Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENEPUNGAN
TEPUNG KENTANG
(Solanum tuberosum L.)

Oleh :
Nama
NRP
No. Meja
Kelompok
Tanggal Praktikum
Asisten

: Siti Armilah
: 133020265
: 5 (Lima)
:J
: 02 Maret 2016
: Pika Apriyance

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2016

TUJUAN DAN PRINSIP PERCOBAAN

Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pengolahan tepung adalah untuk menurunkan kadar air
dalam bahan pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan sebagian
mikroba, insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut.
Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pengolahan tepung adalah berdasarkan perpindahan
panas secara konduksi dan konveksi serta berdasarkan pada pengurangan kadar air
sampai batas tertentu yang dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran
100 mesh, sehingga bahan berbentuk tepung.

DIAGRAM ALIR PROSES PERCOBAAN


Kentang

Sortasi

Air bersih

Kotoran dan benda


asing

Trimming

Kulit

Pencucian

Air kotor

Penimbangan
Reduksi ukuran

Perendaman Na2S2O5
ppm 15

Blanching t=3-5

Penirisan

Perendaman Air
Biasa 5

Air

Pengeringan, T = 70C dan t = 6-7 jam

Uap Air

Penggilingan
Pengayakan

Tepung

Penimbangan
Pangamatan

Tepung Kasar

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung

PROSES PEMBUATAN TEPUNG


1. Perendaman dengan Na2S2O5

Gambar 2. Proses Penepungan dengan Perendaman Na2S2O5

2. Blanching

Gambar 3. Proses Penepungan dengan Blanching

3. Perendaman dengan Air Biasa

Gambar 4. Proses Penepungan dengan Perendaman Air Biasa

HASIL PENGAMATAN
Hasil percobaan teknologi pengeringan dan penepungan dengan cara
perendaman Na2S2O5 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Kentang dengan Cara
Perendaman dengan Na2S2O5
Keterangan

Hasil

Basis

150 gram

Bahan Utama

Kentang

Bahan Tambahan

Na2S2O5 500 ppm

Diketahui

Berat Produk

% Produk

Wawal

Wbahan kering = 5 gram

Wt. kasar

= 3 gram

Wt. halus

= 5 gram

Wproduk

= 10 gram

% Tepung kasar

% Tepung halus = 10%

Lost product

= - 3 gram

% Lost product

= - 60%

% Product

= 16%

Wproduk

= 10 gram

= 50 gram

= 6%

Organoleptik:
1. Warna

Krem

2. Rasa

Tidak berasa

3.

Khas kentang

Aroma

4. Tekstur

Lembut

5. Kenampakan

Menarik

(Sumber : Kelompok J, Meja 5, 2016)

Hasil percobaan teknologi pengeringan dan penepungan dengan cara


blanching dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Kentang dengan Cara
Blanching
Keterangan

Hasil

Basis

150 gram

Bahan Utama

Kentang

Bahan Tambahan

Uap air

Diketahui

Berat Produk

% Produk

Wawal

Wbahan kering = 6 gram

Wt. kasar

= 2 gram

Wt. halus

= 3 gram

Wproduk

= 5 gram

% Tepung kasar

% Tepung halus = 6%

Lost product

= 1 gram

% Lost product

= 16,67%

% Product

= 10%

Wproduk

= 5 gram

= 50 gram

= 4%

Organoleptik:
1.
2.
3.
4.
5.

Warna
Rasa
Aroma
Tekstur
Kenampakan

Krem tua
Tidak berasa
Khas kentang
Halus
Menarik

(Sumber : Kelompok J, Meja 5, 2016)

Hasil percobaan teknologi pengeringan dan penepungan dengan cara


perendaman air biasa dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Kentang dengan
Perendaman Air Biasa
Keterangan

Hasil

Basis

150 gram

Bahan Utama

Kentang

Bahan Tambahan

Air

Wawal

Wbahan kering = 1 gram

Wt. kasar

= 3 gram

Wt. halus

= 1 gram

Berat Produk

Wproduk

% Produk

% Tepung kasar = 6%

% Tepung halus = 2%

Lost product

% Lost Product = - 300%

Diketahui

= 50 gram

= 4 garam

= - 3 gram

% Product

= 8%

Wproduk

= 4 gram

Organoleptik:
1. Warna

Krem

2. Rasa

Tidak berasa

3. Aroma

Khas kentang

4. Tekstur

Halus

5. Kenampakan

Menarik

(Sumber : Kelompok J, Meja 5, 2016)

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan pengolahan tepung kentang dengan cara
perendaman Na2S2O5 diperoleh berat produk tepung kasar adalah 3 gram dengan
presentase produk 6%, berat produk tepung halus adalah 5 gram dengan
presentase produk 10% dan presentase lost product adalah -60%, dan berat produk
sebesar 10 gram dengan presentase produk sebesar 16%. Secara organoleptik,
tepung kentang yang dibuat dengan cara perendaman Na2S2O5, mempunyai warna
krem, tidak berasa, memiliki aroma khas kentang, memiliki tekstur yang lembut
untuk tepung halus dan memliki kenampakan yang menarik..
Berdasarkan hasil percobaan pengolahan tepung kentang dengan cara
blanching, diperoleh berat produk tepung kasar adalah 2 gram dengan presentase
produk 4%, berat produk tepung halus adalah 3 gram dengan presentase produk
6% dan presentase lost product adalah 16,67%. Secara organoleptik, tepung
kentang yang dibuat dengan cara ini, memiliki warna krem tua, tidak berasa,

memiiki aroma khas kentang. Untuk tepung yang halus memiliki tekstur halus
serta kenampakan yang menarik.
Berdasarkan hasil percobaan pengolahan tepung kentang dengan cara
perendaman air biasa, diperoleh berat produk tepung kasar adalah 3 gram dengan
presentase produk 6%, berat produk tepung halus adalah 1 gram dengan
presentase produk 2% dan presentase lost product adalah -300%. Secara
organoleptik, tepung kentang yang dibuat dengan cara ini, memiliki warna krem,
tidak berasa, memiliki aroma khas kentang. Pada tepung yang halus memiliki
tekstur halus dan kenampakan yang menarik.
Percobaan pengeringan dan penepungan dengan menggunakan sampel
kentang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sortasi, trimming, pencucian,
penimbangan,

reduksi

ukuran

atau

slicing,

perendaman,

pengeringan,

penggilingan, pengayakan, penimbangan dan dilakukan pengamatan.


Tujuan dari sortasi yaitu untuk pemisahan bahan baku ke dalam kategorikategori yang berbeda karakteristik fisiknya seperti ukuran, bentuk, dan warna
agar mendapatkan bahan baku yang memenuhi kualitas. Tujuan dilakukannya
trimming adalah untuk memisahkan kulit dengan daging dimana daging dari
umbi-umbian yang akan digunakan. Sedangkan rendemen kulit tidak dapat
digunakan dalam proses penepungan. Pencucian berfungsi untuk membersihkan
bahan dari kotoran akibat proses trimming sehingga tanah yang masih menempel
pada bahan ataupun kontaminan lain dapat bersih. Bisa digunakan dengan air
mengalir sehingga dapat mempermudah pencucian dan air kotor yang tidak
digunakan dibuang. Tujuan dari penimbangan dilakukan agar dapat diketahui
berapa hasil yang diperoleh ketika penepungan sudah jadi. Misalnya bahan baku
umbi yang digunakan 5 kg ketika tepung sudah jadi akan menghasilkan 1 kg
tepung dan dapat mempermudah pada proses selanjutnya. Pada proses reduksi
ukuran dilakukan agar dapat mempermudah pada proses blanching maupun
pengeringan karena pada proses pengeringan ukuran bahan yang digunakan terlalu
tebal akan mempengaruhi terhadap hasil sehingga dalam proses ini bahan baku
diiris dengan ketebalan 1,5 mm agar pengeringannya cepat dan merata.

Perendaman

umbi-umbian

dengan

Na2S2O5 yaitu

berfungsi

untuk

mengurangi asam sianida yang terdapat dalam bahan. Pengeringan dilakukan


untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan
cara menguapkannya sehingga kadar air memiliki keseimbangan dengan kondisi
udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari
kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Pengeringan digunakan dengan
cara pengeringan artificial yaitu dengan menggunakan alat seperti tunnel dryer.
Tujuan dari penggilingan yaitu untuk mendapatkan hasil ukuran bahan lebih kecil
dari ukuran sebelumnya dan agar mencampurkan semua bahan yang telah
dikeringkan. Pengayakan merupakan proses dimana suatu campuran dari berbagai
ukruan partikel padat dengan proses pemisahan sehingga bahan yang memiliki
ukuran partikel kecil akan lolos melewati screen dan partikel yang memiliki
partikel besar akan tertahan dalam mesh. Setelah diperoleh tepung dari proses
pengayakan didapatkan hasil tepung yang seragam sehingga dapat dipasarkan.
Bahan yang digunakan pada pembuatan tepung yaitu natrium meta bisulfit
untuk mencegah reaksi pencoklatan atau browning enzimatis dan untuk
memperpanjang adya simpan tepung. Hal ini disebabkan karena natrium meta
bisulfit menghambatan reaksi antara enzim polifenolase, oksigen, dan senyawa
polifenol. Terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis memerlukan adanya enzim
polifenolase, oksigen, dan senyawa polifenol (Winarno, 1992).
Natrium metabisulfit merupakan suatu senyawa yang mempunyai sifat dapat
memperlambat oksidasi dalam bahan pangan dan merupakan senyawa yang
mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga jika ditambahkan dalam makanan
dapat mencegah kerusakan akibat oksidasi. Maksimal batas penggunaan natrium
metabisulfit yaitu sebesar 0,2% dimana menurut SNI memenuhi persyaratan dan
tidak

member

pengaruh

yang

signifikan

terhadap

sifat

fungsionalnya.

Penambahan natrium metabisulfit ini mencegah agar terjadinya pencoklatan pada


tepung. (Septiyani, 2012).
Pengeringan adalah suatu metoda atau cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan atau tanpa bantuan energi

panas. Biasanya kandungan air dari bahan dikurangi sampai batas tertentu, dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut (Winarno, 1992).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengeringan
Faktor internal :
a. Sifat bahan
Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang
sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan
kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air
dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan
bahan A sekitar dua kali kecepatan pengeringan bahan B karena kadar padatan
bahan A sekitar setengah kali kadar padatan bahan B (Wirakartakusumah, 1992).
b. Ukuran
Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik
dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu
pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan
kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya (Wirakartakusumah, 1992).
c. Unit Pemuatan
Dalam beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan
analog dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan
mengurangi kecepatan pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
Faktor eksternal :
a. Depresi Bola Basah
Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan
suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan.
Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan
tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial
pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum
(Wirakartakusumah, 1992).
b. Suhu Udara

Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya,
kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada
kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat
diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan
yang mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat
dengan meningkatnya suhu (Wirakartakusumah, 1992).
c. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air
tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan
sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan
kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil sekali pengaruhnya
terhadap laju pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
Blanching merupakan suatu proses awal yang dilakukan dalam
pengawetan makanan atau bahan pangan setelah pembersihan dan pencucian.
Blanchimng dapat dilakukan dengan air panas atau uap panas. Menurut Woodroof
(1982), blanching berfungsi untuk menghentikan semua proses kehidupan dan
mengurangi kontaminasi awal, inaktivasi enzim yang menyebabkan perubahan
warna, flavor dan aroma. . Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching:
1.

Tipe dari buah-buahan dan sayuran

2.

Besarnya ukuran potongan makanan

3.

Temperatur blanching

4.

Metode Pemanasan
Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan
menggunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut
dihancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi
berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam

keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efisien dan
efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya
menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992).
Proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan
penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas tepung selain nilai gizinya, sehingga perlu dicari kondisi
pengeringan yang optimum terhadap sifat dan karakteristik bahan yang akan
dijadikan tepung (Desrosier, 1988).
Pengeringan tepung pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari
terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain
karena pemanasan, maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi,
pemanasan suhu 100C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada
permukaan bahan (Sudarmadji, 2010).
Proses pengeringan dilakukan pada suhu 70C agar tidak terjadi overheating
yang akan menyebabkan bahan menjadi browning dan gosong sehingga tepung
yang dihasilkan akan kurang baik kenampakannya. Waktu yang digunakan 5-6
jam agar pengeringan terjadi merata dan tidak terjadi case hardening. Case
hardening merupakan suatu keadaan dimana bahan sudah kering di bagian
permukaan akan tetapi masih basah di bagian dalam. Hal ini disebabkan karena
laju penguapan air di permukaan lebih cepat dibandingkan difusi air dari dalam ke
permukaan luar.
Mekanisme Na2S2O5 mencegah reaksi pencokelatan atau browning karena
sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan.
Hasil reaksi tersebut akan mengikat dari senyawa melanoidin sehingga mencegah
timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan
mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis
oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.

Berdasarkan hasil dari pengamatan, jika dibandingkan antara ketiga


perlakuan yaitu perendaman dengan Na2S2O5, blanching dan perendaman dengan
air biasa diketahui bahwa perendaman dengan Na2S2O5 menghasilkan warna
tepung yang lebih cerah. Hal ini disebabkan karena Na2S2O5 juga memiliki fungsi
sebagai bahan pemucat. Sifat Na2S2O5 adalah memutihkan terigu dan oksidator.
Ikatan rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi
pigmen karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna. Dalam
penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan
jumlahnya. Penggunaan Na2S2O5 yang ditetapkan adalah 400-500 ppm untuk
bahan kering. Pemakaian yang berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang
pecah-pecah dan butirannya tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya
menyusut (Winarno, 1992).
Indeks Glikemik (IG) adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap
gula darah. Dengan kata lain indeks glikemik adalah respon glukosa darah
terhadap makanan dibandingkan dengan respon glukosa darah terhadap glukosa
murni. Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon glukosa darah terhadap
jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Hubungan IG dengan proses penepungan sangat berkaitan pada pengaruh
setiap proses yang dilakukan. Proses yang dilakukan setiap tahapnya sangat
mempengaruhi kandungan kimia bahan yang berpengaruh pada jumlah kimia
bahan. Sehingga IG dalam tepung ini perlu diperhatiakan sebagai pengaturan pola
sehat masyarakat (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Industri pengolahan pangan, tidak dapat dipisahkan dengan istilah CCP.
CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai
sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk
mencegah atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau
menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata lain CCP
adalah suatu titik, prosedur atau tahapan dimana bila terlewatnya pengendalian
dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk.
Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi (Anonim, 2012).

Tahap perendaman dengan Na2S2O5, blanching, perendaman dengan air


biasa, pengeringan, dan pengayakan merupakan CCP (Critical Control Point)
dalam pengolahan tepung kentang, karena adanya pengendalian yang dilakukan
dan berpengaruh terhadap keamanan pangan. Tahap perendaman perlu diawasi
agar tidak terjadi browning. Begitupun dengan blanching, suhu dan waktu
blanching harus terus dijaga. Hal ini dikarenakan apabila proses pencegahan
browning tidak dilakukan dengan baik, maka tepung yang dihasilkan pun akan
memiliki kualitas yang tidak baik.
Tahap pengeringan dalam proses penepungan kentang juga merupakan CCP
(Critical Control Point) karena pengeringan berpengaruh pada mutu tepung yang
dihasilkan sehingga proses pengeringan ini harus benar-benar dikendalikan.
Pengeringan pada suhu yang tak terkontrol akan menyebabkan case hardening.
Bila case hardening terjadi, kualitas dari tepung yang dihasilkan pun akan
menurun. Proses lainnya yang perlu dikontrol adalah pengayakan. Tahap
pengayakan perlu dilakukan pengawasan terutama masalah suhu ruang, screen
ayakan dan kelembaban udara. Suhu dan kelembaban perlu diawasi supaya tepung
tidak menggumpal sedangkan screen ayakan perlu diawasi supaya tidak sampai
terputus dan masuk ke dalam tepung sehingga bisa membahayakan konsumen.
Tepung yang telah jadi harus dilihat apakah benar-benar bersih. Selain itu produk
yang telah mengalami pengeringan biasanya akan lebih bersifat higroskopis
(menyerap air), sehingga sebaiknya setelah diayak, tepung kentang langsung
dikemas agar tepung tidak menyerap air dan tidak menggumpal sehingga tepung
kentang menjadi lebih tahan lama dan memiliki kualitas yang baik.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung kentang dengan cara
blanching diperoleh berat produk 5 gram dengan presentase produk 10% dengan
sifat organoleptik warna krem tua, tidak berasa, memiliki aroma khas kentang,
bertekstur halus dan memiliki kenampakan yang baik. Berdasarkan hasil
percobaan pembuatan tepung kentang dengan cara perendaman Na 2S2O5 diperoleh
berat produk 10 gram dengan presentase produk 16% dengan sifat organoleptik
warna krem, tidak berasa, memiliki aroma khas kentang, bertekstur lembut dan
kenampakan cerah dan menarik. Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung
kentang dengan cara perendaman air biasa diperoleh berat produk 4 gram dengan
presentase produk 8% dengan sifat organoleptik warna krem, tidak berasa,
memiiki aroma khas kentang, bertekstur halus dan memiliki kenampakan
menarik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Pelatihan Penerapan Metode HACCP. European Committee for
Standardisation.
Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia-Press.
Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Septiyani, 2012. Sifat Natrium Meta Bisulfit. septiyan.blogspot.com Diakses 6
Maret 2016
Sudarmadji, Slamet, dkk. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wirakartakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN KUIS
1. Jelaskan perbedaan dehidrasi dan pengeringan !
Jawab :
Pengeringan merupakan suatu proses penghilangan sejumlah air dari material
dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan
makanan yang dikeringkan. Dehidras merupakan suatu proses yang bertujuan
untuk menghilangkan kadar air hingga kadartersebut mendekati nol.

2. Gambarkan Prosedur foaming


Jawab :

Buah
Trimming
Pencucian
Pemotongan
Penghancuran
Albumin

Penyaringan

Pembuihan

Sari buah
Pencampuran

Dekstrin
CMC

Pengocokan 15
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan
Foaming

3. Diketahui : % tepung 28,72 %, w awal 148 gram. Hitung w tepng halus !


Jawab :

% Tepung halus = W Tepung halus

Lost Product
W bahan kering x100%

W awal

28,72% = W tepung halus x 100%


148
= 28,72 x 148 = 42,5056 gram
100

4. Apa yang dimaksud dengan buih ?


Jawab :
Buih adalah koloid dengan fase terdisperasi gas dan medium pendisperasi zat
cair atau zat padat. Berdasarkan medium pendisperasinya, buih dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: buih cair dan buih padat.
5. Apa yang dimaksud dengan fermentasi asam asetat
Jawab :
Fermentasi asam asetat adalah fermentasi aerobik atau respirasi oksidatif,
yaitu respirasi dengan oksidasi berlangsung tidak sempurna dan menghasilkan
produk-produk akhir berupa senyawa organik seperti asam asetat. Proses ini
dilakukan oleh bakteri dari genus Acetobacter dan Glucobacter. Kondisi respirasi
oksidatif ini dapat dilakukan dengan kultur murni, tetapi kondisinya tidak selalu
aseptis oleh karena pH yang rendah serta adanya alcohol dalam media merupakan
faktor penghambat bagi mikroorganisme lain selain Acetobacter acetil.

LAMPIRAN SOAL DISKUSI

1. Jelaskan tujuan blanching pada pembuatan tepung!


Jawab:
Tujuan dari blanching adalah untuk menonaktifkan enzim terutama enzim
fenolase

yang

akan

membantu

terjadi

pencoklatan

enzimatis.

Dengan

dilakukannya blanching, fenolase menjadi tidak aktif sehingga pencoklatan


(browning) pada bahan dapat dicegah. Selain itu, blanching dilakukan agar warna
tepung dapat dipertahankan atau paling tidak relatif sama dengan bahan awal dan
untuk menghilangkan flavor yang tidak diinginkan. Blanching yang dilakukan
dengan pemanasan, akan menyebabkan dinding sel menjadi lebih lunak dan
permeabel terhadap air. Dengan demikian maka akan mempercepat terjadinya
proses penguapan air dari dalam bahan. Ini berarti drying rate-nya menjadi lebih
besar sehingga dengan demikin proses pengeringannya menjadi lebih cepat.
2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan
non-enzimatis!
Jawab:
Browning enzimatis
Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik. Pencoklatan enzimatis
merupakan pencoklatan yang terjadi akibat reaksi antara senyawa fenol dengan
substrat dengan bantuan oksigen dan enzim fenol oksidase yang dapat mengubah
bentuk kuinol menjadi kuinon.

Browning non-enzimatis
Pencoklatan atau browning non-enzimatis merupakan pencoklatan yang
bukan dipengaruhi oleh enzim. Pada umumnya ada tiga macam reaksi dalam
pencoklatan atau browning non-enzimatis, yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan
pencoklatan akibat vitamin C. Reaksi Maillard merupakan reaksi-reaksi antara
karbohidrat dan protein, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.
Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering
dikehendaki (seperti pada roti) atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda
penurunan mutu.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengeringan alami dan
pengeringan buatan dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari
pengeringan tersebut!
Jawab:
Pengeringan alami adalah suatu cara menghilangkan atau menurunkan kadar
air pada bahan atau produk secara alami dengan cara memanfaatkan sinar
matahari. Keuntungannya adalah murah, sederhana dan tidak membutuhkan
tenaga ahli. Namun kerugiannya adalah memerlukan waktu yang lama,
membutuhkan tempat yang luas, bergantung pada cuaca, tidak higienis, dan
suhu tidak bisa diatur.
Pengeringan buatan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau menurunkan
kadar

air

pada

bahan

dengan

menggunakan

alat

atau

instrumen.

Keuntungannya adalah waktu pengeringan cepat, tidak membutuhkan lahan


besar, tidak bergantung kondisi cuaca dan suhu mudah diatur. Sedangkan
kerugiannya adalah mahal, membutuhkan biaya perawatan yang tinggi dan
memerlukan tenaga ahli untuk operator.

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap


kualitas tepung? Coba jelaskan !
Jawab:
Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sangat penting hubugannya
dengan bahan yang terdapat dalam tepung tersebut dan juga dalam proses
pembuatannya. Kualitas tepung dari umbi-umbian yang terbentuk tergantung pada
faktor bahan baku dan pengolahan yang dilakukan. Umbi-umbian umumnya
mudah mengalami pencoklatan sehingga bila dibiarkan terjadi tanpa dilakukan
penanganan, maka tepung yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang jelek.
Kandungan dalam bahan itu juga akan berpenagruh pada kualitas tepung.
Contohnya tepung terigu yang berasal dari gandum. Kandungan protein dalam
gandum akan mempengaruhi sifat dari tepung yang dihasilkan terutama
menyangkut daya serap airnya.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance
tepung yang dihasilkan?
Jawab:
Dengan cara bleaching
Dengan cara penambahan anti kempal
Dengan cara menggunakan enzim

LAMPIRAN PERHITUNGAN
Perendaman Na2S2O5 500 ppm
W awal

= 50 gram

W tepung halus

= 5 gram

W bahan kering

= 5 gram

W tepung kasar

= 3 gram

% Tepung Halus

W tepung halus
x 100
=
W awal
5
x 100
= 50
= 10%

% Tepung Kasar

W tepung kasar
100
W awal

3
x 100
= 50
1,9
100 = 6%
144,1
W Lost Product = W bahan kering W tepung halus W tepung kasar
=553
= -3 gram
% Lost product

W lost product
100
W bahan kering

3
x 100
5

= -60%

% Product

W t halus+ W t kasar
x 100
=
W bahan awal

5+ 3
x 100
50

= 16%

Blanching
W awal

= 50 gram

W tepung halus

= 3 gram

W bahan kering

= 6 gram

W tepung kasar

= 2 gram

% Tepung Halus =

W tepung halus
100
W awal

3
x 100
= 50
= 6%
% Tepung Kasar =

W tepung kasar
100
W awal

2
x 100
= 50
= 4%
W Lost Product

= W bahan kering W tepung halus W tepung kasar


=6-3-2
= 1 gram

% Lost Product =

W lost product
100
W bahan kering

1
x 100
= 6
= 16,67%
% Product

W t halus+ W t kasar
x 100
W bahan awal

3+ 2
x 100
= 50
= 10%

Perendaman Air Biasa


W awal

= 50 gram

W tepung halus

= 1 gram

W bahan kering

= 1 gram

W tepung kasar

= 3 gram

% Tepung Halus =

W tepung halus
100
W awal

1
x 100
= 50
= 2%
% Tepung Kasar =

W tepung kasar
100
W awal

3
x 100
= 50
= 6%
W Lost Product

= W bahan kering W tepung halus W tepung kasar


=1-1-3
= -3 gram

% Lost Product =

W lost product
100
W bahan kering
3
x 100
1

= -300%
% Product

W t halus+ W t kasar
x 100
W bahan awal

1+3
x 100
= 50
= 8%

Anda mungkin juga menyukai