Anda di halaman 1dari 14

HEALING ENVIRONMENT PADA PUSAT REHABILITASI ANAK-ANAK

DISABILITAS INTELEKTUAL DI SURABAYA

TIARA KURNIA PUTRI


I0213084

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

DAFTAR ISI

BAB I
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8

PENDAHULUAN
Judul
Pengertian judul
Latar belakang
Permasalahan dan persoalan
Tujuan dan sasaran
Batasan dan lingkup analisis
Metode pembahasan
Sistematika pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anak-anak Disabilitas Intelektual sebagai user ORB
2.1.1 Pengertian anak
2.1.2 Klasifikasi masa anak-anak
2.1.3 Perkembangan anak
2.1.3.1 Pengertian perkembangan
2.1.3.2 Faktor pengaruh perkembangan anak
2.1.3.3 Perkembangan anak sebagai suatu proses berkembang dan belajar
2.1.3.4 Identifikasi kegiatan pengembangan kreatifitas anak
2.1.4 Disabilitas Intelektual
2.1.4.1 Definisi Disabilitas Intelektual
2.1.4.2 Klasifikasi Disabilitas Intelektual
2.1.4.3 Karakteristik berdasarkan skor IQ
2.1.4.4 Karakteristik pada anak dengan Disabilitas Intelektual
2.1.4.5 Faktor-faktor penyebab Disabilitas Intelektual
2.1.4.6 Perkembangan anak Disabilitas Intelektual
2.1.4.7 Metoda Penanganan Disabilitas Intelektual
2.2 Pusat Rehabilitasi sebagai ORB
2.2.1 Pembinaan dan pendidikan untuk anak DI
2.2.1.1 Karakteristik dan kecenderungan perilaku anak DI
2.2.1.2 Kehidupan anak DI masa kini dan prospeknya di masa depan
2.2.1.3 Korelasi Ilmu Arsitektur Dalam Proses Terapi Anak DI
2.2.2 Gambaran umum Fasilitas Pusat Rehabilitasi anak DI
2.2.2.1 Definisi Rehabilitasi
2.2.2.2 Tujuan Rehabilitasi
2.2.2.3 Standar Pusat Rehabilitasi Disabilitas Intelektual
2.2.2.4 Sistem Kegiatan yang direncanakan

2.2.3

Pusat Rehabilitasi sebagai sarana untuk membantu perkembangan anak Disabilitas


Intelektual
2.3 Healing Environment sebagai sistem strategi desain ORB
2.3.1 Definisi Healing Environment
2.3.2 Pendekatan
2.3.2.1 alam
2.3.2.2 indra
2.3.2.3 psikologi
2.3.3 Healing environment sebagai strategi desain Pusat Rehabilitasi untuk stimulasi
perkembangan anak-anak Disabilitas Intelektual
2.3.3.1 Stimulasi mekanik pada ruang
2.3.3.2 Stimulasi kimia pada ruang
2.3.3.3 Stimulasi fisik pada ruang
2.4 Surabaya sebagai lokasi ORB
2.4.1 Kondisi umum
2.4.2 Pertumbuhan penduduk kota Surabaya
2.4.3 Klimatologi
2.4.4 Geologi
2.4.5 Topografi
2.4.6 Potensi Surabaya sebagai lokasi Pusat Rehabilitasi Disabilitas Intelektual
2.5 Preseden Bangunan Pusat Rehabilitasi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 JUDUL

HEALING ENVIRONMENT PADA PUSAT REHABILITASI DAN TEMPAT TINGGAL ANAK-ANAK


DISABILITAS INTELEKTUAL DI SURABAYA
Healing Environment
konsep desain yang mengacu pada penyembuhan yang melibatkan dua unsur yakni pengobatan dan
panca indera atau five sensing untuk penciptaan kualitas ruang agar suasana hunian terasa aman,
nyaman tidak menimbulkan stres serta mendorong semangat dan kemandirian
Pusat Rehabilitasi
Suatu wadah yang mencakup semua kegiatan untuk pemulihan yang mengarah pada normalitas
atau pemulihan menuju status yang paling memuaskan terhadap individu yang pernah menderita
luka atau menderita satu penyakit mental.
Disabilitas Intelektual
Keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif
yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan ini muncul
sebelum usia 18 tahun.
Surabaya
Ibu kota Provinsi Jawa Timur, sekaligus menjadi kota metropolitan terbesar di provinsi tersebut.
Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya juga
merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur serta wilayah
Indonesia bagian timur. Kota ini terletak 796 km sebelah timur Jakarta, atau 415 km sebelah barat
laut Denpasar, Bali. Surabaya terletak di tepi pantai utara Pulau Jawa dan berhadapan dengan Selat
Madura serta Laut Jawa.

1.2 PENGERTIAN JUDUL

Suatu wadah yang difungsikan sebagai sebuah media yang represantif dalam mendukung system
kegiatan di dalamnya, yaitu pendidikan, terapi dan akomodasi yang tepat untuk anak-anak
Disabilitas Intelektual, yang mengacu pada penyembuhan yang melibatkan dua unsur yakni
pengobatan dan panca indera atau five sensing untuk penciptaan kualitas ruang agar suasana
hunian terasa aman, nyaman dan tidak menimbulkan serta mendorong semangat dan kemandirian.

1.3 LATAR BELAKANG

Anak-anak adalah generasi masa depan. Mereka tumbuh dan berkembang menjadi individu-individu
yang akan mempertahankan jalannya roda kehidupan manusia dikemudian hari. Proses
pertumbuhan anak-anak harus diperhatikan dengan serius sehingga anak akan berkembang dengan
baik, dengan mempelajari dan mempraktekkan nilai-nilai kehidupan yang luhur dan berkualitas.
Masa anak-anak adalah saat yang paling tepat untuk membangun pondasi yang kuat sebagai dasar
dari proses tumbuh kembang seorang manusia.
Dalam menciptakan anak manusia, ternyata Tuhan memiliki rahasia tersendiri. Ada anak yang
diciptakan normal dan ada anak yang terlahir dengan kelainan atau tidak normal. Meskipun kelainan
kandungan saat ini sudah dapat terdeteksi sejak dini, namun kalau akhirnya mereka tetap terlahir,
dan menjadi warga masyarakat hal itu adalah rahasia tuhan.
Di negara-negara Eropa Barat, hingga abad ke-17 penderita cacat mental tidak berketentuan
nasibnya. Mereka tidak mendapat perhatian dan perlakuan yang layak dari masyarakat maupun
pemerintahnya. Ada yang dibunuh, ada yang dibuang atau dibiarkan terlantar. Mungkin karena
mereka dianggap sebagai manusia yang kurang berguna dalam masyarakat. Lebih dari satu setengah
abad kemudian barulah ada titik-titik cerah bagi para penderita cacat mental, yaitu sejak dimulainya
gerakan-gerakan oleh golongan Gereja untuk menaruh perhatian kepada penderita cacat mental.
Anak-anak penyandang disabilitas tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinannya untuk
menjadi korban kekerasan. Tim peneliti di John Moores University Liverpool dan World Organization
Organization telah melakukan sebuah tinjauan yang sistematis dan meta-analisis dari kajian-kajian
yang ada mengenai kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Tinjauan itu membicarakan 17
kajian dari negara-negara berpenghasilan rendah, karena tidak ada kajian berkualitas tinggi dari
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
Perkiraan risiko menunjukkan bahwa anak penyandang disabilitas secara signifikan berisiko lebih
tinggi untuk mengalami kekerasan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka tanpa disabilitas: 3,7
kali lebih besar untuk berbagai macam bentuk kekerasan, 3,6 kali lebih besar untuk kekerasan fisik,
dan 2.9 kali lebih besar untuk kekerasan seksual. Anak-anak dengan disabilitas mental atau
intelektual ditemukan 4,6 kali lebih besar kemungkinannya untuk menjadi korban kekerasan seksual
dibandingkan rekan-rekan mereka tanpa disabilitas
Anak penyandang disabilitas lebih berisiko terhadap kekerasan karena beberapa factor. Pertama,
mengasuh anak penyandang disabilitas memberikan tekanan tambahan bagi pengasuh, sehingga
meningkatkan risiko penyalahgunaan. Kedua, sejumlah anak penyandang disabilitas masih
ditempatkan di pengasuhan rumah, yang merupakan faktor risiko utama untuk penyalahgunaan
seksual dan fisik. Terakhir, kecacatan yang mempengaruhi komunikasi membuat beberapa anak jadi
sangat rentan, karena mereka mungkin tidak akan bisa mengungkapkan tentang pengalaman yang
abusif.

Seluruh anak penyandang disabilitas harus dipandang sebagai kelompok yang berisiko tinggi di mana
penting sekali untuk bisa mengidentifikasi kekerasan. Mereka bisa memperoleh manfaat dari
berbagai macam intervensi seperti kunjungan ke rumah dan pelatihan rehabilitasi dalam
pengasuhan yang telah terbukti efektif dalam mencegah kekerasan atau mengurangi
konsekuensinya di kalangan anak penyandang disabilitas.
Anak-anak Disabilitas Intelektual selalu bergantung pada orang-orang di sekelilingnya jika tidak
dilatih, diarahkan dan dibimbing sedini mungkin untuk mampu menjaga diri sendiri serta menjadi
manusia yang mandiri di dalam social masyarakat, hal tersebut karena mengingat adanya
kelambatan pada mentalnya. Namun dengan mendapatkan stimulasi sedini mungkin, penderita
dapat tumbuh dan berkembang nyaris normal. Meski kemampuan kognitif matematis tidak setinggi
orang normal, dengan keterampilan yang dimiliki ia bisa berdedikasi tinggi saat bekerja. Sikap kasih,
pehatian, persahabatan, penghargaan, dan empati sangat diperlukan penderita. Mereka juga
memiliki perasaan, kehendak, dan keinginan untuk dihargai, sama dengan anggota masyarakat
lainnya.
Namun keadaan yang terjadi di dalam masyarakat, kepedulian terhadap komunitas DI masih amat
kurang karena masyarakat belum memahami gangguan kesehatan akibat kelainan genetic tersebut.
Padahal, kepedulian ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang si penderita.
Ketidakpahaman masyarakat dapat dimaklumi karena kelahiran anak Disabilitas intelektual adalah
1:700.
Memang ada yang menganggap bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup itu sendiri.
Tujuan pendidikan bagi anak-anak normal tidaklah harus berbeda dengan tujuan pendidikan bagi
anak-anak penderita cacat mental. Hanya saja dalam hal-hal tertentu sesuai dengan kemampuan
jasmani dan rohani, anak-anak cacat mental mendapat perhatian yang lebih besar. Setiap anak,
normal maupun kurang normal, dalam mengembangkan kepribadiannya memerlukan lingkungan
pendidikan yang sehat. Tiga lingkungan pendidikan, yaitu; keluarga, sekolah dan masyarakat
merupakan factor pendidikan yang saling bekerja sama. Apabila factor pendidikan ini dapat
memberikan suasana yang memungkinkan anak maju, maka perkembangan kepribadian anak juga
berkembang dengan baik.
Pada lingkungan sekolah, representasi social antara anak normal dengan penyandang Disabilitas
Intelektual tidak jauh berbeda dengan Interpretasi dari orang sekitar maupun lingkungan yang
menganggap bahwa kemampuan anak DI dalam menerima atau menghasilkan Bahasa lisan maupun
tulisan secara akademis, fungsi kognitif anak DI di bawah rata-rata anak-anak pada umumnya. Di
mana menurut anak normal, anak penyandang DI dianggap bodoh, tidak bisa menulis, tidak bisa
membuat dongeng, tidak dapat membaca, dan tidak mengerti perintah guru. Secara moral baik
pada penelitian yang telah dilakukan oleh suatu lembaga. Orang lain menganggap anak DI tidak
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka dibutuhkan wadah yang dapat
menampung kegiatan anak-anak penyandang DI dalam menggali kemampuan dasar masing-masing
individu. Melalui pusat rehabilitasi ini maka para penyandang DI tidak akan merasakan adanya
kesenjangan social. Interpersonal Intelligence akan dapat dikembangkan dengan maksimal karena
dihadapkan pada individu dengan persoalan yang sama.

Pada tahun 2013, unicef memberikan nafas segar kepada para wali dan penyandang Disabilitas
Intelektual. Unicef membuat beberapa kebijakan tentang para penyandang disabilitas termasuk
Disabilitas Intelektual. Diantaranya yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Meratifikasi dan melaksanakan Konvensi-konvensi


Memerangi diskriminasi
Mengatasi rintangan terhadap inklusi
Mengakhiri institusionalisasi
Mendukung keluarga
Keluar dari standar minimum
Melibatkan anak penyandang disabilitas dalam membuat keputusan
Janji global, tes local
Mengoordinasikan pelayanan untuk mendukung anak

Efek dari disabilitas masuk ke semua sektor, yang menuntut pelayanan yang terkoordinasi untuk
menangani sejumlah tantangan yang dihadapi anak penyandang disabilitas dan keluarga mereka.
Sebuah program intervensi dini yang terkoordinasi di seluruh sektor kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan yang membantu mempromosikan identifikasi awal dan pengelolaan disabilitas anak.
Intervensi dini telah terbukti membuahkan hasil yang lebih besar dalam kapasitas fungsional, dan
menghapus rintangan awal dalam hidup kurang dari efek gabungan dari rintangan ganda yang
dihadapi anak penyandang disabilitas. Peningkatan dalam kemampuan akan memiliki dampak yang
lebih besar bila sistem sekolah mau dan bisa menerima anak penyandang disabilitas dan memenuhi
kebutuhan mereka, sementara program sekolah-kerja yang inklusif serta usaha ekonomi untuk
meningkatkan pekerjaan para penyandang disabilitas akan membuat usaha untuk mendapatkan
pendidikan akan lebih bermakna bagi mereka. Indonesia sendiri termasuk salah satu negara yang
ikut andil dan berperan positif dalam menghadapi keadaan penyandang Disabilitas.

Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Pilihan: Tanda tangan dan ratifikasi
Sumber : UN Enable; United Nations Treaty Collection.

Di dunia, satu dari seribu anak terkena gangguan Disabilitas Intelektual. Di Indonesia, diperkirakan
lebih dari 400.000 anak menyandang DI. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan sangat memungkinkan sekali banyak penyandang DI.
Jika jumlah penyandang DI adalah 1 banding 150 kelahiran anak, maka jumlah penderita DI di
Surabaya yang sudah ada sampai tahun 2004 adalah sekitar 21.117 jiwa dan akan bertambah pada
tahun 2005 sebanyak kurang lebih 435 jiwa. Data tersebut menyatakan bahwa penyandang DI di
Indonesia berjumlah cukup banyak. Sedangkan di Surabaya hanya memiliki wadah rehabilitasi yang
tidak sebanding dengan jumlah penyandang DI.
Kota Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur serta
wilayah Indonesia bagian timur. Surabaya juga terkenal dengan kota pelajar, dimana pelajarnya
berasal dari seluruh penjuru Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah
umum dan juga sekolah-sekolah khusus untuk anak-anak cacat (SLB) di daerah Surabaya. Namun
meski telah banyak sekolah-sekolah khusus untuk anak-anak cacat, ternyata fasilitas terapi sebagai
pelengkap dan pendukung aktivitas pendidikan untuk anak-anak tersebut masih sangatlah minim.
Seperti halnya sekolah dan pusat terapi yang dikhususkan untuk anak DI, masih sangatlah terbatas.

Hanya terdapat satu fasilitas sekolah khusus DI dan belum ada satu pun fasilitas pusat terapi yang
merupakan pendukung dan penunjang materi-materi pendidikan itu sendiri di Surabaya. Yang
mendukung perencanaan Pusat Rehabilitasi Disabilitas Intelektual
Surabaya yang terkenal sebagai kota metropolitan terbesar di provinsi Jawa timur tidak
menghalangi kota Surabaya meraih penghargaan sebagai Kota dengan kualitas udara terbaik yang
dipilih berdasarkan pelaksanaan uji emisi terhadap kendaraan bermotor di kota tersebut selama tiga
hari, pemantauan kualitas udara jalan raya, manajemen lalu lintas kendaraan, dan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah daerah berkaitan dengan pengurangan emisi kendaraan. Disamping itu
kota ini memiliki banyak taman umum yang berfungsi sebagai buffer untuk mereduksi polusi-polusi
kendaraan maupun kebisingan. Dengan keadaan penghawaan yang baik dan bersih Maka akan
sangatlah mendukung apabila didirikan Pusat Rehabilitasi Disabilitas Intelektual

1.4 PERMASALAHAN DAN PERSOALAN


1. Permasalahan Umum
Bagaimana merencanakan suatu Pusat Rehabilitasi di Surabaya dengan pendekatan Healing
Environment pada setiap komponen bangunan, yang mampu berfungsi sebagai wadah
mempersiapkan anak secara dini agar mereka menjadi anak yang berkualitas. Baik dalam
kecerdasan, kreatifitas dan kemandirian yang dikemas dalam sebuah wadah yang komprehensif
dan representative bagi kegiatan pendidikan, terapi peningkaran kemampuan anak-anak DI,
sekaligus sebagai sebuah pusat kajian yang mewadahi kegiatan-kegiatan penelitian dan
pendidikan yang memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai DI, serta
mengembangkan metode terapi yang paling tepat untuk anak-anak DI sesuai dengan katakter
individualnya yang sangat beragam, dimana mampu menciptakan hubungan timbal balik yang
harmonis antara manusia di dalam wadah yang memanfaatkannya dengan lingkungan hidup
sekitar
2. Persoalan
a) Menentukan konsep site yang dapat mendukung keberadaan Pusat Rehabilitasi dengan
keamanan dan kenyamanan yang tinggi karena mayoritas pengguna yaitu anak-anak dengan
keterbatasan
b) Mewujudkan konsep penzoningan dalam site yang menerapkan prinsip-prinsip citra
bangunan Healing Environment, tanpa meninggalkan factor-faktor penentu lainnya yaitu
aksesibilitas, orientasi banngunan dan penentu lainnya.
1.5 TUJUAN DAN SASARAN
1. Tujuan

a) Memberikan suatu fasilitas pendidikan dan terapi khusus kepada para anak-anak DI
sehingga dapat dididik, diarahkan, dan dikembangkan potensinya yang pada akhirnya akan
bisa menjadi anggota masyarakat yang baik, mandiri dan berguna
b) Menyusun konsep perencanaan dan perancangan Healing Environment pada Pusat
Rehabilitasi anak-anak Disabilitas Intelektual di Surabaya yang berfungsi sebagai media
kegiatan pendidikan, terapi peningkatan kemampuan anak-anak DI sekaligus sebagai pusat
kajian mengenai DI, dan sebagai sebuah wadah kegiatan terpadu yang representative dan
akoomodatif
2. Sasaran
Menyusun konsep perencanaan dan perancangan secara terinci suatu Pusat Rehabilitasi di
Surabaya yang meliputi :
a) Konsep site yang mendukung keberadaan Pusat Rehabilitasi dalam memanfaakan potensi
lokasi sekitar
b) Konsep penzoningan dalam site yang menerapkan prinsip arsitektur dengan pendekatan
healing environment, tanpa meninggalkan factor-faktor penentu lainnya yaitu aksesibilitas,
orientasi bangunan dan penentu lainnya
c) Tata ruang yang nyaman, aman, informal dan bersifat interaktif, yang dapat memenuhi
kebutuhan para penyandang DI dan pengajar.
d) Konsep penataan massa bangunan Pusat Rehabiltasi untuk anak-anak yang berdasarkan
pertimbangan keamanan, kondisi fisik lingkungan dan kemudahan pencapaian
e) Konsep penampilan bentuk Pusat Rehabilitas anak-anak Disabilitas Intelektual yang
merangsang sensorik panca Indera sesuai dengan citra visual Healing Environment
f) Konsep fasilitas Pusat Rehabilitasi yang menunjang kenyamanan wisatawan mancanegara dan
nusantara dengan penyediaan fasilitas dan sarana yang memenuhi standard hotel resort
1.6 BATASAN DAN LINGKUP ANALISIS
1. Analisis dilakukan dalam lingkup pemikiran disiplin ilmu Arsitektur yang terkait. Aspek-aspek lain
diluar arsitektur dibahas sebagai dasar pertimbangan dari factor-faktor perencanaan agar
konsep perencanaan dan perancangan arsitektural yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan
dari berbagai perspektif di luar disiplin ilmu arsitektur yang mungkin berkembang di kemudian
hari
2. Lingkup Analisis
a) Analisis dilakukan dalam lingkup permasalahan dan persoalan yang telah dirumuskan
b) Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori, data-data dan sumber informasi yang tersedia,
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai
1.7 METODE PEMBAHASAN
1. Tahap Identifikasi Permasalahan

Tahap ini dilaksanakan dengan menemukan dan mengenali atau mengidentifikasikan


permasalahan melalui observasi dan studi literature berdasarkan isu-isu dan fenomena yang
ada. Tahap ini diperlukan untuk menentukan dasar pembahasan aspek-aspek yang berpengaruh
terhadap proses perencanaan dan perancangan
2. Tahap Pengumpulan Data
Menggunakan metode observasi dan studi literature untuk memperoleh info yang dibutuhkan
sebagai dasar dan pendukung konsep perencanaan dan perancangan, pengumpulan data antara
lain dilakukan dengan cara :
Observasi Lapangan
Wawancara
Studi Literatur
Studi Komparasi
3. Tahap Analisis
Informasi berupa data-data yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya dianalisis sesuai dengan
permasalahan dan persoalan yang ada, untuk kemudian di sintesikan sebagai bahan dalam
penyusunan konsep perencanaan dan perancangan
4. Tahap Penyusunan Konsep Perencanaan dan Perancangan
Konsep Perencanaan dan Perancangan disusun berdasarkan output dari tahap analisis yang
telah dilaksanakan sebelumnya, sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan yang harus
diselesaikan sebagaimana telah dapat dirumuskan dalam tahap analisis
1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

TAHAP I
Berisi tentang pengungkapan Pengerti Judul, Latar Belakang, Permasalahan dan Persoalan, Tujuan
dan Sasaran, Batasan dan Lingkup Arsitektur, Metode dan Sistematika Pembahasan mengenai
Healing Environment pada Pusat Rehabilitasi anak-anak Disabilitas Intelektual di Surabaya
TAHAP II
Berisikan tinjauan umum kota Surabaya sebagai lokasi site terpilih, hubungannya dengan
perencanaan dan perancangan Healing Environment pada Pusat Rehabilitasi anak-anak Disabilitas
Intelektual di Surabaya
TAHAP III
Tinjauan teori mengenai definisi, latar belakang, karakteristik anak penderita Disabilitas Intelektual
pada umumnya. Disertai dengan studi komparasi. Dan dilengkapi dengan korelasinya terhadap ilmu
Arsitektur
TAHAP IV

Berisikan tinjauan fasilitas Pusat Rehabilitas Disabilitas Intelektual, beserta penjelasan mengenai
skoop pelayanannya, pelaku kegiatan beserta kebutuhan ruang
TAHAP V
Berisikan analisa pendekatan konsep Perencanaan dan Perancangan Pusat Healing Environment
pada Pusat Rehabilitasi anak-anak Disabilitas Intelektual di Surabaya

Anda mungkin juga menyukai