Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus dan Referat

Inkompatibilitas Rhesus

Disusun oleh :
Muhamad Azuan bin Ayob
11.2014.217

Pembimbing :
dr Edwin P. Sp.OG
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan
RS Family Medical Centre
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF OBSTETRI & GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT :Family Medical Centre (FMC)
Nama Mahasiswa

: Muhamad Azuan bin Ayob

Nim

: 112014217

Tanda Tangan:

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Edwin Perdana Sp.OG


IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. PR
Tempat / tanggal lahir : 16/09/1974 , 42 thn
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Bogor Asri Blok M6 no15

Jenis Kelamin : Wanita


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3
Riwayat obstetri : G3 P2 A0

IDENTITAS SUAMI
Nama Lengkap : Tn. SS
Tempat / tanggal lahir : 04/12/1977, 39 thn
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bogor Asri Blok M6 no15

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis

Jenis Kelamin : Laki laki


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : D3

Tanggal : 11/03/2016 Jam : 1600

Keluhan Utama :
Kontrol kehamilan 37 minggu dengan pemeriksaan sebelumnya Golongan darah rhesus
negatif.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu datang ke poli untuk kontrol pemeriksaan antenatal pada usia hamil 37minggu
Pemeriksaan laboratorium pada minggu sebelumnya golongan darah O rhesus negative.
Belum ada mules-mules. Sudah terasa kenceng-kenceng, belum sampai keluar darah, lendir
dan cairan dari vagina. Sesak tidak ada, bengkak-bengkak kaki tidak ada, pusing tidak ada,
sakit kepala tidak ada.
Anamnesis kebidanan :
Tidak ada keputihan, gatal dan berbau.

Pemeriksaan Antenatal :
Dr Kebidanan RS FMC, rutin.
Riwayat Perkahwinan :
Sudah bernikah 14 tahun sejak 2002.
Riwayat obstetri : G3 P2 A0
1 : 2003, Laki-laki, Normal, 2200gr, prematur
2 : 2008, Perempuan, Normal, 3200gr
3: Hamil ini
Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))
( - )Cacar
( -)Malaria

(- )Dernam

( - )Hepatitis

( -)Batu ginjal

( -)Rematik Akut

( -)Batuk rejan

( -)Saluran kemih

(- )Ulkus Ventrikul

( -)Alergi

( -)Cacar air

(- )Perdarahan otak

( -)Tonsilitis

( - )Tifus Abdominalis

(- )Pneumonia

(- )Disentri

( -)Wasir

( -)Ulkus Duodenum

(- )Burut (Hernia)

( -)Campak

(- )Psikosis

( -)Batu Empedu

( -)Sifilis

(- )(Gastritis

Lain Lain: (- ) Operasi (-)

(- )Gonoroe

(- )Neurosis

Kecelakaan:(-) Kaca mata

( -)Tumor

(- )Tuberkulosis

:minus 5 (+)

(- )Hipertensi

(-) Maag

(- )Penyakit Pembuluh

( -)Difteri

Riwayat Keluarga :

Hubungan

Umur

(Tahun)
Kakek (dari Ayah)
Kakek (dari Ibu)
Nenek (dari Ayah)
Nenek (dari Ibu)
Ayah
74
Ibu
71
Saudara
Anak-anak
ANAMNESIS SISTEM

Jenis
Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
-

Keadaan Kesehatan

Penyebab

meninggal
meninggal
meninggal
meninggal
Sehat
Sehat
-

Meninggal
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Tidak diketahui
-

Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan.


Harap diisi : Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
( - ) Bisul
( -) Rambut
( - ) Keringat Malam
( - ) Kuku
( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Lain-lain
A. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan umum
Tinggi badan
: 157cm
Berat badan
: 61.5kg
Tekanan darah
: 110/80
Nadi
: 84x/m
Suhu
: 36.5C
Pernapasan
: 20x/m thoraco abdominal
Keadaan gizi
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Sianosis
: tiada
Edema umum
: tiada
Habitus
: atletikus
Cara berjalan
: normal
Mobilisasi
: aktif
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam perasaan: biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses piker : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi
Kulit
Warna :sawo matang
Jaringan parut : (-)
Pertumbuhan rambut: merata
Suhu raba : sama dengan sekitar
Keringat
: Umum (+)
Setempat (-)
Lapisan lemak :bersifat merata

Effloresensi: tiada
Pigmentasi: tiada
Pembuluh darah: tidak tampak menonjol
Lembab / kering: normal
Turgor: masih baik
Ikterus: tiada
Edema: tiada

Kelenjar getah bening


Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Lipat paha: tidak teraba membesar

Leher: tidak teraba membesar


Ketiak: tidak teraba membesar

Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah: tidak tampak
Buah dada: simetris,benjolan (-),peau dorange (-)
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi

Kiri
Kanan
Kiri
Kanan

Depan
simetris,statis dan dinamis
simetris,statis dan dinamis
fremitus taktil yang simetris
fremitus taktil yang simetris

Belakang
simetris,statis dan dinamis
simetris,statis dan dinamis
fremitus taktil yang simetris
fremitus taktil yang simetris

Perkusi

sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi

suara nafas vesikuler, ronki(-),whezzing (-) pada kedua lapang paru

Jantung
Palpasi

Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

Batas Atas

: sela iga 4 garis parasternalis kiri

Batas Kiri

: sela iga 5 garis midklavikula kiri

Batas Kanan

: sela iga 4 garis parasternalis kanan

Auskultasi

:Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur(-),gallop (-)

Perut
Inspeksi : Abdomen sesuai umur kehamilan,strie gravidarum (+)
Palpasi

: Tinggi Fundus

: 3 jari bawah prosesus xyphoidius

L1 : Bokong
L2 : Punggung kiri
L3 : Kepala
L4 : Belum masuk panggul

Auskultasi : Denyut jantungjanin : 151x/m


Genitalia
Inspeksi
Colok vagina

: Tidak terdapat perdarahan


: tidak dilakukan

Tungkai dan Kaki


Luka : Tiada
Varises : Tiada
Edema : Tiada
Lain-lain : Tiada
Haid
Menarche: 14 thn
Riwayat haid teratur, lama 1 minggu, siklus 28 hari
Haid terakhir : 25/06/2015
Taksiran partus : 03/04/2016
Kehamilan
Kehamilan pertama tahun 2003
Kehamilan kedua tahun 2008
Sekarang kehamilan ketiga.
Komplikasi kehamilan terdahulu : tiada
Abortus :( - ) kali; pada umur kehamilan (-) ; dikuret/tidak
Lain-lain : ( - )
Persalinan
Persalinan ke I: Normal, bayi prematur
Persalinan ke II: Normal, bayi cukup bulan
Kontrasepsi
( - ) Pil KB
( - ) Lain-lain .

( + ) Suntikan
Lamanya : 3 bulan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


( - ) Disuria
( - ) Kencing nanah
( - ) Kolik
( - ) Polliuria
(- ) Polakisuria
( - ) Anuria
( - ) Retensi Urin
( - ) Kencing batu
( - ) Ngompol (tidak disadari)
Ekstremitas

( - ) IUD

( - ) Susuk KB

( - ) Stranguri
( - ) Oliguria
( - ) Hematuria
( - ) Kencing menetes

( - ) Bengkak

( - ) Deformitas

Berat Badan
Berat badan rata-rata (Kg)
Berat tertinggi kapan (Kg)
Berat badan sekarang (Kg)

: 60
: 61.5
: 61.5

Pendidikan
( -) SMA
( - ) Sekolah Kejuruan
( - ) Kursus
Kesulitan
Keuangan
Pekerjaan
Keluarga
Lain-lain

( - ) Nyeri

( - ) SLTP
( - ) Akademi
( - ) Tidak sekolah

(-) SLTA
( + ) Universitas

: tiada
: tiada
: tiada
: tiada

LABORATORIUM RUTIN

LABORATORIUM LAIN

Darah

HBsAg

Hb = 11.6g/dL

Non reaktif

Leukosit = 19.800/uL

Ginjal

Ht = 34.8 %

Ureum 20 mg/dL

Trombosit = 241.000/uL
Golongan Darah: O rhesus negatif

Pemeriksaan penunjang :
Tiada

RINGKASAN (RESUME)
Ny PR G3P2A0 berumur 41 tahun, hamil 37-38 minggu datang ke Poli karena kontrol
kehamilan 37 minggu dengan keluhan kenceng-kenceng saja. Pada pemeriksaan tanda-tanda
vital hasilnya adalah Td 110/80, nadi 84x/menit, suhu 36.5 darjah celcius, dan respirasi

20x/menit. Pemeriksaan abdomen L1 teraba bokong, L2 teraba PuKi, L3 teraba kepala dan L4
belum masuk panggul, TFU setinggi 3 jari bawah processus xyphoideus dan DJJ 151x/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium minggu sebelumnya didapati hasil Hb: 11.6d/dL. Leukosit:
19,800Ul, Ht:34.8%, Trombosit 241000/uL dan golongan darah O Rh negatif.

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis


1. Diagnosis kerja

: G3 P2 A0 hamil 37-38 minggu pro SC atas indikasi Resiko Tinggi +


JTHIU+ Presentasi Kepala+ Belum InPartu

2. Dasar diagnosis

: Umur ibu 41 tahun (>35 tahun usia reproduktif) dan riwayat bayi
pertama lahir prematur (8 bulan).

Pemeriksaan yang dianjurkan : Tidak ada


Rencana pengelolaan : Rencana terapi: sectio caesarean
Prognosis : ad bonam

Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Antara penyebab kepada anemia kepada fetal adalah yang paling sering disebabkan oleh
alloimunisasi sel darah merah yang merupakan hasil dari aliran antibodi maternal secara
transplasental sehinggakan ia mendestruksikan sel darah merah fetal.Oleh karena itu,
alloimunisasi membawa kepada produksi sel darah merah yang berlebihan yakni sel darah
merah yang belum matang, dimana keadaan itu dinamakan erythoblastosis fetalis yang kini
juga dikenali sebagai haemolytic disease of fetus and newborn (HDFN).1-9
Anemia fetal yang progresif akan membawa kepada gagal jantung, hydrops fetalis dan
akhirnya kematian. Untungnya, dengan adanya upaya preventif untuk Rhesus D alloimunisasi
seperti anti-D immunoglobulin, dan juga dengan adanya upaya untuk identifikasi dan terapi
buat anemia fetal dengan MCA Doppler serta transfuse intrauterine, ini dapat merubah secara
drastic prevalensi buruk pada penyakit ini. Anemia yang berat pada fetus kalau ditransfusikan
secara intrauterine bisa mencapai angka survival melebihi 90 persen dan kadang pada kasus
hydrops fetalis juga bias mencapai angka lebih dari 80 persen.1,7

Alloimunisasi Sel Darah Merah


Terdapat 30 golongan darah dan yang teridentifikasi adalah 328 antigen sel darah merah oleh
International Society of Blood Transfusion.Walau beberapa dari golongan darah tersebut
penting secara imunologis dan genetic namun yang selebihnya adalah sangat jarang
sehinggakan tidak penting secara klinis.1
Secara dasarnya, sesiapa saja yang tidak mempunyai suatu antigen sel darah merah yang
spesifik akan diproduksi antibody apabila terekspose kepada antigen tersebut. Antigen

tersebut boleh jadi merbahaya kepada seseorang jika dia mendapat transfusi darah dan juga ia
bias membahayakan janin dalam kandungan selama kehamilan.1,3
Biasanya, fetus akan mendapat sekurangnya satu jenis antigen sel darah merah dari bapanya
yang tidak terdapat pada ibunya. Maka, ibunya itu akan terjadi sensitized jika eritrosit fetal
yang cukup kuantitasnya memasuki sirkulasi darah ibunya sehingga menimbulkan reaksi
imun. Namun begitu, alloimunisasi sangat jarang karenakan beberapa factor yaitu; 1)
Inkompatibilitas antigen sel darah merah punya prevalensi yang rendah, 2) aliran antigen dari
fetal secara transplassental tidak cukup atau antibody maternal yang tidak cukup, 3)
inkompatibilitas ABO maternal-fetal yang memabwa kepada klirens eritrosit fetal sehingga
tidak sempat untuk menimbulkan respon imun, 4) antigentisitas yang variable, 5) respon
imun maternal yang variable terhadap antigen.1
Dalam penilitian populasi secara screening , terdapat prevalensi sel darah merah yang
alloimunisasi sewaktu kehamilan sebanyak 1 persen.

Deteksi Alloimunisasi
Biasanya pada kunjungan pertama untuk pemeriksaan antenatal buat ibu hamil harus
diperiksa golongan darah dan juga antibody dalam serum ibu yang unbound dideteksi secara
indirect Coombs test. Dengan hasil yang positif, antibody yang spesifik terindentifikasi dan
juga subtype immunoglobulinnya seperti IgG dan IgM dan juga titernya diketahui
kuantitasnya. Yang penting disini adalah keberadaan IgG karena IgM tidak bisa melewati
sawar plasenta. Nilai titer yang kritikal adalah nilai pada mana anemia fetal yang bisa terjadi.
Nilai pada setiap antibody adalah berbeda dan jika nilai kritikal titer buat anti-D antibody
adalah pada 1:16, maka bila nilainya melebihi 1:16 merupakan indikasi dimana
kebarangkalian untuk terjadinya penyakit hemolitik yang berat. 1,3

Tabel 1: Antigen Sel darah merah dan hubungannya dengan penyakit hemolitik pada fetus. 1
Inkompatibilitas golongan darah CDE(Rh)
Sistem rhesus adalah terbagi kepada lima protein atau antigen sel darah merah yaitu: C, c, D,
E, e. tidak terdapat rhesus d antigen dan Rh-D negative merupakan ketiadaan antigen D.1,2,4
Antigen CDE ini penting secara klinis karena misalnya individu yang merupakan Rh Dnegatif boleh terjadi sensitisasi setelah expose kepada sebanyak 0.1 L eritrosit fetus. Insidensi
golongan rhesus ini bervariasai tergatung kepada kaum dan sukue etnik. Hampir 85 persen
non-Hispanic berkulit putih americans merupakan Rh D-positif, sama juga dengan sebanyak

90 persen pada orang asli America, 93 persen orang African America dan Hispanic America,
dan 99 persen orang Asia.1,4
Prevalensi RH D alloimunisasi yang menyebabkan komplikasi pada kehamilan adalah
sebanyak 0.5-0.9 persen. Tanpa anti-D immunoglobulin profilaksis, seorang ibu yang Rh D
negative yang melahirkan neonatal yang rh D positif dan kompatibel ABOnya terdapat 16
persen kebarangkalian terjadinya alloimunisasi. 2 persen boleh terjadi sensitisasi setelah
lahirnya neonates, 7persen setelah 6 bulan post partum, dan sisa 7 persen akan terjadinya
sensibilized- yakni memproduksi antibody yang bias terdeteksi hanya pada kehamilan
berikutnya.1
Namun kalau adanya inkompatibilitas ABO juga, kemungkinan untuk adanya alloimunisasi
Rh D adalah sebanyak 2 persen tanpa profilaksis. Dasarnya adalah karena destruksi eritrosit
karena inkompatibilitas ABO sebelumnya terjadi sensitisasi. Sensitisasi bisa terjadi setelah
komplikasi kehamilan trimester pertama, prosedur diagnostic prenatal dan trauma maternal.1,5

Tabel 2: Penyebab kepada pendarahan fetomaternal yang assosiasi dengan alloimunisasi


antigen sel darah merah. 1,5
Untuk Rh antigen C, c, E, dan e, mereka mempunyai imunogenitas yang lebih rendah
berbanding dengan Rh antigen D, namun mereka tetap bisa menyebabkan penyakit hemolitik.
Sensitisasi kepada C, c dan E dapat menimbulkan komplikasi sebanyak 0.3 persen pada
kehamilan dan menyebabkan sebanyak 30 persen kasus alloimunisasi sel darah merah. Anti-E

alloimunisasi merupakan yang paling sering namun yang membutuhkan transfuse darah fetal
atau neonatal adalah secara signifikan pada alloimunisasi. 1,4
Pemeriksaan Lab
Secara in vivo, keberadaan antiRh IgG maternal akan mendestruksi sel darah merah janin
yang Rh D-positif. Namun pada in vitro, anti-D antibody itu tidak akan melisis sel malah
tidak menyebabkan aglutinasi sehingga untuk mendeteksi mereka sulit. Tes coomb ini akan
membuat antibody bind kepada anti-D antibody.3
Direct Coombs test
Mendeteksi anti-D antibody maternal yang sudahpun bounded kepada sel darah merah
fetus.3,5
Sampel dari sel darah merah fetus dicuci sehingga tidak ada sisa antibody (Ig) yang unbound
didalam darah. Apabila test antibody (Anti-Ig) ditambah, terjadinya agglutinasi pada sel
darah merah fetus yang sudah ada bounded dengan antibodies maternal.3,5
Ini dinamakan direct Coombs test karena anti-Ig bind secara langsung kepada anti D Ig
maternal.3,5

Indirect Coombs test


Untuk mencari anti D antibodies di dalam serum maternal. Kalau serum tersebut akan
berkontak dengan sel darah merah fetus, langsung akan terjadi hemolisis menyebabkan
HDN.3,5
Serum maternal diinkubasikan dengan sel darah merah yang Rh D-positif, jika ada anti D
antibody di dalam serum maternal, maka akan bind dengan sel darah merah tadi. Sel-sel
tersebut akan dicuci untuk membuang antibody yang bebas dan tidak terbinded. Kemudian
anti-Ig ditambah dan akan agglutinasi dengan sel darah merah tadi yang sudahpun ada
antibody maternal. 3,5
Ini dinamakan test indirek karena anti-Ig bertemu secara tidak langsung bukti adanya
antibody yang mendestruksi sel darah merah oleh maternal. 3,5

Grandmother effect
Pada semua kehamilan, dalam kuantitas yang sedikit dapat masuknya darah maternal ke
dalam sirkulasi darah fetus. Polymerase Chain Reaction (PCR) secara real-time digunakan
untuk identifikasi Rh D-positif DNA ibu dalam darah tepi neonatal RH D-negatif yang
preterm dan aterm. Maka, sangat memungkinkan apabila fetus perempuan yang Rh D-negatif
terexpose kepada sel darah maternal yang Rh D-positif sehingga terjadinya sensitisasi dan
apabila anak tersebut mencapai dewasa dan hamil, dia bisa produksi anti-D antibody dan
mengancam kehamilan pertamanya. Nama kejadian ini adalah Grandmother Effect. 1

Alloimunisasi pada antigen yang minor


Karena adanya pemeriksaan rutin dan administrasi anti-D immunoglobulin untuk menghindar
terjadinya alloimunisasi anti-D, terdapat kasus hemolitik yang disebabkan oleh antigen selain
dari antigen D yang terkenal sebagai antigen minor. Misalnya adalah kell antibodies yang
paling sering, setelahnya Duffy group A antibodies-anti Fy, anti MNS dan anti-Jk-Kidd
group. Pada banyak kasus terjadinya inkompatibilitas transfuse darah kalau yang berperan
adalah antigen minor. Kalau terdeteksi IgG sel darah merah maka harus dievaluasi dan sering
diperiksa kehamilannya untuk curiga terjadinya penyakit hemolitik. 1

Inkompatibilitas golongan darah ABO


Inkompatibilitas golonga darah A dan B merupakan penyebab kasus hemolitik yang paling
sering pada bayi baru lahir namun hemolisisnya tidak begitu berat pada fetus. Sebanyak 20
persen pada bayi baru lahir ada inkompatibilitas ABO namun hanya 5 persen saja terpengaruh
secara klinis dan anemia yang terjadi hanyalah ringan. Kondisi tersebut berbeda dengan
golongan RH CDE karena 1) inkompatibilitas ABO seringnya terlihat pada anak pertama
berbanding sensitisasi kepada antigen sel darah merah lain biasanya tidak terlihat, 2)
alloimunisasi ABO boleh efek kepada kehamilan seterusnya namun CDE jarang bertambah
lebih berat, 3) kebanyakan anti-A dan anti-B antibody adalah merupakan immunoglobulin M
(IgM) yang tidak bisa menembus sawar plasenta dan sel darah merah fetus tidak punya
banyak santigen site berbanding orang dewasa maka adalah merupakan kurang
immunogenic.1,2

Manajemen kehamilan dengan alloimunisasi


Estimasi sebanyak 25-30 persen fetus dengan Rh D alloimunisasi akan mendapat anemia
hemolitik ringan-sedang, dan tanpa terapi, sebanyak 25 persen akan menjadi hydrops fetalis.
Jika pada pendeteksian dini alloimunisasi nilai titer adalah rendah dari nilai kritikal, maka
titer harus diulang tiap 4 minggu selama kehamilan. Jika seorang ibu hail pernah ada
komplikasi pada kehamilan sebelumnya karena alloimunisasi, pemeriksaan titer tidak cukup
untuk memeriksa anemia pada fetus. Sekiranya titer sudah mencapai nilai kritikal, tidak
penting untuk mengulangi pemeriksaan. 1
Mengetahui resiko fetus
Adanya anti-D antibody mencerminkan sensitisasi pada ibu hamil tersebut tetapi ia tidak
merupakan indikasi bahwa akan mempunyai efek pada fetus. Ini dinamakan amnestic
response. 1
Evaluasi alloimunisasi adalah dengan mengidentifikasi status antigen eritrosit paternal. Jika
ternyata test paternal itu merupakan heterozigos maka baru diperiksa antigen pada fetus
dengan cara amniocentesis atau PCR. Test tersebut mempunya positif predictive value 100
persen dan negative predictive value 97 persen. 1
Lebih update, adalah pemeriksaan cell-free fetal DNA pada plasma meternal dengan akurasi
setinggi 99-100 persen. 1
Middle Cerebral Artery (MCA) Doppler Velocimetry
Ini adalah untuk deteksi anemia fetus. Pada fetus yang anemia, akan terjadi shunting aliran
darah ke otak untuk maintan oksigenasi yang adekuat. Velocity meningkat karena cardiac
output meningkat dan menurunnya viskositas darah. 1,7
Pemeriksaan Amniotic Fluid Spectral Analysis
Untuk memeriksa kadar bilirubin sehingga dapat menganggarkan derajat hemolisis dan
merupakan assessment indirek kepada anemia fetus. Kadar bilirubin pada cairan amnion
diperiksa dengan spectrophotometer. 1,7
Transfusi darah fetus

Kalau adanya anemia fetus yang berat dikarenakan pada pemeriksaan MCA meningkat
systolic velocity atau terjadinya hydrops fetalis, manejemen adalah berdasarkan usia gestasi. 1
Ada yang rekomendasi transfuse darah dari usia 30-32 minggu gestasi dan melahirkan pada
32-34 minggu. Untuk mengurangi morbiditas dari prematuritas, ada yang merekomendasikan
tranfusi intrauterine pada usia 36 minggu dan melahirkan pada 37-38 minggu. 1
Intravascular transfuse melewati vena umbilical dengan bimbingan sonografi adalah
merupakan cara yang baik. Transfuse secara peritoneal pula kalau pada derjata berat, early
onset hemolitik pada trimester kedua, vena umbilical yang sempit untuk memasukkan jarum
suntik. 1,2
Direkomendasikan transfuse pada hematokrit fetus <30 persen. Jenis darah yang
ditransfusikan adalah glonga darah O Rh-negatif, cytomegalovirus negative, haematocrit 80
persen untuk elakkan terjadinya overload volume dan darah tersebut diiradiasi supaya tidak
terjadi graft-versus-host reaction dan kurang leukosit. 1,7
Tranfusi berikutnya biasanya 2-4 minggu setelahnya tergantung nilai haematocrit. 1,7
Hasil: komplikasi dari prosedur tersebut dilaporkan sebanyak 9 persen kehamilan yang
ditransfusikan. Ini termasuklah kematian janin sebanyak 3 persen, kematian neonatal
sebanyak 2 persen, dibutuhkan caesarean section emergensi sebanyak 6 persen, infeksi pada 1
persen. Memikirkan transfuse fetus ini adalah tindakan menyelamatkan jiwa pada fetus yang
sudah terjadi heilitik derajat berat, resiko-resiko tadi tidak boleh menjadi menurunkan
motivasi untuk meneruskan terapi transfuse. 1

Upaya preventif Alloimunisasi RH D


Penggunaan anti-D immunoglobulin sudah empat decade. Pada Negara yang tidak punya
upaya penggunaan anti-D immunoglobulin, sebanyak 10 persen pada kehamilan yang Rh Dnegatif timbul komplikasi penyakit hemolitik pada fetus dan neonatal baru lahir. Dengan
immunoprofilaksis, resiko allimunisasi tersebut dikurangkan sehingga <0.2 persen.1
Sebanyak 90 persen terjadi alloimunisasi karena pendarahan fetomaternal pada kelahiran.
Administrasi rutin anti-D immunoglobulin pada postpartum dalam 72 jam mengurangi kadar

alloimunisasi sebanyak 90 persen. Pemberian anti-D immunoglobulin pada 28 minggu usia


gestasi juga mengurangi alloimunisasi trimester ketiga dari 2 persen kepada 0.1 persen.1,9
Skrining pada ibu hamil dan janin intrauterine
Amniocentesis
Jarum dimasukkan secara transabdominal ke dalam cairan amnion menggunakan dan
dibimbing oleh bantuan ultrasonografi. Sebanyak 20-30ml cairan diambil dan prosedut ini
tidak biasanya dilakukan pada usia gestasi sebelum 14 minggu. Resiko kematian janin karena
tindakan ini adalah 1 dalam 300-500.2
Cairan tersebut tadi dianalisa dengan factor biokimia disamping adanya sel-sel fetus yang
terdapat dalam cairan. Bisa dilakukan pemeriksaan karyotip dan juga Polymerase Chain
Reaction (PCR).2
Chorionic Villus Sampling
Tindakan dimulai dengan memasukkan jarum transabdominal atau transvaginal ke dalam
massa plasenta dan aspirasi jaringan sebanyak 5-30mg. 2

Weak D antigen
Tidak menimbulkan resiko untuk hemolisis dan tidak memerlukan anti-D immunoglobulin.
Namun terdapat variasai pada antigen D yakti partial D antigens yang bisa menimbulkan
alloimunisasi. Kalau status antigen D nya masih dicurigai, lebih baik diberikan anti-D
immunoglobulin.1,4

Pendarahan fetomaternal
Biasanya hampir semua ibu hamil terjadi pendarahan fetomaternal yang kecil dan dalam 2/3
dari itu sudah cukup untuk memprovokasi terjadi reaksi antigen-antibodi. Insidensi
meningkat semakin meningkat usia gestasi seiringan dengan volume darah fetus di dalam
sirkulasi maternal.1

Pendarahan fetomaternal boleh terjadi akibat trauma maternal dan bisa terjadi dengan ada nya
plasenta previa atau vasa previa, atau boleh disebabkan oleh amniocentesis atau version
sefalik. Namun dalam lebih dari 80 persen, tiada penyebab yang bisa diidentifikasikan.
Dengan terjadinya pendarahan, keluhan utama yang sering adalah berkurangnya gerakan
janin.1
Satu keterbatasan dalam menilai secara kuantitatif sel-sel fetus di dalam sirkulasi darah
maternal adalah mereka tidak memberi infonrmasi tentang waktu perdarahan dan kronisnya.
Secara umum, anemia yang terjadi secara gradual atau kronis, sepertinya allimunisasi, bisa
ditolerir oleh fetus berbanding dengan anemia yang terjadi secara akut. Anemia yang kronis
tidak akan membuat perubahan denyut jantung janin sehingga apabila janin itu sudah benarbenar buruk keadaannya. Namun begitu, kalau anemia yang berjalan secara akut tidak bisa
ditolerir oleh janin tersebut sehinggakan bisa menyebabkan perubahan neurologis dari
hipoperfusi cerebral, iskemia dan infark.1
Tes untuk pendarahan fetomaternal
Test yang sering digunakpakai untuk memeriksa secara kuantitatif sel darah merah fetus di
dalam sirkulasi darah maternal adalah tes Kleihauer-Betke (KB). Eritrosit fetus mengandung
haemoglobin F, yakni lebih resisten kepada elution asam berbanding haemoglobin A. Setelah
terekspose kepada asam, hanya haemoglobin fetus yang akan tersisa. Sel darah fetus akan
dihitung dan dibanding sebagai persentasi berbanding sel darah dewasa. Namun test ini bisa
tidak akurat pada dua kondisi yaitu 1) pada kasus hemoglobinopati maternal di mana sel
darah merah maternal mengandung haemoglobin F yang berlebihan, 2) kasus dimana sudah
mendekati usia aterm dimana sel darah fetus sudah banyak mengandung haemoglobin A.1

Gambar 1. Test Kleihauer-Betke menunjukkan pendarahan feto-maternal yang berat. Setelah


terpapar kepada asam, yang tersisa dan terlihat adalah sel darah merah yang kaya dengan
haemoglobin F.1
Kesimpulan
Semua ibu hamil harus diperiksa dengan lengkap pada kunjungan antenatal dan antaranya
adalah pemeriksaan golongan darah dan rhesus. Pada ibu hamil pertama yang golongan darah
rhesus negative, pada partus pertama itu mungkin masih ama untuk bayinya melahirkan
meskipun bayinya rhesus positif. Namun pada kehamilan berikutnya, harus dipantau dan
diperiksa kadar hemolisis pada janin di dalam kandungan, dan diperiksa kadar antibody antiD di dalam ibu selama kehamilan supaya keadaan janin masih bisa dipertahankan
sehinggalah lahir.

Daftar Pustaka
1. Cunningham. F.G., Leveno. K.J., Bloom. S.L., Spong. C.Y., Dashe. J.S.,
Hoffman.B.L., Casey. B.M., & Sheffield J.S. Williams Obstetrics 24th ed. McGraw
Hill Education; United States: 2014. Pg 631-44
2. Sadler. T.W. Langmans medical embryology. 12th ed. Wolters Kluwer, Lippincot
Williams and Wilkins; USA: 2012. Pg 106; 127-9
3. Dean L. Blood Groups and Red Cell Antigens [Internet]. Bethesda (MD): National
Center for Biotechnology Information (US); 2005. Chapter 4, Hemolytic disease of
the newborn. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2266/
4. Dean L. Blood Groups and Red Cell Antigens [Internet]. Bethesda (MD): National
Center for Biotechnology Information (US); 2005. Chapter 7, The Rh blood group.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2269/
5. Izetbegovic S. Occurrence of ABO And RhD Incompatibility with Rh Negative
Mothers. Materia Socio-Medica. 2013;25(4):255-258. doi:10.5455/msm.2013.25.255258.
6. Maya E, Buntugu KA, Pobee F, Srofenyoh E. Rhesus Negative Woman Transfused
With Rhesus Positive Blood: Subsequent Normal Pregnancy Without Anti D
production. Ghana Medical Journal. 2015;49(1):60-63.
7. Cacciatore A, Rapiti S, Carrara S, et al. Obstetric management in Rh alloimmunizated
pregnancy. Journal of Prenatal Medicine. 2009;3(2):25-27.

8. Okeke T C, Ocheni S, Nwagha U I, Ibegbulam O G. The prevalence of Rhesus


negativity among pregnant women in Enugu, Southeast Nigeria. Niger J Clin Pract
2012;15:400-2
9. Turner RM, Lloyd-Jones M, Anumba DOC, Smith GCS, Spiegelhalter DJ, et al.
(2012) Routine Antenatal Anti-D Prophylaxis in Women Who Are Rh(D)Negative:
Meta-Analyses Adjusted for Differences in Study Design and Quality. PLoS ONE
7(2): e30711.doi:10.1371/journal.pone.0030711

Anda mungkin juga menyukai