaitan dengan proses penilikan, penjagaan


serta pengarahan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar objek yang
diawasi berjalan menurut semestinya. Pengawasan adalah fungsi atau tugas dari
pimpinan untuk mencocokan sampai di manakah program atau rencana yang
telah ditetapkan dilaksanakan. Dengan pengawasan akan diketahui adanya
kekurangan, hambatan-hambatan, kelemahan, kesalahan, dan kegagalan untuk
kemudian dicari jalan mengatasinya. Pengawasan adalah segenap kegiatan
untuk meyakinkan dan menjamin bahwa tugas / pekerjaan telah dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan
perintah (aturan) yang diberikan

BAB I
PENDAHULUAN

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yaitu pengamatan


agar tugas-tugas yang telah direncanakandilaksanakan dengan tepat sesuai
rencana, dan apabila terdapat penyimpangan diadakan tindakan-tindakan
perbaikan (George R Terry). Pemerintahan (Government) menunjukkan kegiatan
atau proses memerintah, yaitu melaksanakan control atas pihak lain (the activity
or the process of governing).

A. LATAR BELAKANG
Setelah tumbanngnya rezim Orde Baru Indonesia menapaki Reformasi di
segala bidang, guna mewujudkan pemrintahan yang demokratis, guna
memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat, good governance, Melalui
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pemerintah dan DPR telah
jelas menunjukkan political will untuk melaksanakan otonomi daerah dan
desentralisasi pada tahun anggaran 2001.
Dalam konteks otonomi daerah, desentralisasi dimaksudkan agar daerah lebih
mampu mengembangkan inisiatif dan kreativitas daerah dan sumberdayanya
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat

dan

meningkatkan

pemberdayaan

masyarakat.

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan


yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya
nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah.2 Namun

kesemuanya

itu

perlu

diimbangi

dengan

Sistem

Pengawasan yang memadai agar tidak menimbulkan Korupsi, Kolusi dan


Nepotisme (KKN) baru.
Dalam rangka pelaksanaan pekarjaan dan untuk mencapai tujuan dari
pemerintah yang telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

pengawasan tersebut, maka tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan
berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah.
Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam melaksanakan
pekerjaan dan tugas pemerintahan, sehingga pengawasan diadakan dengan
maksud untuk, mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak lau untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan
pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau
timbulnya kesalahan yang baru dan juga mengetahui pelaksanaan kerja sesuai
dengan program seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak

B. RUMUSAN MASALAH
Setelah 15 tahun perjalanannya, remormasi, kita perlu meninjau ulang
apakah pengawasan, termasuk alat-alat penting pengawasannya, telah dapat
berjalan

secara

pelaksanaan otonomi daerah dan

memadai dalam mengawal


desentralisasi,

keberhasilan
supaya

lebih

mampu mengembangkan inisiatif dan kreativitas daerah dan sumber dayanya


untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat, yang bebas dari KKN.
Sehubungan dengan hal timbul pertanyaan sejauh mana agenda reformasi itu
terimplentasi.kerena pada kenyataannya sampai saat ini lembaga-lembaga
pengawas administrasi/keuangan kurang maksimal. Adanya hal ini di tengarai
dengan adanya para birokrat di daerah yang tersandung kasus korupsi.hal ini
menandakan bahwa pelimpahan KKN dari PUSAT kepada daerah. Hal ini yang
perlu kita cermati bersama, bahwa setiap kebijakan public perlu adanya
pengawasan dari berbagai pihak untuk mengawal kebijakan tersebut pada tujuan
yang telah di rencanakan secera efektif dan efisien serta bersifat rasionalitas.
C. TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujan untuk menjelaskan tentang

Sistem

Pengawasan Di Indonesia dan Permasalahannya, serta meninjau apakah

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

pengawasan telah dapat berjalan secara memadai dalam mengawal keberhasilan


pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

BAB II
KERANGKA PEMBAHASAN
A. TEORI DAN KONSEP
Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah awas,
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan
istilah pengawasan dan pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas artinya
daripada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan
pengertian controlling ini dengan pengawasan. Jadi pengawasan adalah termasuk

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

pengendalian. Pengendalian berasal dari kata kendali, sehingga pengendalian


mengandung arti mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang salah arah dan
meluruskannya menuju arah yang benar. Akan tetapi ada juga yang tidak setuju akan
disamakannya

istilah controlling ini

dengan

pengawasan,

karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan dimana dikatakan


bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi saja atau hanya melihat sesuatu
dengan

seksama

dan

melaporkan

saja

hasil

kegiatan

mengawasi

tadi,

sedangkan controlling adalah disamping melakukan pengawasan juga melakukan


kegiatan pengendalian menggerakkan, memperbaiki dan meluruskan menuju arah
yang benar.
B. METODE PENULISAN
Penulis melakukan kajian literatur dari berbagai bentuk sumber. Kajian tersebut,
yang juga dapat dikatakan sebagai studi pustaka,

BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENGAWASAN
1. George R Terry dalam bukunya Principles of management menyatakan
pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan,
mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan
korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.
2. Henry Fayol dalam bukunya General Industrial Management menyatakan,
pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksiinstruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
3. Harold Koonzt dan Cyril ODonnel dalam bukunya Principles of Management
menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja
yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau
menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan
untuk mencapainya dilaksanakan.
4. S. P Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi memberikan definisi tentang
pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
5. Sarwoto dalam bukunya Dasar-dasar Organisasi dan Manajemen menyatakan
sebagai berikut: pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau
hasil yang dikehendaki.

B. RUANG LINGKUP PENGAWASAN


Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar
dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan
beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun halhal lainnya. Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadiankejadian sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan
perencanaan, dapat dikatakan bahwa perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi
dari sebuah mata uang artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.
C. TUJUAN PENGAWASAN
Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah
(aturan yang berlaku) Menertibkan kordinasi kegiatan. Kalau pelaksana pengawasan
banyak jangan ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang, sebaliknya ada objek
yang tak pernah tersentuh pengawasan. Mencegah pemborosan dan penyimpangan.

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk melindungi masyarakat, maka


pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh penyimpangan
yang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama dagang yang sepuluh kali
obat nama obat generic dengan komposisi dan kualitas yang sama, pada hal yang
berbeda hanya promosinya saja, maka wajarkah biaya promosi yang demikian besar
dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai prinsip pengawasan yang
melindungi masyarakat.
Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang
dihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang professional adalah terciptanya
kepuasan masyarakat (konsumen), Masyarakat puas akan datang kembali dan
mengajak teman-temannya, sehingga meningkatkan produksi / penjualan yang
akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Membina kepercayaan
masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang dihasilkan
memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya
pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan perlindungan pada
masyarakat dan akhirnya percaya pula pada kepemimpinan organisasi
D. PROSES PENGAWASAN
Proses Pengawasan adalah Proses yang menentukan tentang apa yang harus
dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya
pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas
dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan merupakan hal
penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus
dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Fungsi
pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai yang
berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari
pimpinan organisasi terhadap para bawahan, serta mewujudkan peningkatan
efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan
pelaksanaan tugas organisasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi
terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses
pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan
baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Proses pengawasan terdiri dari beberapa
tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan
manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut George R Terry meliputi:
1. Menetapkan Standar Pengawasan
Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan
bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan
dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek,
yaitu:
a) Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil
pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki,
faktor waktu penyelesaian pekerjaan.
b) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan tentang tata
kerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja), peraturan per UU-an
yang berkaitan dengan pekerjaan, kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.
c) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan
pekerjaanmencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah
terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya apabila
efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehemetan dalam penggunaan
dana, tenaga, material dan waktu.
2. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan
Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan
dapat dilakukan melalui antara lain:
a) Laporan (lisan dan tertulis)
b) Buku catatan harian tentang itu, Bagan
c) Jadwal atau grafik produksi/hasil
d) Insfeksi atau pengawasan langsung; Pertemuan/konferensi dengan
petugas-petugas yang bersangkutan; Suvei yang dilakukan oleh tenaga staf
atau melalui penggunaan alat teknik.
3. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan
Aktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan pembandingan
antara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk mengetahui apakah

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

10

diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaan
tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.
4. Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya perbedaan, dan letak
sumber

perbedaan,

maka

langkah

terakhir

adalah

mengusahakan

dan

melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada perbaikan


yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak mungkin untuk diperbaiki
dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk solusinya maka perbaikan
dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara penyusunan rencana/ standar
baru, disamping membereskan factor lain yang menyangkut penyimpangan
tersebut, antara lain:
Reorganisasi
Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb.
E. JENIS-JENIS PENGAWASAN
1. Berdasrkan Lembaga
a. Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat)
Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari:
a) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkat
Pusat maupun di tingkat Daerah;
b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan.
Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah merupakan
pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3 sebagai berikut:
Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek
pembangunan di lingkungan departemen/lembaga instansi lainnya,
menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya didalam
lingkungan tugasnya masing masing; (2) Pengawasan melekat dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan:
1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian
tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula;
2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secara
tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh
bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan;

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

11

3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus


dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan
hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus
dicapainya;
4) Melalui procedure kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang
jelas dari atasan kepada bawahan;
5) Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat
bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi
pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggung-jawaban, baik
mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan;
6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana
menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang
menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.
b. Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang
diadakan khusus untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi
pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 4
ayat (4) Inpres No. 15 Tahun 1983 menyatakan bahwa pengawasan fungsional
terdiri dari:
a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan Lembaga Pemerintah
Non Departemen/instansi pemerintah lainnya;
c) Inspektorat Wilayah Provinsi;
d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.
c. Pengawasan Politis (DPR/DPRD)
Pengawasan politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak
langsung. Pengawasan ini juga sering pula disebut social control. Contoh-contoh
pengawasan jenis ini misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan
masyarakat, melalui media masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat.
Social control sebagai pengawasan politis melalui jalur lembaga-lembaga
perwakilan pada saat sekarang sudah terasa semakin mantap, di tingkat pusat
pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan pembangunan terasa

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

12

semakin intensif dan melembaga antara lain melalui forum rapat kerja komisi
dengan pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara komisi-komisi
DPR-RI dengan para pejabat tertentu, begitu juga yang dilaksanakan di Daerah
antara Pemda dengan DPRD yang bersangkutan.
d. Pemeriksaan BPK
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah perangkat pengawasan ekstern
terhadap pemerintah, karena ia berada di luar susunan organisasi pemerintah
(Pemerintah dalam arti yang sempit). BPK tidak mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden), tetapi BPK
mempertanggungjawabkan

pelaksanaan

tugasnya

kepada

DPR

(Dewan

Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.


e. Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya
Dalam pengawasan dan pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan
umum yaitu suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
segala kegiatan pemerintah daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintah
daerah dengan baik.
Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah dilakukan oleh Mendagri
dan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada Daerah sebagai wakil pemerintah di
daerah yang bersangkutan. Bagi Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota,
pengawasan atas jalannya pemerintahan Daerah (melalui pengawasan prepentif,
pengawasan represif, dan pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas
pokoknya yang ditugaskan oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Artinya bukan sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.
Mendagri dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya
pemerintahan daerah dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam
pengawasan umum dan dirjen pemerintahan umum dan dirjen otonomi daerah
dalam

hal

pengawasan

prepentif

dan

pengawasan

represif.

Ditingkat provinsi, gubernur dibantu oleh inspektorat wilayah provinsi


dalam hal pengawasan umum sedangkan pengawasan prepentif dan pengawasan
represif Gubernur dibantu oleh sekretariat Daerah (c.q. Biro Hukum dalam produk
peraturan perundang-undangan yang menyangkut perda).

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

13

2. Berdasarkan Waktu
a. Pengawasan Preventif
Jenis pengawasan preventif adalah pengawasan atas jalannya pemerintah
daerah yang sekarang diatur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah. Secara umum arti pengawasan preventif adalah
pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan
terhadap segala sesuatu yang bersifat rencana. Pengawasan preventif
mengandung prinsip bahwa Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah
mengenai pokok tertentu harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang
berwenang, cara dari pemerintah melakukan yaitu Pengawasan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu terhadap rancangan Perda yang
mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan RUTR sebelum
disahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri untuk
Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota.
Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat
mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Pembinaan atas
penyelenggaraan Pemda adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan
atau Gubernur selaku wakil Pemerintahan di Daerah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi Daerah. Pembinaan oleh
Pemerintah, Menteri dan Pimpinan lembaga pemerintah non departemen
melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing
yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan pengawasan
provinsi

serta

oleh

Gubernur

untuk

pembinaan

dan

pengawasan

Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemda adalah proses kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin agar Pemda berjalan sesuai dengan rencana dan
ketentuan Per UU-an yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh
pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
utamanya terhadap Perda dan Peraturan Kepala Daerah.
b. Pengawasan Represif
Pengawasan Represif mempunyai pengertian secara umum sebagai
pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan.

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

14

Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan prefentif.


Pemerintah melakukan cara yaitu Pengawasan terhadap semua Perda diluar
dari Raperda yang mengatur pajak Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan
RUTR, yaitu setiap Perda wajib disampaikan kepada Mendagri untuk Provinsi
dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh Klarifikasi. Terhadap
Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih
tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan,
pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara Pemda apabila
diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara
Pemda tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali
suatu Daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan
pembatalan berlakunya suatu kebijakan Daerah baik Perda, keputusan Kepala
Daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan
sanksi pidana yang diproses sesuai dengan Per UU-an.
3. Berdasarkan Jarak
a. Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi dan melakukan Pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap
obyek yang diawasi. Jika pengawasan langsung ini dilakukan terhadap proyek
pembangunan fisik, maka yang dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau
pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan administrative atau
pemeriksaan fisik dilapangan. Kegiatan untuk secara langsung melihat
pelaksanaan dari dekat ini, bukan saja perlu dilakukan oleh perangkat
pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi dilakukan oleh manajer atau pimpinan
yang bertanggungjawab atas pekerjaan itu.
Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati sendiri bagaimana
pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat diberikan petunjukpetunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-keputusan yang secara
langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan, inilah
perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang dilaksanakan oleh
manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung ditempat pelaksanaan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

pekerjaan,

baik

yang

dilakukan

oleh

pimpinan

15

(manajer)

yang

bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas


pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang lebih
dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat pengawasan.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung adalah merupakan kebalikan dari pengawasan
langsung, artinya pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan tanpa
mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi atau
tegasnya dilakukan dari jarak jauh, yaitu dari belakang meja caranya ialah
dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen yang menyangkut
obyek yang diawasi. Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:
1) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala ataupun laporan
insidentil;
2) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari perangkat
pengawasan lain;
3) Surat-surat pengaduan;
4) Berita atau artikel di media massa;
5) Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan tidak
langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan keteranganketerangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya yang demikian itu kiranya
dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung itu merupakan cara
pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena segala bahan-bahan
informasi tersebut belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di
lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak langsung sebaiknya hanya dapat
dipakai sebagai pembantu atau pelengkap terhadap pengawasan langsung,
terutama bila akan menyangkut pengambilan keputusan yang penting-penting.
4. Berdasarkan Ruang
a. Pengawasan Intern (Internal Control)
Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan dari pengawasan ekstern,
karena pengertian intern yang berarti dari dalam itu memang merupakan
kebalikan dari ekstern yang berarti dari luar apabila ditinjau dari pemerintah
BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah, dan inspektorat jenderal

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

16

ditinjau dari departemen merupakan pengawasan intern departemen yang


bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah provinsi ditinjau dari provinsi
yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah Kabupaten/Kota ditinjau dari
Kabupaten/Kota yang ber-sangkutan.
b. Pengawasan Ekstern (External Control)
Secara harafiah, pengawasan ekstern berarti pengawasan dari luar dalam
pengawasan ekstern subyek pengawasan yaitu si pengawas berada di luar
susunan organisasi obyek yang diawasi. Contoh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah,
karena ia berada diluar susunan organisasi pemerintah (pemerintah dalam arti
yang sempit). Ia tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya
kepada kepala pemerintahan (Presiden) tetapi BPK mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap
departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila dipandang dari
segi pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan intern. Contoh
lain lagi adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari komponen-komponen di
departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal adalah merupakan
perangkat pengawasan ekstern, meskipun irjen merupakan perangkat
pengawasan intern departemen yang bersangkutan.
F. PENGAWASAN PEMERINTAHAN INDONESIA
1. Pengawasan Dalam Organisasi Pemerintahan
Pengertian pengawasan pemerintahan adalah penilaian dan analisis dari
pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah dapat berjalan sesuai
dengan standar dan kebijakan pemerintah yang berdasarkan peraturan
Perundang-undangan dengan memberikan rekomendasi perbaikan-perbaikan
yang perlu dilakukan terhadap pejabat yang berwenang.
A. Dasar hukum pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah:
1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 217 223);
2) PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman, Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

17

3) Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengawasan Atas


Penyelenggaraan Pemerintahan daerah;
4) Permendagri No. 64 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Organisasi
dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota;
B. Upaya Peningkatan Pengawasan
Dalam upaya peningkatan pengawasan dalam organisasi pemerintahan,
penajaman prioritas sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 23 Tahun
2007 adalah penguatan pengawasan bidang Pemerintahan Dalam Negeri.
Dalam PP No. 79 Tahun 2005 ditekankan antara lain: Pengawasan
Administrasi Umum Pemerintahan meliputi:
1) Kebijakan Daerah;
2) Kelembagaan (tentang organisasi perangkat daerah), yaitu penataan
organisasi;
3) Pegawai daerah;
4) Keuangan daerah;
5) Barang Daerah.
Pengawasan umum pemerintahan itu meliputi baik urusan wajib ataupun
urusan pilihan. Pengawasan lainnya meliputi:
1) Dana dekonsentrasi;
2) Tugas pembantuan;
3) Kebijakan pinjaman hibah luar negeri;
Kebijakan operasional pengawasan:
1) Sasaran pemeriksaan rencana pengawasan tahunan (RPT), yaitu
dituangkan dalam PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan);
2) Pemeriksaan khusus akhir jabatan KDH;
3) Monitoring dan evaluasi terhadap administrasi umum pemerintahan
dan urusan pemerintahan;
4) Pemeriksaan terhadap pengelolaan dana otonomi khusus;
5) Pemeriksaan pengaduan instansi atau masyarakat;
6) Pemeriksaan atas permintaan pejabat berwenang (laporan dana
PILKADA);
7) Pemeriksaan kinerja penerimaan Negara (pajak ataupun bukan pajak);
8) Pemeriksaan tugas pokok dan fungsi oleh IRJEN terhadap ITWIL;
9) Pemeriksaan tindak lanjut atas pemeriksaan uang Negara oleh BPK.

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

2. Pengawasan Melekat
A. Tujuan Pengawasan Melekat
Tujuannya adalah sebagai

segala

usaha

atau

18

kegiatan

untuk

mengendalikan atau menjamin dan mengarahkan agar sesuatu tugas atau


pekerjaan berjalan dengan semestinya.
B. Prinsip-Prinsip Pengawasan Melekat:
1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian
tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula;
2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang dituangkan secara
tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh
bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan;
3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus
dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan
hubungan antara berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus
dicapainya;
4) Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang
jelas dari atasan kepada bawahan;
5) Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat
bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi
pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggungjawaban, baik
mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan;
6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana
menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang
menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.
C. Program Peningkatan Pengawasan Melekat:
1) Sarana pengawasan melekat;san Langsung;
2) Manusia dan budaya;
3) Tugas pokok dan fungsi unit kerja;
4) Langkah-langkah pelaksanaan pengawasan melekat;
5) Pelaporan pengawasan melekat.

3. Pengawasan Fungsional
Pengawasan Fungsional (Wasnal) adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan (Manajer) dalam

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

19

menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi


tanggungjawabnya.
a) Aparat Pengawasan Fungsional:
1) BPKP;
2) Inspektorat Jenderal Departemen;
3) Aparat Pengawas Lembaga Pemerintah Non Departemen Instansi
Pemerintah Lainnya;
4) Inspektorat Wilayah Provinsi;
5) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota.
b) Kegiatan Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Kegiatan pengawasan dilaksanakan berdasarkan rencana program
kerja pengawasan tahunan yang disusun adalah aparat pengawasan
fungsional menyusun rencana kerjanya dalam bentuk usulan program
kerja pengawasan tahunan, usulan program kerja tahunan pengawasan
tahunan tersebut disusun oleh BPKP menjadi program kerja
pengawasan tahunan setelah berkonsultasi dengan aparat pengawasan
fungsional yang bersangkutan.
c) Koordinasi Pelaksanaan Pengawasan Fungsional
Untuk menjamin keserasian dan keterpaduan

pelaksanaan

pengawasan Kepala BPKP memberikan pertimbangan kepada Menteri


Keuangan

dan

Menteri

Negara

perencanaan

pembangunan

Nasional/Ketua BAPPENAS mengenai anggaran pelaksanaan program


kerja pengawasan tahunan.
Dalam merumuskan kebijaksanaan pengawasan dan secara terus
menerus memimpin dan mengikuti pelaksanaannya Wakil Presiden
dibantu oleh Menko Perekonomian dan Kepala BPKP.
d) Pelaporan Pengawasan Fungsional
1) Hasil pelaksanaan pengawasan, baik berdasarkan program kerja,
pengawasan tahunan maupun berdasarkan pengawasan khusus,
dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional masing-masing
kepada

Menteri/Pimpinan

Lembaga

Pemerintah

Non

Departemen/Pimpinan Instansin/Ybs. dengan tembusan kepada


Kepala BPKP disertai saran tindak lanjut mengenai penyelesaian
masalah yang terungkap daripadanya;
2) Menko Perekonomian dan Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non Departemen/Pimpinan instansi Pemerintah/Ybs. dengan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

20

tembusan kepada Kepala BPKP, khusus untuk masalah yang


mempunyai dampak luas baik terhadap jalannya pemerintahan
maupun terhadap kehidupan masyarakat;
3) Menko Perekonomian menyampaikan

laporan

hasil

kerja

pelaksanaan pengawasan kepada Presiden dengan tembusan


kepada Wakil Presiden.
e) Tindak Lanjut Pengawasan Fungsional
1) Tindakan administratif sesuai dengan peraturan per UU-an di
bidang kepegawaian termasuk penerapan hukuman disiplin
sesuai dengan peraturan disiplin PNS;
2) Tindakan tuntutan/gugatan perdata, yaitu tuntutan ganti
rugi/penyetoran kembali, tuntutan perbendaharaan, tuntutan
perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi, dll.;
3) Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan
perkaranya kepada Kepolisian Negara RI dalam hal terdapat
indikasi tindak pidana umum, atau kepada Kejaksaan Agung RI
dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus, seperti
korupsi, dll.;
4) Tindakan penyempurnaan aparatur pemerintah di bidang
kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.

G. PENGAWASAN ADMINISTRATIf
Definisi Pengawasan Administratif
Pengawasan atas penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

oleh

pemerintah, gubernur dan bupati/walikota adalah proses kegiatan yang


ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
desa berjalan sesuai rencana dan aturan yang berlaku. Pengawasan ini
dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai bidang

kewenangannya masing-masing (pp no.79/ 2005)


Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penetausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan daerah (pp no.58/2005)

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

21

Pengawasan administrasi umum pemerintahan, dilakukan terhadap


kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan

barang daerah.
Pengawasan urusan pemerintahan, dilakukan terhadap urusan wajib,
urusan pilihan, dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, kebijakan
pinjaman dan hibah luar negeri.

Pada prinsipnya pengawasan administrasif adalah,untuk memetuhi


peraturan berdasarkan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan sebuah
organisasi yang telah di tentukan.
Faktor Penyebab Penyimpangan dalam Administratif (korupsi)
Faktor terjadinya korupsi yang sangat mendasar di daerah adalah factor
politik

dan

kekuasaan

(legaslatif

maupun

ekskutif)yang

menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang di miliknya untuk


mendapatkan keuntungan pribadi maupun golangan,dengan modus yang
berbagai ragam;Mulai perjalanan dinas yang fiktif,penggelembungan dana
APBD.yang mengatasnamakan rakyat,demi mencai keuntungan pribadi
maupun kelompoknya.
Factor ekonomi. Factor ini tidak terlalu mendasar jika di bandingkan
dengan factor politik dan kekuasaan.Alasanyapun konvensional, artinya
tidak seimbangnya penghasilan dengan kebutuha hidup yang harus di
penuhi
Faktor nepotisme;karena masih kentalnya semangat nepotisme, baik di
sector public maupun sewasta, terutama di daerah-daerah dalam
penempatan posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan
penyalahgunaan kewenangan, khususnya yang berhubungan dengan
keuangan negara.
1. (Hari Sabarno) menyatakan bahwa permasalahan yang terkait
dengan pengelolaan keuangan daerah adalah lemahnya sistem

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

22

pembukuan atau akuntansi, pengendalian, pengawasan, dan sistem


informasi keuangan daerah, yang mengakibatkan rendahnya unsur
transparansi dan akuntabilitas. Disadari juga bahwa belum adanya
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja
(SAB) mengakibatkan sangat sulitnya menentukan besarnya
jumlah

kebutuhan/total

pengeluaran

yang

layak

bagi daerah otonom. Akibat lain dari belum adanya SPM dan SAB
tersebut

adalah

menyulitkan pengawasan/penilaian

terhadap

kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan dalam melaksanakan


kewenangannya.
2. J B Sumarlin (Mantan Ketua BPK)4 menyatakan bahwa dengan
semakin besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan negara yang didasarkan pada prinsip-prinsip good
governance, maka kebutuhan terhadap peran pengawasan akan
semakin meningkat. Pengawasan itu perlu dilaksanakan secara
optimal, yaitu dilaksanakan secara efektif dan efisien serta
bermanfaat

bagi

auditee

negara) dalam merealisasikan

(organisasi,

pemerintah

tujuan/program

secara

dan
efektif,

efisien dan ekonomis. Pengalaman menunjukkan bahwa banyaknya


aparat pengawasan justru

menimbulkan

inefisiensi,

karena

timbulnya pemeriksaan yang bertubi-tubi dan tumpang tindih


diantara berbagai aparat pengawasan intern pemerintah, serta
antara

aparat pengawasan intern

pemerintah

dengan

aparat pengawasan ekstern pemerintah (BPK). Di samping itu,


disinyalir juga bahwa pengawasan baru mencapai fungsinya yang
bersifat korektif dan belum mencapai fungsinya yang bersifat
preventif.

Keberhasilan

fungsi

preventif pengawasan harus

diperankan dan dilaksanakan oleh suatu sistem pengendalian intern


yang memadai..
3. J.B. Sumarlin (Mantan Ketua BPK), Pokok-Pokok Sambutan
Tentang Optimalisasi Pengawasan Manajemen Pemerintah Menuju
terciptanya

good

governance

halaman

dan

6,

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

disampaikan dalam Half


Pengawasan dan

23

DaySeminardengan

Governance

Keuangan

tema
Negara,

Diselenggarakan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik di


Jakarta 13 Januari 2004. menyatakan bahwa salah satu kelemahan
sistem pengelolaan keuangan pemerintah saat ini adalah kelemahan
di bidang akuntansi, pelaporan, pengendalian, dan auditing,
meliputi :
Tanggung jawab penggunaan uang oleh kementerian belum

cukup tegas
Belum tersedia standar akuntansi bagi pelaporan keuangan
pemerintah, serta belum jelas otoritas pembuat standar
dimaksud

Laporan keuangan hanya meliputi realisasi

anggaran dan penyajiannya sangat lambat


Gagalnya fungsi pengendalian internal yang melekat (built-

in)
Tumpang tindih yang eksesif (berlebihan) antara audit

eksternal dan internal pemerintah.


Penekanan audit atas kebenaran formal dan bukan

kebenaran material
Kurang efektifnya lembaga internal audit

Berdasarkan

kelemahan

tersebut,

ditetapkan

beberapa

pilar

pengendalian dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan


Negara, yaitu:
Rencana Kerja dan Anggaran berbasis kinerja
Klasifikasi anggaran dalam 3 dimensi (fungsi, jenis belanja dan satuan
organisasi)
Anggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
Cash disbursement planning
Pengendalian

Intern

Pemerintahan: dalam rangka

meningkatkan

kinerja,transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.


Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

sistem

pengendalianintern

di

lingkungan

24

pemerintahan

secara

menyeluruh.Akuntabilitas publik dapat dibangun atas dasar 4 komponen,


yaitu sistem pelaporan keuangan, sistem pengukuran kinerja, pengauditan
sektor publik dan berfungsinya saluran akuntabilitas publik yang tersistem
dan terkoordinasi dengan baik serta menciptakan check and balance
melalui lembaga yang berfungsi sebagai pelaksana (eksekutif), pengontrol
(legislatif), pemeriksa (auditor), dan penegak hukum (yudikatif).
Diperlukan juga system pengawasan keuangan negara yang mampu
mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang secara formal
ditugaskan

untuk

mengawasi),

maupun

informal

(oleh

masyarakat/lembaga independen dan media massa), yang dikaitkan


dengan keterbukaan informasi. Dalam proses pengawasan, pengendalian
dan pemeriksaan perlu dibedakan siapa berperan apa dan kapan peran itu
boleh dilakukan, yang ditegaskan dengan peraturan perundangan, karena
peran-peran tersebut diperankan oleh pemain yang berbeda, dan fungsi
lembaga pengawasan eksternal (BPK) dan internal (APIP) tersebut
meskipun sangat berbeda, tetapi keduanya saling mengisi dan melengkapi.
Keduanya merupakan unsur-unsur penting yang diperlukan dan tidak
saling

menggantikan

untuk

governance dalam manajemen

terselenggaranya
pemerintahan

good
negara.

Lembaga pengawasan internal pemerintah diperlukan untuk mendorong


terselenggaranya manajemen pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien
pada

tiap

tingkat

pemerintahan,

mulai

dari

Presiden,

Menteri/PimpinanLPND,Gubernur/Bupati/Walikota. Pengawasan internal


tidak hanya dilakukan pada saat akhir proses manajemen saja, tetapi
berada

pada

setiap

tingkatan

proses

manajemen.

Perubahan

paradigma pengawasan internal yang telah meluas dari sekedar watchdog


(menemukan penyimpangan) ke posisi yang lebih luas yaitu pada
efektivitas pencapaian misi dan tujuan organisasi, mendorong pelaksanaan
pengawasan ke arah pemberian nilai tambah yang optimal.
Sebab Praktek-praktek KKN Cenderung Semakin Meluas

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

25

Hal ini menggambarkan kurang efektif dan belum mantapnya peran dan
fungsi pengawasan internal,

disamping

faktor-faktor

lain.Kelembagaan pengawasan internal dan tumpang tindih pengawasan.


Masing-masing lembaga pengawasan terkesan berjalan sendiri-sendiri
sehingga

belum

terbentuk

aparat pengawasan internal

secara

mantap

sinergi,

dan

eksternal,

baik

maupun

antara
antar

aparat pengawasan internal sendiri. Hal ini disebabkan belum efektifnya


atau bahkan belum adanya ketentuan/peraturan perundangan yang secara
jelas mengatur mekanisme, domain, dan hubungan kerja diantara
aparat pengawasan intern pemerintah.
Kurangnya perhatian dari manajemen instansi untuk membangun
system pengendalian yang andal, sehingga mengurangi kualitas
pelaksanaan pengawasan

dan

tindak

hasil pengawasan.Pengawasan internal

diharapkan

lanjut
tidak

hanya

menggunakan pendekatan single loop learning, akan tetapi lebih kepada


double loop learning. Artinya tidak hanya melakukan pengujian atas
realisasi yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan, tetapi juga
mempertimbangkan dan memberdayakan system pengendalian intern yang
ada

pada

organisasi,

mekanisme pengawasan yang

sehingga

dapat

terintegrasi

antara

terjadi
pencegahan

suatu
dan

penindakan secara terus menerus dalam menanggulangi dan mencegah


praktek-praktek KKN, serta menutup celah-celah yang membuka peluang
bagi tindakan yang merugikan organisasi serta menghambat pencapaian
misi dan tujuan organisasi.
Permasalahan kewenangan

antar

lembaga pengawasan internal

pemerintah perlu lebih diperjelas dan dipertegas. Perlu ada kesadaran


bahwa aktivitas pemerintahan dan pembangunan yang diselenggarakan
oleh setiap unit organisasi baik di pusat maupun daerah, saling terkait
satu sama lain. Mengingat risiko pemerintah secara keseluruhan, maka
pengendalian

dan pengawasan perlu

tetap

dipandang

dari

sudut

kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu diperlukan


penegasan kewenangan dan penataan ulang mekanisme kerja dan

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

koordinasi pengawasan antar

26

aparat pengawasan intern

pemerintah,

sehingga dapat mewujudkan pengawasan yang efisien, efektif dan


sinergis.
fungsi audit internal dalam manajemen pemerintahan masih belum
berjalan secara optimal, meskipun fungsi tersebut telah dilakukan secara
berlapis-lapis. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan dalam rangka
optimalisasi

fungsi

audit

internal

pemerintahan otonomi daerah,


tindih pengawasan audit

antara

internal,

tersebut
lain;

sehingga

pada
Tumpang

mengakibatkan

ketidakefisienan dan ketidakefektivan, baik untuk instansi pengawasan itu


sendiri maupun instansi yang diawasi. Tumpang tindih juga dialami
dengan pengawasan eksternal pemerintah, Akuntabilitas publik yang
belum jelas dan transparan, khususnya dalam ukuran kinerjanya, Mutu
temuan hasil pemeriksaan masih perlu ditingkatkan, khususnya untuk
membantu manajemen dalam pengambilan keputusan yang efektif dan
efisian.
Langkah-langkah Optimalisasi Pengawasan Administratif
Ada

(dua)

jenis

langkah

besar

yang

harus

dilakukan dalam pembenahan pengawasan ini agar menjadi optimal, yaitu:


1. Pembenahan

tugas

pokok

institusi pengawasan agar

dan

fungsi

(tupoksi)

seluruh

menghindari tumpang tindih dan bersifat

sinergis (tidak ego sektoral), dapat bekerja secara efisien dan efektif, serta
memberikan nilai tambah yang optimal dalam pencapaian misi dan tujuan
organisasi (bukan sekedar watchdog untuk menemukan penyimpangan)
pada setiap tingkatan proses manajemen.
2. Pembenahan standar-standar pengendalian intern agar dapat berjalan
secara efektif dan memudahkan pengawasan/pemeriksaan, serta mencegah
terjadinya

KKN

sedini

mungkin.

Pembenahan

Tupoksi

Seluruh

Institusi Pengawasan Seluruh institusi pengawasan, baik eksternal maupun


internal pemerintahan, harus membenahi tupoksinya secara sadar dan
sukarela

serta

melupakan

arogansi

institusi,

demi

pencapaian

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

27

tujuan pengawasan yang sinergis, efisien dan efektif, terutama dalam


bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengawasan ekstern
pemerintah (Legislatif dan BPK) yang berfungsi sebagai penyeimbang
(check and balance) terhadap fungsi pelaksanaan (eksekutif) oleh
Pemerintah bukan berada di atas Pemerintah, melainkan sejajar dan
harusnya merupakan mitra pemerintah dalam meningkatkan efisiensi
Negara, serta concern (menaruh perhatian) terhadap pengawasan yang
efisien dan efektif. Apabila aparat pengawasan ekstern pemerintah dapat
memanfaatkan hasil pengawasan aparat pengawasan intern pemerintah,
mengapa harus melakukan pemeriksaan ulang dengan biaya yang tidak
sedikit. Sebagai perbandingan, di dunia bisnis/perusahaan, auditor ekstern
tidak akan melakukan pemeriksaan ulang (mengurangi biaya audit yang
akan dibebankan keperusahaan) terhadap apa yang telah dilakukan oleh
auditor intern, sepanjang pemeriksaan/audit tersebut telah dilaksanakan
sesuai standar yang sama serta dilandasi kertas kerja yang memadai.
Pengujian yang dilakukan oleh auditor intern tersebut biasanya terkait
dengan

quality

assurance

terhadap

sistem

pengendalian

manajemen,sedangkan audit ekstern yang dilakukan adalah dalam rangka


memberikan opini keseluruhan terhadap kewajaran laporan keuangan
perusahaan. Oleh sebab itu, alangkah indahnya apabila ada konsensus
antara auditor ekstern pemerintah (BPK) dan auditor intern pemerintah
(BPKP/Itjen/Bawasda) mengenai jenis-jenis pekerjaan auditor intern mana
yang akan digunakan oleh auditor ekstern tanpa harus melakukan
pemeriksaan ulang, serta memperkecil luas pengujiannya dalam rangka
memberikan opini terhadap laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah, baik pusat maupun daerah.

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

28

BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan
bahwa pengawasan

komentar-komentar

tersebut

di

dalam era otonomi daerah ini

atas,

masih

dapat

disimpulkan

mengalami

banyak

permasalahan, baik dari segi kelembagaan aparat pengawasannya yang belum dapat
bekerja secara sinergis, efisien dan efektif (intern dan ekstern), maupun alatalat pengawasan lainnya berupa standar- standar sebagai dasar pelaksanaan dan sistem
pengendalian intern yang belum dapat berjalan sesuai dengan yang diniatkan oleh
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, langkah-langkah
apa

yang

masih

harus

dilakukan

ke

depan

demi

mengoptimalkan pengawasan dalam era otonomi daerah.


Menurut penulis, langkah-langkah tersebut sebelum ditetapkan, harus didahului
dengan komitmen pemerintah tentang pengawasan, karena komitmen adalah bagian
integral dari sistem nilai yang baik. Tanpa komitmen yang terpelihara, akan timbul
perilaku yang tidak jujur. Dapat kita bayangkan bagaimana setiap hubungan, baik secara
pribadi, organisasi atau yang bersifat profesional dapat berjalan mulus, Ketidakpastian
dapat menyebabkan kebingungan. Kurangnya komitmen akan menggoyahkan hubungan
dan menimbulkan perasaan tidak aman

SISTEM PENGAWASAN DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA

29

DAFTAR PUSTAKA
Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Indonesia, Rajawali Press, Jakarta
(cetakan I), 1988.
H. La Ode Husen, SH., MH., Dr, Hubungan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan
Rakyat Dengan Badan Pemeriksaan Keuangan Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,
CV. Utomo, Bandung, 2005.
Atnadja, Arifin P. Soeria,Reorientasi Penertiban Fungsi Lembaga Pengawasan dan
Pemeriksaan Keuanagan Negara,FHUI,Depok,1997.
Wajong J,Fungsi Administrasi Negara,Djakarta Djambatan, Jakarta,1969.
Situmorang, Viktor M, Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkunagan Aparatur
Pemerintah,Jakarta Rineka Chipta, Jakarta,1994.
Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Jakarta Sinar Grafika,Jakarat,1986.
http://itjen-depdagri.go.id/article-25-pengertian-pengawasan.html

Anda mungkin juga menyukai