Oleh
Frendi Arga Mediansa
100401060123
Siti Yulianti
120401060112
120401060062
Oktavianus Bani
140401060108
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................. 1
1. BAB I .................................................................................... 2
1.1................................................................. Latar Belakang
1.2........................................................... Rumusan Masalah
1.3............................................................. Tujuan Penelitian
2. BAB II .................................................................................. 4
2.1............................................ Pengertian dan Tugas Guru
2.2...................................... Pengertian dan Tugas Konselor
3. BAB III.................................................................................. 7
3.1............................................. Implikasi dan Pembahasan
4. KESIMPULAN.................................................................. 12
4.1........................................................................ Kesimpulan
4.2................................................................................. Saran
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 13
2
3
3
4
4
7
12
12
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 pasal 3
dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses
pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses pendidikan adalah proses
interaksi antara masukan alat dan masukan mentah. Masukan mentah adalah peserta
didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan pendidikan, kerangka, tujuan dan
materi kurikulum, fasilitas dan media pendidikan, system administrasi dan supervisi
pendidikan, sistem penyampaian, tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan
konseling (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1990:58).
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi persoalanpersoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika
diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang
semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus
dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga
ahli dalam bidang tersebut
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36)
mengatakan bahwa pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan
orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
Setting pendidikan khususnya pada jalur pendidikan formal memfasilitasi layanan
bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor sebagai pendidik yang tidak
menggunakan materi pembelajaran untuk konteks layanan dan juga mewadahi
layanan guru sebagai pendidik yang menggunakan materi pembelajaran untuk
konteks layanannya. Hal ini berarti bahwa konselor dan guru sama-sama mempunyai
Sedangkan menurut
depan kelas akan tetapi guru merupakan tenaga professional yang dapt menjadikan
murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan masalah
yang dihadapi.
2.2. Pengertian dan Tugas Konselor
Adanya konsep life long education yang berkembang pesat akhir-akhir ini
memberikan dampak juga pada dunia bimbingan dan konseling yang mempunyai
sasaran utama manusia sebagai makhluk yang selalu berkembang sepanjang hayat.
Maka secara tidak langsung konsep ini membuat para pelaksana bimbingan dan
konseling dituntut menjadi tenaga ahli yang serba bisa dalam membantu setiap
permasalahan manusia dari semua aspek kehidupannya. Misalnya dari aspek
pendidikan, pekerjaan, perkawinan, keluarga, hubungan kemasyarakatan, bahkan
sampai berkembang jauh pada kelainan jiwa, psikosomatik serta rehabilitasi
narapidana dan para pecandu.
Kondisi semacam ini akhirnya menuntut konselor untuk merambah dunia
psikolog, psikiater, terapis dan pekerja sosial. Namun yang menjadi masalah adalah
mungkinkah dengan pendidikan strata satu bidang bimbingan dan konseling selama
kurun waktu empat tahun dapat memberikan hard skill dan soft skill yang serba bisa
semacam itu. Meskipun ditambah dengan pendidikan profesi konselor selama dua
semester atau lebih, tetap saja kemungkinan penguasaan keserbabisaan tersebut
sangat kecil. Dibutuhkan pendidikan yang lebih dari strata satu dan pendidikan
profesi dua semester yaitu magister bidang bimbingan dan konseling (M.Pd) dan
berlanjut lagi pada pendidikan profesi berikutnya (M.Kons).
Selanjutnya jika dikaitkan dengan pendidikan formal maka konteks tugas
1
sebagai konselor kunjung yang membantu guru kelas dan guru mata pelajarang
untuk membantu perkembangan siswanya secara optimal sesuai dengan potensi
3
mendatang.
Pada jenjang Perguruan Tinggi
Di jenjang ini fokus layanannya yaitu pada bidang karir. Yang menjadi sangat
penting adalah bagaimana konselor dapat membantu kliennya dalam hal
penguasaaan hard dan soft skill yang diperlukan dalam perjalanan hidupnya agar
menjadi manusia yang produktif, berguna, dapat menjaga karirnya dan
beraktualisasi dengan tepat.
Berbicara tentang setting layanan BK, memang BK mempunyai setting
layanan yang sangat luas dan bahkan hal ini menjadi pendorong timbulnya
kerancuan tugas konselor. Dari awal kemunculan BK di Indonesia, secara tidak
langsung pemerintah telah menetapkan bidang utama untuk BK yaitu di dunia
pendidikan. Gibson (2010:633) menyebutkan bahwa konselor sekolah di hampir
setiap jenjang dan situasi mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam
mengimplementasikan pendidikan bagi semua siswa, tidak terkecuali bagi siswa
yang luar biasa, dalam hal ini yaitu siswa yang memiliki kekurangan dan
implementasi itu dapat dilakukan dalam satu lingkungan yang sama dengan anak
yang normal, konsep tersebut dikenal dengan mainstreaming.
belajar peserta didik, (2) merancang ragam program pembelajaran dan melayani
kekhususan kebutuhan peserta didik, serta (3) membimbing perkembangan
pribadi, sosial, belajar dan karir.
c. Menyelenggarakan Fungsi Outreach
Dalam upaya membangun karakter sebagai suatu keutuhan perkembangan,
sesuai dengan arahan Pasal 4 (3) UU No. 20/2003, Kurikulum 2013 menekankan
pembelajaran sebagai proses pemberdayaan dan pembudayaan. Untuk mendukung
prinsip dimaksud bimbingan dan konseling tidak cukup menyelenggarakan fungsifungsi inreach tetapi juga melaksanakan fungsi outreach yang berorientasi pada
penguatan daya dukung lingkungan perkembangan sebagai lingkungan belajar.
Dalam konteks ini kolaborasi guru bimbingan dan konseling/konselor dengan guru
mata pelajaran hendaknya terjadi dalam konteks kolaborasi yang lebih luas, antara
lain: (1) kolaborasi dengan orang tua/keluarga, (2) kolaborasi dengan dunia kerja
dan lembaga pendidikan, (3) intervensi terhadap institusi terkait lainnya dengan
tujuan membantu perkembangan peserta didik. Lebih lanjut lagi Neukrug
(2012:555) mengatakan bahwa konselor sekolah berkolaborasi dengan rekan dan
mitra yang ada dimasyarakat untuk memastikan bahwa semua siswa memiliki
akses ke persiapan akademik yang ketat dan menerima dukungan yang diperlukan
untuk menjadi sukses. Konselor sekolah harus memberi perhatian terhadap
kolaborasi dengan keluarga terkait perencanaan karir peserta didik.
Guru
Khususnya
Konselor
Sistem Khususnya
Sistem
Pendidikan
2. Tujuan Umum
Pendidikan Formal
Formal
Pencapaian
Tujuan Pencapaian
Tujuan
Pendidikan
3. Konteks Tugas
Pendidikan Nasional
Nasional
Pembelajaran
yang Pelayanan
mendidik
melalui
mata dengan
yang
memandirikan
skenario
konseling-
Fokus Kegiatan
kemampuan
Pendekatan Umum
masalahnya.
Alih tangan (referal)
Minim
Pilihan Strategis
Utama
Utama
Pilihan Strategis
Minim
Pencapaian
Standar Kemandirian
Kompetensi
Lulusan Lebih
bersifat
kehidupan
kualitatif
yang
Effects
oleh
&
Effectsmelalui
pembelajaran
mendidik
Nurturant
konseling
pengentasan
dalam
masalah
rangka
pribadi,
Perencanaan
dalam
merupakan
konseling.
belajar Kebutuhan
tindak Kebutuhan
10
keputusan
pengembangan
diri
intervensi
Pelaksanaan
intervensi
peserta didik.
tindak Penyesuaian
berdasarkan
dalam
proses
oleh
konseli,
ideosinkretik
konseli
11
4.1 Kesimpulan
Jadi tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan peserta didik secara utuh dan
optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang harus dilaksanakan oleh guru,
konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai mitra kerja. Sementara itu, masingmasing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan khusus dalam mendukung realisasi
diri dan pencapaian kompetensi peserta didik. Dalam hubungan fungsional kemitraan
antara konselor dengan guru, antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan
(referal)
Masalah-masalah perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat
pembelajaran dirujuk kepada konselor untuk penanganannya. Demikian pula,
masalah-masalah peserta didik yang ditangani konselor terkait dengan proses
pembelajaran bidang studi dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya.
Masalah kesulitan belajar peserta didik sesungguhnya akan lebih banyak
bersumber dari proses pembelajaran itu sendiri. Hal ini berarti dalam pengembangan
dan proses pembelajaran fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat
perhatian guru. Sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat
perhatian konselor.
4.2. Saran
Diharapkan kepada konselor dan Guru agar lebih memahami konteks tugasnya
sesuai dengan peraturan pemerintah yang telah ditetapkan. Kurang atau lebihnya suatu
peraturan yang ditetapkan pemerintah harus menjadi bahan refleksi bagi konselor dan
Guru dalam memaknai konteks tugasnya.
Bagi penyusun makalah selanjutnya agar dapat lebih lagi memperbaiki segala
kekurangan yang ada dalam makalah ini.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Penataan Pendidikan Profesional Konselor
dan Layanan Bimbingan dan konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta:
Dirjen Dikti.
Erford, Bradley T. 2004. Professional School Counseling: A Handbook of Theories,
Programs & Praktices. Texas: Pro Ed.
Gibson, Robert L dan Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dirjen PMPTK, 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
Dalam Jalur Pendidikan Formal (Naskah Akdemik). Jakarta
Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999. Profesi Keguruan. Jakarta : Rineka Cipta
.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/keunikan-dan-keterkaitan-pelayananguru-dan-konselor/
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t60-info-kode-etik-konselor-indonesia
14