Anda di halaman 1dari 24

RESUME PAPER

BERAI CARBONATE DEBRIS FLOW AS RESERVOIR IN


THE RUBY FIELD, SEBUKU BLOCK, MAKASSAR STRAITS :
A NEW EXPLORATION PLAY IN INONESIA
Gadjah E. Pireno*
Chris Cook**
Doddy Yuliong*
Sri Lestari*

PENDAHULUAN
Paper ini mengkombinasikan data geologi dan geofisika, menggunakan
data batuan inti, data sumur lain, dan seismik 3D untuk merekonstruksi sistem
pengendapan dari carbonate debris-flow reservoir di Ruby Field, dan dampaknya
terhadap reservoir properties.
Ruby Field berada di dalam blok Sebuku, Makassar Selatan di kedalaman
air sekitar 200 feet (Gambar 1). Sumur pertama yang dibor di Ruby Field adalah
Makassar Strait-1 yang di bor oleh Ashland pada tahun 1974 dan menunjukkan
hasil 9.1 MMSCFD (Million Standard Cubic Feet Per Day) + 3 BCPD (Barrel
Condensat Per Day) dari batuan karbonat Formasi Berai. Pearl-Oil melakukan
pemboran

pada

Makassar

Strait-2

(2006)

dan

didapatkan

interpretasi

lingkungannya berada pada interlobe low. Sumur ini menerobos sebagian besar
batuan karbonat yang rapat dan hasil dari P&A (Purchase and Assumpsion)
menunjukkan sumur ini tidak komersial sebagai penghasil gas.
Pada tahun 2007, Pearl melakukan pemboran di Makassar Strait-4 yang
menghasilkan rata-rata 39 MMSCFPD dengan sedikit kondensat dan Makassar
Strait-3 yang mengalirkan 39 MMSCFD dan 50 barrel kondensat selama open
hole test.
MKS-1 dan MKS-2 dibor berdasarkan data seismik 2D , sementara MKS3 dan MKS-4 ditentukan berdasarkan data mapping seismik 3D. Batuan inti
diambil dari sumur MKS-3 dan MKS-4, dan dideskripsi sebagai carbonate
conglomerate atau breccia, terendapkan sebagai debris slump atau aliran pada
bagian depan reef slope.

GEOLOGI REGIONAL
A. Tektonik
Blok Sebuku berada di Patenoster Platform, tinggian regional pada bagian
selatan dari Adang-Patenosfer Fault Zone yang memisahkan Cekungan
Kutei dan Cekungan Selatan Makassar. Paternoster Platform mengcover
area seluas 20.000 km2 dan memanjang hingga batas Tenggara dengan
Sundaland plate (Gambar 2). Area ini memiliki strukturk basement yang
kuat berarah timur laut- barat daya, yang dihasilkan dari akresi dari mixed
terrain dan melange ke bagian batas tenggara dari Sundaland pada umur
Mesozoik selama pertengahan sampai akhir Kapur. Di Patenoster Platform
dan Cekungan Barito yang merupakan area kedua, berumur lebih muda,
dengan trend strukturnya terlihat sebagai satu set graben ekstensional
berarah barat laut-tenggara. Sesar mayor Adang-Patenoster merupakan
struktur terbesar yang memiliki arah yang sama yaitu barat laut-tenggara
yang merupakan hasil dari ekstensional (Gambar 3). Graben di barat
Makassar relatif merupakan struktur minor dengan gaya ekstensional
berarah barat laut-tenggara, dan pada fase ini juga hanya sedikit material
sedimen yang terendapkan pada lapangan Ruby (Gambar 4).

B. Stratigrafi
Stratigrafi di daerah blok Sebuku (Gambar 5) dapat dibagi menjadi
beberapa fase yaitu fase rifting dengan endapan silisiklastik dominan,
sebagain besar merupakan endapan non-marine Formasi Tanjung yang
terendapkan pada kala Eosen di atas basement. Fase ini kemudian berubah
dengan meningkatnya influx marine dengan berkurangnya sedimen
pasiran karena sumber pasokan sedimen terendam. Selama kala Oligosen,
transgresi terus terjadi hingga ke sebagaian besar tinggian termasuk
memasuki Paternoster Platform dimana menjadi tempat berkembangnya
formasi terumbu baru yaitu Formasi Berai atau Batugamping Berai.

Hilangnya Batugamping Berai terjadi pada kala Miosen dan menghasilkan


sumber sedimen di bagian barat yang menyebabkan mulai terjadinya
pengendapan klastika Formasi Warukin. Transgresi yang menyebabkan
terumbu Formasi Berai terendam di Patenoster Platform selama Miosen,
membentuk batuan penutup yang baik. Bagian bawah dari Formasi
Warukin berangsur berubah dari laut dalam menjadi prodelta di bagian
atasnya di sekitar daerah Ruby Field. Ketidakselarasan regional di
pertengahan Miosen Tengah menjelaskan dasar dari Formasi Warukin
bagian atas, dimana di beberapa area menunjukkan adanya fase kedua
pertumbuhan reefal carbonate. Material klastik pada waktu ini masih
berprogradasi dari sumber sedimen dari Kalimantan Tengah. Selama
Miosen akhir terbentuk ketidakselarasan regional lain, kemungkinan
merupakan

onset

dari

pengangkatan

Pegunungan

Meratus

yang

membentuk sikuen pengendapan baru dari sedimen klastik yang disebut


Formasi Dahor.

Berai Carbonate Debris Reservoir


A. Litologi
Batuan inti dari MKS-3 dan MKS-4 tersusun atas pengendapan
kembali batugamping yang paling tepat dideskripsikan sebagai
konglomerat atau sedimentary breccia (Gambar 6). Klast batugamping
ini berukuran pebble hingga boulder dengan matriks berupa lumpur
karbonat dan bioklast yang telah tererosi. Klastika dari packstonewackstone tersusun atas red algae, mollusk fragment, echinoderm
plates, milliolid dan rotaliid foraminifera berukuran kecil dan besar,
sama seperti fragmen koral. Derajat litifikasi dari klastika sebelum
transportasi bermacam-macam, dari softly to highly indurated, dimana
pada batuan inti MKS-4 mengandung proporsi terbesar dari poorly
lithified clast, yang mengindikasikan terbatasnya proses transportasi.
Bioklast di dalam matriks dibandingkan dengan matriks yang mengisi
klastika dan kemungkinan matriks ini merupakan produk dari

disaggregation of poorly litihified clasts selama transportasi. Tingkat


sortasinya pun buruk dan tidak menunjukkan adanya gradasi trend
menghalus atau mengkasar ke atas. Satu-satunya struktur sedimen
yang nampak adalah load cast dan jejak dari slump dalam skala kecil
pada MKS-4 ini.

B. Diagenesis
Evolusi diagenesis dapat dibagi menjadi dua proses yaitu diagenesa
sebelum dan sesudah transportasi dari klastika batugamping. Sebelum
terjadi transportasi, batugamping menjadi sasaran dari proses yang
terjadi di zona marine phreatic dan freshwater phreatic condition.
Proses terakhir mencakup pelarutan dan replacement dari skeletal
aragonit dari bioklastika koral dan molluska, dan sementasi laut awal,
membentuk mouldic dan vuggy porosity. Proses ini biasanya diikuti
atau secara singkat diikuti oleh proses presipitasi dari blocky kalsit
berukuran sangat halus dan drusty kalsit yang merupakan proses
pembentuk secondary porosity.
Setelah terjadinya redeposition downslope, klastika batugamping
secara lokal tersemenkan oleh fibrous calcite. Subsequent leaching
yang terjadi secara besar mempengaruhi foraminifera dan red alga baik
sebagai klastika maupun matriks menghasilkan secondary mouldic dan
vuggy porosity (Gambar 7). Secondary porosity ini sering dilapisi oleh
mineral dolomit yang sangat halus, dimana biasanya juga terdapat di
sepanjang rekahan dan stylolites. Pelarutan yang ekstensif ini juga
dapat merupakan hasil dari perkolasi dari fluida yang kaya akan
karbon dioksida yang terdapat selama fase awal dari pembentukan
hidrokarbon. Tekstur lain yang berhubungan dengan pembebanan
adalah pembentukan stylolites kecil di ujung tepi dari klastika yang
keras. Rekahan secara umum sejajar dengan sumbu batuan inti dan
kemungkinan terbentuk pada saat batuan terlipatkan, dan diperkirakan
berhubungan dengan event ketidakselarasan pada pertengahan Miosen

Tengah. Rekahan ini terbuka cukup lebar dan dilapisi oleh dolomite
semen berukuran halus.
Mouldic dan vuggy porosity yang banyak menggantikan large
foraminifera dan red alga secara umum saling berhubungan
(connected), karena keterdapatan yang melimpah bioklastika baik
sebagai klastika maupun matriks. Pada bioklastika hanya sedikit
terdapat secondary porosity yang terjadi sebelum transportasi.
Rekahan, yang secara frekuensi hadir di setiap 4 atau 5 kaki, juga
membantu menghubungkan sistem pori ini. Perlipatan di Ruby Field
mengalami reserve fault pada sumbu tegaknya pada bagian utara dari
closure (Gambar 8), dimana menjadi indikator dalam skala besar
deformasi brittle yang memiliki efek pada daerah ini, kemungkinan
pada masa pertengahan Miosen Tengah.

C. Lingkungan Pengendapan
Klastika batugamping di

dalam batugamping konglomerat

menunjukkan derajat tinggi dari variasi litifikasi. Poorly lithified


nature dari banyak klastika yang berasal dari batuan inti MKS-4,
menunjukkan bahwa klastika ini tidak tertransport sangat jauh, jika
tidak klastika ini pasti akan hancur. Batuan inti MKS-3 tersusun
dominan

oleh

well

lithified

clast

dimana

mengindikasikan

lingkungannya lebih distal dibandingkan dengan MKS-4, walaupun


hasil pemetaan pada kedua lokasi menunjukkan keduanya terendapkan
pada jarak yang sama dari platform sumber klastika tersebut.
Foraminifera planktonik ditemukan di dalam matriks, walaupun hanya
dalam

jumlah

yang

sedikit,

dimana

diperkirakan

merupakan

bioklastika hasil transportasi yang telah mengalami ekspose ke


permukaan, terkikis, dan rusak. Tanpa data core atau sidewall core
pada sedimen hemipelagik, mikrofosil tidak dapat digunakan untuk
penentuan bathymetri lingkungan pengendapan. Satu-satunya lapisan
pada kedalaman 4291 di sumur MKS-4, menunjukkan keterdapatan

hemipelagic drape namun telah terdolomitisasi sepenuhnya. Dari data


seismik dapat diperkirakan kedalaman dari platform ke daerah toe of
slope di dekat daerah Ruby sekitar 400ms TWT, atau kira-kira 1000
kaki dari muka air laut ke daerah terendapkannya debris flow fans.
Klastika yang tertransport pertama kali terendapkan di daerah laut
dangkal

lingkungan

keanekaragaman

epi-reefal.

foraminifera

Pada

yang

daerah

cukup

ini

tinggi

terdapat
termasuk

keterdapatan pecahan cycloclypeids yang hidup di daerah fore-reef,


tapi tidak terlihat kenampakan miliolid yang biasanya terdapat pada
mudstone yang terendapkan di daerah lagoon. Tidak terdapat indikasi
bahwa pada saat fase lowstand menyebabkan terjadinya erosi dan
redeposisi dari klastika karbonat karena tidak terdapat jejak dari
leaching pada zona vadose. Platform karbonat utama yang berada di
utara lapangan Ruby telah ada sejak kala Oligosen Awal, atau kira-kira
10 juta tahun yang lalu. Stratigrafi dan penyebaran kipas debris flow di
daerah blok Sebuku masih menjadi objek penelitian.
Pada saat konglomeratik breksia hadir pada batuan karbonat
(Gambar 6), hal ini disertai dengan pengendapan talus pada dasar dari
slope, gundukan karbonat (mounded) terlihat pada seismik dan
didukung dengan ketebalan sumur mengindikasikan derajat aliran
cairan. Hal ini akan mendorong terjadinya transportasi melewati break
of slope pada dasar dari platform. Transportasi lateral ini terjadi dan
selanjutnya terlipatkan dan menyebabkan terbentuknya dip-closure
dari perangkap jauh dari thief bed yang potensial yang berada di
platform slope. Jarak dari shelf edge ke sumbu tengah dari lipatan
tersebut dan dari sumur MKS-1 ke MKS-4 sekitar 4 kilometer.

D. Reservoir Rock Properties


Porositas efektik yang diidentifikasi dari batuan inti batugamping
konglomeratan menunjukkan porositas berkembang pada klastika
maupun matriksnya. Data petrofisik merangkum hasil analisis

porositas ini dalam tabel 1. Ketebalan kotor batugamping berkisar


antara 68-330 kaki, net pay berkisar dari 7-279 kaki, porositas rata-rata
berkisar antara 14.6%-17.1%, N/G 10%-88% dan Sw dari 22-54%. Di
MKS-1, MKS-3 dan MKS-4 merupakan nilai net to gross reservoir
tertinggi (43-88%), dimana net to gross di MKS-2 hanya 10%
(Gambar 9-12). Net to gross ratio juga mengalami kenaikan seiring
dengan peningkatan gross thickness. Reservoir ini diidentifikasi
sebagai transported debris, dimana foraminifera besar dan pecahan
alga merah sebagai kontributor utama terhadap porositas reservoir.
Akumulasi dari debris bioklastika di main fan akan menjadi target
pada pengembangan lapangan di masa depan, dan inter-fan thin pada
MKS-2 dihindari.
Sistem pada reservoir karbonat di daerah ini berbeda dengan reefal
reservoir yang berkembang Indonesia. Di terumbu energi pengendapan
asli memisahkan agradasi vertikal dari zona reef front, inter-reef
channel, dan back-reef ke lagoon, masing-masing dengan karakteristik
reservoir tersendiri. Fluktuasi pada muka air laut menyebabkan
terjadinya karstifikasi pada kedalaman yang berbeda-beda dan
berlangsung secara berulang sehingga mempengaruhi suksesi vertikal
dan keberadaan porositas sekunder. Reservoir pada lapang Ruby
sejauh ini ; dalam keterbatasan dari tiap kipas, menjadi lebih homogen
pada porositas dan permeabilitasnya, yang pada akhirnya dibantu
dengan konektifitas yang diakibatkan oleh rekahan. Hal ini diakibatkan
oleh proses pengendapan dari klastika yang saling bercampur selama
transportasi. Berdasarkan data terakhir tidak terdapat penyebaran dari
permeability barriers, hal ini sesuai karena tidak adanya proses
karstifikasi

seperti

pada

batugamping

terumbu

yang

dapat

menyebabkan terjadinya penyebaran yang luas dari permeability


barrier.

E. Hasil DST
Dari data yang tersedia dari reservoir batuan karbonat breksia
mengandung thermogenic gas dengan beberapa asosiasi hydrocarbon
liquid. Kurang lebih 1.032 bbl/MMscf dari light hydrocarbon light
hydrocarbon yang diproduksi dari tes ini. Permeabilitas berkisar antara
600 2.000 mD.
MKS-1 dari interval 4.180-4.200 dan 4.210-4.225 mengalirkan 9
MMSCFGPD.
MKS-2 tidak terdapat data DST, hanya MDT pada interval 4.400
yang menghasilkan gas. Hasil barefoot test pada MKS-3 di interval
4.185-4.492 mengalirkan 39 MMSCFGPD.
MKS-4

DST#1

pada

interval

4.480-4.500

mengalirkan

16

MMSCFGPD dan DST#2 pada interval 4.322-4.380 mengalirkan 23


MMSCFGPD.
Hasil ini menunjukkan batuan karbonat breksia Formasi Berai di Ruby
Field memiliki kualitas

reservoir yang baik dan memiliki

permeabilitas yang baik sehingga dapat diambil. Hasil data tes sesuai
dengan

data

petrografi

dan

model

sedimentologi

yang

mengindikasikan kehadiran substansial dari hydrocarbon storage yang


berada disepanjang Ruby Field.

KESIMPULAN
Dari Oligosen hingga Awal Miosen di Ruby Field, Blok Sebuku,
Formasi Berai telah mengendapkan reservoir yang tersusun oleh
carbonate debris flow. Hasil tes pada kedalaman intermediate dari
reservoir menunjukkan hasil yang baik dikarenakan perkembangan
yang baik dari sistem porositas yang dihubungkan oleh rekahan. Ruang
penyimpanan hidrokarbon secara relatif (untuk reservoir karbonat)
memiliki secondary porosity yang homogen dengan konektifitas yang
baik. Batuan karbonat pada daerah ini merupakan endapan sedimen

yang terbentuk di kipas laut dalam yang dihasilkan dari transportasi


debris bioklastika kasar jauh dari biohermal shelf. Transportasi ini
menyebabkan pencampuran material karbonat dan setelah itu terjadi
perkembangan

secondary

porosity

yang

lebih

tersebar

baik

dibandingkan yang ditemukan pada karst-stratified pada reservoir


terumbu laut dangkal. Setelah itu, perlipatan yang terjadi pada daerah
ini juga menjadi trap yang baik pada lapangan Ruby, dan pensesaran
yang berasosiasi dengan gaya kompresi juga menghasilkan rekahan
sub-vertikal

melewati

batuan

karbonat

yang

meningkatkan

permeabilitas.

REFERENSI
Cook, C. B. P., 2007, Geological Description and Interpretation of
Cores from the MKS-3 and MKS-4 Wells, Makassar Strait,
Offshore East Kalimantan, Indonesia. Prepared for PearlOil
(Sebuku) Ltd., unpublished.
Grammer, G. M., Ginsburg, R. N., and Harris P. M.,1993, Timing of
Deposition, Diagenesis and Failure of Steep Carbonate
Slopes in Response to a High-Amplitude/ High Frequency
Fluctuation in Sea Level, Tongue of the Ocean, Bahamas, in
R.G.
Loucks and J. F. Sarg, Carbonate Sequence Stratigraphy: AAPG
Mem. 57, p. 107- 131. Lemigas, 2006, Sebuku Reservoir
Simulation Study. Prepared for PearlOil (Sebuku) Ltd.,
unpublished.
Moazami, S., 2007, Elan Petrophysical Evaluation, Well Makassar
Straits-1, Ruby Gas Field. Prepared for PearlOil (Sebuku)
Ltd., unpublished.
Dananjaya, M., 2007, Elan Petrophysical Evaluation, Well Makassar
Straits-2, Ruby Gas Field. Prepared for PearlOil (Sebuku)
Ltd., unpublished.
Moazami, S., 2007, Elan Petrophysical Evaluation, Well Makassar
Straits-3, Ruby Gas Field. Prepared for PearlOil (Sebuku)
Ltd., unpublished.

Moazami, S., 2007, Elan Petrophysical Evaluation, Well Makassar


Straits-4, Ruby Gas Field. Prepared for PearlOil (Sebuku)
Ltd., unpublished.
McIlreath, I.A., and N.P. James, 1978, Facies Models; carbonates
slopes, in P.A. Scholle, G.Bebout and C.H. Moore, eds.,
Carbonate depositional environments: AAPG Mem. 33, p.
508-537.
Pireno, G. E., 2004, Deep Water Petroleum Systems of the Southern
Basin, North Lombok Sea, Indonesia. Proceedings of an
International Geoscience Conference on Deep Water and
Frontier Exploration in Asia & Australasia conducted by
Indonesian Petroleum Association, p. 321-332.
Pireno, G. E., 2005, Hydrocarbon Potential of the Sebuku Block,
Makassar Straits, Southeast Kalimantan, unpublished.
Mudjiono, R., and Pireno, G. E., 2001, Exploration of the North
Madura Platform, offshore East Java, Indonesia. Proceedings
of the Indonesian Petroleum Association 28th Annual
Convention, v. 1, p. 707-726.
Vahrenkamp, V. C., F. David, P. Duijndam, M. Newall, and P.
Crevello, 2004, Growth architecture, faulting, and
karstification of a middle Miocene carbonate platform,
Luconia Province, offshore Sarawak, Malaysia, in Seismic
imaging of carbonate reservoirs and systems: AAPG Memoir
81, p. 329 350.

Tabel 1-Reservoir Petrophysical Properties Summary

Gambar 1. Peta Lokasi

Gambar 2. Kerangka Struktur dari SE Sundaland

Gambar 3. Kerangka Struktur di Tenggara Kalimantan

Gambar 4. Model pengendapan dari reservoir batuan karbonat


Formasi Berai di lapangan Ruby

Gambar 5. Stratigrafi Umum di Blok Sebuku

Gambar 6. Foto batuan inti dari MKS-3 dan MKS-4

Gambar 7. Perkembangan secondary mouldic dan vuggy porosity

Gambar 8. Top Berai peta seismik 3D pada MKS dan struktur Lari-larian yang dibatasi
oleh sesar reverse mayor berarah NW-SE.

Gambar 9. Log komposit dari MKS-1

Gambar 10. Log komposit dari MKS-2

Gambar 11. Log komposit dari MKS-3

Gambar 12. Log komposit dari MKS-4

Gambar 13. Penampang seismik pada MKS-2 MKS-1 MKS-3 yang menunjukkan
morfologi mounded.

Gambar 14. Peta isopach dari batuan karbonat Formasi Berai menunjukkan struktur kipas
di lapangan Ruby

Gambar 15. Korelasi sumur sepanjang lapangan Ruby

Gambar 16. Peta porositas di lapangan Ruby dengan puncak porositas berada di daerah
tengah dari debris fan.

Anda mungkin juga menyukai