Anda di halaman 1dari 36

Infeksi Dengue

I.

PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated
febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup
manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).1
Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi
infeksi dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko
menderita infeksi dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue
dan setengah juta kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita
demam berdarah dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang
dikenal (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu
imunitas protektif terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga
infeksi kedua akan memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena
yang disebut antibody dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe
pertama memperberat infeksi serotipe kedua.1
Mengingat infeksi dengue termasuk penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka
seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan
diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan
diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu
dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue

II.

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. DEFINISI
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod
borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus
dengue yang berat dan sering kali fatal.2
B. EPIDEMIOLOGI
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad 20.
Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia
bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue
sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang
dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk
terkena infeksi virus ini.2

Gambar 1. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.


(Gambar diambil dari daftar pustaka No.3)
Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes aegypti dan
endemic dengue

Tahun

Jumlah Kasus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Angka Kematian (%)


2

Infeksi Dengue
2008
137.000
0,86
2009
154.000
0,89
2010
156.000
0,87
2011
65.000
0,80
2012
90.245
0,88
Tabel 1. Jumlah Kasus dan Angka Kematian DBD di Indonesia, Tahun 2008-2012
(Tabel diambil dari daftar pustaka No.4)
Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue.
Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri
Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di daerah ekuator dimana
Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini
dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.5
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa
serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak
terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS
paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi
penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu
survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.5
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case
Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua
negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat
dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi.5
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.6
C. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 6

D. CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang
berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam
penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.6
E. PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.7
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.7
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat pada Gambar 2 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular.Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok
yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.7
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain
dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik
pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik
dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.7

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 3). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.7

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga


walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor
pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.7
F. MANIFESTASI KLINIS
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 8

Gambar 4. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue


(Gambar diambil dari daftar pustaka No.8)
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, rasa menggigil, dan malaise. Awal
penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 9
-

Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 oC sampai 40oC dan demam bersifat
bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.

Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada
dada, abdomen, dan menyebar ke anggota gerak dan wajah selama separuh pertama
periode demam. 8,12 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari
sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak nyaman di daerah
epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Gejala klinis lain yang
sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk, epistaksis, dan
disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal
sebagai Castelanis sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat
menyertai. 9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue

Gambar 5. Spektrum Klinis DD dan DBD


(Gambar diambil dari daftar pustaka No.9)
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut:9
-

Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir

Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme


pembekuan darah.

Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.

Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. 11 Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
-

Demam tinggi

Perdarahan terutama perdarahan kulit

Hepatomegali

Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).


Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada

tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
sekali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.9
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

Infeksi Dengue
tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi
biasanya tidak ikterik.9
Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue
(Gambar diambil dari daftar pustaka No.9)
Demam Dengue
++

Gejala Klinis
Nyeri Kepala

Demam Berdarah Dengue


+

+++

Muntah

++

Mual

++

Nyeri Otot

++

Ruam Kulit

++

Diare

Batuk

Pilek

++

Limfadenopati

Kejang

Kesadaran menurun

++

Obstipasi

Uji tornikuet positif

++

++++

Petekie

+++

Perdarahan saluran cerna

++

Hepatomegali

+++

Nyeri perut

+++

++

Trombositopenia

++++

Syok

+++

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang


hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat
keparahan DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran
plasma yang bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan hematokrit.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

10

Infeksi Dengue

Gambar 6. Kurva suhu pada demam berdarah dengue,


saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk (syok)
(dikutip dari kepustakaan No.9)
Dengue Shock Syndrome
DSS biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit
ke 3-7.12 Pada DSS dapat dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi (SBP <80 mmHg), kulit dingin dan
lembab dan pasien tampak gelisah.11Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat
sebelum syok.9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

11

Infeksi Dengue

Gambar 7. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada
DBD
(Gambar diambil dari daftar pustaka No.9)
G. DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi
dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah
kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi
maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria
WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah
sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat lebih tepat.10
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris
yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

12

Infeksi Dengue

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :


Kriteria klinis :10
-

Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari

Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,


epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena

Pembesaran hati

Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi

Kriteria laboratorium :10


-

Trombositopenia (100.000/l atau kurang)

Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%.

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :10
-

Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan


adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.

Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.

Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab
dan penderita gelisah.

Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa.

H. DIAGNOSIS BANDING
Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.10
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada
DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

13

Infeksi Dengue
petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.10
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit
berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat
leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada
meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.10
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada hitung jenis. Pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.10
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia. pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan
perdarahan hebat, pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda
perembesan plasma.10

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan
pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun
atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

14

Infeksi Dengue
pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD.10
2. Pencitraan
2.1 Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.10

Gambar 8. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue


(Gambar diambil dari daftar pustaka No.10)
2.2. Pencitraan Ultrasonografis
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu
untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat
penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua
organ tersebut berbeda bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 10
3. Pemeriksaan Serologi.
Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus
dengue, yaitu:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

15

Infeksi Dengue
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold standard.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumptif
positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue
infection).
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur pemeriksaan, juga
memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi hanya
bertahan sekitar 2-3 tahun saja.
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.Biasanya
memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat antibodi nneutralisasi dapat
dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari
antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (4-8 tahun).Uji ini juga rumit dan
memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa adalah
singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan IgM dalam
serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan
timbulnya IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan
setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula dilakukan uji
terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM tidak boleh dipakai
sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji
Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesivisitas yang sama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

16

Infeksi Dengue
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang untuk uji
infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG, IgM Elisa, IgG
Elisa.10
Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin (Ig) M
antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang kedua,
kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung kepada peningkatan
empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang dilihat pada hemagglutination
inhibition,

complement

fixation,

enzyme

immunoassay,

or

neutralization

test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture enzyme immunoassays sekarang digunakan


secara luas untuk mengidentifikasi fase akut antibodi pada serum pasien dengan infeksi
dengue primer atau skunder. Sebaikanya sampel dikumpulkan setelah hari ke 5 dan
sebelum minggu ke 6 setelah onset.10

Gambar 9. Respon Imun Pada Infeksi Dengue


(Gambar diambil dari daftar pustaka No.10)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

17

Infeksi Dengue
Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis,
terutama jika sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus. Virus dapat
diperoleh dari serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan atau nyamuk hidup.
RNA virus dapat dideteksi pada darah atau jaringan melalui DNA yang diamplifikasi
melalui PCR.10

Gambar 12. Respon imun terhadap infeksi dengue


(Diambil dari daftar pustaka No.12)
Respon imun terhadap infeksi dengue :
Antibodi Ig M :
-

Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi

Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat

Antibodi Ig G :
-

Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala

Meningkat pada infeksi primer

Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun

Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G
anti dengue. 12

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

18

Infeksi Dengue

Gambar 13. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue


(Diambil dari daftar pustaka No.12)

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi
dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata
(KID).10

Gambar 10. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit


(dikutip dari kepustakaan No.10)
Penatalaksanaan Demam Dengue
Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :
-

Tirah baring selama fase demam akut

Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tubuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

19

Infeksi Dengue
-

Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri yang parah

Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 10

Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat
sehingga prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma.
Penatalaksanaan fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada
atau setelah hari sakit yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit
dan peningkatan tajam hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. Kunci
keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume,
sehingga dapat mencegah syok.10
Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga
hingga ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam
turun hingga 48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah
urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan11.
Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi
hanya dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan
transfusi darah. Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok
ialah Ringer laktat, Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena
mengandung natrium dan sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis
yang selalu dijumpai pada DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector
disamping pemberian cairan Ringer akibat adanya asidosis berat. 11
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan
bukan cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan
harus disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan
plasma.11
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch) sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat
bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki
kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

20

Infeksi Dengue
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
(Diambil dari daftar pustaka No.11)

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.12
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD
(Diambil dari daftar pustaka No.11)

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah
terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan
manfaatnya juga tidak banyak.11

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

21

Infeksi Dengue
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi
perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih mengandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).11
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah
terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan
kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar
hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya
menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan
transfusi. 11

Gambar 11. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler
yang harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
(Diambil dari daftar pustaka No.11)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

22

Infeksi Dengue
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.


(Diambil dari daftar pustaka No.12)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

23

Infeksi Dengue

Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.


(Diambil dari daftar pustaka No.12)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

24

Infeksi Dengue

Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%


(Diambil dari daftar pustaka No.12)

Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

25

Infeksi Dengue
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang
utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat
mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD
dengan tensi tak terukur dan tekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid
sebanyak 20ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10
ml/kgBB.12
Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat >20 ml/kg BB. Tetesan
diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi
cairan sesuai berat BB ideal dan umur 10 ml/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian
cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit
beri cairan kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop
pemberian kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada
umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi
kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah
terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar
hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kgBB/jam) dapat
diulang sampai 30 ml/kgBB/24 jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi
bertahap sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit.12
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik dan kadar
hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dan kemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan
CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.12
Cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai
Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48 jam syok
teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah yang berlebih pada saat terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

26

Infeksi Dengue
reabsorpsi plasma dari ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit setelah
pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia dengan akibat edema
paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan
dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh hemodilusi. Nadi yang kuat,
tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase
reabsorbsi.12
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka
analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila
asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi
lebih kompleks.12
Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan
dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID,
tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.12
Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula
pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.12
Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap pasien syok,
terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit untuk
mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi.
Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun
telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian
darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel
darah merah dan faktor pembesar trombosit. Plasma segar dan atau suspensi trombosit
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

27

Infeksi Dengue
berguna untuk pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian.
Pemeriksaan hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan
fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan
prognosis.12

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

28

Infeksi Dengue

Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue


(Diambil dari daftar pustaka No.12)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

29

Infeksi Dengue

K. KOMPLIKASI
1. EFUSI PLEURA

Fase kritis (fase leakage):


Pada pase ini terjadi penurunan suhu dan peningkatan hematokrit, hematokrit
meningkat karena difase ini sedang terjadi peningkatan permeabilitas dari pembuluh
darah, karena permeabilitasnya meningkat cairan dari intravaskuler merembes melalui
dinding pembuluh darah menuju ke ekstravaskuler (interstitial). Sehingga darah yang
berada di intravaskuler semakit pekat, sedangkan cairan yang di interstitial berlebih.
Apabila cairan yang lebih tersebut menembus ke rongga pleura akan terjadi efusi
pleura, kalo cairan berlanjut menembus ke rongga peritoneum akan terjadi ascites.13

2. EDEMA PULMO
Overload cairan:
Pada tahap penyembuhan (fase konvalesens) terjadi reabsorbsi kembali cairan
dari interstitial ke intravaskuler, sehingga pada fase ini kita harus menurunkan jumlah
tetesan cairan infus yang diberikan, apabila jumlah tetesan cairan yang diberikan tetap
atau dinaikkan yang hanya mengacu pada kenaikan hematokrit tanpa memperdulikan
hari demamnya bisa terjadi edema pulmo. Adapun cirri-ciri dari edema pulmo yaitu
distress pernapasan, kelopak matanya sembab, terdengar bunyi ronki dan wheezing.
Apabila edema pulmo yang terjadi disertai dengan gagal jantung bisa mengakibatkan
gagal napas. 13
3. GAGAL GINJAL
Pada demam berdarah dengue terjadi peningkatan hematokrit 20% dari data
dasar, karena hematokrit yang meningkat terlalu tinggi maka kekentalan darahpun
meningkat sehingga pada saat masuk ke ginjal filtrasi glomerulus tidak maksimal,
sehingga terjadi kegagalan dari fungsi ginjal. 13
4. ENSEFALOPATI DENGUE
Pada infeksi dengue, virus dengue dapat menembus sawar darah otak sehingga
terdapat keterlibatan susunan saraf pusat dengan gejala berupa penurunan kesadaran
dan kejang. Keadaan ini dapat terjadi pada keadaan syok berat atau syok yang
berkepanjangan yang disertai perdarahan, tetapi dapat juga pada deman berdarh
dengue (DBD) yang tidak disertai syok yang disebabkan oleh peradangan otak
(ensefalitis). Demam berdarah dengue yang mengalami syok disertai perdarahan dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

30

Infeksi Dengue
gangguan elektrolit bisa mengakibatkan ensefalopati, sedangkan demam berdarah
dengue yang tidak mengalami syok tetapi disertai ensefalitis bisa mengakibatkan
ensefalopati. 13
L. MONITORING
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur
untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien
stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,


jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.


Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1
ml/kgBB/jam, sedangkan jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan
tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap
harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok
belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu dipertimbangkan.13
Kriteria Memulangkan Pasien : 13
Pasien dapat dipulangkan apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tampak perbaikan secara klinis


Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
Hematokrit stabil
Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/lp
Tiga hari setelah syok teratasi
Nafsu makan membaik

M. PENCEGAHAN
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

31

Infeksi Dengue
a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
Foging Focus dan Foging Masal
-

Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu

Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan

Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

Gambar 14. Kegiatan foging


(Diambil dari daftar pustaka No.13)

Penyelidikan Epidemiologi
-

Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus

Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus

Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.


Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 13

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

32

Infeksi Dengue
Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.
Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksanaan penderita, pemberantasan vektor,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.13
Kegiatan pokok:
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas
dilaporkan secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita dilakukan
dengan cara rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan
sistem rujukan yang berlaku.13
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,
pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk
mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam
rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi
dan memakai penolak nyamuk. 13
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat
umum secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan
dan pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga
dan pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah
dan tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi
menguras bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng,
botol, ban bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air
pada vas bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap
atau talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur
pada perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.13
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan
endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di
dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion)
dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.13
3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi
Penyuluhan perorangan dilakukan di rumah pada waktu pemeriksaan jentik
berkala oleh petugas kesehatan atau petugas pemeriksa jentik dan di rumah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

33

Infeksi Dengue
sakit/puskesmas/praktik dokter oleh dokter/perawat. Media yang digunakan adalah
leaflet, flip chart, slides, dll.13
Penyuluhan kelompok dilakukan kepada warga di lokasi sekitar rumah penderita,
pengunjung rumah sakit/puskesmas/ posyandu, guru, pengelola tempat umum, dan
organisasi sosial kemasyarakatan lainnya.13
Evaluasi operasional dilaksanakan dengan membandingkan pencapaian target
masing-masing kegiatan dengan direncanakan berdasarkan pelaporan untuk kegiatan
pemberantasan sebelum musim penularan. Peninjauan di lapangan dilakukan untuk
mengetahui kebenaran pelaksanaan kegiatan program.13
Kegiatan penunjang:
Kegiatan penunjang yang dilakukan adalah peningkatan keterampilan tenaga
melalui pelatihan, penataran, bimbingan teknis dan penyebarluasan buku petunjuk,
publikasi dll.13
Pelatihan diberikan kepada teknisi alat semprot, petugas pemeriksa jentik, kader,
dan tenaga lapangan lainnya sedangkan pentaran diberikan kepada petugas sanitasi
puskesmas, dokter/kepala puskesmas, para medis, petugas pelaksana pemberantasan DBD
Dinas Kesehatan. Selain itu diadakan pertemuan/rapat kerja di berbagai tingkat mulai dari
puskesmas sampai tingkat pusat.13
Penelitian dilaksanakan dalam rangka mengembangkan teknologi pemberantasan
meliputi aspek entomologi, epidemiologi, sosioantropologi, dan klinik. Penelitian
diselenggarakan oleh Depkes, perguruan tinggi, atau lembaga penelitian lainnya.13

N. PROGNOSIS
Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat secara pasif atau
didapat yang meningkatkan kecenderungan terjadinya demam berdarah dengue. Pada DBD
kematian terjadi pada 4050% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif,
kematian dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan berhubungan dengan terapi
suportif awal.Kadang-kadang terdapat sisa kerusakan otak yang diakibatkan oleh syok
berkepanjangan atau terjadi pendarahan intracranial.13

III.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

PENUTUP

34

Infeksi Dengue
Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk
(mosquito borne disease) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis
dan subtropis. Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated
febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup
manifestasi paling berat yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).
Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman
mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan
diagnosis dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi
pasien. Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic


Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung. 2005.
2. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia : WB Saunders.2004.
3. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation and
Epidemiology. CDC : 2009.
4. Data Dirjen PP-PL Kemenkes RI.2012.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

35

Infeksi Dengue
5. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatric. Ed 18. Saunders.
2007.
6. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting.
Current Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2004.
7. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
8. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 1988
9. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003.
Surabaya : Airlangga University Press 2004.
10. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.
11. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan
bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana
Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
12. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2002.
13. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan

Imunologis Berbagai

Penyakit Alergi dan Infeksi.Jakarta : Balai Penerbit FKUI .2001.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Rumah Sakit Bhayangkara Semarang
Periode 13 April 19 Juni 2015

36

Anda mungkin juga menyukai