Tugas Kelompok V
Tugas Kelompok V
Oleh:
1. Gusnawati
2. Ayu Wulandari
3. Astina
4. Laras Amriani Parau
5. Jetenra
6. Rismunandar
7. Wahdan Haswan
8. Lopis
9. Komar Fajar Sidik
10. Dirmawati. B
11. Kuliahna. K
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS
I. KONSEP MEDIS
A.
Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porousberarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali,
1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah
tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko
patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas
tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah
patah (Sudoyo, 2009).
B.
Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem
pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur
tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai
trauma yang jelas.
Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis , sepertiganya terjadi
pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita di atas
usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di atas 50 th
mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5 tahun pertama
meningkat sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.
Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki peringkat 1 dibanding
penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah tulang vertebra terbanyak (750
ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur lain ( 250 ribu),dengan anggaran meningkat sebesar
13,8 miliar dollarpertahun(kebanyakan biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7 miliar dollar.
Bahkan diperkirakan insiden patah tulang hip meningkat bermakna 240% pada wanita dan 320%
pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi 6,3 juta terbanyak di asia.
C.
Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5
% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri
pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan
bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan
tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
D.
Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
dengan
usia
merupakan
dan
ketidak
akibat
dari
seimbangan
kekurangan
antara
kalsium
kecepatan
yang
hancurnya
tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan
pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang
E.
Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1)
Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2)
Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
F.
Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini
akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa
tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density )
berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang)
bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang
mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang
mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang
yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang
suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang
kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I.
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita. Kompresi
fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.
II.
Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b. Kebiasaan minum alkohol, kafein
c. Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d. Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e. Penggunaan steroid
2) Pola nutrisi metabolic
Inadekuat intake kalsium
3) Pola aktivitas dan latihan
a. Fraktur
b. Badan bungkuk
c. Jarang berolah raga
4) Pola tidur dan istirahat
Tidur terganggu karena nyeri
5) Pola persepsi kognitif
Nyeri punggung
6) Pola reproduksi seksualitas
Menopause
7) Pola mekanisme koping terhadap stress
Stres, cemas karena penyakitnya
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2) Nyeri b.d adanya fraktur
3) Konstipasi b.d imobilitas
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
3. Perencanaan
kafein
berlebihan
meningkat pengeluaran
kalsium
berlebihan
dalam
urine;
1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang
atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
3) Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari
gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
8) Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa
kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
9) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu
dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres
akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
10)
Opioid oral
mungkin
diperlukan
untuk
hari-hari
pertama
setelah
awitan
nyeri
punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non opoid dapat mengurangi nyeri.
3) Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi
feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps vertebra pada
T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program
tindakan
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein,
rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan
tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/.
Kebutuhan
kalsium,
vitamin
D,
terpapar
sinar
matahari
pagi
yang
memadai
efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko
pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana Ilmu
Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok
Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.