Anda di halaman 1dari 17

Rheumatoid Arthritis pada Perempuan Usia Muda serta

Penatalaksanaanya
Livia Brenda Patty
NIM : 102014050
Mahasiswa FK Ukrida, FK Ukrida
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta Barat 11510
Email: livia.2014fk050@civitas.ukrida.ac.id
Abstract
Rheumatoid Arthritis is an autoimmune disease which is one class of rheumatoid disease.
Arthritis is a condition that can arise by many things such as infection, autoimmune processes,
an inflammatory reaction, and so forth. Complaint that often arises is pain, stiffness, to the
functional disorders of the joints. To diagnose someone suffering from rheumatoid arthritis
necessary results anamnesis, physical examination, and investigations. Rheumatoid arthritis has
been the emergence of symptoms typical of rheumatoid nodules and ulnar deviation. The main
treatment for rheumatic arthritis is to relieve pain with the use of analgesic-antipyretic or nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID), as well as disease-modifying antirheumatic drug
(DMARD) to improve the situation. The time of diagnosis and treatment greatly affect whether
good or bad prognosis of rheumatoid arthritis disease.
Keywords: Rheumatoid Arthritis, autoimmune, DMARD
Abstrak
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun yang merupakan salah satu golongan dari penyakit
rheumatoid. Artritis merupakan suatu kondisi yang dapat timbul oleh banyak hal seperti infeksi,
proses autoimun, reaksi inflamasi, dan sebagainya. Keluhan yang sering timbul adalah nyeri,
kaku, hingga gangguan fungsional pada sendi. Utnuk mediagnosis seseorang menderita
rheumatoid arthritis diperlukan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Rheumatoid arthritis memiliki gejala khas yaitu munculnya nodul rheumatoid dan ulnar
deviation. Pengobatan utama untuk rheumatic arthritis ialah untuk mengatasi nyeri dengan
penggunaan analgesic-antipiretik atau non-steroid anti-inflammasi (NSAID), serta disease
1

modifying antirheumatic drug (DMARD) untuk memperbaiki keadaan. Waktu diagnosa dan
pengobatan sangat berpengaruh pada prognosis penyakit rheumatoid artritis.
Kata Kunci: Artritis reumatoid, autoimun, DMARD
Pendahuluan
Perubahanperubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan semakin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal
dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan
reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal adalah
rheumatoid arthritis. Artritis merupakan suatu kondisi yang dapat timbul oleh banyak hal seperti
infeksi, proses autoimun, reaksi inflamasi, dan sebagainya. Keluhan yang sering timbul adalah
nyeri, kaku, hingga gangguan fungsional pada sendi. Jenis, berat, dan penyebaran penyakit
rematik dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, genetik, dan faktor
lingkungan.1
Keluhan-keluhan artritis pada penyakit-penyakit yang berbeda seringkali mirip dan tidak
begitu spesifik sehingga agak sulit dibedakan padahal terapi akan berbeda pada penyebab artritis
yang berbeda. Permasalahan lain yang perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit
rheumatoid arthritis (baik oleh masyarakat umum maupun kalangan medis), diagnosis,
pengobatan, pencegahan penyakit, pencegahan kecacatan dan rehabilitasi akibat penyakit
rematik.1
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai seorang perempuan berusia 21 tahun dengan
keluhan nyeri pada jari-jari tangan dan pergelagan tangan kanan dan kiri. Hal ini sudah
berlangsung sejak 4 bulan terakhir. Tujuan pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat
mngetahui tentang penyakit rheumatoid arthritis baik dari penyebabnya, karakteristiknya,
manifestasi klini, pengobatan, dan juga pencegahannya.
Anamnesis
Anamnesa merupakan percakapan antara dokter dengan penderita. Anamnesa dapat berupa
auto-anamnesis yang secara langsung dilakukan oleh dokter dengan pasien atau juga dapat secara
2

allo-anamnesis yang dilakukan melalui seorang perantara yang mengenal keluhan-keluhan dari
pasien apabila pasien dalam kondisi tidak cakap. Tujuan anamnesa ialah untuk mengumpulkan
keterangan yang berkaitan dengan keluhan pasien, penyakitnya dan informasi lainnya yang dapat
menjadi dasar penentuan diagnosis. Pada proses anamnesa didapatkan identitas pasien seperti
nama, umur, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan lainnya, serta informasi yang
berhubungan dengan penyakit pasien.2
Terdapat 5 informasi penting yang perlu diingat untuk menanyakan anamnesa. Pertamatama ialah mengenal keluhan utama (KU) pasien atau alasan pertama pasien datang berobat.
Kedua ialah riwayat penyakit sekarang (RPS) yang berisi narasi dan penjelasan deskriptif yang
mendetail mengenai perkembangan penyakit, keluhan penyerta, penjelasan deskriptif keluhan
penyerta, serta faktor pencetus atau pemberat keadaan. Ketiga ialah riwayat penyakit dahulu
(RPD) dimana ditanyakan apakah pasien pernah dirawat di instansi kesehatan oleh sebab
penyakit berat seperti hepatitis, influenza, gastritis, disentri, hipertensi, diabetes, alergi atau
tuberculosis.2
Keempat ialah riwayat penyakit keluarga atau kerabat (RPK) dimana ditanyakan keadaan
kesehatan anggota keluarga dan apakah anggota keluarga pernah dirawat di instansi kesehatan
oleh sebab penyakit berat seperti alergi, asma, tuberculosis, hipertensi, diabetes, kejang demam,
atau epilepsi. Kelima ialah riwayat sosial-ekonomi dimana ditanyakan mengenai sejarah
kelahiran pasien, sejarah imunisasi, keadaan ekonomi pasien, keadaan kebersihan lingkungan,
dan sosial pasien seperti riwayat mengkonsumsi alcohol, narkotika, serta rokok. Terakhir ialah
anamnesis sistem dimana dilakukan pasien ditanyakan apakah ada keluhan pada bagian tertentu
dari tubuhnya dan dijelaskan secara singkat atau apabila dokter mendapatkan indikasi inspeksi
awal dari 14 bagian tubuh yakni kulit, kepala, mata, telinga, hidung, mulut, tenggorokan, leher,
dada (jantung/paru), abdomen (lambung/usus), saluran kemih/alat kelamin, katanemia pada
perempuan, saraf dan otot, serta eksterimitas.2,3
Pada kelainan musculoskeletal umumnya didapatkan keluhan utama ialah nyeri, dengan
demikian dokter sebaiknya menanyakan lebih lanjut apakah nyeri tersebut merupakan nyeri
tulang, nyeri sendi (anthralgia), nyeri otot (myalgia), atau nyeri jaringan lunak. Kemudian
ditanyakan lebih lanjut mengenai tipe nyeri, lokasi ataupun berbagai lokasi yang nyeri dan onset
dari nyeri tersebut. Pada anamnesis RPS dapat ditanyakan apakah ada factor yang memperingan
atau memperberat nyeri, apakah adanya kekakuan sendi, apakah nyeri menjalar ke daerah
3

sekitarnya, serta berat dari nyeri tersebut apakah ringan, sedang, atau sangat nyeri. Selain dari
menanyakan keluhan pada sendi atau tulang, dapat ditanyakan keluhan periartikular seperti letih,
lesu, demam, penurunan berat badan, nyeri kepala (cephalgia), nyeri pada daerah, lesi kulit, dan
lain-lainnya. 2,3
Pada skenario yang diberikan, didapatkan hasil anamnesis seperti berikut:
Identitas pasien: Ibu A, seorang perempuan berusia 21 tahun
Keluhan utama: Nyeri pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri, sejak 4 bulan
yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang: Nyeri didapatkan pada sendi jari tangan serta pergelangan tangan
Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit keluarga: Ibu dari pasien juga mengalami hal serupa namun pada sendi
lututnya
Riwayat sosial ekonomi: Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh ahli untuk
mengidentifikasi kelainan-kelainan klinis yang terdapat secara makro. Pemeriksaan fisik
dilakukan secara sistematis dan dimulai dari penilaian kesadaran, keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, dan pemeriksaan anamnesa sistem yang dilakukan teratur dari ujung kepala
sampai ujung kaki.3
Pada penilaian kesadaran terdapat compos mentis yakni terjaga, sadar, dan waspada. Kedua
ialah apatis dimana pada keadaan tersebut pasien terjaga, sadar, namun segan untuk berhubungan
dengan sekitar. Ketiga ialah delirium dimana pasien dalam keadaan gelisah, mudah terganggu
fokusnya, dan terkadang berhalusinasi. Keempat ialah somnolen atau juga dikenal sebagai letargi
dimana keadan kesadaran pasien menurun dan mudah tidur namun dapat dibangunkan, serta
terdapat respon psikomotor yang lambat. Kelima ialah stupor dimana pasien dalam keadaan
tertidur lelap namun masih terdapat respon reflex terhadap nyeri. Terakhir ialah coma atau
dikenal sebagai comatose dimana pasien tidak sadarkan diri dan tidak ada respons terhadap
rangsangan apapun. Standard penilaian kesadaran dapat digunakan Grady Coma Scale dan
dilakukan dengan observasi keadaan pasien dan pemberian rangsangan nyeri ringan dan nyeri
kuat. 2,3

Pada penilaian keadaan umum dapat terbagi menjadi tiga yakni keadaan sehat dimana tidak
tampak adanya sakit pada pasien, keadaan sakit yang dapat dibagi lagi menjadi sakit ringan,
sedang, dan berat, serta keadaan lemah. Kemudian pada pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan
pemeriksaan tekanan darah menggunakan sphygmomanometer, pemeriksaan nadi dengan
perabaan arteri radialis dan dihitung jumlah denyutan selama satu menit, pemeriksaan suhu
menggunakan thermometer pada daerah aksila, serta pemeriksaan respiratory rate atau
pernafasan dengan mengobservasi elevasi dan depresi dari thoraks. Skala normal pemeriksaan
tekanan darah ialah untuk sistolik 90-140 mmHg dan diastoliknya 60-90 mmHg, pemeriksaan
nadi ialah 60-100 kali per menit, pemeriksaan suhu 36,5 C sampai dengan 37,5 C, serta
pemeriksaan pernafasan ialah 12-20 kali per menit untuk orang dewasa. 3,4
Untuk pemeriksaan fisik antopometri yakni pengukuran berat badan dengan menggunakan
timbangan berat badan dengan sepatu dilepas yang kemudian dicatat hasilnya dengan ketelitian
0,1 kg. Kemudian pengukuran tinggi badan menggunakan stadiometer dimana pasien tersebut
butuh melepaskan sepatu, hiasan rambut, topi, dan kaus kaki yang akan mengganggu proses
pengukuran dan hasilnya. Kemudian pasien diminta berdiri tegak pada alat dengan pandangan
lurus secara Frankfort horizontal plane yakni tepi atas pada meatus acusticus externa sejajar
dengan tepi bawah orbita, setelah itu dilakukan pengukuran dengan menggeser alat ukur
kebawah hingga sedikit menekan kepala dan dicatat hasilnya dengan ketelitian 0,1 cm. Hasil
berikut kemudian dihitung indeks massa tubuh atau juga dikenal sebagai body mass index (BMI)

dengan rumus berikut =

. Kemudian dicocokkan dengan tabel BMI

(berdasarkan ukuran untuk Asia-Pasifik) berikut: 3,4


Status Nutrisi
Berat badan kurang
Berat badan Normal
Berat badan lebih
Preobesitas
Obesitas I
Obesitas II

IMT
<18.5
18.5-22.9
23.0
23.0-24.9
24.9-29.9
30.0
Tabel 1. Indeks massa tubuh untuk asia pasifik 5

Pada pemeriksaan fisik muskuloskeletal dilakukan berdasarkan prinsip look, feel,


movement dimana pasien akan diperiksa pada sendi bahu, sendi lengan, sendi pergelangan
tangan, sendi jari, sendi panggul, sendi lutut, sendi pergelangan kaki, serta sendi jari kaki.
Namun untuk menyesuaikan dengan skenario maka lokasi pemeriksaan yang akan dilakukan
ialah pada sendi siku, sendi pergelangan tangan, serta sendi jari. 2,4
Pada pemeriksaan look atau juga dikenal sebagai inspeksi, dilihat bentuk sendi dari arah
anterior, posterior, lateral, medial, juga superior apakah normal atau tidak seperti contoh adanya
bengkak atau tonjolan, adanya bentuk sendi lutut valgus, suatu istilah digunakan untuk
menjelaskan adanya deviasi distal ekstremitas pada sendi jauh dari garis tengah, atau bentuk
sendi varus, suatu istilah untuk menggambarkan penyimpangan distal eksterimistas mendekati
garis tengah. Selain dari itu diperiksa apakah ada perubahan warna kulit, gambaran pembuluh
darah, atau bahkan lesi kulit seperti ulcus, fistul, nodul, papula, macula, dan lainnya. Kemudian,
diperhatikan kontur otot pada persendian-persendian apakah normal, hipertrofi, atrofi, atau
hipotrofi. Perlu diperhatikan pada sendi tertentu, seperti pinggul dan bahu apakah ada deformitas
yang mungkin tidak pasien jelaskan selama pemeriksaan formal. 2,3
Pada pemeriksaan feel dilakukan palpasi pada sendi dari arah anterior, posterior, superior,
lateral, dan medial. Nyeri sendi biasanya dapat ditemukan pada adanya gangguan artikular.
Gangguan tendon, bursae. ligamen dan lampirannya berhubungan dengan nyeri terlokalisasi pada
situs lokalis yang patologis. Pada pemeriksaan palpasi, selain dari nyeri, diperhatikan juga
apakah ada massa, pembengkakan, pulsasi yang teraba, sendi yang terasa hangat, penonjolan
tulang, serta memperhatikan apakah ada muncul bunyi krepitasi.3
Pada pemeriksaan movement, pasien diminta untuk bergerak baik secara pasif ataupun aktif
sesuai dengan gerakan anatomis pada sendi tersebut. Beberapa dimana gerakannya terbatas
paling mudah diperiksa secara pasif. Sendi yang dapat bergerak secara relative yakni sendi
sternoklavikularis, acromioclavicular, manubriosternal, costochondral dan sacroiliac harus
diperiksa dengan palpasi atau menekankan manuver untuk memperoleh rasa sakit. Semua sendi
dianggap dalam posisi netral ketika tubuh dalam posisi anatomi klasik, dengan dua pengecualian
yaitu tangan yang datar terhadap paha pada bidang sagital dan kaki berada di sudut kanan ke
kaki. Goniometer ialah alat yang dapat membantu untuk menilai gerakan sendi atau deformitas
dan responnya terhadap terapi, khususnya di lutut, pinggul, dan siku. 2,3

Pada skenario yang diberikan, pemeriksaan fisik pada pasien perempuan berusia 21 tahun
didapatkan pemeriksaan fisik sebagai berikut:
Keadaan umum: Sakit ringan
Tanda tanda vital:
Kesadaran: Compos mentis
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi: 84 kali/menit
Pernafasan: 18 kali/menit
Suhu: 36.7C
Berat badan=48 kg
Tinggi badan=158
BMI=19
Status Lokalis: proses inflamasi di PIP 2-4 & MCP 2-4 dan nyeri tekan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang ialah pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk menegakan
atau mengkonfirmasi diagnosis yang ada. Terdapat beragam macam pemeriksaan penunjang
seperti

pemeriksaan

laboratorium,

radiologi,

magnetic

resonance

imaging

(MRI),

ultrasonography (USG), electrocardiogram (EKG), pengujian laboratorium dimana dapat


dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin, laju endap darah (LED), c-reactive protein,
pemeriksaan hematocrit, serta penghitungan leukosit dan trombosit. Kadar normal hitung
hemoglobin adalah sekitar 12 gr/dL sampai 15 gr/dL, untuk laju endap darah adalah kurang dari
15 mm/jam, untuk c-reactive protein dibawah 5 mg/l, untuk hematocrit ialah sekitar 30% sampai
48%, untuk leukosit ialah diantara 5000 10 000/L dan untuk trombosit 150.000-450000/ L.3
Selain dari itu dapat pula dilakukan pembiakkan kultur dari berbagai sample seperti cairan
sendi sehingga menghasilkan kulutr-kulutr bakteri-bakteri, virus, bahkan jamur yang mungkin
dapat menyebabkan terjadinya penyakit dan dapat digunakan untuk pertimbangan tindakan terapi
medika mentosa. Apabila tidak memungkinkan adanya pembiakan kulutr dapat dilakukan
pemeriksaan serum seperti ELISA ataupun penggunan PCR untuk memeriksa lebih lanjut dan
spesifik penyebab penyakit tersebut. Pada skenario berikut tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang. 3,4
7

Pemeriksaan penunjang rheumatoid arthritis dapat dilakukan pemeriksaan rheumatoid factor


dimana diperiksa apakah ada antibody terjadap bagian Fc dari immunoglobulin G, namun
apabila ditemukan kadar rheumatoid factor negatif tidak menyampingan diagnosis rheumatoid
arthritis dikarenakan pemeriksaan rheumatoid factor hanya positif pada 80 persen dari penderita
serta dapat ditemukan positif palsu pada penyakit lainnya seperti systemic lupus erythematosus,
hepatitis, limfoma, dan lainnya. Sehingga terkadang dapat dilakukan pemeriksaan anti CCP,
pemeriksaan antibody citruline pada darah dimana biasanya ditemukan asam amino citruline
pada sendi penderita rheumatoid arthritis, berserta rheumatoid factor dapat menegakkan
diagnosis.2,3
Pada pemeriksaan laboratorium darah penderita rheumatoid arthritis dapat ditemukan adanya
peningkatan LED, C-reactive protein serta adanya peningkatan sel darah putih mencapat 15.000
20.000/mm. Pemeriksaan radiologi akan menunjukan gambaran periartikular osteopenia, serta
erosi namun untuk mendapatkan perubahan pada gambaran radiologis dibutuhkan beberapa
bulan untuk muncul. 2,3

Diagnosa Kerja
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan, diduga bahwa pasien wanita berusia 21
tahun dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan kanan dan kiri selama 4 bulan menderita
rheumatoid artritis.1
Diagnosa Banding
Diagnosa banding atau differential diagnosis ialah daftar kemungkinan penyakit lain yang
diderita pasien selain dari rheumatoid arthritis, dimana terdapat karakteristik umum yakni
terdapatnya nyeri sendi jari-jari tangan serta pergelangan tangan kanan dan kiri dari penderita.
Diagnosa banding untuk kasus berikut mencakup osteoarthritis, arthritis gout, systemic lupus
erythematous, serta septic arthritis.6
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degenerative yang terjadi oleh karena adanya kerusakan
kartilago sendi dimana osteoarthritis sering menyerang sendi axial tubuh seperti sendi vertebra,
panggul, lutut, pergelangan kaki yang berbeda dengan rheumatoid arthritis yang menyerang
sendi-sendi kecil perifer. Osteoarthritis dapat dibagi menjadi 2 menurut penyebabnya yakni
osteoarthritis primer atau idiopatik uang tidak diketahui penyebabnya dan tidak ada
8

hubungannya dengan penyakit sistemik ataupun adanya perubahan local pada sendi tersebut.
Serta ada osteoarthritis sekunder yang terjadi oleh karena kelainan endokrin, inflamasi,
metabolic, pertumbuhan, herediter, imobilisasi lama, serta adanya jejas mikro dan makro seperti
osteofit.1,6
Arthritis gout adalah peradangan sendi yang terjadi oleh karena adanya deposit kristal urat
yang dikenal sebagai monosodium-urat monohidrat pada sendi sehingga memicu reaksi
inflamasi. Arthritis gout cenderung menyerang pada sendi-sendi perifer contohnya pada cuping
telinga, metatarsal phalangeal 1, olecranon, tendon Achilles, dan tangan. Namun yang
membedakan gout dengan arthritis rheumatoid ialah peradangan sendi yang tidak simetris.
Arthritis gout dapat dibagi menjadi 3 stadium yakni akut dimana terdapat tanda-tanda inflamasi,
stadium interkritikal dimana tidak ditemukan tanda radang akun melainkan ditemukan kristal
urat pada aspirasi sendi, serta stadium menahun dimana ditemukan tofus dan sudah menyebar
secara poliartikular.6,7
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun yang menyerang multisystem
jaringan ikat. SLE memiliki antrhalgia atau arthritis yang mirip dengan rheumatoid arthritis
namun SLE memiliki gejala ekstra-artikular yang khas yakni adanya gambaran butterfly rash
pada wajah. Selain dari itu SLE dapat dibedakan dengan rheumatoid arthritis dengan
pemeriksaan penunjang ANA serta anti-dsDNA yang spesifik untuk SLE. 1,7
Septic arthritis adalah arthritis yang terjadi oleh adanya infeksi dari mikroba yang dapat
berasal dari tulang atau daerah sekitar sendi. Septic arthtritis dapat dibagi menjadi dua yakni
banal atau spesifik dimana banal disebabkan oleh bakteria umun sedangkan spesifik disebabkan
oleh mycobacterium tuberculosa dan bakteri lainnya. Selain dari adanya gambaran nyeri sendi,
pada septic arthritis didapatkan adanya gambaran sistemik seperti demam panas dan menggigil.
Untuk membedakan septic arthritis dengan rheumatoid arthritis, ialah pada kultur cairan sendi
yang apabila dilakukan pewarnaan akan menghasilkan hasil positif. Septic arthritis harus segera
dilakukan penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik.7

Etiologi
Meskipun penyebab rheumatoid arthritis masih belum jelas, riset-riset menunjukkan adanya
factor dari kecenderungan genetik dan factor pengembangan peradangan sendi yang terjadi oleh
9

adanya reaksi imunologis. Penyakit ini dimulai pada individu dengan genetic serta cenderung
diaktivasi oleh adanya respon sel T untuk memicu kekebalan, seperti pada reaksi terhadap agen
mikroba. Pentingnya faktor genetik dalam patogenesis rheumatoid arthritis didukung oleh
peningkatan frekuensi penyakit di antara kerabat tingkat pertama dan kembar monozigot. Ada
juga hubungan yang kuat dari antigen leukosit manusia (HLA) -DR4 dan HLA-DRB1 dengan
rheumatoid arthritis. Dengan demikian, molekul HLA-DR tertentu dapat menyebabkan rentan
terhadap rheumatic arthritis dengan kapasitas mereka untuk mengikat antigen artritogenik, yang
pada gilirannya mengaktifkan sel T helper dan memulai penyakit.8
Epidemologi
Rheumatoid arthritis adalah kondisi relatif umum, dengan prevalensi sekitar 1%; itu
adalah tiga sampai lima kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden puncak
di dekade kedua sampai keempat kehidupan, tetapi tetap dapat menyerang pada usia muda yang
dikenal juga sebagai juvenile rheumatic arthritis serta pada usia tua. Prevalensi rheumatoid
arthritis ditemukan paling rendah pada orang Chinese dan African American sedangkan pada
orang Caucasian didapatkan prevalensi sebanyak 1.0-1.5%.6,8
Faktor Resiko
Faktor resiko dari rheumatoid arthritis ialah memiliki gender perempuan (rasio 3:1
dibanding laki-laki), memiliki mutasi pada gen HLA-DR4, ada anggota keluarga yang pernah
atau sedang menderita rheumatoid arthritis, merokok, serta usia tua sekitar 40-60 tahun.8
Patofisiologi
Patogenesis RA dapat dilihat sebagai respon imun yang menyimpang yang mengarah ke
peradangan sinovial dan penghancuran arsitektur sendi. Penyakit ini diperantarai oleh adanya
aktivasi sel T helper, pelepasan sitokin (misalnya, tumor necrosis factor, interleukin-1), dan
antibodi formasi. Sekitar 70% sampai 80% dari orang-orang dengan penyakit telah zat yang
disebut faktor rheumatoid (RF), yang merupakan autologus (diproduksi sendiri) antibodi yang
bereaksi dengan fragmen imunoglobulin G (IgG) untuk membentuk complexes. RF telah
ditemukan dalam darah, cairan sinovial, dan membran sinovial dari individu yang terkena.

10

Sebagian besar RF yang dihasilkan oleh sel-sel kekebalan tubuh hadir dalam infiltrasi inflamasi
dari jaringan-jaringan yang terpengaruhi.7,8
Pada tingkat sel, neutrofil, makrofag, dan limfosit yang tertarik ke daerah. Neutrofil dan
makrofag memfagositosis kompleks imun dan, dalam proses, melepaskan enzim lisosom yang
mampu menyebabkan perubahan destruktif dalam tulang rawan sendi. Respon inflamasi yang
terjadi kemudian menarik sel-sel inflamasi tambahan sehingga terjadi peningkatan reaksi
inflamasi yang semakin merusak sendi. Selagi proses inflamasi berlangsung, sel-sel sinovial dan
jaringan subsynovial menjalani hiperplasia reaktif. Vasodilatasi dan peningkatan aliran darah
menyebabkan kehangatan dan kemerahan. Pembengkakan sendi yang terjadi adalah hasil dari
permeabilitas kapiler meningkat yang terjadi oleh karena adanya proses inflamasi. 1,8
Karakteristik RA adalah pengembangan jaringan pembuluh darah baru pada membran
synovial yang memberikan kontribusi untuk kemajuan sinovitis arthritis. Ini merusak pembuluh
darah jaringan granulasi, yang disebut pannus, memanjang dari sinovium sampai bare area
yang merupakan wilayah tulang yang tidak dilindungi pada persimpangan antara tulang rawan
dan tulang subchondral. Pannus adalah fitur RA yang membedakannya dari bentuk-bentuk
arthritis inflamasi lainnya. Sel-sel inflamasi yang ditemukan dalam pannus memiliki efek
merusak pada tulang rawan yang berdekatan dan tulang. Akhirnya, pannus berkembang antara
margin sendi, yang menyebabkan penurunan gerak sendi dan kemungkinan akhirnya ankilosis
atau dikenal juga sebagai kaku sendi.7
Dengan perkembangan penyakit, peradangan sendi dan perubahan struktural yang dihasilkan
menyebabkan ketidakstabilan sendi, atrofi otot karena tidak terpakai, peregangan ligamen, dan
keterlibatan tendon dan otot. Pengaruh perubahan patologis pada struktur sendi dan fungsi terkait
dengan tingkat aktivitas penyakit, yang dapat berubah sewaktu-waktu. Sayangnya, perubahan
destruktif bersifat ireversibel. Untuk mengerti patofisiologi secara lebih jelas dapat dilihat
diagram berikut yang menjelaskan rangkaian reaksi untuk penyakit rheumatoid arthritis.7

11

Gambar 1. Diagram patofisiologi rheumatoid arthritis.9


Manifestasi Klinis
Rheumatoid arthritis mempresentasikan gejala-gejala inflamasi sendi yang dikenal sebagai
rubor (adanya perubahan warna menjadi kemerahan pada bagian inflamasi), calor (adanya
peningkatan suhu terlokalisir pada bagian inflamasi), dolor (adanya nyeri yang terjadi oleh
karena senyawa prostaglandin yang disekresikan pada lokasi yang inflamasi), tumor (adanya
benjolan pada bagian inflamasi), serta fungtio laesa (adanya gangguan pergerakan atau fungsi
pada bagian yang mengalami inflamasi). Umumnya rheumatic arthritis menyerang sendi-sendi
kecil seperti pergelangan tangan, kaki, dan jari-jari tangan dan kaki dan dapat menyebabkan
arthralgia serta kekakuan yang biasanya dialami pagi hari selama 1 jam pada sendi tersebut. 6,7
Terdapat 7 kriteria untuk mendiagnosa rheumatoid arthritis yakni adanya kekakuan sendi
pada pagi hari selama lebih dari 1 jam, adanya tiga atau lebih sendi yang terserang, dimana sendi
yang terserang mengenai sendi tangan, terdapat arthritis yang simetris, ditemukannya nodul
rheumatoid, adanya hasil positif pada pemeriksaan rheumatoid factor, adanya perubahan
radiologis seperti erosi, pembengkakan jaringan lunak, serta penyempitan celah sendi. 1,5,6
Pada sendi jari tangan yang sering terserang rheumatoid arthritis didapatkan deformitas yang
spesifik seperti adanya swan neck, boutonniere, z deformity pada ibu jari serta adanya ulnar
deviation. Selain dari manifestasi klinis yang articular terdapat berbagai manifestasi klinis yang
bersifat ekstra-artikular yang dirangkum menjadi tabel dibawah berikut. 6,8

Sistem Tubuh

Manifestasi Klinis
12

Sistemik
Kulit

Demam, lesu, penurunan berat badan, rentan terhadap infeksi


Nodul rheumatoid (olecranon, permukaan ekstensor lengan, tendon
Achilles), vaskulitis (lesi purpura atau ekimosis pada kulit dan nekrosis

Mata

kuku, gangrene/ulkus pada eksterimitas bawah)


Keratokonjungtivitis sicca/ sindrom sjogren,

Respiratorik

(skleromalasia perforans akan mengakibatkan kebutaan)


Peradangan pada sendi krikoaritenoid menyebabkan nyeri tenggorokan,

Kardiovaskuler

nyeri menelan, disfonia


Pericarditis, nodul rheumatoid pada miokardium dan katup jantung

Gastrointestinal

(rheumatoid heart disease)


Xerostomia/ sindrom sjorgen, komplikasi GIT akibat vaskulitis, gastritis &

Ginjal
Saraf

ulcus peptikum akibat komplikasi NSAID / DMARD jangka panjang


Proteinuria, nekrosis papilar ginjal akibat efek samping pengobatan
Mieolopati akibat instabilitas vertebra, servikal, neuropati jepitan atau

Hematologis

neuropati iskemik akibat vaskulitis


Anemia akibat penyakit kronik, anemia defisiensi besi (NSAID/DMARD),
trombositopenia,

Sindrom Felty

supresi

sumsum

tulang

episkleritis,

yang

skleritis

mengakibatkan

imunosupresif
Pada pasien berat dengan HLA-DR4 positif, gabungan dari gejala rheumatic
arthritis

dengan

splenomegaly,

leukopenia,

ulkus

pada

tungkai,

limfadenopati, dan trombositopenia


Tabel 2. Gejala ekstra-artikular rheumatoid arthritis.10
Komplikasi
Komplikasi dari rheumatic arthritis ialah timbulnya gejala-gejala ekstra-artikular yang
disebutkan sebelumnya pada tabel 2, serta komplikasi dari pengobatan NSAID dan DMARD
yang umumnya ialah iritasi lambung sampai dengan adanya ulkus lambung berdasarkan pilihan
obat yang diberikan.9,10

Penatalaksanaan
Penatalaksaan dari rheumatic arthritis dapat dibagi menjadi 2 yakni penatalaksanaan non
medika mentosa serta penatalaksanaan medika mentosa. Untuk penatalaksanaan non medika
mentosa, pasien dapat diajurkan untuk tidak melakukan kerja berat dengan sendi yang nyeri,
13

melakukan hydroterapi atau fisioterapi, tidak mandi saat malam hari, serta mengkompres sendi
yang nyeri dengan air hangat.11,12
Untuk penatalaksanaan medika mentosa perlu diberikan 2 macam obat yakni analgesik yang
memiliki efek anti-inflamasi seperti NSAID serta DMARD atau juga dikenal sebagai disease
modifying antirheumatic drug. NSAID seperti ibuprofen dan diclofenac sangat berefektif dengan
mengurangi nyeri dan kaku yang disebabkan oleh karena adanya inflamasi. NSAID berfungsi
dengan cara menghambat kerja cyclo-oxygenase sehingga mengurangi sintesis prostaglandin.
DMARD memiliki efek mengsupresi inflamasi kronik tetapi membutuhkan waktu berbulanbulan untuk berefek. DMARD memiliki efek samping yang toksis sehingga butuh untuk
memonitor pasien secara regular. DMARD dapat meningkatkan resiko infeksi oleh karena efek
immunosuppressant dari obat tersebut sehingga pasien membutuhkan injeksi vaksinasi influenza
dan pneumococcal setiap 5 sampai 10 tahun. Resiko lainnya yang disebabkan oleh karena
penurunan efektifitas imun tubuh ialah adanya tumor dan limfoma.11,12
Salah satu DMARD yang merupakan terapi lini pertama yaitu Metrotexate (MTX).
Mekanisme obat ini yaitu menghambat produksi dan biosintesis purin dan produsi sitokin yang
diduga menyebabkan inflamasi. Onzetnya cepat yaitu 2-3 minggu dan dapat bertahan 5-7
minggu pada 45-46% pasien dan dapat dipakai pada kasus berat. Namun obat ini memiliki
beberapa efek samping terutana dalam supresi sumsum tulang belakang yang mengakibatkan
anemia mikrositik, leukopenia, trombositopenia dan pansitopenia. Efek lainnya yaitu stomatitis,
intoleransi gastrointestinal, infeksi, demam obat atau drug fever, hepatotoksisitas dan potensi
onkogenik.13
Pencegahan
Rheumatoid arthritis ialah penyakit autoimun sehingga tidak ada pencegahan yang dapat
dilakukan.Namun secara sederhana, yang dapat dilakukan untuk mengurangi fakor resiko
yaitu:1,6

Menjaga berat badan. Merupakan faktor yang penting agar bobot yang ditanggung oleh

sendi menjadi ringan.


Melakukan jenis olahraga yang tidak banyak menggunakan persendian atau yang
menyebabkan terjadinya perlukaan sendi. Contohnya berenang dan olahraga yang bisa
dilakukan sambil duduk dan tiduran.
14

Aktivitas olahraga hendaknya disesuaikan dengan umur. Jangan memaksa untuk


melakukan olahraga porsi berat pada usia lanjut. Tidak melakukan aktivitas gerak pun

sangat tidak dianjurkan.


Meminum obat-obatan suplemen sendi (atas anjuran dokter)
Mengkonsumsi makanan sehat.
Lakukan relaksasi dengan berbagai teknik.
Hindari gerakan yang meregangkan sendi jari tangan.

Prognosis
Prognosis dari rheumatoid arthritis sangat bervariasi, pada studi yang dilakukan didapatkan
40 persen dari pasien akan menderita kecacatan dalam waktu 3 tahun, serta 80 persen dari pasien
akan mengalami kecacatan sedang sampai dengan kecacatan parah dalam waktu 20 tahun. Faktor
yang memperberat prognosis ialah adanya gender wanita serta pemeriksaan rf positif.1
Prognosis rheumatoid arthritis sangat bergantung dari waktu diagnosis dan pengobatan
dimulai. Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu setelah gejala awal menunjukkan hasil
remisi yang lebih baik.8
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita
rheumatoid artritis yang merupakan penyakit autoimun yang dapat didiagnosa dengan melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Waktu diagnose dan pengobatan sangat
berpengaruh pada prognosis penyakit rheumatoid artritis.

Daftar Pustaka
1. Rizasyah Daud. Ilmu penyakit dalam. Cetakan ke-2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran
EGC ; 2007. h. 1174-82.
2. Nah Yk, Santoso M, Rumawas JSP. Buku panduan keterampilan medic semester tiga.
Jakarata: FK UKRIDA ; 2009. h. 16.
15

3. Douglas G. The muskoskeletal system. In: Macleods clinical examination. 13 th ed.


Edinburgh: Churchill Livingstone;2013. p.316-54.
4. Liang TH, Lim ECH. Rheumatology. In: The black book of clinical examination.
Singapore: McGraw Hill Asia;2009. p.233-69.
5. Tabel 1.1 Indeks massa tubuh untuk asia pasifik. Diunduh 24 Maret 2016 dari Douglas G.
The General Examination. In: Macleods clinical examination. 13 th ed. Edinburgh:
Churchill Livingstone;2013. h.55
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 2538-47
7. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Bones, joints, and soft tissue tumor. In: Robbins basic
pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. p.782-91.
8. Porth CM. Disorder of skeletal function: Rheumatic disorder. In: Pathopyshiology
concepts of altered health states. 7thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007. p.1417-39.
9. Diagram patofisiologi rheumatic arthritis. Diunduh 25 Maret 2016 dari Porth CM.
Disorder of skeletal function: Rheumatic disorder. In: Pathopyshiology concepts of
altered health states. 7thed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2007.h.1418
10. Tabel Gejala ekstra-artikular rheumatoid arthritis. Diunduh 25 Maret 2016 dari Innes JA,
Adwani S, Bailli JK. Muskuloskeletal disorder. In: Davidsons essentials of medicine.
20th ed. Ediburgh: Churchill Livingstone; 2012. h.587.
11. Tjay TH, Rahardja K. Obat susunan saraf pusat. Dalam: Obat-obat penting khasiat,
penggunaan dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2010.h.310407.
12. Soemasto AS, Amelz H, Junadi P, Mansyur M. Kapita selekta kedokteran. Ed-4. Jakarta:
FK UI; 2014. h. 835-7.
13. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdy. Farmakologi dan terapi. Ed-5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2012. h. 245-6.

16

17

Anda mungkin juga menyukai