BAB KETIGA:
kebiasaan.
Tentang
kemunkaran-kemunkaran
yang
biasa
terjadi
pada
adat-
Maka kami tunjukkan kepada sejumlah daripadanya. Supaya dapat diambil dalil
kepada yang serupa dengannya. Karena tak ada harapan pada penghinggaan dan
penyelidikannya yang mendalam..Maka diantara yang demikian :
KEMUNKARAN-KEMUNKARAN MASJID(J2K09)
Ketahuilah kiranya, bahwa kemunkaran-kemunkaran itu terbagi kepada : makruh dan
terlarang.
Apabila kita katakan : ini munkar makruh, maka ketahuilah, bahwa melarangnya itu
disu natkan. Dan berdiam diri daripadanya makruh. Dan bukan haram. Kecuali
apabila yang berbuat itu, tiada mengetahui bahwa perbuatan munkar itu makruh.
Maka wajiblah menyebutkannya kepadanya. Karena makruh itu suatu hukum pada
Agama, yang wajib menyampaikannya kepada orang yang tiada mengetahuinya.
Apabila kita mengatakan : munkar itu terlarang atau kita mengata- kan : munkar
mutlak, maka kita maksudkan dengan munkar itu : terlarang. Berdiam diri
daripadanya serta sanggup menantangnya adalah terlarang.
Begitu juga semua yang mencederakan syah shalat, dari adanya najis pada kainnya,
yang tiada dilihatnya. Atau berpaling dari kiblat, disebabkan gelap atau buta.
Semua itu mewajibkan hisbah.
(1) Hadits ini telah diterangkan pada "Bab Puasa".
780
Diantara kemunkaran itu pembacaan Al-Qur-an dengan kesalahan,
dilarang dari kesalahan itu. Dan wajib diajarkan yang benar.
yang
wajib
Kalau orang yang beri 'tikaf (muhakif) dalam masjid, menghabiskan kebanyakan
waktunya pada hal-hal yang seperti itu (melarang kesalahan membaca Al-Qur-an
dalam masjid dan lain-lain) dan menghabiskan waktunya dengan demikian tanpa
amalan sunat dan dzikir, maka hendaklah ia berbuat terns dengan demikian.
Karena, itu adalah yang lebih utama baginyadari dzikir dan amalan su natnya.
Sebab ini adalah fardlu. Yaitu : perbuatan yang mendekatkan kita (qurbah) kepada
Allah, yang menjalar faedahnya kepa- da orang lain. Maka adalah lebih utama dari
amalan sunat yang terbatas faedahnya, walaupun yang demikian itu mencegahkannya
dari menjual kertas umpamanya atau dari usaha yang mem beri makan baginya.
Kalau ada padanya perbelanjaan sekadar yang mencukupkan, nis- caya haruslah ia
berbuat dengan demikian. Dan tidak boleh ia meninggalkan hisbah untuk mencari
kelebihan duniawi. Kalau ia memerlukan kepada usaha untuk perbelanjaannya sehari
itu, maka ia dima'afkan dan gugurlah kewajiban dari hal yang tersebut di atas,
karena kelemahannya itu.
Orang yang banyak kesalahannya pada pembacaan Al-Qur-an, kalau ia sanggup
belajar, maka terlarang ia membaca Al-Qur-an sebelum belajar Sesungguhnya, ia
berdosa dengan demikian, walaupun lidahnya tidak dapat mengikuti akan
kemauannya. Kalau kebanyakan yang dibacanya itu salah, maka hendaklah ia
meninggalkan membaca! Dan hendaklah bersungguhhsungguh mem- pelajari Al-Fatihah
dan membetulkan pembacaannya! Kalau. kebanyakan pembacaannya itu betul dan ia
tidak sanggup meratakan (membetulkan) semuanya, maka tiada mengapa ia membaca.
Akan tetapi seyogialah merendahkan (mengecilkan) suaranya membaca yang tiada
betul itu. Sehingga tiada terdengar oleh orang lain. Untuk melarangnya membaca
dengan suara halus juga, ada yang mengatakan demikian. Akan tetapi apabila yang
demikian, adalah penghabisan kemampuannya dan ia suka dan rajin membaca AlQuran, maka aku berpendapat, tiada mengapa ia membacanya. Wallaahu a'lam : Allah
Yang Maha Tahu.
(1) Tarasul: yaitu : diperbuat oleh sebahagian seperti yang diperbuat oleh
sebahagian yang lain secara ikut-mengikuti. Dapat diartikan, secara bersahutsahutan. (Pent.).
781
Tiap-tiap yang demikian itu, adalah perbuatan munkar yang makruh, yang wajib
memperkenalkannya kepada mereka. Kalau diperbuat demikian dengan diketahui
Diantara yang makruh juga, membanyakkan adzan berkali-kali sesudah terbit fajar
pada suatu masjid pada waktu yang beriring iringan yang berdekatan. Adakalanya
dari seorang atau dari sekum- pulan orang. Maka yang demikian itu tiada
berfaedah. Karena tiada tinggal lagi dalam masjid orang yang tidur. Dan tiada
suara itu diantara suara yang keluar dari masjid, sehingga mengingatkan kepada
orang lain.
Semuanya itu termasuk makruh, yang menyalahi perjalanan (sun- nah) para shahabat
dan ulama terdahulu (salaf). Diantara yang munkar, bahwa khathib itu memakai
pakaian hitam, yang banyak padanya benang sutera asli. Atau memegang pedang yang
ber-emas. Maka khathib itu fasiq. Menantangnya wajib. Adapun semata-mata hitam,
maka tidak dimakruhkan. Akan tetapi tidak disunatkan. Karena pakaian yang lebih
d.isukai oleh Allah Ta'ala ialah pakaian putih. Orang yang mengatakan bahwa
pakaian hitam itu makruh dan bid'ah, ia maksudkan bahwa pakaian terse- but,
tiada terkenal pada masa pertama Islam. Tetapi apabila tiada datang larangan,
maka tiada seyogialah dinamakan bid'ah dan makruh. Akan tetapi ditinggalkan yang
demikian, untuk yang lebih disukai.
782
Diantara perbuatan munkar dalam masjid, ialah perkataan tukang- tukang ceritera
dan juru-juru pengajaran yang mencampur-adukkan bid'ah dengan perkataannya.
Kalau tukang ceritera itu berdusta dalam ceriteranya, maka dia itu orang fasjq.
Dan menantangnya wajib. Demikian juga juru pengajaran yang berbuat bid'ah, wajib
melarangnya. Dan tidak boleh menghadliri mejelisnya. Kecuali dengan maksud
melahirkan penolakan terhadapnya. Adakalanya untuk seluruh yang hadlir, kalau ia
sanggup yang demikian. Atau untuk sebahagian yang hadlir mengelilingnya. Kalau
ia tidak sanggup, maka tidak boleh mendengar bid'ah. Allah Ta'ala berfirman
kepada Nabi-Nya.:
Nya, maka yang demikian adalah lebih layak dan lebih mendekati dengan tabi'at
makhluq. Sesungguhnya manusia itu lebih berhajat kepada ketakutan. Dan
sesungguhnya yang adil, ialah : meadilkan (mengadakan keseimbangan) ketakutan
dan pengharapan, sebagaimana 'Umar ra. berkata : "Kalau berserulah penyerupada
hari qiamat, supaya masuklah ke dalam neraka semua manusia, kecuali seorang,
niscaya aku mengharap bahwa akulah yang seorang itu. Dan jikalau berserulah
penyeru supaya masuklah ke dalam sorga semua 'manusia, kecuali seorang, niscaya
aku takut bahwa akulah yang seorang itu".
783
Manakala juru pengajaran itu seorang pemuda yang menghias diri bagi wanita, pada
pakaiannya dan tingkah-lakunya, banyak pantun, isyarat dan gerak-gerik dan
majelis itu dikunjungi kaum wanita,
maka ini adalah munkar yang wajib dilarang. Sesungguhnya kerusakan padanya lebih
banyak daripada kebai kan. Dan yang demikian itu terang dengan pertanda-pertanda
keadaan. Bahkan tiada seyogialah diserahkan memberi pengajaran, kecuali kepada
orang yang dzahirnya wara Tingkah-lakunya tenang dan tenteranu Pakaiannya
pakaian orang-orang shalih. Jikalau tidak demikian, maka tiada bertambahlah
manusia dengan orang tersebut selain berkepanjangan dalam kesesatan.
Haruslah dibuat dinding diantara laki-laki dan wanita, yang men- cegah dari
memandang. Karena yang demikian juga tempat sang- kaan kerusa kan. Dan adat
kebiasaan menyaksikan segala kemun- karan ini.
Dan wajiblah melarang kaum wanita mengunjungi masjid untuk shalat dan majelismajelis dzikir, bila ditakuti fitnah dengan kun jungan mereka. 'A-isyah ra.
telah melarang kaum wanita, lalu orang mengatakan kepadanya : "Bahwa Rasulullah
. tiada melarang mereka dari kumpulan-kumpulan",'A-isyah ra.
menjawab : "Kalau Rasulullah . mengetahui apa yang diperbuat
mereka sesudahnya, niscaya beliau akan melarang mereka". (1)
Adapun lewatnya wanita di masjid dengan tubuhnya tertutup, maka tidak terlarang.
Hanya yang lebih utama, tidaklah wanita itu sekali-kali mengambil masjid menjadi
tempat lewatnya. Pembacaan Al-Qur-an oleh para qari' di hadapan juru-juru
pengajaran, dengan memanjangkan dan melagukan dengan cara yang merobah susunan
Al-Qur-an dan melewati batas pembacaan (tartil) yang disuruh, adalah perbuatan
munkar yang makruh, sangat makruhnya. Ditantang oleh sejama ah ulama salaf
(segolongan ulama terdahulu).
Maka ini adalah haram dalam masjid dan di luar masjid. Dan wajibmelarangnya.
Bahkan semua penjualan, yang ada padanya kedustaan, penipuan dan menyembunyian
kekurangan (kerusa kan) daribarang yang dijual kepada pembeli, adalah haram.
Diantara yang munkar itu, ada yang diperbolehkan (mubah) di luar masjid, seperti
menjahit, menjual obat-obatan, buku-buku dan makanan-makanan.
Maka ini dalam masjid juga tidak diharamkan, kecuali ada hal yang mendatang
('aridl),
Yaitu,
bahwa
menyempitkan
tempat
kepada
orang-orang
yang
bersembahyang. Dan mengganggu shalat mereka. Kalau tiada suatupun dari yang
demikian, maka tidaklah haram. Dan yang lebih utama ialah meninggalkannya. Akan
tetapi syarat pembolehannya ialah, bahwa berlaku yang tersebut itu pada waktuwaktu yang luar biasa dan hari-hari yang tertentu. Karena membuat masjid untuk
menjadi kedai terus-menerus, adalah haram dan dilarang.
785
Ini termasuk diantara yang halal oleh sedikitnya, tidak oleh banyaknya. Dan
dalil halal sedikitnya, ialah yang diriwayatkan dalam Dua Shahih
Shahih AlBukhari dan Shahih Muslim) : "Bahwa Rasulullah . berhenti
karena 'A-isyah ra. Sehingga 'A-isyah ra. melihat orang-orang Habsyi menari dan
bermain dengan perisai dan tombak pada hari lebaran, di masjid". Dan tak ragu
lagi, bahwa orang-orang Habsyi itu, kalau mereka mengambil masjid menjadi tempat
bermain, niscaya mereka dila- rang. Dan Rasulullah . tidak
melihat yang demikian itu karena jarang dan sedikitnya sebagai barang munkar.
Sehingga beliau sendiri melihatnya. Bahkan Rasulullah .
menyuruh mereka dengan demikian. Supaya dilihat oleh 'A-isyah ra. demi
kesenangan hatinya.
(Duunakum yaa Banii Arfidah) =
Karena beliau bersabda :Artinya : "Ambillah bahagianmu dalam permainan, hai Bani
Arfidah (panggilan kepada orang-orang Habsyi)!". Sebagaimana telah kami nukilkan
pada Kitab Pendengaran.
Adapun orang-orang gila, maka tiada mengapa mereka masuk ke dalam masjid.
Kecuali ditakuti mereka mengotorkan masjid. Atau mereka memaki atau mengatakan
kata-kata yang keji. Atau mereka berbuat sesuatu yang munkar pada bentuknya.
Seperti membuka aurat dan lainnya.
Adapun orang gila yang tenang tenteram, yang diketahui menurut kebiasaan akan
tenteram dan diamnya, maka tiada wajib mengeluarkannya dari masjid.
Orang mabuk sama dengan orang gila. Kalau ditakuti keluar sesuatu daripadanya,
ya'ni: muntah atau yang menyakitkan dengan lisan- nya, niscaya wajiblah
dikeluarkan.
786
Kalau ada yang berkata : seyogialah bahwa orang mabuk itu dipu- kul dan
dikeluarkan dari masjid untuk gertak. Kami menjawab : tidak. Tetapi seyogialah
diharuskan duduk dalam masjid dan diajak ke masjid. Dan disuruh meninggalkan
minum khamar, manakala ia telah dapat memahami apa yang dikatakan kepadanya
waktu itu.
Adapun memukulnya untuk gertak, maka yang demikian itu tidakIah diserahkan
kepada perseorangan. Tetapi kepada wali-wali (penguasa-penguasa). Yang demikian,
ketika pengakuannya atau kesaksian dua orang saksi. Adapun karena semata-mata
bau, maka tidak boleh.
787
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, menjual alat-alat permainan, menjual patungpatung hewan yang berupa pada hari-hari lebaran karena anak-cnak. Yang demikian
itu wajib dipecahkan dan dila- rang menjualnya, seperti alat-alat permainan.
Seperti itu pula, menjual bejana-bejana yang terbuat dari emas dan perak. Begitu
pula menjual kain sutera, peci emas dan sutera. Ya'ni : yang tidak pantas,
kecuali bagi laki-laki. Atau diketahui menurut adat kebia- saan negeri itu,
bahwa tidak dipakai, selain oleh laki-laki. Maka semua itu perbuatan munkar,
terlarang. Dan begitu pula, orang yang biasa menjual kain terpakai, sudah
dicuci, yang akan meragukan orang, dengan dicucikan dan dipakaikan itu. Dan penjual itu menda'wakan bahwa kain-kain itu adalah kain-kain baru. Maka perbuatan
itu haram dan melarangnya wajib. Seperti itu juga, penipuan kekoyakan kain
dengan penampalan dan apa-apa yang membawa kepada keragu-raguan.
Begitu juga semua macam aqad jual-beli yang membawa kepada penipuan. Dan yang
demikian itu, panjang penghinggaannya. Maka hendaklah dibandingkan dengan apa
yang telah kami sebutkan, akan apa yang tidak kami sebutkan!.
KEMUNKARAN-KEMUNKARAN JALANAN
Diantara kemunkaran-kemunkaran yang dibiasakan pada jalan-jalan ray a, ialah
meletakkan tiang-tiang, membangun tempat-tempat yang agak tinggi yang bersambung
dengan rumah-rumah kepunya- an orang, menanam kayu-kayuan, mengeluarkan lobanglobang dinding dan sayap-sayap rumah, meletakan perkayuan dan alat pikulan bijibijian dan makanan-makanan di atas jalan raya. Semua itu perbuatan munkar, kalau
membawa kepada penyem pitan jalan dan penggangguan orang-orang lalu-lintas.
Kalau tiada sekali-kali membawa kepada gangguan lalu-lintas, karena luasnya
jalan, maka tiada dilarang.
Ya, boleh meletakkan kayu api dan alat-alat pembawa makanan di jalan, sekadar
yang akan dibawa ke rumah, Bahwa yang demikian, bersekutulah semua orang,
memerlukan kepadanya. Dan tidak mungkin dilarang.
788
Begitu juga mengikat hewan kendaraan di atas jalan, dengan kiraan akan
menyempitkan jalan dan manajiskan orang-orang yang mele- watinya, adalah
perbuatan munkar, yang 'wajib dilarang. Kecuali sekadar keperluc.n turun dan
naik atas hewan kendaraan itu. Ini adalah karena jalan-jalan itu berkongsi
kemanfa'atannya. Tiada boleh bagi seseorang mempuuyai hak khusus dengan
kemanfa'atan itu, selain sekadar keperluan.
Yang dijaga ialah keperluan yang menjadi maksud jalanan itu diperbuat karenanya,
monurut kebiasaan. Tidak keperluan-keperluan yang lain.
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah pasar hewan. Dan padanya ada duri,
dengan kiraan akan mengoyakkan kain orang. Maka yang demikian itu munkar, jika
mungkin mengikat dan mengumpulkannya, dengan kiraan, tidak akan mengoyakkan.
Atau mungkin dipindahkan ke tempat yang Iuas Jikalau tidak, maka tak ada
larangan. Karena keperluan penduduk negeri menghendaki kepada yang demikian.
Ya, jangan ditinggalkan barang yang diletakkan atas jalanan, kecuali sekadar
masa memindahkannya. Begitu pula membebankan hewan-hewan pengangkut, dengan
pikulan-pikulan yang tidak di- sanggupiriya, adalah perbuatan munkar. Wajib
melarang pemilik- nya dari perbuatan itu.
Begitu juga membuang sampah di pinggir jalan dan memotong: motong kulit mentimun
atau menyiramkan air yang ditakuti akan terpeleset kaki orang yang berjalan dan
terjatuh.
789
Semua itu termasuk perbuatan munkar. Begitu juga melepaskan air dari pancuran,
yang keluar dari dinding, pada jalan yang sempit. Maka sesungguhnya yang
demikian itu, menajiskan kain atau me- nyempitkan jalan. Maka tidak dilarang
pada jalan yang lapang. Karena mungkin berpindah daripadanya.
Adapun membiarkan air hujan, lumpur dan salju pada jalan, tanpa disapu, adalah
munkar. Akan tetapi tidaklah dikhususkan orang tertentu dengan demikian. Kecuali
salju yang ditentukan seseorang membuangnya dari jalanan. Dan air yang berkumpul
atas jalan, dari pancuran tertentu, maka haruslah pemilik pancuran itu khususnya menyapu jalan.
Jikalau. air itu berasal dari hujan, maka yang demikian adalah his- bah umum.
Haruslah para wali (penguasa) menyuruh orang banyak mengerjakannya. Dan tidaklah
bagi perseorangan pada hisbah itu, kecuali pengajaran saja.
Begitu juga apabila seseorang mempunyai anjing buas pada pintu rumahnya, yang
menyakitkan orang banyak, maka wajiblah dilarang. Kalau tidak menyakitkan,
selain menajiskan jalanan dan mungkin dijaga dari kenajisan itu, niscaya tidak
dilarang. Dan jikalau anjing itu menyempitkan jalan, dengan membentangkan kedua
kaki depannya, maka dilarang. Bahkan yang empunya anjing itu dilarang tidur atas
jalan. Atau duduk yang menyempitkan jalan. Maka anjingnya lebih utama lagi
dilarang.
Sesungguhnya menyaksikan barang munkar itu tiada boleh. Dan memadailah mencoreng
muka gambar itu dan merusakkan gambar- nya. Dan tidak dilarang gambar kayukayuan dan ukiran-ukiran lain, selain gambar he wan.
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah
Termasuk jumlah aurat, membukakan paha oleh
membuka
aurat
dan
melihatnya.
790
tukang gosok dan yang dibawah pusat, untuk menghilangkan daki. Bahkan termasuk
jumlah aurat, memasukkan tangan tukang gosok di bawah kain sarung. Sesungguhnya
menyentuh aurat orang lain itu haram, seperti haram memandangnya.
Begitu juga membuka aurat oleh tukang bekam dzimmi, termasuk perbuatan keji.
Sesungguhnya wanita tiada boleh membuka badan- nya untuk wanita dzimmi pada
tempat permandian. Maka bagai- manakah boleh membuka auratnya bagi laki-laki?.
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, membenamkan tangan dan bejana yang bernajis
ke dalam air yang sedikit- Membasuh kain sarung dan eambung yang bernajis dalam
kolam dan airnya sedikit. Karena yang demikian itu, menajiskan air. Kecuali pada
madzhab Malik. Maka tiada boleh menantangnya terhadap orang Maliki. Dan boleh
terhadap orang Hanafi dan orang Syafi-'i. Dan kalau berkumpul orang Maliki dan
orang Syafi-'i pada tempat permandian, maka tiada boleh bagi orang Syafi-'i
melarang orang Maliki dari yang demikian, kecuali dengan jalan meminta dan
lemah-lembut. Yaitu mengatakan kepadanya : "Kami memerlukan pertama-tama
membasuhkan tangan. Kemudian kami membenam- kannya dalam air. Adapun anda, maka
tiada perlu menyakitkan aku dan menghilangkan thaharah (bersuci) atasku". Dan
cara-cara lain yang seperti itu. Karena tempat-tempat sangkaan ijtihad, tiada
mungkin hisbah padanya dengan paksaan.
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, bahwa terdapat batu yang licin, yang dapat
menjatuhkan terpeleset orang-orang yang lengah, pada tempat masuk ke rumah-rumah
permandian itu dan tempat- tempat mengalir airnya.
Ini adalah perbuatan munkar. Dan wajib mencabut dan membuang- kannya. Dan
terhadap penjaga tempat permandian itu, ditantang kelengahannya. Karena membawa
kepada orang jatuh. Dan keja- tuhan itu kadang-kadang membawa kepada pecahnya
anggota badan atau tercabutnya.
Begitu juga meninggalkan daun sidra(1) dan sabun yang licin, atas lantai tempat
permadani, adalah perbuatan munkar. Barangsiapa berbuat demikian, lalu keluar
dan rheninggalkannya demikian, lalu jatuh terpeleset orang dan pecah salah satu
anggota badannya dan yang demikian itu pada suatu tempat yang tiada terang, di
mana sukar menjaga diri daripadanya, maka penanggungan akibat itu berkisar
antara orang yang meninggalkan barang-barang yang tersebut tadi dan penjaga
tempat permandian itu. Karena hak kewajibannya membersihkan tempat permandian.
Cara yang kuat pada persoalan ini, ialah mewajibkan penanggungan atas orang yang
meninggalkan barang-barang tersebut pada hari pertama. Dan atas penjaga tempat
permandian pada hari kedua. Karena kebiasaan membersihkan tempat permandian itu
tiap-tiap hari dibiasakan. Dan kem.bali pada waktu-waktu tertentu peng- ulangan
pembersihan itu kepada kebiasaan. Maka hendaklah diper- hatikaa tentang
kebiasaan itu!.
Dan pada tempat permandian itu, ada hal-hal makruh yang lain, yang telah kami
sebutkan pada "Kitab BersuciMaka hendaklah anda lihat di sana!.
KEMUNKARAN-KEMUNKARAN PERJAMUAN
Maka diantaranya : tikar sutera untuk laki-laki. Itu adalah haram. Begitu juga,
menguapkan kemenyan pada tempat pembakaran dari perak atau emas. Atau meminum
atau memakai air mawar pada bejana perak. Atau sesuatu, yang kepalanya dari
perak. Diantara kemunkaran-kemunkaran itu : menurunkan tabir dan pada tabir itu
terdapat gambar-gambar.
Semua itu terlarang, perbuatan munkar yang wajib dihilangkan. Barangsiapa lemah
menghilangkannya, niscaya ia harus kelu&r dari majelis perjamuan itu. Dan tidak
boleh ia duduk. Maka tidak ada ke-entengan baginya, untuk duduk menyaksikan
kemunkaran- kemunkaran itu.
Adapun gambar pada bantal-bantal dan permadani-permadani yang terbentang, maka
tidak munkar. Begitu juga gambar pada baki dan piring-piririg makan. Tidak
bejana yang terbuat atas bentuk gambar.
792
Kadang-kadang kepala sebahagian tempat pembakaran kemenyan adalah dengan bentuk
burung. Maka yang demikian itu haram. Wajib dipecahkan sekadar gambarnya.
Mengenai tempat celak kecil dari perak itu terdapat khilaf (perbedaan pendapat)
diantara para ulama. Ahmad bin Hanbai keluar dari perjamuan disebabkannya.
Manakala makanan itu haram atau tempat itu barang yang
dibentangkan itu haram, maka itu termasuk kemun- karan
ada padanya orang yang suka memi num khamar seorang
datang. Karena tidak halal mendatangi majelis minuman
tidak minum.
Kalau kain sutera itu pada anak kecil yang belum baligh, maka ini menjadi tempat
penelitian. Yang shahih(yang lebih kuat), bahwa yang demikian itu munkar. Dan
wajib membuka kain itu daripada- nya, kalau anak kecil itu sudah dapat
membedakan (mumayyiz). Karena nmum sabdanya Nabi
(Haadzaani haraamun 'alaa dzukuuri ummatii).
Artinya : "Dua ini (sutera dan emas) adalah haram atas ummatku yang lai:i-lakV\
<u
Sebagaimana wajib melarang anak kecil meminum khamar, tidak karena dia mukallaf,
tetapi karena dia menyukai minuman itu. Maka apabila ia telah baligh nanti,
niscaya sukarlah menahan diri daripadanya.
Maka begitu pula keinginan menghias diri dengan sutera, yang rfte- ngerasi
kepadanya apabila ia telah membiasakannya. Maka adalah
(1 ) Dirawikan Abu Dawud, An-Nasa-i dan Ibnu Majiih dart 'Ali. Dan sudah
diterangkan dahulu pada "Bab Keempat Dari Adab Makan".
793
yang demikian itu bibit kerusakan yang bersemaian dalam dada- nya. Lalu tumbuh
daripadanya pohon ke-syahwat-an yang berurat berakar, yang sukar mencabutnya
sesudah baligh. Adapun anak kecil yang tiada mumayyiz, maka lemahlah arti pengharaman terhadap dirinya. Dan tiada terlepas dari sesuatu kemung- kinan. Dan
pengetahuan mengenai kemungkman itu^ adalah pada sisi Allah.
Orang gila adalah se-arti dengan anak kecil yang tiada mumayyiz. Ya, halal
penghiasan diri dengan emas dan sutera bagi wanita, tanpa berlebih-Iebihan. Dan
aku tiada berpendapat kelonggaran tentang melobangi telinga anak kecil
perempuari, untuk menggan- tungkan kerabu emas padanya. Sesungguhnya ini adalah
pelukaan yang menyakitkan. Perbuatan yang seperti itu mewajibkan qishash, Maka
tiada boleh, kecuali suatu keperluan penting, seperti : pem- bentikan ,
pembekaman dan pengkhitanan.
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, bahwa: ada pada perjamuan itu pembuat bid'ah
yang membicarakan mengenai kebid'ahannya. Maka boleh datang orang yang sanggup
menolaknya, dengan cita- cita ingin menolak.
Kalau tidak sanggup, maka tidak boleh datang. Kalau pembuat bid'ah itu tiada
membicarakan kebid'ahannya, maka boleh hadlir, serta melahirkan kebencian
kepadanya. Dan berpaling muka daripadanya. Sebagaimana telah kami sebutkan pada
"Bab Kemarahan Pada Jalan Allah.
Kalau ada pada perjamuan itu pembuat tertawa dengan ceritera- ceritera dan
bermacam-macam keganjilan, maka kalau orang itu membuat tertawa dengan kekejian
dan kedustaan, niscaya tidak boleh hadlir. Dan ketika hadlir, wajiblah
menantangnya. Kalau yarig demikian itu, dengan senda-gurau, tak ada padanya
kedustaan dan kekejian, maka itu diperbolehkan (mubah). Ya'ni : sekadar sedikit
daripadanya.
794
Adapun membuat yang demikian itu menjadi perusahaan dan kebiasaan, maka tidak
diperbolehkan. Semua kedustaan, yang tidak tersembunyi bahwa itu kedustaan dan
tidak dimaksudkan penipuan, maka tidaklah itu termasuk jumlah kemunkaran.
Seperti orang mengatakan umpamanya : "Aku mencari anda hari ini seratus kali dan
aku mengulang-ulangi perkataan kepada anda seribu kali dan yang serupa dengan
perkataan tersebut, di mana diketahui bahwa tidaklah dimaksudkan hakikat yang
sebenarnya. Maka yang demikian itu, tidak mencederai 1adalah (sifat adil) dan
tidak ditolak kesaksiannya. Dan akan datang penjelasan : batas bersenda-gumu
yang diperbolehkan dan kedustaan yang diperbolehkan pada "Kitab Bahaya Lidah
dari Rubu' yang Membina sakan
Diantara kemunkaran-kemunkaran itu, ialah : berlebih-lebihan pada makanan dan
bangunan. Itu adalah munkar. Bahkan mengenai harta itu dua kemunkaran :
Pertama : membuang-buang harta (idla-'ah).
Kedua : berlebih-lebihan (israf).
Idi a- 'ah : ialah menghilangkan harta, tanpa faedah yang dihitung kan.
Seperti : membakar kain dan mengoyak-ngoyakkannya, membongkar bangunan tanpa
maksud, mencampakkan harta ke dalam laut. Dan se-arti dengan itu, menyerahkan
harta kepada wanita yang meratap pada kematian, kepada penyanyi waktu
kegembiraan dan pada berbagai macam kerusakan. Karena semua itu perbuatanperbuatan berfaedah yang diharamkan pada Agama. Maka jadilah faedah-faedah itu
seperti tidak ada. Adapun israf, maka kadang-kadang ditujukan kepada maksud
menyerahkan harta kepada wanita yang meratap, kepada penyanyi dan kepada
kemunkaran-kemunkaran. Kadang-kadang ditujukan kepada penyerahan harta pada
jenis yang diperbolehkan (mubah). Akan tetapi dengan sangat berlebih-lebihan.
Dan sangatnya berlebih-lebihan itu, berlainan menurut keadaan masing-masing.
Kami katakan : "Orang yang tiada mempunyai, selain seratus dinar umpamanya serta
mempunyai keluarga dan anak-anak dan mereka itu tiada mempunyai penghidupan yang
lain, lalu orang tadi membelanjakan semuanya pada suatu pesta", bahwa orang
tersebut berlebih-lebihan yang wajib dilarang; Allah Ta'ala berfirman :
795