Anda di halaman 1dari 3

"Ajal yang datang di muka pintu, tiada siapa yang memberitahu, tiada siapapun dapat

hindari, tidak siapa yang terkecuali. lemah jemari napas terhenti tidak tergambar sakitnya
mati, cukup sekali tak sanggup untuk ku mengulangi"

Far East - Menanti di Barzakh

Seorang pria berumur 50 tahun hidup dengan keadaan yang hampir semua manusia
mendambakannya. Ia pimpinan 15 perusahaan multinasional dengan omset ratusan miliar/bulan.
Keluarganya lengkap, 2 orang anaknya sedang melanjutkan program PhD di Harvard Business
School, siap untuk melanjutkan tongkat estafet perusahaan. Berbicara tentang pasangan hidup,
istrinya laksana bidadari yang sedang menyamar menjadi manusia.

Kesempurnaan di dunia tak lantas menjadikan nikmat, ia pamit pergi kepada keluarganya dengan
alasan untuk refreshing dari kehidupan dunia kerja yang sudah 30 tahun dirinya jalani. Semua
harta diserahkan kepada istrinya. Ia berkelana mencari arti bahagia, hidup dengan uang asuransi
hari tua dengan nominal lebih dari cukup untuk hidup mewah.

Dalam kehidupannya selalu saja ada yang tak lengkap. kekosongan hati hadir di tengah
kekayaan 7 turunan. Hidup dalam keramaian namun merasa sepi sendiri adalah siksaan.
Minuman keras bak air putih yang setiap hari rutin masuk ke dalam tubuhnya, Diskotik demi
diskotik ia kunjungi guna mencari hiburan sebagai obat sepi. Sudah setahun kasta pimpinkan
perusahaan ditinggal, diserahkan kepada kedua anaknya. Istrinya pun tak pernah berusaha
mencari bahkan terkesan mengacuhkan, terlena harta serta hal-hal berbau dunia.

Arti bahagia pernah ia rasakan, tepatnya 40 tahun lalu ketika umurnya belia belum punya
berbagai kegiatan, salah satu kegiatan yang ia suka adalah mengaji di sebuah surau kecil dengan
temannya bernama Teguh. Sakit di dada tak pernah dirasa, entah sudah berapa gelas wine putih
yang ia minum, tegukan kali ini membuatnya tak sadar.

"Umurmu tinggal sehari, segera perbaiki diri atau siksaan abadi akan menghampiri", suara itu
sungguh menggangu pikirannya, sesak di dada pun terkalahkan oleh suara dengan asal entah
darimana. Tetiba dirinya terbangun, masih di diskotik yang sama tak ada yang peduli sekalipun
ia harus mati hari itu.

Semakin mencari arti bahagia, maka ia merasa semakin tersiksa. Bahagia tak pernah didapat,
berganti dengan suara yang terus menghantui. Suara aneh itu hilang setelah adzan
berkumandang, kakinya berjalan mencari sumber suara yang dulu sangat ia hafal. Tibalah di
pelataran masjid, menyaksikan 4 shaf berjajar rapi. Dengan melihat saja hatinya mulai terasa
tenang, entah sudah berapa tahun ia tak pernah mendekatkan diri dengan sang pencipta. Dunia
terlalu menjadi fokus sehingga melupakan apa tujuan hidup sebenarnya.

Akhir salat dzuhur pun selesai, samar-samar ia melihat wajah iman salat itu. Wajahnya tak asing,
iman itu mendekatinya

"Assalamu'alaikum, apakah bapak bernama Gilang ?"


" Kamu Teguh ?" wajahnya diselimuti tanya hingga lupa membalas salam.
" Iya, aku Teguh, teman mengajimu dulu"
"Teguh, aku ingin kembali belajar salat dan mengaji, bisakah engkau ajariku?"

"Bukankah dulu kau yang mengajariku lang ?"


"Entah sudah berapa puluh tahun, aku jauh dariNya. aku lupa caranya"

Mereka berdua seolah kembali ke masa lalu, belajar mengenal Allah yang sempat Gilang
tinggalkan. Ia dengan cepat mampu menangkap yang Teguh ajarkan, hanya lupa bukan berarti
tidak bisa. Mirip dengan banyak kasus zaman sekarang, melupakan Tuhannya ketika dalam
keadaan bahagia padahal arti bahagia menyertakan pencipta dalam setiap napasnya.

Tak terasa ashar menjelang, Gilang membersihkan diri dan berniat kembali kepada penciptaNya.
Dengan pakaian serba putih, ia berada persis dibelakang Teguh yang mengambil peran sebagai
imam. Sujud penutup di penghujung salat, tempat mencurahkan doa kepada pemilik raga, pada
kesempatan itu Gilang bersujud sangat lama hingga tertinggal satu gerakan, bahkan tak hanya
tertinggal satu gerakan, Gilang meninggalkan dunia yang Teguh dan keluarganya tempati. Sujud
terindah, idaman semua muslim dunia.

"Bahagia tak selamanya berasal dari harta, menempatkan Allah dalam berbagai keadaan
merupakan sumber dari kebahagiaan"

Anda mungkin juga menyukai