Anda di halaman 1dari 51

Pemicu 2

Pemicu 2
A, seorang anak lelaki berusia 4 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh
sejak 2 minggu yang lalu. Dari aloanamnesis pada
Ibu pasien diperoleh keterangan bahwa sejak 1
minggu yang lalu Ibu memperhatikan kedua kelopak
mata anaknya sembab/bengkak ketika bangun tidur,
dan bengkak tersebut menghilang pada siang hari.
Sejak 5 hari yang lalu bengkak di kedua kelopak
mata menetap, ditambah lagi bengkak di tungkai
bawah dan perut tampak membesar. Keluhan
demam, kuning dan sesak disangkal. Pasien tetap
beraktivitas seperti biasa. Buang air kecil berkurang,
dan tampak keruh.

Kata Kunci
1. , 4 tahun
2. Bengkak di seluruh tubuh sejak 2 minggu lalu
3. Kedua kelopak mata bengkak ketika bangun
tidur dan menghilang pada siang hari sejak 1
minggu lalu
4. Bengkak di tungkai bawah
5. Perut membesar
6. BAK berkurang dan tampak keruh
7. Bengkak di kelopak mata menetap
8. Keluhan demam, kuning, sesak (-)

Data Tambahan:
Tekanan Darah : 100/70 mmHg, frekuensi nadi:
72x/menit, teratur, isi cukup, RR : 32x/menit
Suhu: 36,9o C
Pemeriksaan fisik:

BB: 20 kg, PB: 100 cm


Mata: sklera tidak ikterik, palpebra edem (+)
JVP: 5-2 cm H2O, THT: tidak ada kelainan
Jantung dan paru: dalam batas normal
Abdomen: balotemen (-), shifting dullness (+)
Ekstremitas: edema pitting +/+, palmar eritema (-)
Skrotum edema (+)

Laboratorium:
Hematologi rutin:
- Hb 13,5 g/dL; Ht 41 %, trombosit
350.000/L, leukosit 7000/L
- LED: 40 mm, albumin 1,8 g/dL, globulin
3g/dL, ureum 30mg/dL, kreatinin 0,6
mg/dL, kolestrol 280 mg/dL
- Urinalisis: BJ 1,030, pH urin 7, protein
+4, glukosa tidak ada, leukosit esterase
negative. Sedimen: eritrosit 2-3/LPB,
leukosit 0-2/LPB, silinder eritrosit (-),
silinder hyaline (+)

Identifikasi Masalah
2 minggu lalu, bengkak di seluruh
tubuh
1 minggu yang lalu, kelopak mata
bengkak ketika bangun tidur, hilang
pada siang hari
5 hari yang lalu kelopak mata
menetap, bengkak tungkai bawah,
perut membesar
BAK berkurang dan tampak keruh

Analisis Masalah

Hipotesis
, 4 tahun mengalami edema,
hipoalbuminemia, hiperkolestrol, dan
proteinuria disebabkan gangguan
filtrasi di glomerulus, yaitu sindrom
nefrotik

Pertanyaan Terjaring
1. Apa yang menyebabkan pasien
hipoalbuminemia?
2. Mengapa pasien buang air kecil
berkurang dan tampak keruh?
3. Sindrom nefrotik
a. Definisi f. Manifestasi Klinis
b. Etiologi g.Komplikasi
c. Histopatologi h.Tatalaksana
d. Epidemiologi i. Prognosis
e. Faktor Resiko

4. Definisi, jenis, dan potofisiologi edema


5. Jelaskan definisi dan patofisiologi proteinuria!
6. Jelaskan definisi dan mekanisme
hiperkolestrol!
7. Jelaskan interpretasi data tambahan
8. Mengapa edema pada mata dapat hilang
pada siang hari?
9. Mengapa pasien dapat beraktivitas dengan
normal
10. Klasifikasi dari Sindrom Nefrotik pada anak
11. Apa yang menyebabkan terganggunya
filtrasi glomerulus dan akibatnya?

12. Jelaskan penyakit glomerulus


primer dan sekunder
13. Manifestasi klinis albumin yang
rendah pada pemicu
14. Edukasi dari pemicu

PEMBAHASAN

Etiologi dan Patofisiologi


Hypoalbuminemia
Etiologi
1.Malnutrisi protein
2.Sintesis yang tidak efektif
3.Kehilangan protein ekstravaskular
4. Inflamasi akut dan kronis

Patofisiologi
Hipoalbumin disebabkan oleh hilangnya albumin
melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
( namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan
albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.
Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan
albuminuria dan hipoalbumineia. Sebagai akibatnya
hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma
koloid, meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler
cairan keluar tubuh dan menigkatkan edema.

Mengapa BAK dan keruh ?


Pada sindrom nefrotik terjadi gangguan pada
filtrasi di glomerulus (nefron) terjadi gangguan
pada susunan normal tonjolan kaki epitel yang
mengurangi jumlah celah filtrasi interpodosit
yang fungsional
gangguan mengakibatkan turunnya laju filtasi
gromerulus (LGF/GFR) turunnya volume urin
yang dihasilkan urin yang dihasilkan akan
sedikit.
Urin pasien berwarna keruh diakibatkan banyak
zat yang tidak terfiltrasi (lolos) karena
kebocoran glomerulus

Sindrom nefrotik
a. Definisi
merupakan suatu penyakit ginjal terbanyak
pada anak. Gejala : proteinuria masif,
hipoalbuminiemia,
edema
dan
hiperkolestrolemia.

b. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik di
bagi menjadi tiga yaitu:
- kongenital
- primer atau idiopatik
- sekunder

C. Gambaran histopatologi
untuk gambaran histopatologi tipe minimal change
disease, 2/3 kasus diawali oleh infeksi saluran nafas
atas dan edema terjadi pada wajah serta tungkai.
Pada lesi Membranous Nephropathy, terdapat
gambaran klinis proteinuria non-selektif dan
hematuria mikroskopik. Untuk lesi Focal Segmental
Glomerulosclerosis, terdapat gambaran klinis
hipertensi dan hematuria
mikroskopik, sedangkan hipotensi dan lipodistrofi
banyak terjadi pada lesi
Membranoproliferative Glomeruloneohritis.

d.Epidemiologi
Secara
keseluruhan
prevalensi
nefrotik
syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per
100.000 anak. Prevalensi sindrom nefrotik
primer berkisar 16 per 100.000 anak.
Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000
anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki
dan perempuan berkisar 2:1 dan dua pertiga
kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.
e.Faktor risiko sebagai berikut.
Berat badan lahir rendah cukup bulan
Usia > 6 bulan
Laki-laki : perempuan 2 : 1

f.Manifestasi Klinik

menurunnya nafsu makan


Malaise
bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh
nyeri perut
atropy
urin berbusa
Abdomen mungkin membesar karena adanya
Asites
sesak napas
bengkak pada kaki, scrotum ataupun labia mayor
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Hiperlipidemia

G.Komplikasi

Hiperkoagulabilitas
Infeksi
Gangguan fungsi ginjal
Gangguan keseimbangan nitrogen
Gangguan kardiovaskuler
Syok

H.Tatalaksana
Farmakologi:
Kortikosteroid Prednison
dosis 60 mg/hari (2 mg/kgBB) setiap hari selama 4
minggu, dilanjutkan dengan 40 mg/m/hari secara
intermiten (3 hari dalam 1 minggu) atau dosis
alternating (selang sehari) selama 4 minggu
Cara kerja: mengurangi biosintesis prostglandin
melalui penurunan ekskresi enzimsikolooksigenase
(COX1 dan COX2) sehingga proses inflamasi dapat
dihambat
Efek samping pemberian obat yang lama dapat
menimbulkan efek samping yaitu moon face,
obesitas, hipertensi, osteoporosis, gangguan
pertumbuhan dan gangguan psiko-emosional.

Jika terjadi resisten steroid dapat


diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-obatan spironolakton
dan sitotoksik ( imunosupresif ).
Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari
keadaan penyakit. Ini termasuk obatobatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.

Terapi simtomatik:
1. Edema
Pemberian albumin (salt poor albumin): 0,51gr/kgBB selama satu jam yang disusul
kemudian oleh furosemid I.V 1-2mg/kgBB/hari
2. Proteinuria
ACE (Angiotensin Converting Enzyme) atau
ARB (Angiotensin Receptor Blocker) inhibitors
(misalnya captopril,lisinopril) bekerja sebagai
anti proteinuria. Cara kerja kedua obat ini
dalam menurunkan ekskresi protein di urin
melalui penurunan tekanan hidrostatis untuk
mengubah permeabilitas glomerulus.

Non farmakologi:
Non farmakologi:
Diet. Pola makan yang dianjurkan untuk
pasien Sindrom Nefrotik adalah rendah garam
(,2 g/hari), rendah lemak jenuh, serta rendah
kolestrol
Asupan protein 0,8 g/kgBB/hari ditambah
dengan ekskresi protein dalam urin selama
24 jam. Restriksi cairan untuk membantu
mengurangi edema
Hindari obat-obatan yang nefrotoksik (OAINS,
antibiotik golongan aminoglikosida, dan
sebagainya)

I.Prognosis
Pada umumnya sebagian besar (80%) sindrom
nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid,
tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps
berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respon lagi dengan pengobatan steroid.
Prognosis umumnya baik, kecuali pada
keadaan-keadaan disertai hipertensi, termasuk
jenis sindrom nefrotik sekunder, gambaran
histopatologi dengan kelainan yang buruk.

Edukasi Syndrome Nefrotik


a. Penjelasan mengenai penyakit ginjal (nefrotik syndrome, hipertensi,
dan dislipidemia
b. Penjelasan mengenai pola makan yang sehat dan seimbang
c. Memperbaiki kebiasaan makan kurang baik
d. Menganjurkan untuk mempertahankan berat badan normal
e. Menganjurkan memperbanyak makanan berserat tinggi (sayur, buah
dan karbohidrat kompleks)
f. Perubahan pola makan

EDEMA
Edema adalah penimbunan cairan
yang berlebih di anatara sel-sel
tubuh atau dalam berbagai rongga
tubuh.

Etiologi dan Patogenesis


Faktor-faktor lokal mencakup tekanan
hidrostatik dalam mikrosirkulasi dan
permeabilitas dinding pembuluh
Kenaikan tekanan hidrostatik
cenderung memaksa cairan masuk
ke dalam ruang interstisial tubuh.
Karena alasan yang sederhana ini,
kongesti dan edema cenderung
terjadi secara bersamaan.

Faktor-faktor sistemik dapat juga


mempermudah pembentukan
edema. Karena keseimbangan cairan
bergantung pada sifat-sifat osmotik
protein serum, maka keadaan yang
disertai oleh penurunan konsentrasi
protein ini dapat mengakibatkan
edema.

Jenis-jenis Edema
a. Edema lokalisata (Edema lokal)
Hanya terbatas pada organ / pembuluh darah
tertentu. Terdiri dari :
Ekskremitas (unilateral), pada vena atau
pembuluh limfe
Ekskremitas (bilateral), biasanya pada
ekskremitas bawah
Muka (facial)
Asites (cairan di rongga peritoneal)
Hidrothorax (cairan di rongga pleura)

b. Edema generalisata (Edema umum)


Pembengkakan yang terjadi pada
seluruh tubuh atau sebagian besar
tubuh pasien. Biasanya pada :
Gagal jantung
Sirosis hepatis
Gangguan eksresi

c. Edema intraselular
Edema yang biasanya terjadi akibat depresi
sistem metabolik jaringan dan tidak adanya
nutrisi sel yang adekuat
d. Edema ekstraselular
Edema yang biasanya disebabkan oleh
kebocoran abnormal cairan dari plasma ke
ruang interstitial dengan melintasi kapiler
dan kegagalan limfatik untuk mengembalikan
cairan dari interstitium ke dalam darah.

Jenis edema berdasarkan


penekanan pada kulit
Edema pitting adalah mengacu pada
perpindahan (menyingkirnya) air
interstisial oleh tekanan dari pada kulit
yang meninggalkan cekungan.
Edema Non pitting adalah terlihat pada
area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting
apabila ditekan, bagian yg ditekan itu
akan segera kembali ke bentuk semula.

Definis dan patofisologi proteinuria


Definisi Proteinuria
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin
orang dewasa yang melebihi nilai normalnya
yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anakanak lebih dari 140 mg/m2
Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria terjadi karena molekul protein dapat
melewati membran glomerulus. Hal ini dapat
terjadi karena peningkatan permeabilitas
dinding kapiler glomeruli, peningkatan tekanan
intra glomerular atau keduanya.

hiperkolesterol
Keadaan hipoproteinemia atau
hipoalbuminaria pada sindrom nefrotik
akan menyebabkan kompensasi
pembentukan berbagai jenis protein oleh
hati sehingga pada penderita sindrom
nefrotik dapat ditemukan adanya
hiperkolesteromia. Selain itu kliens lemak
yang berkurang menyebabkan terjadinya
peningkatan lemak dalam darah

Interpretasi Data dari Pemicu


Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Berdasarkan
Pemicu

Hasil Normal
Pemeriksaan
Laboratorium

Keterangan

Hb = 13,5 g/dL

Hb normal: L = 13-18
g/dL

Dalam Batas Normal

Ht = 41%

Ht normal: L = 40%50%

Dalam Batas Normal

Trombosit =
350.000/L

Trombosit normal:
170.000-380.000
mm3

Dalam Batas Normal

Leukosit = 7.000/L

Leukosit normal:
3.200-10.000/mm3

Dalam Batas Normal

LED = 40 mm

LED normal: L = <15


mm/1 jam

Melebihi Batas
Normal (dikarenakan
adanya proses
inflamasi sehingga
menyebabkan LED
meningkat)

Albumin = 1,8 g/dL

Albumin normal: 3,5-

Di Bawah Batas

Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Berdasarkan Pemicu

Hasil Normal
Pemeriksaan
Laboratorium

Keterangan

Ureum = 30 mg/dL

Ureum normal = 20-40


mg/dL

Dalam Batas Normal

Kreatinin = 0,6 mg/dL

Kreatinin normal = 0,61,2 mg/dL

Dalam Batas Normal

Kolesterol = 280

Kolesterol (total) normal


= <200 mg/dL

Melebihi Batas Normal


(Sudah termasuk
kategori berbahaya
yakni >240 mg/dL)

Urinalisis = BJ (Berat
Jenis) 1,030

Urinalisis normal = BJ
(Berat Jenis) 1,001
1,035

Dalam Batas Normal

pH Urin = 7

pH Urin normal = 5,07,5

Dalam Batas Normal

Protein = +4

Dengan metode
Dipstick:
+1 = 100 mg/dL
+2 = 300 mg/dL
+4 = 1000 mg/dL

Melebihi Batas Normal


(Seseorang dikatakan
Proteinuria jika kadar
protein urinenya 300
mg/dL

Glukosa = (-)

Kadar glukosa dalam

Hasil Pemeriksaan
Laboratorium
Berdasarkan Pemicu

Hasil Normal
Pemeriksaan
Laboratorium

Keterangan

Sedimen: Leukosit = 02/LPB

Leukosit normal = 0-5


sel/LPB

Dalam Batas Normal

Sedimen: Silinder
Eritrosit = (-)
Sedimen: Silinder
Hyaline = (+)

Condong ke arah
Proteinuria, karena
hasil laboratorium ini
seringkali ditemuka
pada penderita
Proteinuria

Edema dapat berkurang pada siang


hari
Pada pasien sindroma nefrotik, biasanya
edema pada periorbital terjadi di pagi hari
karena saat tidur, tubuh berada pada posisi
yang datar, sehingga akumulasi cairan akibat
edema anasarka tersebar di seluruh tubuh
dan menempati ruang-ruangan potensial di
tubuh, termasuk di ruang periorbital.
Pada siang hari aktivitas banyak di luar dn
sedikit menggunakan posisi horizontal
sehingga dapat terjadi perubahan posisi
tubuh yang menyebabkan cairan berpindah.

Kenneth M. Hargreaves, Stephen Cohen. 2010. Cohen's Pathways of


The Pulp, 10th Edition. St. Louis, Mo.: Mosby Elsevier.
Lane, Jerome C. 2014. Pediatric Nephrotic Syndrome Clinical
Presentation; available at
http://emedicine.medscape.com/article/982920-clinical

Edema Periorbital
Bengkak atau sembab pada
mata (puffy eye) pada
pasien sindrom nefrotik
merupakan EDEMA
PERIORBITAL

Spasium
periorbital
(periorbital space)
adalah ruangan
potensial yang

Mengapa pasien masih bisa


beraktivitas ?
Pasien masih bisa beraktivitas karena
dilihat dari gejala demam, sesak dan
kuning disangkal, serta dari
pemeriksaan fisik yang menunjukan
TD, Detak Nadi, laju napas yang
cenderung normal.

Klasifikasi Sindrom Nefrotik


umumnya
sindrom
nefrotik
diklasifikasikan
menjadi
sindrom
nefrotik primer dan sindrom nefrotik
sekunder.
Pasien
sindrom
nefrotik
primer
secara klinis dapat dibagi lagi
menjadi tiga kelompok yaitu sindrom
nefrotik kongenital, responsif steroid
dan resisten steroid

Sindrom nefrotik sekunder timbul


menyertai suatu penyakit yang telah
diketahui etiologinya. Penyebab yang
sering dijumpai adalah penyakit
metabolik atau kongenital, infeksi,
paparan toksin dan alergen, penyakit
sistemik bermediasi imunologik,
neoplasma.

Berikut adalah tabel klasifikasi histopatologik


sindrom nefrotik primer pada anak

Penyebab terganggunya filtrasi


glomerulus
Adanya inflamasi
Rusaknya glomerulus
Perubahan permeabilitas glomerulus

Penyakit Glomerulus Primer dan


Sekunder
Berdasarkan
sumber
terjadinya
kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer
dan
sekunder.
Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan glomerulonefritis
sekunder apabila kelainan ginjal
terjadi akibat penyakit sistemik lain
seperti
diabetes
melitus,
lupus
eritematosus sistemik (LES), mieloma

Manifestasi klinis kadar albumin


menurun
Kadar albumin yang rendah menandakan adanya kebocoranprotein
sehingga terjadi hipoalbuminemia yang ditandai dengan adanya
protein urin .
Retensi Na oleh ginjal dan edema, hipoalbuminemia dapat
mengurangi volume intravaskular sehimga menyebabkan hipoferpusi
ginjal dan hiperaldosteronisme yang dimediasi renin. Renin akan
mengaktivasi AT sehingga terjadi retensi Na dan air. Akibatnya
buang air kecil berkurang dan tampak keruh yang lama kelamaan
akan terjadi edema.

Kesimpulan
Berdasarkan tanda dan gejala yang di tunjukkan
pasien serta interprestasi data , pemeriksaan fisik
dan
penunjang,pasien
mengalami
edema
anasarka,hipoalbunemia dan proteinuria yang
berpangaruh
terhadap
terjadinya
hiperkoleaterolemia
yang
disebabkan
oleh
gangguang filtrasi di glomerulus sehingga urin
sedikit dan keruh jadi pasien ini mengalami sindrom
nefrotik.

Daftar pustaka
Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ,
2008;336:1185-9.
Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and
albumin concentration and urine sediment based on nephritic
syndrome children. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, 2007;13(2):49-52.
Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and
management. American Family Physician, 2009;80(10):11291134.
Davin JC.,Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From
bench to treatment. International Journal of Nephrology,
2011;1-6.
Prodjosudjadi W., SindromNefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Ed VI. 2006;999-1003

Kenneth M. Hargreaves, Stephen Cohen. 2010.


Cohen's Pathways of The Pulp, 10th Edition. St.
Louis, Mo.: Mosby Elsevier.
Lane, Jerome C. 2014. Pediatric Nephrotic
Syndrome Clinical Presentation; available at
http://emedicine.medscape.com/article/982920
-clinical
Pakasa NM, Sumaili EK. The nephrotic
syndrome in the Democratic Republic of Congo.
N Engl J Med. Mar 9 2006;354(10):1085-6.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/1
23456789/52808/5/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai