Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desa Prendengan Kabupaten Banjarnegara termasuk kedalam pegunungan
Serayu Utara, yang sebagian daerah ini ditutupi oleh endapan gunungapi Kuarter
produk dari gunungapi Rogojembangan (Bemmelen, 1949). Desa Prendengan
diklasifikasikan kedalam dua satuan morfologi yaitu daerah yang memiliki
perbukitan vulkanik yang curam hingga sangat curam dan perbukitan struktural
bergelombang (Akbar, 2015). Perbukitan vulkanik curam terdiri atas morfologi
perbukitan terjal berada pada dua perbukitan terpisah yang dibatasi oleh satuan
lain dengan relief rendah. Perbukitan ini memiliki elevasi yang berkisar antara
800 mdpl sampai pada puncak tertingginya yaitu 1225 mdpl dengan tebing-tebing
yang cukup curam merupakan karakteristik dari satuan tersebut. Persen lereng
pada perbukitan ini rata-rata adalah 64,2% dikategorikan sebagai kelerengan
curam, sedangkan satuan morfologi perbukitan struktural bergelombang
merupakan satuan dengan morfologi berupa perbukitan dengan relif hampir datar
dan bergelombang yang kisaran ketinggian yang terdapat pada satuan perbukitan
struktural ini antara 475 mdpl hingga 750 mdpl dengan persen lereng rata-rata
27,2 % dikategori sebagai kelerengan curam pada daerah tinggian (Van
Zuidam,1985). Struktur perbukitan ini dapat memicu adanya gerakan tanah
longsor (landslide), tanah longsor merupakan suatu pergerakan massa batuan,
tanah atau material penyusun lereng yang bergerak ke arah bawah (Varnes, 1978).
Potensi kejadian longsoran di kawasan perbukitan Desa Prendengan yang
merupakan daerah yang rawan longsor dengan intensitas sedang sampai tinggi
memungkinkan terjadi longsoran dari tahun ke tahun (Kuswaji, 2006). Di tahun
2012 telah terjadi bencana tanah longsor yang menyebabkan tanaman-tanaman
warga tetimbun material longsoran, selain itu longsoran tanah juga mengancam
pemukiman warga dan memutus jalan utama yang menghubungkan antar

kecamatan yaitu Kecamatan Banjarmangu dan Kecamatan Karangkobar (BNPB,


2014).
Penyebab terjadinya gerakan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu,
bidang gelincir (Sugito, 2010), intensitas curah hujan yang tinggi (Hardiyatmo,
2006) dan pelapukan batuan (Muntohar, 2009). Penyelidikan tanah longsor
umumnya dilakukan menggunakan metode antara lain, pengambilan contoh tanah,
uji SPT (Standard Penetration Test), uji sondir (Dutch Cone Penetration Test)
(Wesley, 2012). Selain itu, metode-metode geofisika juga digunakan dalam
menyelidiki bidang gelincir antara lain, GPR (Ground Penetrating Radar)
(Blakely, 1996; Deniyatno, 2011), seismik refraksi (Adnyawati, 2012; Refrizon,
2009; Priyantari, 2009; Supryadi, 2004) dan geolistrik tahanan jenis (Sugito,
2010). Akbar (2015) telah melakukan penelitian di Desa Prendengan dengan
menggunakan metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger 1D untuk
melihat struktur bawah permukaan dan zona bidang gelincir tanah longsor. Dari
hasil penelitiannya, Akbar (2015) menyatakan bahwa yang menunjukkan bidang
gelincir, merupakan material batuan dengan tingkat pelapukan sedang dan
perlapisan batuan bawah permukaan didominasi oleh litologi breksi. Metode
geolistrik ini digunakan karena bersifat tidak merusak lingkungan, biaya lebih
murah dan mampu mendeteksi perlapisan tanah sampai kedalaman beberapa
meter di bawah permukaan tanah (Sugito, 2010). Metode geolistrik tahanan jenis
merupakan metode geofisika yang memanfaatkan sifat tahanan jenis bumi untuk
menyelidiki keadaan di bawah permukaan tanah dan bidang gelincir (Suhendra,
2005). Pentingnya menentukan bidang gelincir karena bidang tersebut merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya tanah longsor. Selain itu, pentingnya
melakukan karakteristik tanah di zona pelapukan berdasarkan kadar air pada batas
plastis dan batas cair untuk mengetahui sifat keplastisan dan kekuatan tanah
(Surono, 2002).
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka pada penelitian ini akan
dilakukan identifikasi bidang gelincir tanah longsor dengan metode geolistrik 1D,

2D dan menganalisis sifat fisis batuan di Desa Prendengan Kabupaten


Banjarnegara sebagai upaya awal mitigasi bencana alam.

Anda mungkin juga menyukai