Anda di halaman 1dari 48

BAB VI

PEMBANGUNAN DAERAH

A.

Keadaan Awal

Dalam tiga tahun terakhir sejak 1997 terjadi pergeseran yang


cepat dalam bidang pemerintahan, kenegaraan, dan kebangsaan.
Pergeseran tersebut menyebabkan perubahan nyata terhadap tatanan
kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat di daerah, pola
hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan tata
cara penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat. Salah satu perubahan yang cukup penting adalah
kesadaran terhadap berbagai kondisi dan permasalahan yang terjadi,
dan keinginan untuk melakukan berbagai perubahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat bagi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera.
Kondisi yang terjadi dalam tiga tahun terakhir antara lain
adalah kelambanan dalam melakukan perubahan terhadap
pendekatan dan strategi pembangunan yang berlaku selama ini,
kelemahan dalam pelaksanaan berbagai kebijakan pembangunan,
dan ketidaktepatan dalam pengelolaan berbagai sumberdaya.
Kondisi ini menyebabkan krisis ekonomi dan politik, melemahnya
kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas secara
otonom, rendahnya pelayanan masyarakat, ketidakmerataan

VI - 1

pertumbuhan ekonomi daerah, dan ketidakberdayaan masyarakat


dalam proses perubahan sosial ekonomi di berbagai daerah.
Pelaksanaan pembangunan selama ini lebih menekankan
pada pendekatan sektoral yang cenderung terpusat sehingga
pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk
mengembangkan
kapasitasnya
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan masyarakat secara
optimal. Di samping itu, pembangunan sektoral yang terpusat
kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah
sehingga menyebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, lemahnya kinerja pemerintah daerah, dan kurang
efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam
meningkatkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang sangat
rinci dan kaku, serta keengganan beberapa instansi pemerintah pusat
untuk mendelegasikan kewenangan, penyerahan tugas dan fungsi
pelayanan, pengaturan perijinan, dan pengelolaan sumberdaya
keuangan kepada pemerintah daerah telah membatasi peran
pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan. Kuatnya kendali
pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah pada waktu yang lalu
telah menyebabkan pula hilangnya motivasi, inovasi, dan kreativitas
aparat daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang menjadi
tanggung jawabnya. Berbagai upaya telah dilakukan secara
konsisten untuk mengubah kondisi dengan meningkatkan otonomi
daerah, mempercepat pendelegasian tugas dan kewenangan kepada
pemerintah daerah, serta desentralisasi pengaturan dan perijinan.
Berbagai upaya untuk melaksanakan otonomi daerah erat
kaitannya dengan pemecahan masalah krisis ekonomi yang terjadi
sejak pertengahan 1997. Di satu sisi, pelaksanaan otonomi daerah
akan mendorong pemerintah daerah dan masyarakat untuk berperan
aktif dalam mengatasi dampak negatif dari krisis ekonomi. Di sisi
lain, krisis ekonomi telah mengakibatkan penurunan kegiatan
ekonomi di berbagai daerah sehingga terjadi peningkatan jumlah
penganggur dari 4,2 juta (4,69 persen) pada Agustus 1997 menjadi
6,03 juta (6,36 persen) pada Agustus 1999, dan jumlah penduduk
miskin dari 22,5 juta pada tahun 1996 menjadi 37,5 juta pada tahun
VI - 2

1999 (12,4 juta orang hidup di kawasan perkotaan dan 25,1 juta di
perdesaan). Persebaran penduduk miskin menurut wilayah
menunjukkan bahwa lebih dari 59 persen berada di Jawa-Bali, 16
persen di Sumatera dan 25 persen di Kalimantan, Nusa Tenggara,
Maluku, dan Irian Jaya. Krisis ekonomi juga berdampak negatif
terhadap menurunnya pendapatan asli daerah sehingga menghambat
berbagai upaya pemerintah daerah untuk melaksanakan kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat, serta
munculnya masalah sosial di berbagai daerah dalam berbagai bentuk
unjuk rasa sebagai wujud ketidakpuasan terhadap pemerintah
daerah.
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, upaya
pemerataan prtumbuhan wilayah belum dapat dilaksanakan secara
optimal. Hal ini ditunjukkan oleh persebaran lokasi penanaman
modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA)
yang cenderung terpusat di Jawa dan Bali. Persebaran proyek
PMDN dan PMA yang telah disetujui oleh pemerintah pada tahun
1998 menunjukkan bahwa sebagian besar berada di Jawa dan Bali
71,3 persen. Sumatera 14,9 persen, Kalimantan 6,2 persen, Sulawesi
3,6 persen dan selebihnya di Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.
Pada tahun 1999 persebaran PMDN dan PMA di Jawa dan Bali naik
menjadi 79,2 persen, Sumatera turun menjadi 12,8 persen,
Kalimantan 2,1 persen, Sulawesi 3,3 persen dan selebihnya di Nusa
Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya. Selain itu, juga terdapat masalah
belum memadainya jaringan prasarana dan sarana ke seluruh
wilayah sehingga investasi dan manfaat pertumbuhan ekonomi
cenderung hanya terjadi dan dirasakan pada daerah-daerah tertentu.
Selama ini pembangunan prasarana dan sarana telah
diupayakan untuk dapat menjangkau berbagai daerah, namun
hasilnya belum optimal karena keterbatasan dana pemerintah dan
luasnya wilayah yang harus dijangkau. Sebagai akibat dari kondisi
ini, masih banyak wilayah yang belum terjangkau oleh kegiatan
pembangunan dan pelayanan pemerintah secara memadai khususnya
kawasan timur Indonesia (KTI), daerah perbatasan, dan wilayah
tertinggal lainnya. Ketidakmerataan persebaran penanaman modal
dan keterbatasan jaringan prasarana dan sarana berpengaruh
VI - 3

terhadap kecepatan kemajuan pembangunan sosial ekonomi di setiap


daerah. Tidak berkembangnya kegiatan ekonomi di berbagai daerah
juga diakibatkan oleh kurang kuatnya struktur kelembagaan
ekonomi lokal sehingga mata rantai produksi, pengolahan, dan
pemasaran tidak berjalan dengan optimal.
Sementara itu dalam penyelenggaraan transmigrasi yang
pada awalnya sebagai upaya pemindahan penduduk dari daerah
padat ke daerah kurang padat, selama ini kurang mempertimbangkan
kebutuhan pembangunan daerah penerima, aspirasi masyarakat
setempat dan pola pembinaan yang kurang menciptakan
kemandirian, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial dan citra
negatif pelaksanaan transmigrasi. Pada tahun 2000 ini terdapat 520
UPT yang dibina, 92 UPT diantaranya kurang berkembang sehingga
memerlukan penanganan khusus dalam pembinaannya.
Dalam upaya mempercepat pemerataan pertumbuhan
ekonomi antardaerah dan mengatasi dampak krisis ekonomi di
daerah, pemerintah pusat telah melakukan berbagai kebijakan
dengan tujuan untuk meningkatkan alokasi dana ke daerah,
mempermudah akses masyarakat terhadap sumberdaya ekonomi dan
memperluas kesempatan masyarakat dalam kegiatan produksi dan
pengelolaan sumberdaya alam yang tersedia di daerah. Anggaran
pembangunan yang dilaokasikan ke daerah meningkat sebesar 25,2
persen dari Rp 12,1 triliun pada tahun anggaran (TA.)1999/2000
menjadi Rp 15,1 triliun pada TA.2000 sehinggga keseluruhan dana
rupiah murni yang dikelola daerah mencapai 64,8 persen. Upaya
pemerintah tersebut menghadapi masalah berupa lemahnya
koordinasi dalam pengelolaan dana pembangunan dan kurangnya
dukungan investasi swasta sehingga pengelolaan dana kurang
optimal dalam meningkatkan pelaku ekonomi khususnya
masyarakat kecil di berbagai daerah terutama masyarakat di
perdesaan.
Sebagian besar masyarakat perdesaan saat ini masih berada
pada pola kehidupan dan budaya perdesaan yang mengandalkan
sumber kehidupan dari pertanian subsisten atau sebagai buruh tani
yang pendapatannya tidak pasti dan rendah. Kehidupan sosial
ekonomi masyarakat perdesaan yang relatif tertinggal dibanding
VI - 4

daerah perkotaan disebabkan oleh keterbatasan lapangan kerja,


lemahnya daya saing usaha, keterbatasan jangkauan pelayanan
pendidikan dan kesehatan, dan rendahnya tingkat pelayanan
prasarana dan sarana permukiman. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mengatasi kondisi tersebut dengan peningkatan akses
masyarakat terhadap sumber-sumber produksi, pengembangan
jaringan usaha yang melibatkan petani dan nelayan kecil,
penghapusan berbagai peraturan yang menghambat tata niaga hasil
pertanian, dan perwujudan keterkaitan kegiatan sosial-ekonomi
perdesaan dan perkotaan.
Kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi
masyarakat menghadapi berbagai tekanan sosial-ekonomi akibat
dari pertumbuhan penduduk secara alamiah, urbanisasi dan
percepatan kegiatan industri pengolahan dan jasa. Tekanan sosial
ekonomi kawasan perkotaan mengakibatkan tidak terkendalinya
perkembangan permukiman dan lingkungan perumahan, serta
meluasnya kawasan kumuh khususnya di wilayah sekitar kota besar
dan wilayah pusat pertumbuhan. Sementara itu masalah
pengangguran, kemiskinan, dan kerawanan sosial tetap menjadi
masalah yang belum terpecahkan yang berdampak pada penurunan
ketertiban, keamanan, dan kenyamanan hidup masyarakat, jaminan
keamanan berusaha, dan kelancaran aliran investasi oleh usaha
swasta. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kondisi ini
dengan meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana, menyediakan
lahan untuk berbagai kegiatan, memperluas lapangan kerja,
mengembangkan pusat pelayanan produksi dan jasa, dan
meningkatkan kemampuan manajemen perkotaan sehingga dapat
memberikan pelayanan sosial-ekonomi secara memadai dan merata
bagi seluruh lapisan masyarakat. Di sisi lain pemerintah dihadapkan
pada kondisi terbatasnya kemampuan pembiayaan sehingga
penyediaan prasarana dan sarana permukiman kota dan wilayah
dalam skala besar dilakukan secara cermat.
Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau
pengembangan wilayah, berbagai kegiatan masyarakat dan
pemerintah selalu terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana
dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat memperkecil manfaat
VI - 5

investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, dan


menurunkan mutu dan daya dukung lingkungan. Hal tersebut
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunkan mutu kehidupan,
memperlambat peningkatan produktivitas ekonomi dan pendapatan
daerah, serta menghambat terwujudnya pembangunan yang
berkelanjutan. Di samping masalah tataruang, sebagian besar
manusia dan kegiatan masyarakat membutuhkan tanah sebagai aset
perorangan, badan usaha, dan publik. Pada saat ini masalah
pengelolaan atau administrasi pertanahan dilakukan oleh pemerintah
untuk menjamin ketertiban proses sertifikasi status tanah,
penguasaan penggunaan, dan pengalihan pemilikan tanah. Peran
pemerintah sangat penting untuk menjamin kelancaran pengurusan
dan ketertiban penggunaan tanah untuk berbagai kepentingan sosial,
ekonomi, dan umum.
Pengembangan wilayah pada masa depan juga akan
dihadapkan pada kompleksitas, dinamika, dan keanekaragaman
persoalan sosial-ekonomi, dan politik yang bersifat kontradiktif
sehinga pemberdayaan masyarakat memerlukan perhatian
pemerintah dan pemerintah daerah, serta seluruh potensi masyarakat
di berbagai daerah. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya terbatas
pada pemberdayaan ekonomi-sosial, tetapi juga menyangkut aspek
pemberdayaan politik, dan pengembangan potensi keswadayaan
masyarakat sehingga dapat meningkatkan ketahanan sosial dan
keperdulian masyarakat luas untuk secara aktif mengambil bagian
dalam pemecahan masalah sosial kemasyarakatan.
Pemberdayaan masyarakat terkait pula dengan pemberian
akses bagi masyarakat, dan penguatan lembaga dan organisasi
masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat
bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial, dan politik. Selama ini
upaya pemberdayaan bagi kelompok masyarakat atau keluarga
miskin dilakukan melalui penyediaan bantuan dalam bentuk
pelayanan pendidikan dan kesehatan, pemberian bantuan modal,
manajemen usaha, pendampingan, dan pembangunan prasarana
pendukung, namun hal tersebut ternyata belum cukup memadai.
Upaya perlindungan sosial bagi masyarakat rentan dilakukan
melalui berbagai pola perlindungan baik secara informal maupun
VI - 6

formal dengan dukungan keluarga, kelompok masyarakat, lembaga


keagamaan, organisasi masyarakat, usaha swasta, dan pemerintah.
Kondisi politik yang terjadi di beberapa daerah terutama di
Aceh, Irian Jaya, dan Maluku dipicu oleh kesenjangan sosial dan
ekonomi, tuntutan masyarakat terhadap penghormatan hak asasi
manusia (HAM) dan keadilan, serta perbedaan yang muncul akibat
keragaman suku, budaya, adat, kebiasaan dan agama. Permasalahan
tersebut perlu dipecahkan secara serius dan bertahap dengan
melibatkan masyarakat secara langsung dan keterlibatan seluruh
komponen masyarakat dan pemerintah.
B.

Langkah-langkah
Dicapai

Kebijakan

dan

1.

Mengembangkan Otonomi Daerah

Hasil-hasil

yang

UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, serta


berbagai peraturan perundang-undangan pendukungnya memberikan
peluang bagi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab. Berbagai upaya untuk
mengembangkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
aparatur pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangan di
bidang pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat,
serta meningkatkan kinerja unit-unit organisasi pemerintah daerah
dalam melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan kepada
masyarakat. Upaya ini didukung dengan penyempurnaan perangkat
peraturan perundang-undangan yang dapat mendukung peningkatan
pendapatan daerah.
Upaya pengembangan otonomi daerah juga terkait dengan
peningkatan hubungan kegiatan eksekutif dan legislatif termasuk
pemahaman anggota DPRD tentang prinsip-prinsip demokrasi,
reformasi dan supremasi hukum, penegakan kedudukan DPRD yang
sejajar dan sebagai mitra pemerintah daerah dalam perumusan
VI - 7

kebijakan pembangunan sesuai dengan aspirasi masyarakat, dan


pelaksanaan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah sesuai dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah.
Disamping itu, pengembangan otonomi daerah perlu didukung
dengan partisipasi lembaga dan organisasi masyarakat yang efektif
dan demokratis dalam proses pengambilan keputusan sehingga
pembangunan yang dilaksanakan dapat mengakomodasi kreasi dan
aspirasi masyarakat.

a.

Langkah-langkah Kebijakan

Dalam upaya mengembangkan otonomi daerah yang luas,


nyata, dan bertanggung jawab, langkah-langkah kebijakan yang
ditempuh meliputi:
1)

Pembentukan Tim Koordinasi Tindak Lanjut


Pelaksanaan

Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 2000 tentang


Pembentukan Tim Koordinasi Tindak Lanjut Pelaksanaan UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah telah menyusun langkah-langkah yang sistematis, yaitu: (1)
Menyusun fungsi yang harus dilakukan dan tingkat kewenangan
yang dimiliki oleh berbagai tingkatan pemerintahan menurut daerah
dan sektor; (2) Menyusun sistem kelembagaan yang mampu
menjalankan kewenangan tersebut secara efektif dan efisien; (3)
Menyusun alokasi sumberdaya pembiayaan, personil, dan peralatan
untuk mendukung pelaksanaan kewenangan oleh berbagai instansi
pada setiap tingkatan pemerintahan.
Untuk menunjang pelaksanaan tugas Tim Koordinasi
tersebut, Menteri Negara Otonomi Daerah dengan Kepmen Menneg
Otda No. 04 Tahun 2000 telah membentuk empat kelompok kerja
yang terdiri dari: (1) Kelompok Kerja Kewenangan dan
Kelembagaan; (2) Kelompok Kerja Sumberdaya Aparatur; (3)
Kelompok Kerja Perimbangan Keuangan dan Aset; dan (4)
Kelompok Kerja Peningkatan Kapasitas Pemda dan DPRD. Tugas
VI - 8

dari setiap kelompok kerja ini meliputi perumusan kriteria,


penentuan daftar kewenangan, penyusunan naskah perundangundangan, pengkoordinasian, pensosialisasian, dan pemfasilitasian.
b.

Hasil-hasil yang Dicapai

Beberapa hasil yang telah dicapai oleh masing-masing


kelompok Tim Koordinasi tersebut adalah :
1)

Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25


Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom

Untuk melaksanakan ketentuan UU No.22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah, pemerintah telah menetapkan PP tentang
kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otonom dalam bidang pemerintahan. Pemerintah juga sedang
menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) Perencanaan dan
Pelaksanaan Pembangunan di Daerah, RPP Kerjasama Antardaerah,
RPP Kerjasama Daerah dengan Badan/Lembaga Luar Negeri, dan
RPP Kerjasama Daerah dengan Pihak Ketiga/Swasta. Seluruh
peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat
diselesaikan pada bulan Nopember 2000.
2)

Penyusunan
Peraturan
Kelembagaan Daerah

Pemerintah tentang

Pada saat ini, pemerintah sedang menyusun berbagai


peraturan perundang-undangan tentang kelembagaan daerah antara
lain mencakup RPP tentang struktur Kelembagaan Daerah, RPP
tentang Kriteria Pembentukan Daerah Otonom, RPP tentang
Peningkatan Kemampuan DPRD. Seluruh produk hukum ini
diharapkan akan telah selesai pada bulan Nopember 2000.
3)

Penyusunan Peraturan Pemerintah


Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

tentang

VI - 9

Pada saat ini, pemerintah sedang menyusun berbagai


peraturan perundang-undangan untuk mendukung pelaksanaan UU
No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan perundang-undangan
tersebut mencakup RPP tentang: Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, dan Pinjaman Daerah.
Seluruh peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan dapat
diselesaikan pada bulan September 2000.
4)

Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang


Pedoman Pengelolaan Personil dan Peralatan

Pemerintah saat ini sedang menyusun berbagai peraturan


perundang-undangan tentang pedoman pengelolaan personil dan
peralatan yang mencakup RPP Realokasi Personil, RPP Pengaturan
Personil dan Aset. Seluruh peraturan perundang-undangan ini
diharapkan dapat diselesaikan pada bulan Nopember 2000.

2.

Meningkatkan Pengembangan Wilayah

Upaya meningkatkan pengembangan wilayah pada dasarnya


dimaksudkan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antarwilayah,
mengembangkan keterkaitan kegiatan perekonomian desa dan kota,
mempercepat pengembangan wilayah tertinggal dan daerah
perbatasan, mempercepat penyediaan hunian di perkotaan, serta
meningkatkan pengelolaan penataan ruang dan pertanahan.
Disamping itu, pengembangan ekonomi wilayah juga dimaksudkan
untuk memperluas jaringan prasarana yang menunjang
pengembangan potensi dan keterkaitan ekonomi wilayah, dan
meningkatkan investasi sehingga manfaat pertumbuhan ekonomi
dapat dinikmati oleh seluruh daerah.

VI - 10

Upaya mempercepat pembangunan perdesaan diarahkan


pada perluasan akses masyarakat terhadap sumberdaya-sumberdaya
produksi, pemberian jaminan pemasaran hasil, dan meningkatkan
keterlibatan dan pengembangan organisasi ekonomi masyarakat
perdesaan dalam jaringan kerja produksi dan pemasaran, dan
mengembangkan prasarana dan sarana bagi pemanfaatan potensi
ekonomi perdesaan secara optimal. Percepatan pembangunan
perdesaan juga ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja dan
meningkatkan pendapatan dan kesejhteraan masyarakat terutama
masyarakat berpenghasilan rendah dan miskin.
Di samping itu, pengembangan wilayah juga dilakukan
melalui pengembangan perkotaan dan permukiman dengan tujuan
agar kota berfungsi secara optimal sebagai pusat pertumbuhan dan
pelayanan yang terkait dengan daerah perdesaan dan sekitarnya
dalam suatu mata rantai produksi dan pemasaran. Pengembangan
perkotaan dan permukiman juga diarahkan untuk menyediakan
berbagai pelayanan umum, perluasan lapangan kerja dan pemecahan
masalah penganguran, kemiskinan, kerawanan sosial, ketertiban,
jaminan keamanan berusaha, dan kelancaran aliran investasi oleh
usaha swasta.

a.

Langkah-langkah Kebijakan

Langkah-langkah
kebijakan
dalam
pengembangan wilayah adalah sebagai berikut:

(1)

meningkatkan

Meningkatkan aksesibilitas prasarana dan sarana ekonomi ke


seluruh wilayah melalui program peningkatan jalan dan
jembatan propinsi (BPJP), dan program perhubungan dan
penanganan jalan kabupaten/kota (P2JKK). Kedua program
bertujuan untuk mempertahankan kondisi mantap ruas-ruas
jalan yang berstatus jalan propinsi dan jalan kabupaten/kota,
serta peningkatan jalan pada ruas jalan strategis di masingmasing daerah. Selain itu, juga dilaksanakan progam operasi
dan pemeliharaan pengairan pada areal irigasi yang telah

VI - 11

dibangun dan diserahkan pengelolaannya kepada daerah


propinsi.

(2)

Dalam menunjang kegiatan ekonomi yang didasarkan atas


potensi dan keunggulan wilayah, mulai TA.1999/2000
dilaksanakan program pengembangan kawasan andalan
terpadu yang mencakup perencanaan pengembangan kawasan
andalan, pengelolaan kawasan pengembangan ekonomi
terpadu (Kapet), dan pengembangan kawasan sentra produksi
(KSP). Dengan program-program tersebut, diharapkan daerah
mampu mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang bersifat terpadu dengan bertumpu pada
rencana tata ruang daerah. Disamping itu, produksi
permukiman transmigrasi yang potensial juga diarahkan untuk
menunjang pengembangan kawasan-kawasan yang relatif
cepat tumbuh.

(3)

Mengembangkan kapasitas kelembagaan ekonomi lokal dan


sumberdaya manusia lokal, serta mendorong pemanfaatan
sumberdaya alam yang belum tergali, termasuk potensi
kelautan, secara berkelanjutan dengan melibatkan pelaku
ekonomi di daerah termasuk usaha kecil, petani, dan nelayan.

(4)

Mengembangkan kegiatan ekonomi dan industrialisasi di


perdesaan dengan dukungan sektor agribisnis berbasis
kegiatan agraris dan maritim untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan meningkatkan ketersediaan bahan pangan dan
bahan baku non pangan bagi kebutuhan konsumsi dan
produksi masyarakat.

(5)

Meningkatkan kapasitas pengelolaan perkotaan dalam rangka


penyediaan prasarana dan sarana termasuk hunian yang layak,
aman, dan murah serta penyediaan pelayanan umum terutama
bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah;
meningkatkan penanganan kerawanan sosial; meningkatkan
pengelolaan ekonomi kota dalam mendukung peningkatan
produktivitas, dan penyediaan lapangan kerja, mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah, serta peningkatan daya saing
dalam ekonomi global.

VI - 12

(6)

Meningkatkan kerjasama kemitraan antara pemerintah,


masyarakat, dan dunia usaha untuk pembangunan prasarana
dan sarana, termasuk pengelolaan dalam pemanfaatan,
pemugaran dan pelestarian kawasan strategis di perkotaan,
kawasan tradisional; dan untuk pengembangan kawasan
strategis, kawasan cepat tumbuh, kawasan transmigrasi, dan
kawasan potensial lainnya.

(7)

Untuk memberikan perhatian lebih besar pada wilayah yang


relatif tertinggal, mulai TA.2000 dilaksanakan progam
pengembangan kawasan tertinggal. Program ini bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas kawasan yang relatif tertinggal
dan mengembangkan keterkaitannya dengan pengembangan
wilayah lainnya yang lebih maju, serta meningkatkan taraf
hidup masyarakat di wilayah tertinggal. Kegiatan yang
diupayakan antara lain adalah penyediaan prasarana dan
sarana dasar, pemanfaatan potensi wilayah, dan peningkatan
partisipasi masyarakat maupun lembaga masyarakat setempat
dalam pengembangan ekonomi lokal, pengelolan pemanfaatan
sumberdaya alam dan lingkungan, serta pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah publik.

(8)

Memantapkan sistem penataan ruang wilayah, kawasan


perkotaan, kawasan perdesaan, dan kawasan khusus yang
dilakukan secara transparan dan partisipatif melalui
pengembangan prosedur dan mekanisme, kelembagaan,
pemasyarakatan penataan ruang, perwujudan pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(9)

Mengembangkan kapasitas administrasi dan sistem informasi


pertanahan yang efektif melalui pengembangan kelembagaan
dan aparat yang profesional, serta perubahan peraturan
perundang-undangan untuk memberikan landasan pengelolaan
pertanahan yang memberikan jaminan perlindungan dan
penguatan hak-hak rakyat atas tanah.

(10) Pemberdayaan sumberdaya manusia di daerah melalui


program kemitraan antara Bappeda, perguruan tinggi di
daerah, LSM, instansi teknis daerah, dan LPND ristek di
VI - 13

bidang diklat, riset, rekayasa, pendayagunaan hasil litbang,


dsb.
b.

Hasil-hasil yang Telah Dicapai

1)

Pengembangan Ekonomi Wilayah

Dari berbagai program pengembangan prasarana ekonomi


yang dilaksanakan selama ini, pada TA.1998/99 dicapai kondisi
mantap 58 persen. Kondisi ini meningkat pada TA.1999/2000,
dengan melalui dana BPJP sebesar Rp 671,5 miliar berhasil dicapai
kondisi mantap jalan propinsi sekitar 59,65 persen atau sepanjang
27.106,87 kilometer dari total jalan propinsi sepanjang 45.444,91
kilometer. Penanganan tersebut termasuk untuk jembatan sehingga
kondisi mantap jembatan telah mencapai 208,8 meter. Pada TA.2000
dialokasikan dana sekitar Rp 457.777 juta untuk penanganan jalan
propinsi sekitar 10.076,9 kilometer dan jembatan sepanjang 4.972
meter.
Melalui dana pembangunan kabupaten/kota pada
TA.1999/2000 dialokasikan sebesar Rp 1.359.044,5 juta untuk
penanganan jalan sepanjang 92.751,16 kilometer dan jembatan
sepanjang 27.696,96 meter. Dengan demikian, total panjang jalan
kabupaten/kota pada pertengahan TA.2000 diharapkan mencapai
kondisi mantap sekitar 51,13 persen atau sepanjang 114.590,79
kilometer. Pada TA.2000 dialokasikan dana sebesar Rp 900.000 juta
untuk penanganan jalan sepanjang 32.622,53 kilometer dan
jembatan sepanjang 9.438,67 meter.
Pada kawasan transmigrasi dalam tahun TA.1999/2000 telah
dibangun jalan sepanjang 338,09 kilometer dan jembatan 3143
meter. Pada TA.2000 direncanakan pembangunan jalan sepanjang
113,92 kilometer dan jembatan 1005,15 meter.
Selain jalan, melalui operasi dan pemeliharaan pengairan
telah ditangani sekitar 6.300.000 hektar areal rawa dan irigasi
selama TA.1998/199, 1999/2000, dan 2000 melalui dana
pembangunan propinsi dengan alokasi dana masing-masing sebesar
VI - 14

Rp 173,1 miliar, Rp 175,2 miliar dan Rp 131,8 miliar. Alokasi


tersebut bersifat pemacu bagi daerah sehingga diharapkan daerah
akan memenuhi sebagian besar kebutuhan dana untuk menangani
operasi dan pemeliharaan pengairan.
Dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah yang
berdasarkan keunggulan potensi daerah, melalui dana pembangunan
propinsi pada TA.1999/2000 dialokasikan sekitar Rp 130,8 miliar
juta untuk 19 propinsi di luar Jawa dan Bali. Jumlah rencana induk
dan rencana kerja yang telah disusun untuk kawasan sentra produksi
(KSP) adalah sebanyak 95 buah, yang terdiri atas 38 buah untuk
pengembangan bidang pangan, 25 buah bidang perikanan darat, 26
buah bidang perikanan laut, 20 buah bidang peternakan, 20 buah
bidang hortikultura, 15 buah bidang perkebunan, dan 2 buah di
bidang industri. Pada TA.2000 dialokasikan dana sebesar Rp
116.600 juta, untuk mendukung program pengembangan kawasan
sentra produksi dan program pengembangan kawasan andalan.
Pada TA.1999/ 2000 melalui dana pembangunan propinsi
dialokasikan dana sebesar Rp 9.750 juta untuk penyusunan rencana
induk dan rencana kerja kawasan andalan. Dalam TA.2000 alokasi
dana program ini digabung dengan alokasi dana program
pengembangan kawasan sentra produksi. Pada TA.1999/2000 juga
telah dialokasikan dana sebesar Rp 42,5 miliar untuk menyusun
rencana induk pengembangan 13 Kapet di KTI dan 1 Kapet di KBI
(Sabang, Aceh). Rencana induk tersebut perlu dibahas bersama dan
mendapatkan legislasi DPRD sebagai dokumen perencanaan.
Dalam menunjang pengembangan wilayah, pada
TA.1999/2000 telah dialokasikan dana sebesar Rp 919,1 miliar
untuk membangun lokasi permukiman transmigrasi baru bagi
16.485 kepala keluarga transmigran baru dan pembinaan bagi
178.366 kepala keluarga yang telah berada di lokasi permukiman
transmigrasi. Untuk itu pada TA.1999/2000 telah dibuka lahan
pekarangan dan lahan usaha I masing-masing seluas 2947,225
hektar dan 3352,96 hektar. Pada TA.2000 direncanakan dibuka lahan
pekarangan seluas 436,15 hektar dan lahan usaha I seluas 1380,50
hektar. Pada TA.2000 telah dialokasikan dana sebesar Rp 370 miliar
untuk permukiman baru yang dapat menampung 7.151 kepala
VI - 15

keluarga transmigran baru, termasuk pengungsi, dan pembinaan bagi


159.175 kepala keluarga yang telah berada di lokasi permukiman
transmigrasi. Rumah transmigrasi dan jamban keluarga yang telah
dibangun TA.1999/2000 sebesar 4072 unit dan pada TA. 2000
direncanakan dibangun sebanyak 7151 unit rumah transmigrasi
termasuk jamban keluarga. Sejalan dengan semakin kecilnya dana
yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, pembangunan dan
pembinaan kegiatan transmigrasi diupayakan terpadu dengan
pengembangan potensi wilayah yang direncanakan daerah, sehingga
kawasan permukiman transmigrasi dapat tumbuh sebagai penunjang
pertumbuhan ekonomi wilayah di suatu daerah.

2)

Pembangunan Perdesaan

Berbagai upaya dalam rangka pengembangan masyarakat


secara terus menerus telah dilakukan: (a) Peningkatan kemampuan
masyarakat dalam proses perubahan sosial; (b) Penguatan pelayanan
masyarakat oleh pemerintah desa/kelurahan; dan (c) Pemantapan
kelembagaan baik lembaga pemerintah desa/kelurahan maupun
lembaga kemasyarakatan dalam menunjang kegiatan sosial ekonomi
masyarakat. Dengan adanya tuntutan baru dalam rangka pemantapan
kemandirian dan pemberdayaan masyarakat diperlukan adanya
ketersediaan sumberdaya bagi peningkatan sarana pelayanan
masyarakat di tingkat desa/kelurahan.
Hasil yang telah dicapai antara lain peningkatan bantuan
pembangunan desa kepada pemerintah desa/kelurahan. Pada
TA.1999/2000 bantuan dana pembangunan untuk setiap desa/
kelurahan sebesar Rp 10 juta yang tersebar di 68.988 desa,
sedangkan pada TA.2000 bantuan perdesa mengalami penurunan
yaitu sebesar Rp 9 juta perdesa. Bantuan tersebut merupakan
bantuan yang langsung dikelola oleh perangkat desa/kelurahan dan
PKK. Bantuan langsung yang dikelola oleh perangkat desa
dimanfaatkan untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat dan
penguatan kelembagaan masyarakat desa/kelurahan. Bantuan yang
dikelola PKK dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan 10 program
VI - 16

pokok PKK, pembinaan anak dan remaja. Untuk mengukur


keberhasilan pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan
masyarakat, dikembangkan sistem evaluasi dengan menggunakan
beberapa indikator, yaitu kelengkapan sarana dan prasarana kerja,
jumlah perangkat desa/kelurahan, struktur organisasi, dan fungsi
pemerintahan desa/kelurahan. Berdasarkan keempat indikator
tersebut maka dapat ditetapkan beberapa kategori pemerintahan
desa dalam memberikan pelayanan tersebut.
Sementara itu untuk mempercepat pemulihan ekonomi
masyarakat di daerah dilaksanakan suatu program yang berorientasi
kepada pengembangan ekonomi masyarakat, dan dikelola melalui
pola kemitraan sesuai karakteristik masyarakat daerah setempat.
Sebagai tindak lanjut dari pendekatan tersebut diatas, maka telah
dilaksanakan ujicoba di berbagai daerah antara lain pengembangan
ekonomi lokal (PEL) di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Utara, Yogyakarta, dan Irian Jaya; dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir di Cilacap, Luwu Banggai, dan Batam.
Di samping itu juga telah berhasil dilakukan upaya untuk
mengembangkan kapasitas kelembagaan di tingkat masyarakat dan
pemerintahan kecamatan, serta kabupaten melalui program
peningkaran kapasitas yang meliputi pengembangan dan pengujian
mekanisme perencanaan berbasis masyarakat; mengefektifkan
kelembagaan masyarakat yang diperlukan serta analisis dan
reformasi kelembagaan di tingkat kecamatan; memperkenalkan
sistem pendukung manajemen yang penting termasuk sistem
informasi manajemen dan sistem pemantauan dan evaluasi
partisipatif; meningkatkan taraf pendidikan dan ketrampilan teknis
staf Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen
PMD) Depdagri, dan memperkuat kemampuan manajemen dan
strategis di lingkungan PMD. Program ini dilaksanakan di beberapa
daerah, yaitu Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera
Barat.

3)

Pembangunan Perkotaan

Pembangunan perkotaan dalam TA.1999/2000 dan 2000


dilaksanakan melalui pendekatan desentralisasi dan dekonsentrasi.
VI - 17

Pendekatan dekonsentrasi dilaksanakan oleh proyek peningkatan


prasarana permukiman propinsi terhadap proyek-proyek yang terkait
dengan kebijakan strategis nasional dan pinjaman luar negeri untuk
perkotaan, sedangkan pendekatan desentralisasi dilaksanakan
melalui dana pembangunan kabupaten/kota
Perbaikan lingkungan kumuh perkotaan sebagai salah satu
kebijakan untuk mengurangi kesenjangan sosial dilaksanakan secara
terpadu dan komprehensif yang meliputi komponen fisik serta
komponen non fisik. Komponen fisik antara lain meliputi jaringan
jalan lingkungan, pembuangan sampah, pembuangan air limbah,
penyediaan air bersih, dan keselamatan bangunan dan lingkungan,
sedangkan komponen non fisik meliputi penguatan ekonomi
masyarakat (bina usaha) dan peningkatan keterampilan masyarakat
(bina manusia). Realisasi pelaksanaan perbaikan lingkungan kumuh
perkotaan TA.1999/2000 antara lain meningkatnya kualitas
lingkungan di 520 kawasan yang dapat dinikmati oleh 195.420
kepala keluarga (977.100 jiwa).
Dalam rangka penciptaan lapangan kerja di perkotaan dalam
TA. 2000 akan dilaksanakan program padat karya perkotaan (P2KP)
dengan anggaran sebanyak Rp 366 miliar yang dilaksanakan di 27
propinsi, dan program prakarsa khusus untuk penganggur
perempuan dengan anggaran sebanyak Rp 75 miliar yang
dilaksanakan di 6 propinsi dengan jumlah penganggur perempuan
tertinggi, yaitu Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

4)

Pembangunan Perumahan dan Permukiman

Pembangunan perumahan dan permukiman juga


dilaksanakan
berdasarkan
pendekatan
desentralisasi
dan
dekonsentrasi. Pendekatan dekonsentrasi dilaksanakan dalam
peningkatan prasarana permukiman propinsi yang terkait dengan
kebijakan strategis nasional dan pinjaman luar negeri, sedangkan
pendekatan desentralisasi dilaksanakan melalui dana pembangunan
kabupaten/kota. Program-program pembangunan yang dikerjakan
meliputi antara lain penyediaan perumahan dan permukiman,
perbaikan perumahan dan permukiman, penyehatan lingkungan
VI - 18

permukiman, dan penyediaan dan pengelolaan air bersih. Pada


TA.1999/2000 telah dilaksanakan pembangunan kawasan terpilih
pusat pertumbuhan desa di 386 kawasan, sedangkan pada TA. 2000
direncanakan untuk 26 kawasan. Pembangunan rumah sederhana
dan rumah sangat sederhana pada TA.1999/2000 berhasil dibangun
sebanyak 78.543 unit sedangkan pada TA.2000 direncanakan
sebanyak 50.000 unit.
Peremajaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman
perkotaan pada TA.1999/2000 belum dapat dilaksanakan mengingat
kondisi perekonomian masih belum pulih akibat krisis ekonomi,
sedangkan pada TA.2000 sejalan pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan membaik direncanakan untuk 520 hektar kawasan.
Perbaikan lingkungan permukiman kota pada TA.1999/2000 telah
dilaksanakan pada kawasan seluas 14.850 hektar di 175 kota,
sedangkan sasaran yang ingin dicapai pada TA.2000 seluas 500
hektar di 50 kota.
Hasil yang dicapai pada TA.1999/2000 untuk program
pengelolaan air limbah perkotaan antara lain meliputi 6 kota
metropolitan/besar, 148 kota sedang dan kecil serta melayani
162.000 jiwa penduduk perkotaan. Pada TA.2000 program
pengelolaan air limbah perkotaan ditargetkan untuk melayani 10
kota metropolitan/besar, 50 kota sedang dan kecil serta melayani
150.000 jiwa. Pengelolaan air limbah perdesaan pada TA.1999/2000
melayani 1.194 desa serta melayani 347.000 jiwa penduduk
perdesaan, sedangkan pada TA.2000 direncanakan melayani 1.200
desa dengan jumlah penduduk terlayani sebanyak 350.000 jiwa.
Penyediaan prasarana pengelolaan persampahan kota pada
TA.1999/2000 telah dilaksanakan di 4 kota metropolitan/besar
dengan penduduk terlayani sebesar 400.000 jiwa, sedangkan pada
TA.2000 ditargetkan melayani 4 kota metropolitan/besar lainnya
dengan penduduk terlayani sebesar 200.000 jiwa. Pembinaan
pengelolaan persampahan sistem modul pada TA.1999/2000 telah
dilaksanakan di 226 kota sedang dan kecil dengan penduduk
terlayani sebesar 3.866.000 jiwa, sedangkan sasaran yang ingin
dicapai pada TA.2000 sebanyak 75 kota dengan penduduk terlayani
sebesar 1.000.000 jiwa.
VI - 19

Penanggulangan banjir dan daerah genangan pada


TA.1999/2000 telah dilaksanakan di 10 kota metropolitan/besar
dengan genangan tertangani seluas 652 hektar dan 263 kota sedang
dan kecil dengan genangan tertangani seluas 4.096 hektar,
sedangkan sasaran yang akan dicapai pada TA.2000 sebanyak 10
kota dengan luas genangan sebesar 325 hektar dan 50 kota sedang
dan kecil dengan luas genangan sebesar 4.000 hektar.
Dalam program penyediaan dan pengelolaan air bersih, pada
TA.1999/2000 kapasitas produksi terpasang di perkotaan berhasil
ditingkatkan sebesar 13.959 liter/detik dengan penduduk terlayani
sebanyak 6.905.000 jiwa, sedangkan jumlah desa yang berhasil
ditangani sebanyak 1.277 desa dengan penduduk terlayani sebesar
416.449 jiwa. Sasaran yang akan dicapai pada TA.2000 di perkotaan
terjadi peningkatan kapasitas terpasang sebesar 1.500 liter/detik
dengan jumlah penduduk terlayani sebesar 600.000 jiwa, sedangkan
di perdesaan sebanyak 1.300 desa dengan jumlah penduduk
terlayani sebesar 420.000 jiwa.
Dalam mengatasi musibah akibat bencana alam gempa di
Propinsi Sulawesi Tengah dan Bengkulu telah dialokasikan
anggaran biaya tambahan sebesar Rp 16 miliar untuk Propinsi
Sulawesi Tengah dan Rp 23,014 miliar untuk Propinsi Bengkulu.
Anggaran tambahan untuk Propinsi Sulawesi Tengah akan
dimanfaatkan untuk perbaikan jalan (163,9 kilometer), perbaikan
jembatan (606 meter), rehabilitasi bangunan sekolah (343 unit),
bangunan irigasi, penyediaan air bersih, bantuan teknis untuk
penataan bangunan/gedung dan penataan permukiman di dua
kabupaten, yaitu Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai
Kepulauan. Sebagian anggaran tambahan untuk Propinsi Bengkulu
sebesar Rp 8,655 miliar akan dimanfaatkan untuk menunjang sektor
perumahan dan permukiman, yaitu peningkatan prasarana dan
sarana drainase, pembangunan 1.000 unit rumah contoh tahan
gempa, pembangunan prasarana dan sarana sanitasi, serta perbaikan
dan pengadaan prasarana dan sarana air bersih.
Penanganan tanggap darurat dalam bencana alam banjir
Sungai Benanain di Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur
dilaksanakan melalui penyediaan prasarana dan sarana air bersih
VI - 20

(2000 family kits, 5 unit mobil tangki, 2 unit water treatment plant
mobile, dan 30 unit fiberglas) dan sanitasi (bantuan bahan bangunan
untuk MCK), serta pembangunan bedeng-bedeng darurat.

5)

Pengembangan Wilayah Tertinggal

Pengembangan kawasan tertinggal yang baru diluncurkan


TA. 2000, dialokasikan dana melalui dana pembangunan propinsi
sebesar Rp 67.909 juta bagi ke 26 propinsi di luar DKI Jakarta.
Melalui program ini direncanakan untuk mendukung kegiatan
penanganan prasarana dan sarana, pengembangan ekonomi lokal,
dan penguatan kelembagaan masyarakat lokal melalui prinsip
pembangunan yang berkelanjutan dan partisipatif.

6)

Penataan Ruang

Dalam rangka pengkajian rencana tata ruang propinsi dan


kabupaten/kota telah disusun pemaduserasian RTRWP dengan tata
guna hutan kesepakatan (TGHK), penanganan permasalahan
pelepasan kawasan hutan, dan penyusunan pedoman perencanaan
dan peninjauan kembali tata ruang propinsi, kabupaten, dan kota.
Sementara itu perumusan kebijakan tata ruang yang meliputi
pengamanan kawasan lindung dan lahan pertanian melalui
instrumen ekonomi dan penyerasian rencana rinci tata ruang
(RRTR), tata guna tanah (TGT) dan rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL) telah dilakukan diskusi yang melibatkan
instansi-instansi di pusat dan sinkronisasi ketiga jenis rencana
tersebut, khusus yang berkaitan dengan TGT merupakan penjabaran
RTRW kabupaten/kota ke dalam pola penggunaan lahan yang telah
mempertimbangkan kepemilikan tanah, sedangkan RTBL
merupakan penjabaran tiga dimensi dari RRTR yang dua dimensi.
Penanganan kasus-kasus tata ruang yang terjadi di beberapa
lokasi antara lain: (1) Penanganan kawasan Bopunjur, telah disahkan
Keppres No. 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan
Bopunjur; (2) Penanganan reklamasi pantura Jakarta dan Kapuk
Naga dengan melakukan pembahasan sampai pada tahap penyiapan
alternatif penyelesaian permasalahan yang timbul setelah Keppres
Pantura Jakarta dan Kapuk Naga dicabut; dan (3) Penanganan kasus
VI - 21

pengalihfungsian sawah irigasi teknis, BKTRN telah menerima


permohonan alih fungsi lahan irigasi ke penggunaan lain di Cianjur,
Bekasi, Boyolali, Majalaya, Banyumas, dan lain-lain.

7)

Pengelolaan Pertanahan

Dalam rangka meningkatkan pola pelayanan di bidang


pertanahan, penggunaan teknologi informasi yang berbasis
komputer yang telah dilaksanakan di 12 kantor pertanahan
kabupaten/kota dan 8 kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional
(BPN) propinsi akan terus ditingkatkan ke semua kantor pertanahan
secara bertahap. Selain itu untuk memperlancar dan mempercepat
pemberian pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam hal
pemberian hak atas tanah, telah dilakukan langkah-langkah
persiapan ke arah sistem pengambilan keputusan yang
terdesentralisasi (tidak terpusat) yaitu dengan memberikan tambahan
kewenangan pengambilan keputusan mengenai pemberian hak atas
tanah yang lebih besar kepada pejabat di daerah terutama kepala
kantor pertanahan kabupaten/kota.
Dalam upaya penguatan hak rakyat atas tanah, telah
dikeluarkan kebijaksanaan peningkatan hak-hak atas tanah untuk
rumah tinggal yang semula berupa hak guna bangunan (HGB) atau
hak pakai menjadi hak milik. Dalam perolehan hak atas tanah negara
terutama untuk masyarakat golongan ekonomi lemah juga telah
diberikan keringanan uang pemasukan sebagai upaya untuk
mengurangi beban biaya masyarakat.
Pemberian kepastian hukum pemilikan tanah bagi
transmigran yang pada hakekatnya adalah pembagian
tanah/redistribusi tanah oleh negara kepada para petani transmigran
termasuk transmigran lokal atau sisipan masyarakat setempat
melalui pemberian hak milik, sedangkan sebelumnya melalui
pemberian hak pengelolaan terlebih dahulu kepada Departemen
Transmigrasi dan selanjutnya tanah tersebut dibagikan kepada
petani transmigran dengan hak milik.
Dalam upaya pemanfaatan tanah kosong pemegang hak atau
yang telah memperoleh dasar penguasaan tanah, apabila mereka
VI - 22

tidak bisa memanfaatkan tanah kosong tersebut, harus menyerahkan


kepada pemda kabupaten/kota untuk dikelola dan dimanfaatkan
untuk tanaman pangan. Berdasarkan hasil pemantauan pemanfaatan
tanah dimaksud, dari luas total izin lokasi yang telah diberikan
sekitar 1,9 juta hektar telah dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
pemberian ijin lokasi tersebut.
Berkenaan dengan pemberian pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak ulayat dan hak-hak serupa, sepanjang menurut
kenyataannya masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional,
telah diterbitkan peraturan tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, utamanya mengenai: (1)
Kriteria keberadaan tanah ulayat, yaitu tentang masyarakat adat,
tanahnya dan tatanan adat mengenai tanah; (2) Kewenangan
pengaturan pemilikan dan penggunaannya yang diserahkan kepada
masyarakat adat dan diatur dengan Perda; (3) Keberadaan tanah
ulayat yang dapat dipetakan dengan simbul-simbul kartografis di
atas peta dasar pendaftaran tanah; (4) Tanah ulayat yang tidak
termasuk tanah yang kini telah dilekati hak (HGU, HGB,HM), atau
telah dikuasai dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; dan (5) Masyarakat dan badan hukum yang
menggunakan tanah ulayat untuk usahanya yang harus mendapat
persetujuan dari musyawarah masyarakat adat.
Dalam rangka mengantisipasi pelaksanaan otonomi bidang
pertanahan sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, telah dilakukan pelimpahan
kewenangan dalam pemberian ijin lokasi, yaitu bahwa ijin lokasi
ditandatangani oleh bupati/walikota atau untuk Daerah Khusus
Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, dengan persiapan administrasi dan bahan pertimbangan
yang dilakukan oleh instansi pertanahan, yaitu kantor pertanahan
kabupaten/kota.
Dalam rangka mendukung peningkatan pengelolaan dan
pengembangan administrasi pertanahan telah dilakukan peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, penguatan institusi, penelitian dan
pengembangan serta penerapan teknologi mutakhir di bidang
pertanahan antara lain berupa pemanfaatan image prossesing,
VI - 23

pemanfaatan interpretasi foto udara, digitasi peta, pemanfaatan


metode survei geopositioning system (GPS), pemanfaatan sistem
proyeksi Transverse Mercator-3, dan lain-lain.
Disamping itu dalam percepatan proses pelayanan
pertanahan juga diberikan kesempatan kerja kepada masyarakat
untuk berpartisipasi dalam memberikan dukungan terhadap
pelayanan pertanahan, agar tercapai kepastian hukum hak atas tanah.
Kesempatan kerja tersebut antara lain berupa kegiatan pengukuran
dan pemetaan bidang tanah kepada surveyor berlisensi (bukan juru
ukur pemerintah), yang saat ini sudah mencapai 187 orang surveyor
berlisensi yang tersebar di 10 propinsi dan 44 kabupaten/kota.
Selain itu dalam rangka penyediaan tanah untuk
pembangunan dan menanggulangi spekulasi tanah telah dikaji
pembentukan bank tanah melalui seminar, studi dan rapat-rapat di
tingkat menteri dengan mengahsilkan rumusan konsepsi dan
program operasionalnya. Di samping itu juga telah disusun RPP
tentang Bank Tanah yang berisi konsepsi, kedudukan lembaga, dan
tata cara pembentukannya. Bank tanah yang akan dibentuk itu
berupa suatu BUMN/BUMD yang dapat bekerja sama dengan
swasta dibawah supervisi Menteri Agraria dan Menteri Keuangan.
Dalam rangka mewujudkan kedaulatan atas wilayah
perairan Indonesia dan juridikasi nasional serta untuk melaksanakan
kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan telah selesai
dilaksanakan pemetaan kelautan yang dituangkan dalam kegiatan
pemetaan digital sumberdaya kelautan. Data yang dihasilkan dari
kegiatan ini meliputi 15 Nomor Lembar Peta (NLP) ZEE skala
1:1.000.000, 64 NLP Peta Titik Pangkal/Garis Pangkal (Base Point
Chart) perairan teritorial skala 1:200.000, dan Peta Alur Laut
Kepulauan Indonesia Skala 1:300.000 sebanyak 26 NLP untuk laut
dalam dan 1:100.000 sebanyak 6 NLP untuk laut dangkal untuk 3
alur pelayaran yang masuk dan keluar wilayah Indonesia
Saat ini Bakosurtanal sedang menyusun RUU Tata
Informasi Geografi Nasional yang intinya berisi pengaturan tentang
infrastruktur data spasial nasional (ISDN) yaitu kelembagaan, data
utama, standard, dan akses. Konsep ISDN ini adalah konsep
VI - 24

pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi komunikasi yang


melibatkan instansi pusat, daerah, perguruan tinggi, dan swasta.
3.

Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan


kemampuan masyarakat dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat
dan memberikan perlindungan dan jaminan sosial terutama
masyarakat yang miskin khususnya petani, nelayan, pengrajin kecil,
buruh kecil, dan masyarakat yang rentan terhadap masalah sosial
karena cacat, dampak krisis ekonomi, bencana alam, serta korban
kejahatan yang terjadi diluar kehendaknya.
Pemberdayaan masyarakat juga dimaksudkan untuk
memperkuat peran lembaga dan organisasi masyarakat sebagai
wadah bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapat dan
mengemabil keputusan tentang pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan setempat. Di samping itu pemberdayaan masyarakat
juga diarahkan untuk memperkuat keswadayaan dan solidaritas
sosial antaranggota masyarakat, dan memperkuat ketahanan sosial
masyarakat dalam memecahkan konflik sosial yang terjadi di
berbagai daerah.

a. Langkah-langkah Kebijakan
Dengan memperhatikan permasalahan yang ada, langkahlangkah kebijakan yang diambil adalah:

(1)Melakukan penguatan lembaga dan organisasi masyarakat guna


mendukung peningkatan posisi tawar dan akses masyarakat
untuk memperoleh dan memanfatkan input sumberdaya yang
dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.

VI - 25

(2)Mengembangkan

kapasitas masyarakat melalui bantuan


peningkatan ketrampilan dan pengetahuan, penyediaan sarana
dan prasarana seperti modal, informasi pasar, dan teknologi
sehingga dapat memperluas kesempatan kerja dan
mememberikan pendapatan yang layak, khususnya bagi
keluarga dan kelompok miskin.

(3)Mengembangkan sistem perlindungan sosial terutama bagi


masyarakat yang terkena musibah bencana alam dan
masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi.

(4)Mengurangi berbagai bentuk pengaturan yang menghambat


masyarakat untuk membangun lembaga dan organisasi guna
penyaluran pendapat, melakukan interaksi sosial untuk
membangun kesepakatan diantara kelompok masyarakat dan
dengan organisasi sosial dan politik yang ada.

(5)Membuka ruang gerak yang seluas-luasnya bagi masyarakat


untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pengambilan
keputusan publik melalui pengembangan forum lintaspelaku
yang dibangun dan dimiliki masyarakat setempat.

(6)Mengembangkan potensi masyarakat untuk membangun


lembaga dan organisasi keswadayaan masyarakat di tingkat
lokal untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial
masyarakat
dalam
memecahkan
berbagai
masalah
kemasyarakatan, dan khususnya untuk membantu masyarakat
miskin dan rentan sosial.

VI - 26

b.

Hasil yang Telah Dicapai


1)

Penanggulangan Kemiskinan

Sebagai tindak lanjut dari upaya penanggulangan


kemiskinan,
pemerintah
memberikan
bantuan
program
pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal (P3DT).
Bantuan ini dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan produksi
dan pemasaran hasil usaha masyarakat di wilayah tertinggal, dan
untuk meningkatkan kondisi prasarana desa sebagai prasarat agar
masyarakat mendapat akses yang meningkat untuk mengembangkan
bantuan modal usaha. Prasarana dasar yang dibangun meliputi
pembangunan jalan, jembatan, tambatan perahu, serta prasarana air
bersih dan sanitasi. Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini lebih
menekankan pada upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya
masyarakat miskin di desa tertinggal. Pelaksanaan bantuan P3DT
menggunakan pola pelaksanaan swakelola dan pola kerjasama
operasional (KSO). Pola swakelola dilakukan oleh masyarakat
melalui wadah LKMD dan diberikan bantuan teknis oleh konsultan
pendamping. Sedangkan pola kerjasama operasional dilakukan oleh
kontraktor dan harus bekerjasama dengan LKMD.
Dalam rangka percepatan pengentasan penduduk dari
kemiskinan, dipandang perlu untuk memberikan kepada masyarakat
miskin bantuan tambahan dengan pendekatan koordinasi antardesa
dalam satu wilayah kecamatan melalui program pengembangan
kecamatan (PPK). Upaya ini sekaligus memantapkan dan
mempertajam fungsi forum UDKP. Pendekatan program PPK ini
dengan memberikan sarana untuk meningkatkan kemampuan
lembaga dan aparat di tingkat desa dan kecamatan untuk
mengkoordinasikan penyaluran bantuan dan memberdayakan
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Pada
TA.1999/2000 bantuan PPK tersebar di 20 propinsi dengan jumlah
kecamatan sebanyak 500, yang di manfaatkan secara langsung oleh
kelompok masyarakat serta melibatkan peranserta aktif masyarakat
sendiri dalam wadah kelompok masyarakat. Jenis kegiatan yang
dibiayai dana bantuan PPK adalah prasarana dan sarana serta
kegiatan sosial ekonomi.
VI - 27

Untuk menanggulangi masalah kemiskinan struktural dan


kemiskinan akibat krisis ekonomi, pemerintah telah memberikan
bantuan kepada masyarakat miskin di perkotaan. Pemberian bantuan
ini dilakukan dengan memperkuat kelembagaan masyarakat. Mulai
TA.1998/1999, penanggulangan kemiskinan di perkotaan dilakukan
melalui program penanggulangan kemiskinan perkotaan (P2KP).
Prioritas kegiatan ini antara lain adalah: (1) Pemberian bantun kredit
modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan pendapatan secara
berkelanjutan; (2) Pemberian bantuan untuk pembangunan dan
rehabilitasi prasarana dan sarana dasar; dan (3) Pemberian bantuan
penciptaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan untuk mencapai
kemampuan mengembangkan kegiatan usaha.
Pada tahap pertama program ini (TA.1999/2000)
dilaksanakan di beberapa daerah perkotaan yang meliputi
kabupaten/kota yang tersebar di kawasan pantai utara Pulau Jawa,
Kabupaten/Kota Bandung (Jabar), Daerah Istimewa Yogyakarta,
serta kota dan Kabupaten Malang. Daerah-daerah tersebut
merupakan daerah perkotaan yang padat penduduk dan dihuni oleh
masyarakat miskin.

2)

Jaring Pengaman Sosial

Jaring pengaman sosial merupakan program yang dirancang


untuk membantu rakyat miskin yang terkena dampak akibat krisis
ekonomi dan dilaksanakan melalui tahapan penyelamatan dan
pemulihan menuju pada kondisi yang normal. Tujuannya adalah
untuk memulihkan kecukupan pangan yang terjangkau oleh
masyarakat miskin; menciptakan kesempatan kerja produktif yang
dapat meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat miskin;
serta memulihkan kegiatan ekonomi rakyat.
Program jaring pengaman sosial yang dimulai dilaksanakan
pada TA. 1998/1999 dikelola berdasarkan 5 prinsip dasar, yaitu
transparansi, cepat penyampaiannya, langsung dan tepat kepada
sasaran penerima manfaat, dapat dipertanggungjawabkan dan
partisipatif serta potensial untuk berkelanjutan. Terdapat 5 (lima)
bidang kegiatan dalam jaring pengaman sosial, yaitu: (1) Ketahanan

VI - 28

pangan; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; dan (4) Penciptaan lapangan


kerja produktif; serta (5) Pemberdayaan masyarakat
Program ketahanan pangan dilaksanakan agar masyarakat
miskin dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan mudah dan
haraga terjangkau, sehingga rawan pangan dapat dihindari. Kegiatan
utama bidang ketahanan pangan adalah bantuan pangan melalui: (1)
Operasi pasar khusus (OPK) yang ditujukan untuk membantu
keluarga prasejahtera dan sejahtera I untuk memenuhi kebutuhan
pangan pokok (beras) dengan harga bersubsidi, dengan kriteria
sasarannya adalah makan kurang kurang 2 kali sehari, tidak mampu
mengkomsumsi pangan berprotein sekali seminggu, buruh kasar
korban PHK, dan keluarga-keluarga yang potensial terkena rawan
pangan. Beras disediakan untuk 14,6 juta kepala keluarga seluruh
Indonesia, dengan besar bantuan 20 kilogram/kepala keluarga/bulan
dengan harga Rp 1.000 perkilogram; (2) Pengembangan pembibitan
dan budidaya ayam buras, kegiatan ini dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas ayam buras di perdesaan,
menciptakan lapangan kerja di perdesaan dan meningkatkan
pendapatan dan kesejehtaraan petani perdesaan. Kelompok sasaran
adalah peternak yang mempunyai potensi untuk mengembangkan
usahanya bersama-sama. Targetnya dapat terbentuk 62 unit pusat
pengembangana ayam buras yang melibatkan 248 kelompok
petani/peternak (setiap kelompok 20-30 orang). Anggaran yang
disediakan untuk program ini sebesar Rp 57 miliar untuk 16 propinsi
yang meliputi 62 kabupaten; (3) Pengembangan tambak rakyat,
kelompok sasaran adalah petani tambak yang tidak mampu dan
menurun daya belinya akibat dampak krisis, target yang ingin
dicapai berupa intensifikasi tambak seluas 5.350 hektar yang
meliputi 14 kabupaten/kota.
Program pengaman sosial bidang pendidikan ditujukan
untuk: (1) Agar siswa berasal dari keluarga miskin dapat membiayai
sekolahnya sehingga tidak putus sekolah, serta mempunyai
kesempatan besar untuk menyelesaikan pendidikan dan melanjutkan
pendidikannya; (2) Agar sekolah dapat mempertahankan pelayanan
pendidikan kepada masyarkat. Program yang dilaksanakan dalam
bidang ini meliputi: (1) Beasiswa dan dana bantuan operasional
VI - 29

(DBO) pendidikan dasar dan menengah, dengan kelompok sasaran


siswa adalah anak dari keluarga kurang mampu, sekolah negeri dan
swasta yang paling memerlukan bantuan, dan sekolah dengan
jumlah siswa minimal tertentu. Target yang diharapkan dari program
untuk beasiswa adalah dapat melayani 6 persen siswa SD/MI/SDLB,
17 persen siswa SLTP/MTs/SLTPLB, serta 10 persen siswa
SMU/SMK/MA/SMULB se-Indonesia; sedangkan untuk DBO
ditargetkan mencakup 60 persen sekolah tingkat dasar dan
menengah se-Indonesia; (2) Beasiswa dan dana bantuan operasional
pendidikan tinggi, yang diberikan kepada 162.730 mahasiswa,
sedangkan DBO diberikan kepada PTN dan PTS di semua propinsi;
dan (3) Dana operasional dan perawatan SD/MI, sekolah yang
mendapatkan bantuan adalah sekolah negeri dan swasta yang telah
terdaftar, milik badan sosial/lembaga sosial keagamaan dengan
kondisi finansial terbatas. Setiap sekolah akan mendapatkan bantuan
sebesar Rp 1,5 juta sebagai biaya tetap ditambah dengan dana
tambahan berdasarkan kondisi sekolah, jumlah murid, serta
indeks/data kemiskinan di daerah/sekolah bersangkutan.
Program pengaman sosial bidang kesehatan, khususnya
ditujukan untuk memelihara pelayanan kesehatan dan peningkatan
gizi bagi keluarga miskin yang terpuruk akibat dampak krisis
ekonomi. Program yang dilakukan dalam pengaman sosial bidang
kesehatan ini meliputi: (1) JPS bidang kesehatan dengan sasarannya
adalah keluarga miskin yang ditetapkan oleh tim desa, dengan
kriteria tidak bisa makan 2 kali sehari, tidak mampu mengobati
anaknya, kepala keluarga kena PHK dan terdapat anggota keluarga
yang drop-out. JPS bidang kesehatan meliputi 5 kegiatan pelayanan
langsung (kesehatan dasar, kebidanan, perbaikan gizi,
pemberantasan penyakit menular, dan kegiatan penunjang; (2) JPS
bidang sosial, program ini ditujukan untuk menyelamatkan dan
melindungi anak jalanan dan terlantar lainnya agar dapat tumbuh
secara wajar menjadi sumberdaya manusia yang produktif. Kegiatan
untuk anak jalanan meliputi pemberian beasiswa, pelatihan,
pemberian makanan, kontrak rumah untuk rumah singgah, tutorial,
dan konseling, yang tersebar di 12 propinsi yang mencakup 13 kota
besar, (3) PMT-AS, program ini dimaksudkan untuk meningkatkan

VI - 30

ketahanan fisik siswa melalui perbaikan keadaan gizi dan kesehatan


sehingga dapat mendorong minat dan kemampuan belajar. Sasaran
program adalah seluruh siswa SD/MI negeri dan swasta dan
pesantren di desa tertinggal (IDT), dengan target 9,8 juta siswa di
lebih dari 60 ribu sekolah di semua propinsi.
Untuk mengatasi meledaknya pengangguran perlu
penciptaan lapangan kerja dengan sasaran geografis meliputi
wilayah-wilayah yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi
yang parah terutama sektor industri dan jasa (kawasan perkotaan);
sasaran kegiatan diusahakan dapat menyerap tenaga kerja yang
besar dan mampu memelihara tingkat pelayanan sosial dan ekonomi
masyarakat; sedangkan sasaran penduduk menitikberatkan kepada
penduduk miskin yang terpuruk akibat krisis ekonomi. Program
yang dilaksanakan dalam bidang ini adalah pemeliharaan sarana dan
prasarana serta pengembangan kegiatan ekonomi produktif melalui:
(1) Padat karya perkotaan dengan sasaran adalah mereka dalam
kategori menganggur miskin, tidak terampil, dan berusia 15-55
tahun, target yang akan dicapai sebanyak 400.000 orang, diharapkan
20 persen perempuan. Upah yang diterima sebesar UMR dengan
rata-rata periode pekerjaan selama 4 bulan yang tersebar di seluruh
propinsi; (2) Prakarsa khusus bagi penganggur perempuan, program
ini memberikan kesempatan kepada penganggur perempuan di
perkotaan berusia 15-60 tahun untuk menentukan sendiri programprogram apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian selain
menciptakan lapangan kerja, program ini dimaksudkan untuk
meningkatkan peran perempuan dalam pemeliharaan sarana umum
dan sosial, serta peningkatan kegiatan produktif bagi perempuan.
Target yang hendak dicapai program ini sebanyak 70.000 orang (80
persen perempuan). Upah yang diterima sebesar UMR dengan ratarata periode pekerjaan selama 3 bulan, yang tersebar untuk kawasan
perkotaan (metropolitan, ibukota propinsi, dan kota besar/sedang) di
6 propinsi.
Program pemberdayaan daerah dalam mengatasi dampak
krisis ekonomi (PDM-DKE), program ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat miskin di
perdesaan dan perkotaan dengan menciptakan lapangan kerja dan
VI - 31

kesempatan berusaha. Kegiatan prioritas yang dilakukan adalah: (1)


Pemberian modal bergulir yang dapat menunjukkan sumbangan
langsung terhadap peningkatan lapangan kerja, pendapatan
masyarakat, kesempatan berusaha, dan kegiatan usaha tersebut
dijamin oleh adanya potensi pasar; (2) Pemeliharaan dan
pembangunan sarana dan prasarana yang memberi manfaat dan
melibatkan banyak anggota masyarakat desa/kelurahan. Sasaran
penerima adalah penduduk miskin baik di perkotaan maupun di
perdesaan, yaitu penduduk yang kehilangan pekerjaan dan sumber
penghasilannya, dan yang tidak cukup mempunyai sumber
penghasilan bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari khususnya
untuk pengadaan pangan, pembiayaan untuk pendidikan dan
kesehatan, serta kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Besarnya
bantuan minimal Rp 25 juta/desa/kelurahan, bantuan modal usaha
maksimal Rp 2,5 juta/orang, dan upah tidak melebihi UMR.
Targetnya adalah lapangan kerja tercipta lebih besar dari 50 HOK
untuk tiap juta rupiah yang dialokasikan pada kegiatan fisik, tingkat
partisipasi wanita pada kegiatan fisik lebi besar dari 15 persen dan
pada kegiatan ekonomi lebih besar dari 30 persen, tingkat upah
komponen fisik lebih besar dari lebih besar dari 40 persen dan
tingkat tunggakan komponen ekonomi lebih besar dari 15 persen.
4.

Mempercepat Penanganan Khusus D.I. Aceh, Irian Jaya,


Maluku, serta Daerah Bencana Alam dan Sosial

a. Daerah Istimewa Aceh


Upaya mempercepat penanganan khusus D.I. Aceh
dimaksudkan untuk mengatasi berbagai persoalan baik politik dan
keamanan, sosial, budaya, maupun ekonomi, dan mengurangi
membawa dampak negatif dalam kehidupan masyarakat Aceh, dan
tindak kekerasan dan pelanggaran HAM. Penanganan kusus D.I.
Aceh juga dimaksudkan untuk mencegah eksploitasi yang
berlebihan terhadap sumberdaya alam daerah Aceh dan ketimpangan
sosial ekonomi antara pendatang dengan masyarakat asli Aceh,
VI - 32

ketimpangan kemajuan antarwilayah di Aceh, maupun kesenjangan


antarsektor industri dengan sektor pertanian.
Disamping itu dengan karakteristik masyarakat Aceh yang
spesifik dengan identitas agama dan adat yang kental, hal tersebut
perlu diakomodasikan dalam sistem pemerintahan, pembangunan,
dan penyelenggaraan kemasyarakatan. UU No. 44 Tahun 1999
tentang Keistimewaan Aceh dipandang perlu dilengkapi dengan
berbagai peraturan pendukung untuk menjawab persoalan
masyarakat Aceh.

1)

Langkah-langkah Kebijakan

Langkah-langkah kebijakan yang diambil dalam penanganan


khusus Daerah Istimewa Aceh adalah:

(1)Mempercepat pemberian dan penerapan otonomi khusus D.I.


Aceh dengan memperhatikan keistimewaan dalam aspekaspek agama, adat, pendidikan, pembagian keuangan pusatdaerah yang adil, dan titik berat pada tingkat propinsi.

(2)Memulihkan kondisi sosial ekonomi melalui penguatan


ekonomi rakyat, pengembangan sumberdaya manusia,
peningkatan ketersediaan infrastruktur, dan rehabilitasi sarana
dan prasarana serta memberi rasa aman sebagai akibat tindak
kekerasan.

(3)Menegakkan kepastian hukum dan HAM melalui penyelesaian


kasus-kasus pelanggaran HAM dengan prinsip keadilan,
kejujuran, dan bermartabat.

(4)Memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah pada


segala tingkatan dan mengikutsertakan masyarakat di dalam
proses pengambilan keputusan kebijaksanaan pembangunan
VI - 33

daerah.

2)

Hasil-hasil yang Dicapai

a)

Alokasi Dana Pembangunan dan Mekanisme


Pelaksanaan Pembangunan di Aceh

Dalam upaya menghadapi pelaksanaan otonomi daerah dan


perimbangan keuangan pusat dan daerah yang akan mulai
dilaksanakan secara penuh pada TA.2001, pemerintah telah
memberikan alokasi dana pembangunan yang cukup besar untuk
Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Selain itu juga sudah disusun suatu
mekanisme yang memungkinkan adanya fleksibilitas yang lebih
tinggi dalam pelaksanaan pembangunan di Aceh.

b)

Program Simpati Bantuan Dana Tanggap Darurat

Untuk mengurangi tingkat keterpurukan masyarakat sebagai


akibat dari krisis ekonomi dan konflik yang sedang terjadi di Aceh
dan untuk meningkatkan tingkat kepercayaan rakyat kepada aparat
pemerintah maka pemerintah telah melaksanakan program simpati
berupa bantuan dana tanggap darurat sebesar 55 miliar rupiah yang
dialokasikan untuk sektor kesehatan, pendidikan, keagamaan, adat,
dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di seluruh Aceh.

c)

Program Jeda Kemanusiaan

Dalam upaya untuk mencari suatu penyelesaian yang


menyeluruh dari konflik di Aceh, dan mengurangi tingkat kekerasan
dan keresahan yang terjadi di Aceh sehingga memungkinkan
terwujudnya keamanan dan terlaksananya program peningkatan
kesejahteraan rakyat maka telah disusunnya suatu Program Jeda
Kemanusiaan untuk masa tiga bulanan.

d)

Program Otonomi Khusus

Dalam rangka melaksanakan amanat GBHN untuk


menerapkan otonomi khusus untuk daerah Aceh dan Irian Jaya,
VI - 34

maka pemerintah sedang menyusun suatu mekanisme pelaksanaan


otonomi khusus di Aceh, mencakup penyusunan UU Otonomi
Khusus dan Penyusunan dan Pelaksanaan Program Pembangunan
yang lebih sesuai dengan format otonomi khusus.

b.

Irian Jaya

Penanganan khusus Irian Jaya dimaksudkan untuk


mempercepat pembangunan sosial ekonomi dan budaya agar
memberikan dampak positif terhadap kemajuan wilayah Irian Jaya,
dan memberikan manfaat secara optimal bagi kesejahteraan,
martabat, dan keberadaan masyarakat setempat. Di samping itu
percepatan pembangunan Irian Jaya juga dimaksudkan untuk
mengatasi kondisi keterisolasian wilayah dan penyebaran penduduk
terpencar-pencar, serta meningkatkan akses pelayanan pemerintahan
dan kegiatan pembangunan kepada masyarakat.
Sejalan dengan penerapan pendekatan pembangunan yang
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat, maka diupayakan
pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatan ekonomi, dengan
mempertimbangkan hak-hak ulayat masyarakat adat dalam
pemanfaatan potensi wilayah. Percepatan pembangunan Irian Jaya
juga terkait dengan upaya mengatasi kesenjangan antara penduduk
pendatang dan penduduk asli setempat, antarwilayah Pantai Utara
dan Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan, antarsektor industri dan
pertanian subsisten. Serta mewujudkan kesejahteraan dan keadilan
di segala bidang, pengakuan dan penghormatan hak-hak adat, dan
penyelesaian berbagai pelanggaran HAM.
1)

Langkah-langkah Kebijakan

Langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah:

(1)Mempercepat pemberdayaan masyarakat Irian Jaya dengan


keberpihakan secara konsisten terhadap peningkatan kualitas
sumberdaya manusia, kesehatan, permukiman, memperkuat

VI - 35

ekonomi rakyat setempat, meningkatkan ketersediaan


infrastruktur sosial ekonomi dasar, serta memperluas akses
dan kesempatan bagi masyarakat lokal terhadap sumberdaya
pembangunan dengan pendekatan khusus.

(2)Memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah,


lembaga adat, lembaga keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, dan seluruh potensi masyarakat untuk berperan
dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan daerah.

(3)Menegakkan hukum dan HAM melalui penyelesaian kasuskasus pelanggaran HAM dengan prinsip kejujuran, keadilan,
kepastian hukum, dan tanggung jawab moral.
2)

Hasil-hasil yang Dicapai

Pemerintah memandang bahwa persoalan mendasar yang perlu


dipecahkan dalam pembangunan daerah Irian Jaya adalah
bagaimana mengangkat martabat rakyat Irian Jaya dengan langkahlangkah nyata pemberdayaan masyarakat Irian Jaya, baik di bidang
sosial budaya, ekonomi, sumberdaya manusia, kesehatan,
pendidikan, maupun kebutuhan dasar rakyat Irian Jaya. Dengan
maksud itu, Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Desember
1999 di Jayapura telah mengusulkan untuk merubah nama Irian Jaya
menjadi Papua.
Dalam menjawab berbagai persoalan Irian Jaya, pemerintah
memfokuskan program dan kegiatan pembangunan pada upaya
komprehensif dalam memecahkan persoalan mendasar tersebut.
Dalam pelaksanaan program, pemerintah berupaya untuk
memberikan akses yang lebih besar kepada penduduk asli Irian Jaya
untuk memperoleh sumberdaya pembangunan, serta berperan serta
aktif dalam proses pengambilan keputusan kegiatan sampai di

VI - 36

tingkat paling bawah.


Pemerintah juga menyadari bahwa pola program yang
bernuansa sentralistik yang berakibat pada ketidakberdayaan daerah
dan tergesernya aspirasi dan kebutuhan lokal, saat ini telah mulai
diperbaiki dan dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan
nasional dan daerah. Aspek-aspek lokal yang spesifik diakomodasi
dalam pembangunan ekonomi rakyat dengan memberikan perhatian
pada sistem pendampingan lokal dan partisipasi masyarakat adat,
pengembangan pendidikan berpola asrama yang mempertimbangkan
kondisi geografis wilayah dan budaya masyarakat, serta peningkatan
pelayanan kesehatan ke wilayah pedalaman Irian Jaya.
Untuk memperkuat fungsi pelayanan pemerintah ke seluruh
pelosok Irian Jaya, maka aspek kelembagaan pemerintah daerah
diperkuat melalui upaya pengembangan kelembagaan pemerintah
daerah, pemekaran desa, penguatan kecamatan, dan pemekaran
kabupaten, serta diiringi oleh penguatan kelembagaan dan kualitas
sumberdaya aparatur. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan
rentang kendali pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kemasyarakatan semakin optimal dan merakyat. Selain itu, untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah, pemerintah semakin
memperbesar dana pembangunan daerah yang semuanya bersifat
stimulasi bagi pembangunan Irian Jaya.
Pemerintah menyadari bahwa pembangunan Irian Jaya
memerlukan dukungan dari semua komponen masyarakat tanpa
membedakan suku, agama, dan golongan. Pemerintah telah
membuka pintu dialog dengan komponen lembaga-lembaga adat,
lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, perguruan
tinggi yang ada di Irian Jaya untuk membicarakan segala persoalan
yang terjadi Irian Jaya dan bagaimana upaya pemecahan yang
menyeluruh dan mendasar ke depan. Dalam hal tuntutan untuk
VI - 37

memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,


pemerintah tetap berpendirian bahwa tuntutan kemerdekaan Papua
adalah aspirasi rakyat yang perlu dihargai dalam konteks wacana
demokrasi. Namun jika tuntutan kemerdekaan telah mengarah
kepada gerakan sistematis untuk memisahkan diri untuk membentuk
negara independen, maka pemerintah akan menindak secara tegas
dan tidak mentolerir gerakan separatis seperti itu.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah menyadari bahwa selama
era Orde Baru telah terjadi pelanggaran HAM terhadap rakyat Irian
Jaya. Tindak kekerasan terjadi pula pada era reformasi di beberapa
tempat ketika rakyat sedang mengungkap aspirasi yang terpendam
selama ini. Karena itu, pemerintah secara persuasif telah meminta
maaf atas kejadian pelanggaran HAM tersebut dan telah proaktif
untuk mendialogkan dengan komponen masyarakat Irian Jaya
menyangkut proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM.
Untuk memperkuat hal tersebut, pemerintah mengharapkan faktafakta sosial sebagai akibat pelanggaran HAM dikuatkan menjadi
fakta hukum yang akan ditindaklanjuti dalam proses peradilan yang
jujur dan bermartabat.

c.

Maluku

Penganan khusus di Maluku dimaksudkan untuk


mempercepat penyelesaian konflik sosial yang bernuansa agama dan
suku, dan membantu pemulihan kehidupan sosial ekonomi para
pengungsi baik yang berada di Maluku, Maluku Utara, dan daerahdaerah wilayah kedua daerah tersebut.
1)

VI - 38

Langkah-langkah Kebijakan

Langkah-langkah kebijakan yang diambil adalah sebagai


berikut:

(1)

Melakukan rekonsiliasi antarpihak yang bertikai melalui


forum-forum dialog antaragama, antarkelompok, maupun
antarmasyarakat.

(2)

Melakukan rehabilitasi dan normalisasi kehidupan masyarakat


beserta prasarana pendukung untuk kelancaran aktivitas
masyarakat.

(3)

Melakukan pemulihan kegiatan ekonomi yang berasaskan


pemerataan dan berkeadilan.

(4)

Menegakkan hukum yang dapat mewujudkan rasa keadilan


dan penghormatan terhadap HAM dalam menyelesaikan
konflik-konflik sosial.
2)

Hasil-hasil yang Telah Dicapai

(1)

Pemberian bantuan pangan dan obat-obatan kepada para


pengungsi yang tersebar di berbagai kantong pengungsian.

(2)

Upaya rekonsiliasi sosial yang dilakukan menemui hambatan


yang besar dalam pelaksanaannya karena kelompok
masyarakat yang bertikai sangat mudah terpancing.

(3)

Pengusutan dan proses peradilan terhadap mereka yang


diduga sebagai pelaku utama kerusuhan hingga saat ini terus
dilakukan.

d.

Nusa Tenggara Timur

Jumlah pengungsi di NTT saat ini sekitar 141.500 jiwa,


diperkirakan 60.000 jiwa (12.000 kepala keluarga) akan tetap
tinggal di wilayah RI, dan selebihnya berniat kembali ke TimorTimur. Di tempat penampungan pengungsi dan daerah perdesaan
sekitarnya, timbul beberapa masalah antara lain seperti menurunnya
kondisi tempat penampungan pengungsi; prasarana dan sarana
lingkungan permukiman perdesaan di NTT kurang mencukupi
VI - 39

kebutuhan, baik untuk pengungsi di tempat penampungan maupun


untuk penduduk perdesaan di sekitarnya, terutama penyediaan air
bersih; serta munculnya gejala kecemburuan sosial antara penduduk
lokal dengan pengungsi, karena adanya perbedaan perlakuan dalam
hal pemberian bantuan yang lebih kepada pengungsi.
1)

Langkah-langkah Kebijakan

Berdasarkan pada kondisi tersebut, penanganan pengungsi


perlu dilakukan dengan konsep penanganan sebagai berikut :

(1)

Identifikasi jumlah pengungsi yang akan kembali ke TimorTimur dan yang akan tetap tinggal di wilayah RI.

(2)

Identifikasi latar belakang pengungsi yang akan menetap di


wilayah RI (oleh pemda).

(3)

Identifikasi ulang lokasi dan daya tampung permukiman untuk


pengungsi (oleh pemda).

(4)

Identifikasi kebutuhan prasarana dan sarana dasar bagi


penduduk lokal terdekat (oleh pemda dan dinas terkait).

(5)

Peninjauan kembali rencana penataan permukiman kembali


yang telah disusun (rencana penataan kawasan, termasuk site
plan).

(6)

Penyusunan rencana pengembangan kegiatan usaha pengungsi


dan penduduk lokal (departemen terkait bersama LSM).

(7)

Pemantapan susunan organisasi dan mekanisme koordinasi


pelaksanaan di tingkat pusat dan daerah.

(8)

Mengusahakan pendanaan kegiatan secara terkoordinasi untuk


pendanaan dari UNHCR.
2)

Hasil-hasil yang Dicapai

Propinsi NTT telah diidentikasi potensi lahannya, yang


dapat dikembangkan untuk penyiapan permukiman baru untuk
sekitar 7300 kepala keluarga pengungsi seluas 15.760 hektar, yang
tersebar di beberapa kabupaten, yaitu: (1) Kabupaten Kupang 5.900
VI - 40

hektar, di Kecamatan Sulamu, Fatuleu, dan Amforang; (2)


Kabupaten Timor Tengah Selatan 1.560 hektar, di Kecamatan Mole
Selatan; (3) Kabupaten Timor Tengah Utara 4.200 hektar, di
Kecamatan Insana, Biboki Utara, dan Pembantu Miomafo Timur;
serta (4) Kabupaten Belu 4.100 hektar, di Kecamatan Kobalima,
Pembantu Tasifeto Timur, dan Maluku Tengah.

C.

Tindak Lanjut yang Diperlukan

1.

Meningkatkan Otonomi Daerah


a.

Jangka Pendek

(1)Meningkatkan

kapasitas pemerintahan daerah melalui


pengembangan profesionalisme sumberdaya manusia, baik
aparatur pemerintah maupun anggota dewan; peningkatan
komunikasi dan konsultasi dengan masyarakat dan pemerintah
daerah; serta pengembangan komunikasi dan interaksi
antarpelaku pembangunan baik dari pemerintah, masyarakat,
organisasi swadaya masyarakat, organisasi politik, dan dunia
usaha.

(2)Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah


melalui penataan kembali organisasi dan manajemen
pemerintahan daerah yang dilandasi oleh pengetahuan
manajemen modern serta dijalankan oleh sumberdaya manusia
yang mempunyai kemampuan dalam proses pengambilan
keputusan yang berorientasi pada kepentingan publik,
pelayanan masyarakat, perlindungan kepada masyarakat
miskin, kemitraan antara pemerintah dan masyarakat.

(3)Meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah melalui


VI - 41

perwujudan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah


secara adil dan proporsional; serta pemberian kewenangan
yang lebih luas bagi daerah dalam menggali sumber-sumber
pendapatan daerah tanpa mengabaikan aspek kemampuan
daya beli masyarakat dan kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
b.

Jangka Panjang

Meningkatkan partisipasi berbagai lembaga dan organisasi yang


tumbuh dan berkembang di masyarakat, baik lembaga adat, lembaga
keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dan lembaga lainnya
secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan,
maupun pengendalian jalannya pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan masyarakat.
2.

Meningkatkan Pengembangan Wilayah


a.

Jangka Pendek

(1)Selain peningkatan prasarana dan sarana perhubungan dan


pengairan, perlu pula dilakukan peningkatan aksesibilitas
masyarakat terhadap faktor produksi lainnya dan kemampuan
kelembagaan ekonomi lokal dalam menunjang proses kegiatan
produksi, pengolahan, dan pemasaran guna menjamin
produktivitas dan kegiatan usaha masyarakat di daerah.

(2)Memantapkan sistem penyediaan hunian bagi masyarakat


berpendapatan rendah dan miskin yang bertumpu pada
keswadayaan masyarakat; meningkatkan institusi pembiayaan
perumahan yang bertumpu pada mekanisme pasar primer dan
sekunder; meningkatkan kapasitas pelayanan jaringan
prasarana dan sarana permukiman skala lingkungan, kota, dan
wilayah; meningkatkan penataan kawasan dalam rangka
pengendalian perkembangan dan kualitas permukiman; serta
VI - 42

meningkatkan pengelolaan pemanfaatan, pemugaran dan


pelestarian kawasan strategis khususnya di perkotaan,
kawasan bersejarah, dan kawasan permukiman tradisional.

(3)Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat,


meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi wilayah
perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan
daerah yang berbatasan dengan negara lain.

(4)Mempercepat kemajuan kegiatan ekonomi dan industrialisasi


perdesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
perdesaan dan penyediaan bahan pangan dan bahan lainnya
untuk kebutuhan konsumsi dan produksi melalui keterkaitan
ekonomi antara perdesaan dan perkotaan, penguatan
pengelolaan ekonomi lokal, dan peningkatan kapasitas
lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat perdesaan.

(5)Meningkatkan kemampuan pengelolaan kota dalam rangka


penyediaan prasarana dan sarana pendukungnya dan
pelayanan umum untuk menciptakan kemudahan, ketertiban,
keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam kegiatan
sosial-ekonomi;
meningkatkan
penanganan
masalah
kerawanan sosial dan kemiskinan; memperkuat pengelolaan
ekonomi kota dalam rangka peningkatan daya saing dan
produktivitas usaha, penciptaan lapangan kerja, serta
memperkuat hubungan ekonomi antara kawasan perkotaan
dengan kawasan terkait.

(6)Meningkatkan

sistem pengelolaan rencana tataruang,


memantapkan pengendalian pemanfaatan ruang, serta
meningkatkan kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan
ruang.

VI - 43

(7)Meningkatkan pelayanan adaministrasi dan sistem informasi


pertanahan; meningkatkan kapasitas
pengelolaan pertanahan di daerah.
b.

dan

organisasi

Jangka Panjang

(1)Mengembangkan wilayah strategis yang sudah ada dan pusatpusat pertumbuhan ekonomi baru yang potensial cepat
tumbuh berdasarkan keunggulan geografis dan produk
unggulan daerah yang berorientasi pada pasar lokal, regional,
dan global, serta mendorong perkembangan fungsinya sebagai
andalan pengembangan ekonomi wilayah dan penggerak
kegiatan ekonomi kawasan di sekitarnya.

(2)Meningkatkan aksesibilitas wilayah tertinggal terhadap faktor


produksi dan prasarana fisik yang mendukung percepatan
pembangunan wilayah tertinggal, serta mengembangkan
kemampuan
sumberdaya
manusia
dan
penguatan
kelembagaan masyarakat termasuk kelembagaan adat beserta
kearifan tradisionalnya.

3. Meningkatkan Pemberdayaan Masyarakat


a.

Jangka Pendek

(1)Dalam jangka pendek persoalan kemiskinan terkait dengan


pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari masyarakat
terpuruk yang sangat memerlukan penanganan segera
dapat dipenuhi melalui program hibah dan program
dengan melakukan beberapa penyempurnaan terutama

VI - 44

yang
yang
JPS,
yang

menyangkut perbaikan manajemen dan safeguarding


(pengamanan) yang diwujudkan melalui: (1) Peningkatan
penyebarluasan informasi program-program JPS; (2)
Penetapan mekanisme penanganan pengaduan dari
masyarakat; (3) Penggunaan sistem pelaporan reguler yang
berdasaarkan pencapaian target kinerja; (4) Verifikasi
independen atas laporan pelaksana program; dan (5)
Peningkatan keterlibatan berbagai komponen masyarakat pada
pelaksanaan JPS.

(2)Pada masa transisi (pemulihan krisis ekonomi) bantuan tetap


diperlukan dalam bentuk subsidi, perluasan lapangan kerja,
kompensasi PHK, untuk membantu mengatasi bertambahnya
keluarga miskin.

(3)Pada saat yang sama program hibah juga perlu dijalankan terus
untuk mengurangi kemungkinan pertambahan keluarga miskin
akibat krisis dan yang telah ada sebelum krisis; skema
program yang diperlukan bagi keluarga miskin adalah:

(a) Untuk daerah perdesaan antara lain melalui peningkatan


akses produksi (tanah, kapital, sarana produksi) dan
pemasaran, peningkatan kualitas SDM (pendidikan,
kesehatan), penciptaan lapangan kerja (melalui
pembangunan prasarana) dan subsidi harga/bantuan
kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya seperti
minyak tanah.

(b) Untuk daerah perkotaan melalui subsidi harga bahan


pangan pokok dan kebutuhan lain (listrik, minyak/bahan
bakar), bantuan makan tambahan, bantuan biaya
kesehatan dan sarana air bersih/sanitasi dan penyediaan
kredit murah untuk usaha mikro.
VI - 45

b.

Jangka Panjang

(1)Pengentasan kemiskinan dalam jangka panjang harus lebih


dikaitkan/diintegrasikan dengan konsep peningkatan ekonomi
masyarakat di tingkat lokal dengan perhatian yang lebih
khusus, melalui pengembangan komoditas unggulan; proses
keterkaitan produksi pemasaran; dan pengembangan jaringan
kerja kemitraan; serta keterkaitan ekonomi desa-kota.

(2)Proses pemulihan ekonomi sangat penting perannya terhadap


upaya percepatan penurunan tingkat dan jumlah penduduk
miskin. Hal ini membutuhkan aliran investasi dalam negeri
dan peningkatan investasi pelayanan publik. Selain itu,
masalah kemiskinan juga dipengaruhi kondisi SDM, dalam
jangka panjang investasi manusia sangat penting untuk
mengurangi kemungkinan kondisi penyebab kemiskinan.

(3)Meningkatkan

kapasitas lembaga ekonomi dan sosial


masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat setempat sebagai
wadah bagi pengembangan kegiatan usaha produktif,
pengembangan interaksi sosial dan ketahanan sosial,
pengelolaan sumberdaya dari pemerintah dan potensi
masyakat setempat, serta wadah partisipasi dalam
pengambilan keputusan publik.

(4)Mengembangkan jaringan kerja keswadayaan masyarakat dalam


rangka penggalangan solidaritas sosial dan ketahanan sosial
masyarakat luas untuk memecahkan masalah sosial
kemasyarakatan dan membantu masyarakat miskin dan rentan
sosial.

4. Penanganan Daerah Khusus


VI - 46

a.

Jangka Pendek

(1)

Mempercepat upaya pemulihan kehidupan masyarakat Aceh


yang damai dan tenang dalam kerangka struktur pemerintahan
daerah Aceh yang demokratis dan berbasis syariah Islam dan
adat, serta tertatanya hubungan keuangan antara pusat dan
daerah yang adil.

(2)

Mewujudkan rasa aman dan memulihkan kembali suasana dan


kondisi masyarakat yang trauma sebagai dampak konflik
sosial antar kelompok-kelompok masyarakat di Maluku dan
Maluku Utara secara komprehensif, lintasdisiplin, dan
lintassektoral.

(3)

Mempercepat keberdayaan masyarakat Irian agar dapat


berperan serta aktif dalam proses pembangunan,
meningkatnya kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah
yang demokratis, dan menyelesaikan kasus pelanggaran
HAM.
b.

Jangka Panjang

(1)

Meningkatkan
kapasitas
pemerintah
daerah
dalam
menjalankan fungsi pelayanan, pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan.

(2)

Mengurangi kesenjangan sosial ekonomi antarwilayah,


antarsektor dan antara masyarakat setempat dengan
pendatang.

(3)

Menegakkan HAM dalam pembangunan daerah.

5.

Penanganan Pengungsi

Untuk dapat merealisasikan penanganan pengungsi tersebut


disusun rencana tindak sebagai berikut:

(1)

Kegiatan tanggap darurat, yaitu untuk menangani kebutuhan


sarana dan prasarana fisik sebagai akibat kerusuhan sosial,

VI - 47

untuk memberdayakan masyarakat dan mendorong


terwujudnya kembali stabilitas kehidupan masyarakat serta.

(2)

Kegiatan jangka menengah, yaitu pada umumnya berupa


percepatan pembangunan prasarana dan sarana sosialekonomi wilayah, seperti pembangunan pasar dan rumahrumah ibadah, sekaligus menunjang perwujudan stabilitas
kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

VI - 48

Anda mungkin juga menyukai