Makalah Manajemen Perawatan 2
Makalah Manajemen Perawatan 2
Makalah Manajemen Perawatan 2
Dosen Pembimbing :
Ir. M. Munir Fahmi, MT
Disusun Oleh :
Ibnu Idham P
(111211011)
3 MM1
PROGRAM PENDIDIKAN D3 TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG Tahun 2014
yang
menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu. Filosofi dasar dari FMEA adalah: cegah
sebelum terjadi. FMEA baik sekali digunakan pada sistem manajemen mutu untuk
jenis industri manapun.
Kata kunci : Failure Modes and Effect Analysis, kualitas, kegagalan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini
dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Manajemen
Perawatan 2 dengan judul Failure Modes and Effect Analysis .
Dalam
yang
ii
DAFTAR ISI
Abstraksi ...................................................................................................... i
Kata Pengantar............................................................................... ................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................... iii
Daftar Gambar.............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................................... 1
1.3. Ruang Lingkup ............................................................................. 1
1.4. Metoda Penyusunan...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Sejarah FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) ................... 2
2.2. Dasar FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )...................... 2
2.3. Pengertian FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ) .............. 3
2.4. Tujuan FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis ).................... 4
2.5. Langkah Dasar FMEA ................................................................. 5
2.6. Identifikasi Elemen-Elemen FMEA Proses................................... 6
2.7. Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN ................. 8
2.7.1. Severity ............................................................................... 9
2.7.2. Occurence........................................................................... 12
2.7.3. Detection ............................................................................ 13
2.8. Risk Priority Number (Angka Prioritas Resiko) ............................ 14
2.9. Analisa Sistem Pengukuran (Measurement System Analysis) ........ 15
2.9.1. Cause and Effect Diagram .................................................. 15
2.9.2. Pareto Diagram .................................................................. 16
BAB III STUDI KASUS
3.1. Identifikasi Masalah .................................................................... 17
3.2. Menganalisa Defect Report Dengan Metode CFME
(Cause Failure Mode Effect) dan Dengan Metode
Diagram Sebab-Akibat (Fish Bone Diagram) .................... 20
3.3. Menghitung Nilai Risk Priority Number (RPN) ............................ 23
3.4. Action Planning for Failure Mode ............................................... 25
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Fishbone Diagram (Ishikawa, 1989)......................................... 15
Gambar 3.1. Diagram Pareto Defect Proses Forging Periode JanuariDesember 2009 ........................................................................ 18
Gambar 3.2. Grafik Pergerakan Defect Over dan Under Hardness Standard
Januari - Desember tahun 2009 ................................................ 20
Gambar 3.3. CFME Over Hardness dan Under Hardness Standard .............. 21
Gambar 3.4. Diagram Sebab-Akibat Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada
Kualitas Produk ....................................................................... 23
Gambar 3.5. Grafik Biaya Repair Rotor Boss Bulan Januari ~ Desember
Tahun 2009 .............................................................................. 28
Gambar 3.6. Grafik Biaya Repair Januari - Juli 2009 dan 2010.................... 29
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects
dalam FMEA Proses .....................................................................
11
Tabel 2.3 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence rating .....
12
Tabel 2.4 Automotive Industry Action Group (AIAG) detection rating ........
13
18
Tabel 3.2 Data Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember
tahun 2009.................................................................................... 19
Tabel 3.3 FMEA defect Rotor boss Under dan Over Hardness Standard ......
24
Tabel 3.4 Gambaran action planning for failure model berdasarkan urutan
rangking RPN ...............................................................................
26
27
Tabel 3.6 Biaya repair bulan Januari - Desember tahun 2009 .......................
28
Tabel 3.7 Biaya repair bulan Januari - Juli tahun 2010 ..................................
29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur
yang
menyebabkan
terganggunya fungsi dari produk itu. Filosofi dasar dari FMEA adalah: cegah
sebelum terjadi. FMEA baik sekali digunakan pada sistem manajemen mutu untuk
jenis industri manapun.
1.2
Tujuan
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
Ruang Lingkup
Pada makalah ini dibahas tentang secara umum mengenai
1.4
Metode Penyusunan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah melalui studi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
vital.
Sejarah FMEA berawal pada tahun 1950 ketika teknik tersebut digunakan dalam
merancang dan mengembangkan sistem kendali penerbangan. Sejak saat itu
teknik FMEA diterima dengan baik oleh industri luas.
Terdapat standar yang berhubungan dengan metode FMEA. Standar Inggris
yang digunakan secara garis besar menjelaskan BS 5760 atau British Standar
5760,
yaitu :
sumber-sumber atau penyebab dari suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995),
FMEA dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk
dan efeknya.
2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau
mengurangi kesempatan dari kegagalan potensi terjadi.
3. Pencatatan proses (document the process).
2.3
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai failure modes and effect
analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih
dalam memiliki arti yang serupa. Definisi failure modes and effect analysis tersebut
disampaikan oleh :
Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect
analysis adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang
tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan
keputusan dari engineer selama perancangandan pengembangan. Analisa tersebut
biasa
memastikan pengaruh
2.
3.
4.
Mengidentifikasi
dan
membangun
tindakan
perbaikan
yang
2.5
3.
proses berikutnya,
dan puncaknya
ke konsumen.
Pengaruh
biasanya diperlihatkan oleh operator atau sistem pengawasan. Terdapat dua hal
utama penyebab pada keseluruhan tingkat, dengan diikuti oleh pertanyaan seperti :
1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ?
2.
5.
yang
9.
Identifikasi saat
Menurut
nilai
nama
anggota
tim
FMEA
serta
efek
dari
bentuk
kegagalan
Merupakan
penilaian
dari
kemungkinan
alat
tersebut
dapat
angka
prioritas
resiko
yang
didapatkan
dari
tindakan
diimplementasikan,
dokumentasikan
secara
2.7.1 Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu menghitung
seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak
tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan dampak terburuk.
Proses sistem peringkat yang dijelaskan pada tabel 2.1 sesuai dengan standar
AIAG (Automotive Industry Action Group) dibawah ini :
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects dalam
FMEA Proses
Effect
Tidak Ada
Sangat Minor
Minor
Sangat Rendah
Rendah
Rating
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Berbahaya dengan
peringatan
10
Berbahaya tanpa
adanya peringatan
Rating
Tidak Ada
Sangat Minor
Minor
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Rendah
Sangat Tinggi
11
Berbahaya dengan
peringatan
Berbahaya tanpa
adanya peringatan
10
2.7.2 Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan
memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.3
berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena
peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara
interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence.
Tabel 2. 3 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence rating
Probability of Failure
Occurrence
Cpk
Rating
Sangat tinggi :
1 in 2
< 0.33
10
1 in 3
0.33
Tinggi :
1 in 8
0.51
1 in 20
0.67
Sedang:
1 in 80
0.83
1 in 400
1.00
1 in 2000
1.17
12
Rendah :
1 in 15,000
1.33
1 in 150,000
1.50
1 in 1,500,000
1.67
Kegagalan terisolasi
berkaitan proses serupa
Sangat rendah :
Hanya kegagalan terisolasi
yang berkaitan dengan
proses hampir identik
Remote:
Kegagalan mustahil. Tak
pernah ada kegagalan
terjadi dalam proses yang
identik
2.7.3 Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah
pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan yang dapat
terjadi. Proses penilaian ditunjukkan pada tabel 2.4 berdasarkan standar AIAG
adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 4 Automotive Industry Action Group (AIAG) detection rating
Detection
Likelihood of
Detection
Hampir Tidak
Mungkin
Sangat Jarang
Alat pengontrol
saat ini sangat sulit
mendeteksi bentuk
atau penyebab
kegagalan
Jarang
Alat pengontrol
saat ini sulit
mendeteksi bentuk
dan penyebab
kegagalan
% R &R
% Repeatability
Rank
% Reproducibility
% Repeatability
80 %
10
%
Reproducibility
% Repeatability <
80 %
9
% Reproducibility
% Repeatability
60 %
8
% Reproducibility
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
Sangat Rendah
dan penyebab
kegagalan sangat
rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
Rendah
dan penyebab
kegagalan rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
Sedang
dan penyebab
kegagalan sedang
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi
Agak Tinggi bentuk dan
penyebab
kegagalan
sedang
sampai
Kemampuan
alat
Tinggi
Sangat Tinggi
Hampir Pasti
2.8
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
dan penyebab
kegagalan tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
dan penyebab
kegagalan sangat
tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk
dan penyebab
kegagalan hampir
pasti
% Repeatability <
60 %
7
% Reproducibility
% Repeatability
40 %
6
% Reproducibility
% Repeatability <
40 %
5
% Reproducibility
% Repeatability
20 %
4
%
Reproducibility
% Repeatability <
20 %
3
% Reproducibility
% Repeatability
< 20 %
2
% Reproducibility
% Repeatability <
< 20 %
1
% Reproducibility
RPN = S * O * D
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai
petunjuk ke arah tindakan perbaikan.
2.9
untuk mendeteksi terjadinya suatu kegagalan dalam proses. Dari perhitungan akan
didapatkan Gage repeatability, reproducibility, dan nilai number of distinct category
(n). Repeatability adalah variasi pengukuran yang didapat pada saat operator
menggunakan alat yang sama untuk mengukur dimensi yang sama beberapa kali.
Reproducibility merupakan variasi pengukuran antara satu operator dengan operator
yang lain. Number of distinct category untuk mengetahui seberapa banyak / teliti alat
ukur
dapat
membedakan.
Perhitungan
MSA ini
dapat
dilakukan dengan
software Minitab.
2.9.1 Cause and Effect Diagram
Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya
seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang
menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram ini digunakan
untuk menganalisa dan menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan
dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja, mencari penyebab-penyebab
yang sesungguhnya dari suatu masalah. Ada 5 faktor penyebab utama yang
signifikan yang perlu diperhatikan yaitu: metode kerja, mesin / peralatan lain, bahan
baku, dan pengukuran kerja.
bukunya Teknik
Pengendalian
Mutu
menyatakan
hampir
separuh kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah,
mesin atau peralatan, dan metode kerja. Yang kemudian ketiga penyebab tersebut
mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar. Cause and Effect
Diagram ini mempunyai keuntungan yaitu :
1. Menganalisa kondisi sesungguhnya untuk tujuan peningkatan kualitas
service atau produk, penggunaan sumber yang efisien dan mengurangi
biaya.
2. Mengurangi kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian dan komplain
dari customer.
3. Melakukan standarisasi terhadap operasional yang telah ada maupun
akan datang.
4.
Mentraining
personel
dalam
melakukan
aktivitas
keputusan
Identifikasi Masalah
Faktor yang menyebabkan terjadinya masalah dalam perusahaan adalah
masalah kualitas di Departemen Forging pada proses heat treatment. Sejauh ini
persentase produk cacat masih tinggi dan sistem pengendalian kualitas yang
diterapkan hingga kini belum berjalan baik, sehingga perlu untuk menganalisa
permasalahan tersebut dengan menggunakan alat-alat pengendalian kualitas dengan
metode statistik.
Tabel 3.2 Data Defect Over dan Under Hardness Standard Januari - Desember
tahun 2009
Sumber : PT.mitsuba Indonesia
Gambar 3.2 Grafik Pergerakan Defect Over dan Under Hardness Standard
Januari - Desember tahun 2009
mengklarifikasi
dengan
jelas
akar
penyebab
dari
sebuah
permasalahan.
tersebut.
Metode
ini
akan
membantu
untuk
mengidentifikasi
permasalahan pada proses yang diteliti secara jelas. Dengan menemukan akar
permasalahan, pada akhirnya tindakan yang diambil akan tepat sasaran dengan
mengeliminasi setiap akar penyebab terjadinya permasalahan.
Pada penelitian ini proses pengidentifikasian akar penyebab permasalahan
dituangkan dalam sebuah diagram CFME. Metode CFME digunakan sebelum
membuat Failure Modes and Effect Analysis (FMEA). CFME merupakan
pengembangan dari diagram sebab akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar
penyebab permasalahan. Hasil CFME akan mempermudah pembuatan FMEA.
penyebab yang diduga menimbulkan akibat sehingga timbul suatu masalah. Dengan
demikian diagram ini dapat juga digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
menyebabkan suatu karakteristik kualitas menyimpang dari spesifikasi yang sudah
ditetapkan. Diagram ini menunjukkan suatu hubungan antara sebab (faktor-faktor)
yang mengakibatkan sesuatu pada kualitas ( karakteristik kualitas ). Ada lima faktor
utama yang perlu diperhatikan untuk mengenali faktor-faktor yang berpengaruh atau
berakibat pada kualitas, yaitu :
manusia
metode kerja/cara kerja
mesin/alat
material/bahan
lingkungan
rotor boss teridentifikasi dengan diagram sebab akibat dan akar penyebab
teridentifikasi dengan diagram Cause Failure Mode Effect (CFME), maka langkah
analisa yang dilakukan berikutnya adalah menganalisa kegagalan proses yang
potensial,
dan
mengevaluasi
prioritas
resiko
untuk
nantinya
membantu
ini didapat dari hasil diskusi subyektif pihak-pihak terkait antara lain
operational, maintenance dan quality control.
Tabel 3.3 FMEA defect Rotor boss Under dan Over Hardness
Standard
Pada tabel di atas, dihasilkan beberapa modus kegagalan yang memiliki
nilai resiko tertinggi :
Rank 1, RPN 405
2
Oil pressure terlalu tinggi (setting 0,5 kg/cm ) sehingga jumlah buih
yang dihasilkan lebih banyak, sehingga menyebabkan persebaran hasil
kekerasan hardness pada bagian tengah/core terlalu besar. Apabila oil
pressure terlalu tinggi akan meyebabkan bagian part yang bersentuhan
dengan
buih,
perhatian lebih untuk dilakukan perbaikan diantaranya settingan oil pressure terlalu
tinggi, jarak antara material beda heat number berdekatan, Settingan temperatur
tempering terlalu tinggi atau rendah, operator belum tahu tentang proses heat
treatment, belum ada standard loading material yang meyebabkan temperatur
hardening furnace zone 1 turun, identitas material tidak ada. Solusi tindakan
perbaikan ini akan diberikan pada semua bentuk potensi kegagalan yang ada (dapat
dilihat pada tabel 2.7)
Penentuan solusi permasalahan defect Rotor boss Under dan Over Hardness
Standard dengan tabel Action Planning for Failure Mode berdasarkan urutan Prioritas
(rank):
2
loading
material
dengan
batas kapasitas
27
settingan oil pressure terlalu tinggi, settingan temperatur tempering terlalu tinggi
atau rendah, dan belum ada standard loading material yang meyebabkan temperatur
hardening furnace zone turun. Acuan yang digunakan adalah nilai dari RPN, karena
nilai tersebut diperoleh berdasarkan tingkat keparahan dari bentuk kegagalan
potensial mempengaruhi hasil produksi, tingkat keseringan bentuk kegagalan
potensial terjadi dan kemampuan untuk deteksi.
Dari gambar 2.6 terlihat biaya repair rotor boss selama bulan Januari ~
Desember tahun 2009 dimana persentase terakhir mengalami peningkatan yang
tinggi, sehingga diperlukan analisa lebih lanjut untuk melakukan perubahan.
Agar dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi rotor boss kembali.
Gambar 3.6 Grafik Biaya Repair Januari - Juli 2009 dan 2010
Dari analisa FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) dan solusi action
FMEA suatu tahap yang dilakukan untuk hasil perbaikan. Dimana akan dijadikan
sebagai pembanding dengan nilai sebelum perbaikan rata-rata jumlah defect tiap
bulan adalah 0.85% dan setelah perbaikan nilai defect turun 30% menjadi 0,46%,
serta penurunan biaya (Efisiensi) biaya repair proses heat treatment dari 8 juta
menjadi 3 juta.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
KESIMPULAN
Dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa metode Failure Modes
and Effect
Analysis
bermanfaat
sekali
bagi
para
engineer
dalam
SARAN
Perlunya ketelitian dalam mengidentifikasi suatu permasalahan. Karena
DAFTAR PUSTAKA
digilib.its.ac.id/.../
ITS-Undergraduate-7134-2502109025-bab2.pdf.
Diunduh
24
Maret 2013.
Octavia, Lily. 2010. Aplikasi Metode Failure Mode And Effects Analysis (FMEA)
Untuk pengendalian kualitas pada proses Heat Treatment PT. Mitsuba
Indonesia. Laporan Skripsi. Jakarta: Universitas Mercu Buana.