Anda di halaman 1dari 90

H H

F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

LAPORAN PERJALANAN DINAS

PENGUMPULAN DATA HAM DALAM RANGKA PENYUSUNAN PROFIL HAM


DAN LAPORAN IMPLEMENTASI HAM
DI PROVINSI JAWA TENGAH

SUB DIREKTORAT EVALUASI DAN PELAPORAN HAM


DIREKTORAT INFORMASI HAM
DIREKTORAT JENDERAL HAM
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

BAB I.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pasal 8 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Menyebutkan bahwa perlindungan, pemajuan, penghormatan dan penegakan hak
asasi manusia adalah upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah hal ini
sebagaimana yang diamanatkan dalam
Berdasarkan bunyi ketentuan Pasal di atas, jelas bahwa hak asasi manusia
harus dijunjung tinggi dan dihormati oleh semua eleman bangsa termasuk oleh
pemerintah dan setiap orang. Konsekuensi dari bunyi Pasal-Pasal tersebut adalah
bahwa semua elemen bangsa mempunyai tanggung jawab untuk memajukan dan
melindungi hak asasi manusia di tanah air. Upaya Pemajuan HAM jelas melibatkan
semua unsur yang ada di tanah air, meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat.
Upaya perlindungan, pemajuan, penghormatan dan penegakan hak asasi
manusia dapat ditempuh salah satunya adalah melalui penyebaran informasi hak asasi
manusia baik berupa penyebaran melalui media internet ataupun penyebaran buku
profile hak asasi manusia.
Buku Profile Hak Asasi Manusia merupakan hasil pendokumentasian
implementasi hak asasi manusia di wilayah Indonesia. Dari buku profil hak asasi
manusia ini diketahui bagaimana pelaksanaan hak asasi manusia di daerah, apa
kendala-kendala di ketemui dalam pelaksanaan hak asasi manusia di daerah, dengan
demikian dapat diketahui bagaimana langkah yang harus di tempuh oleh pemerintah
baik Pusat maupun daerah untuk mengatasi atau menaggulangi permasalahan hak
asasi manusia di daerah, maupun di Pusat.
Indonesia sebagai negara yang telah mengesahkan sejumlah instrumen hak
asasi manusia internasional menjadi hukum nasional, yang dengan demikian
mempunyai konsekuensi untuk membuat pelaporan kepada Dewan HAM PBB
berkenaan dengan sejumlah instrumen hak asasi manusia yang telah disahkan
menjadi hukum nasional tersebut.
Pada tahun 2009 nanti Departemen Hukum dan HAM, cq. Direktorat Hak Asasi
Manusia diberikan kewajiban untuk membuat laporan pelaksanaan hak asasi manusia
ke Dewan HAM PBB yang sebelumnya diemban oleh Departemen Luar Negeri.
Mengingat Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia cq. Direktorat Hak Asasi
Manusia belum pernah membuat suatu laporan hak asasi manusia ke Dewan HAM

1
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

PBB, maka untuk menyusun bagaimana pembuatan pelaporan hak asasi manusia
tersebut perlu dilakukan koordinasi antar instansi pemerintah maupun non pemerintah
untuk menyamakan persepsi bagaimana format pelaporan yang harus dibuat, dan
bagaimana koordinasi atau kerjasama yang harus dilakukan antar instansi pemerintah
dan non pemerintah agar pelaporan yang disampaikan ke Dewan HAM PBB menjadi
pelaporan yang baik.
Terkait dengan itu, keberadaan Buku Profile Hak Asasi Manusia adalah sangat
penting bagi Direktorat Hak Asasi Manusia untuk memudahkan dalam pembuatan
pelaporan hak asasi manusia yang mana buku tersebut akan menjadi dokumen
tentang implementasi hak asasi di Indonesia. Salah satu daerah yang menjadi tujuan
kegiatan pengumpulan data dalam rangka penyusunan profil HAM ini adalah Provinsi
Jawa Tengah.

2. Maksud dan Tujuan

2.1. Mencari dan data dan informasi tentang situasi dan kondisi hak asasi manusia di
daerah, khususnya Provinsi Jawa Tengah,
2.2. Menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi dalam perumusan kebijakan dibidang
HAM di Provinsi Jawa Tengah.
2.3. Sebagai data pendukung dalam penyusunan profil hak asasi manusia.

3. Dasar

Melaksanakan Surat Perintah Tugas Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia


Nomor : HAM1- UM.03.02 - 225, tanggal 21 Oktober 2008, berdasarkan DIPA
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Tahun Anggaran 2008 Nomor : 008.0/013-
090/-/2008, tanggal 31 Desember 2007

4. Pelaksana

No. NAMA / NIP Jabatan Keterangan


1. Zuliansyah, S.H., M.Si. Kepala Seksi Pelaporan
NIP. 040 074 218 HAM

2. Agus Yulianto.Sos. Kepala Seksi Publikasi


NIP. 050 049 328

2
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

5. Ruang Lingkup

Kegiatan dilakukan dalam bentuk pengumpulan data, baik berupa wawancara


maupun pengumpulan data sekunder. Data tersebut nantinya dijadikan bahan untuk
penyusunan profil HAM, yang berisi tentang kondisi HAM di Provinsi Jawa Tengah.
Wawancara dilakukan dalam bentuk terbuka dengan nara sumber yang dianggap
mampu dan menguasai permasalahan HAM.

6. Institusi yang dituju

Institusi yang dituju dalam kegiatan dimaksud adalah: Kantor Wilayah


Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah, Sekretariat Panitia Pelaksana RANHAM
Provinsi Jawa Tengah, Biro Hukum Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Polda
Jawa Tengah, Polres Semarang, Dinas Kesehatan dan Pendidikan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah, Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM).

7. Waktu Pelaksanaan

Pengumpulan data dilaksanakan tanggal 28 Oktober s/d 31 Oktober 2008

8. Sumber Dana

Kegiatan Pengumpulan Data HAM Dalam Rangka Pembuatan Profil Hak Asasi
Manusia di Jawa Tengah dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia
Tahun Anggaran 2008.

3
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

BAB II.
HASIL PENGUMPULAN DATA

1. PROFIL WILAYAH

Luas wilayah Propinsi Jawa Tengah secara keseluruhan adalah 33.172 km2
yang terdiri dari beberapa Kabupaten dan Kota, yaitu: Kabupaten Banjarnegara (1.070
Km²), Kabupaten Banyumas (1.328 Km²), Kabupaten Batang (800 Km²), Kabupaten
Blora (1.821 Km²), Kabupaten Boyolali (1.015 Km²), Kabupaten Brebes (1.658 Km²),
Kabupaten Cilacap (2.143 Km²), Kabupaten Demak (897 Km²), Kabupaten Grobogan
(1.976 Km²), Kabupaten Jepara (1.004 Km²), Karang Anyar (806 Km²), Kabupaten
Kebumen (1.281 Km²), Kabupaten Kendal (1.002 Km²), Kabupaten Klaten (656 Km²),
Kabupaten Kudus (451 Km²), Kabupaten Magelang (1.086 Km²), Kotamadya Magelang
(18 Km²), Kabupaten Pati (1.491 Km²), Kabupaten Pekalongan (852 Km²), Kotamadya
Pekalongan (15 Km²), Kabupaten Pemalang (1.012 Km²), Kabupaten Purbalingga (778
Km²), Kabupaten Purworejo (1.035 Km²), Kabupaten Rembang (1.014 Km²),
Kotamadya Salatiga (18 Km²), Kabupaten Semarang (928 Km²), Kotamadya Semarang
(574 Km²), Kabupaten Sragen (947 Km²), Kabupaten Sukoharjo (467 Km²), Kabupaten
Surakarta (47 Km²), Kabupaten Tegal (879 Km²), Kotamadya Tegal (38 Km²),
Kabupaten Temanggung (870 Km²), Kabupaten Wonogiri (1.822 Km²), Kabupaten
Wonosobo (985 Km²).
Sedangkan batas-batas wilayah Propinsi Jawa Tengah ini adalah, sebelah
Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut
Indonesia, sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat, sebelah Timur
berbatasan dengan Propinsi Jawa Timur.
Adapun jumlah penduduk Propinsi Jawa Tengah secara keseluruhan adalah
32.315.263 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 15.923.746 jiwa (49,81%) dan
perempuan sebanyak 16.391.517 jiwa (50,19%).
Komposisi pemeluk agama di wilayah ini sebagai berikut, agama Islam
sebanyak 29.942.066 jiwa, agama Kristen Katolik sebanyak 373.601 jiwa, agama
Kristen Protestan sebanyak 500.644 jiwa, agama Hindu sebanyak 27.297 jiwa dan
agama Budha sebanyak 67.867 jiwa.
Komposisi tamatan jenjang pendidikan formal pada Propinsi Jawa Tangah ini
sebagai berikut, tamatan SD sebanyak 3.523.189 jiwa, SMP sebanyak 1.142.235 jiwa,

4
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

SMA sebanyak 766.568 jiwa, Diploma I/II/III sebanyak 238.479 jiwa, S-1/S-2/S-3
sebanyak 188.477 jiwa.

1.1. Kondisi Geografis

Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan


dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950. Jawa Tengah sebagai salah
satu Propinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan
Jawa Timur. Letaknya 5o40' dan 8o30' Lintang Selatan dan antara 108 o30' dan 111o30'
Bujur Timur (termasuk Pulau Karimun Jawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah
263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa).
Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota.
Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari
luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta
hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan
sawah. Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis
(38,26 persen), selainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain.
Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih
dari dua kali sebesar 69,56 persen. Berikutnya lahan kering yang dipakai untuk
tegalan/kebun/ladang/huma sebesar 34,36 persen dari total bukan lahan sawah.
Persentase tersebut merupakan yang terbesar, dibandingkan presentase penggunaan
bukan lahan sawah yang lain. Menurut Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang, suhu
udara rata-rata di Jawa Tengah berkisar antara 18oC sampai 28oC. Tempat-tempat
yang letaknya dekat pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Sementara
itu, suhu rata-rata tanah berumput (kedalaman 5 Cm), berkisar antara 17 oC sampai
35oC. Rata-rata suhu air berkisar antara 21 oC sampai 28oC. Sedangkan untuk
kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73 persen samapai 94 persen. Curah
hujan terbanyak terdapat di Stasiun Meteorologi Pertanian khusus batas Salatiga
sebanyak 3.990 mm, dengan hari hujan 195 hari.

1.2. Kondisi Ekonomi

Propinsi Jawa Tengah dalam wilayah administrasi terdiri dari 6 Kotamadya dan
29 Kabupaten, 533 Kecamatan, meliputi 7932 desa dan 606 Kelurahan. Propinsi Jawa
Tengah yang mempunyai luas wilayah sekitar 3,25 juta Ha dan berpenduduk sekitar
30.236.200 ( perkiraan s/d Pemilu 1999 ) mempunyai 639.000 perusahaan kecil dan

5
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

menengah yang menyerap 2,51 juta orang tenaga kerja. Dalam konteks inilah maka
upaya penganekaragaman komoditi unggulan dengan memberdayakan secara optimal
potensi yang dimiliki Jawa Tengah diharapkan akan mampu menjadi andalan dalam
memacu pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Kelemahan yang ada selama ini adalah
produk unggulan ditetapkan sendiri-sendiri oleh masing-masing sektor dan kadang
kala berbeda satu dengan lainnya karena memiliki kriteria yang berlainan. Di bidang
peternakan, daging ternak sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan protein hewani
bagi masyarakat. Tidak heran bila tiap daerah mengusahakan pemenuhan akan
kebutuhan daging ternak tersebut. Setidaknya terdapat 13 jenis ternak yang
dibudidayakan di Jawa Tegah, antara lain sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing,
kuda, domba, ayam, itik dan kelinci. Jenis ternak tersebut terbagi menjadi dua, yaitu
ternak besar dan ternak kecil. Di bidang perkebunan, komoditas perkebunan yang
menjadi unggulan Jawa Tengah antara lain karet, teh dan kopi. Perkebunan karet di
Jawa Tengah terletak di Kabupaten Karangannyar, Jepara, Banyumas, Cilacap, dan
Batang. Produksi karet Jawa Tengah pada tahun 2000 sebesar 22.720,12 ton, dengan
lahan tanaman panen seluas 20.707,61 hektar. Produksi teh yang dihasilkan Jawa
Tengah pada tahun yang sama sebesar 7,352,11 ton dengan lahan tanaman panen
seluas 3.531,66 hektar. Perkebunan teh di Jawa Tengah terdapat di Kabupaten
Temanggung, Wonosobo, Batang, Karangannyar dan Kendal. Produksi kopi tahun
2000 sebesar 3.108,92 ton dengan lahan tanaman panen seluas 3,322,91 hektar.
Perkebunan kopi di Jawa Tengah terletak di Kabupaten. Semarang, Temanggung,
Kendal, dan Batang. Di bidang perikanan, Jawa Tengah sangat beruntung, karena
posisinya yang strategis, selain berbatasan dengan propinsi lain, Jawa Tengah diapit
oleh Laut Jawa di sebelah utara dan Samudra Indonesia disebelah selatan. Dengan
memiliki panjang pantai 656,1 Km, maka tersedia peluang pengembangan usaha
perikanan yang cukup besar serta potensi budidaya tambak yang cukup berarti. Di
bidang pariwisata, Jawa Tengah dikenal sebagai daerah yang memiliki keindahan alam
yang beraneka ragam, mulai dari keindahan pegunungan, peninggalan purbakala,
serta keindahan pantainya. Jumlah obyek wisata pada tahun 2000 sebanyak 214
obyek dan tersebar merata diseluruh Jawa Tengah. Bahkan Jawa Tengah memiliki
salah satu dari tujuh keajaiban dunia yaitu Candi Borobudur. Jenis dan peluang
investasi yang terbuka bagi investor di bidang pariwisata adalah: Obyek wisata
Karimun Jawa, Obyek wisata Rawa Pening, Obyek Wisata Nusa Kambangan, Obyek
Wisata Sangiran.

6
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

1.3. Kondisi Sosial dan Budaya

Sejak abad VII, banyak terdapat pemerintahan kerajaan yang berdiri di Jawa
Tengah (Central Java), yaitu: Kerajaan Budha Kalingga, Jepara yang diperintaholeh
Ratu Sima pada tahun 674. Menurut naskah/prasasti Canggah tahun 732, kerajaan
Hindu lahir di Medang, Jawa Tengah dengan nama Raja Sanjaya atau Rakai Mataram.
Dibawah pemerintahan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya, ia membangun Candi
Rorojonggrang atau Candi Prambanan. Kerajaan Mataram Budha yang juga lahir di
Jawa Tengah selama era pemerintahan Dinasti Syailendra, mereka membangun
candi-candiseperi Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Kalasan dll. Pada abad 16
setelah runtuhnya kerajaan Majapahit Hindu, kerajaan Islam muncul di Demak, sejak
itulah Agama Islam disebarkan di Jawa Tengah. Setelah kerajaan Demak runtuh,
Djoko Tingkir anak menantu Raja Demak (Sultan Trenggono) memindahkan kerajaan
Demak ke Pajang (dekat Solo). Dan menyatakan diri sebagai Raja Kerajaan Pajang
dan bergelar Sultan Adiwijaya. Selama pemerintahannya terjadi kerusuhan dan
pemberontakan. Perang yang paling besar adalah antara Sultan Adiwijaya melawan
Aryo Penangsang. Sultan Adiwijaya menugaskan Danang Sutowijaya untuk
menumpas pemberontakan Aryo Penangsang dan berhasil membunuh Aryo
Penangsang. Dikarenakan jasanya yang besar kepada Kerajaan Pajang, Sultan
Adiwijaya memberikan hadiah tanah Mataram kepada Sutowijaya. Setelah Pajang
runtuh ia menjadi Raja Mataram Islam pertama di Jawa Tengah dan bergelar
Panembahan Senopati. Di pertengahan abad 16 bangsa Portugis dan Spanyol datang
ke Indonesia dalam usaha mencari rempah-rempah yang akan diperdagangkan di
Eropa. Pada saat yang sama, bangsa Inggris dan kemudian bangsa Belanda datang
ke Indonesia juga. Dengan VOC-nya bangsa Belanda menindas bangsa Indonesia
termasuk rakyat Jawa Tengah baik dibidang politik maupun ekonomi. Di awal abad 18
Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Pakubuwono II, setelah beliau wafat
muncul perselisihan diantara keluarga raja yang ingin memilih/menunjuk raja baru.
Perselisihan bertambah keruh setelah adanya campur tangan pemerintah Kolonial
Belanda pada perselisihan keluarga raja tersebut. Pertikaian ini akhirnya diselesaikan
dengan Perjanjian Gianti tahun 1755. Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua kerajaan
yang lebih kecil yaitu Surakarta Hadiningrat atau Kraton Kasunanan di Surakarta dan
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kraton Kasultanan di Yogyakarta. Sampai sekarang
daerah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan
dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950.

7
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Sampai dengan tahun 1905 yaitu sebelum dikeluarkannya Decentralisatie


Besluit, Indonesia waktu itu namanya Nederlands India atau Hindia Belanda yang
dibagi dalam beberapa Gewesten (Wilayah) yang bersifat administratif yaitu:
Semarang Gewest meliputi Regentschap (Kabupaten) Kendal, Demak, Kudus, Pati,
Jepara dan Grobogan. Rembang Gewest meliputi Regentschap (Kabupaten)
Rembang, Blora dan Bojonegoro. Kedu Gewest rneliputi Regentschap (Kabupaten)
Magelang, Wonosobo, Purworejo, Kebumen dan Karanganyar. Banyumas Gewest
meliputi Regentschap (Kabupaten) Banyumas, Cilacap dan Banjarnegara. Pekalongan
Gewest meliputi Regentschsap (Kabupaten) Brebes, Tegal, Pekalongan dan Batang.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905 maka Gewesten tersebut
di atas diberi hak-hak otonomi dan dibentuk Dewan-dewan Daerah (GEWESTElIJKE
RAADEN). Dengan demikian Daerah-daerah tersebut sejak tahun 1908 telah
merupakan Daerah-daerah otonomi penuh. Berdasarkan Decentralisatie Besluit
tersebut, dibentuk juga Gemeente (n) (Kotaparaja) yang otonom, antara lain Kota
Pekalongan, Tegal, Semarang, Salatiga, dan Magelang. Dengan berlakunya Indische
Staatsregeling (Undang-Undang Pemerintahan) dalam pasal 119 antara lain
menetapkan bahwa Daerah Hindia Belanda dibagi dalam Provinsi-Provinsi, maka
dikeluarkanlah Province Ordonantie yang mulai berlaku sejak 1 April 1925. Atas dasar
Province Ordonantie tersebut dibentuklah Undang-Undang (Ordonantie) yang
membentuk Jawa Tengah sebagai Provinsi, yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1930.
Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Ordonantie tersebut di atas adalah suatu Gewest
(Daerah Otonom) dengan hak-hak otonom tertentu dan mempunyai Dewan Provinsi
(Provincae Raad). Mengenai batas-batas wilayah Provinsi Jawa Tengah padaa saat itu
dapat dilhat pada pembagian administratif yang tersebut dalam Staatsblad (Lembaran
Negara) tahun 1933 No.251 car 335 yang kemudian diubah dengan staatblad tahun
1934 No.582. Provinsi Jawa Tengah sampai dengan tahun 1934 adalah sebagai
berikut: Residentie Pekalongan meliputi Pekalongan, Batang, Brebes dan Tegal.
Residentie Djeporo meliputi Kabupaten Jepara, Rembang, Pati, Blora dan Kudus.
Residentie Semarang meliputi Kabupaten Semarang, Kendal, Demak, dan
Stadsgemeente Semarang Salatiga. Residentie Banyumas meliputi Kabupaten
Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Karanganyar, dan Banjarnegara. Residentie Kedu
meliputi Kabupaten Magelang, Wonosobo, Purworejo, Kebumen dan Stadsgemeente
Magelang. Pada tahun 1934 diadakan penggabungan beberapa Kabupaten yaitu:
Kabupaten Batang digabungkan dengan Kabupaten Pekalongan. Kabupaten
Banyumas digabungkan dengan Kabupaten Purwokerto. Kabupaten Kutoarjo
digabungkan dengan kabupaten Purworejo. Kabupaten Karanganyar digabungkan

8
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

dengan Kabupaten Kebumen. Pada masa pendudukan Jepang, diadakan perubahan


Tata Pemerintahan Daerah dengan Undang-undang No : 27 Tahun 1942 (tahun
Jepang 2062). Menurut Undang-undang ini seluruh Jawa kecuali Daerah
Vorstenlanden dibagi atas Syuu (Karesidenan) Si (Kotapraja) Ken (Kabupaten) Gun
(Distrik) Son (Onder Distrik) Ku (Kelurahan) Dengan kata lain, dengan Undang-Undang
tersebut Provinsi ditiadakan. Dalam pada itu ada perubahan nama terhadap sebuah
Karesidenan di Jawa Tengah, yaitu Karesidenan Jepara - Rembang, diganti namanya
menjadi Pati Syuu. Pada tahun 1946 dikeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor 16 SU
yang membekukan Daerah Swapraja (Vorstenland) Kasunanan dan Mangkunegaran,
kedua bekas Swapraja ini men-jadi Karesidenan. Berdasarkan Pasal 1 Undang-
undang Nomor. 22 tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah tersusun dalam
tiga tingkat Pemerintahan yaitu Provinsi, Kabupaten dan Desa (Kota Kecil).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, dikeluarkanlah Undang-undang
Nomor: 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Provinsi Jawa Tengah, yang
berlaku mulai tanggal 4 Juli 1950, meliputi 6 Karesidenan, yaitu Karesidenan
Pekalongan, Semarang, Pati, Kedu, Banyumas dan Surakarta. Jawa Tengah terdiri
dari 3 (tiga) lingkungan budaya, yaitu Lingkungan budaya Pesisir, Lingkungan budaya
Bagelan – Banyumas, dan Budaya Kraton, dengan pelestarian budaya antara lain
Upacara: Tingkeban, Brokohan, Puputan, Selapanan, Tedhak Siten, Ruwatan, Bersih
Desa, Siraman Pusaka, Nyadran, dan Sedekah Laut. Jawa Tengah memiliki
peninggalan budaya antara lain : Candi Borobudur, Mendut dan Pawon, Dieng,
Gedongsongo, Prambanan. Filsafat hidup masyarakat: Ojo dumeh, untuk
mengendalikan diri agar tidak sombong misalnya ojo dumeh gek kuwoso (baru
dikaruniai kekuasaan), ojo dumeh sugih (baru dikaruniai kekayaan), ojo dumeh wong
pangkat (baru dikaruniai jabatan) dan sebagainya. Mulad Sariro Hangrosowani,
manusia harus mau dan mampu untuk berinstropeksi diri agar dalam melaksanakan
kehidupan sehari-hari tidak keliru. Surodiro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti,
semua kejahatan dan keburukan itu akan hancur oleh kebaikan. Alon-alon waton
kelakon, semua yang akan dikerjakan harus diperhitungkan secara cermat dan berhati-
hati, tldak tergesa-gesa agar dapat sesuai dengan cita-cita dan rencana semula.

9
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

2. PETA PERMASALAHAN HAM

2.1. Hak Untuk Hidup

2.1.1. Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat

Keberlangsungan hidup sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya alam


yang ada serta daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Oleh karena itu,
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Jawa Tengah tetap diarahkan
untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat secara adil dan
berkelanjutan yang diselaraskan dengan kemampuan anggaran pemerintah serta
dinamika sosial ekonomi dan politik yang berkembang di mayarakat.
Pengelolaan sumberdaya lahan melalui penataan ruang merupakan faktor kunci
dalam mendukung keberhasilan pengelolaan lingkungan. Dari target luas kawasan
lindung sebesar 19,93 % dari luas Jawa Tengah pada tahun 2018, saat ini sudah
terpetakan seluas 9,13 %, terdiri dari Hutan Suaka Alam, Hutan Lindung, dan Kawasan
Lindung di Luar Kawasan Hutan (KLDKH). Namun kondisi sebagian besar KLDKH
masih perlu dioptimalkan agar dapat berfungsi sebagaimana peruntukannya. Sebagai
langkah awal, telah diinisiasi kerjasama pengelolaan dengan beberapa
kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Tekanan meningkatnya kebutuhan lahan menyebabkan eksplotasi lahan yang
berlebihan. Akibatnya produktifitas lahan semakin merosot dan berpotensi menjadi
lahan kritis. Lahan kritis di Jawa Tengah diperkirakan seluas 23% yang tersebar di
kawasan Dieng, Sindoro-Sumbing, DAS Kaligarang, Rawapening, DAS Segara
Anakan, dan Merapi – Merbabu. Upaya perbaikan lingkungan difokuskan pada
peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan tersebut, melalui pembuatan demplot
dan pengembangan kawasan konservasi berdasarkan pendekatan pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu dan pemberian ruang partisipasi masyarakat yang
lebih luas dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan.
Upaya perbaikan lahan dilaksanakan secara sinergis dengan upaya konservasi
sumberdaya air. Pengelolaan sumberdaya air diarahkan agar air hujan tidak segera
mengalir ke hilir sehingga menimbulkan banjir. Penghjijauan daerah hulu dimaksudkan
untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan langsung air hujan guna mengurangi
terjadinya erosi dan meningkatkan penyerapan air tanah. Sementara air permukaan
dikelola dengan membangun saluran, bangunan terjunan dan pembuatan teras agar
tidak menimbulkan banjir di kawasan hilir. Peningkatan penyerapan air tanah akan

10
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

memperbaiki sistim hidro-orologis sehingga mengurangi ancaman terjadinya


kekeringan.
Upaya pengurangan laju erosi juga akan mengurangi laju sedimentasi di waduk
sehingga akan memperpanjang usia waduk, memperbesar volume tampungan air
sehingga akan memperbesar tingkat layanan suplai air. Saat ini, dari 38 waduk di Jawa
Tengah, telah terdiidentifikasi beberapa waduk yang mengalami kerusakan akibat
tingginya laju sedimentasi sebesar 778,93 ton/th (waduk Rawa Pening), 59.77 juta m³
(waduk Soedirman), dan waduk Gajah Mungkur 111 juta m³. Peningkatan layanan
akan mengurangi beban pengambilan air bawah tanah, yang selama ini banyak
dimanfaatkan untuk keperluan industri maupun rumah tangga dan budidaya pertanian,
khususnya pada saat terjadi kekeringan. Potensi cadangan sebanyak 12.268.523.000
m3 dari 30 lokasi CAT perlu dilestarikan guna menghindari penurunan muka tanah dan
terjadinya intrusi air laut.
Seiring dengan peningkatan pertumbuhan industri di Jawa Tengah
mengakibatkan meningkatnya jumlah limbah yang dikeluarkan dari sisa proses
produksinya baik yang berupa limbah gas, limbah cair maupun limbah padat. Dari segi
kualitas air sungai maupun waduk telah mengalami penurunan kualitas yang
diindikasikan dari tingginya konsentrasi BOD, COD, TSS yang telah melebihi Baku
Mutu Air untuk kelas II sesuai PP 82 tahun 2003 tentang Pengelolaan Kualitas air dan
Pengendalian Pencemaran air. Upaya pengendalian dilakukan melalui penetapan klas
sungai sehingga dapat diketahui jenis pemanfaatan air sungai dan upaya yang harus
dilakukan untuk menaikkan kualitas air. Beberapa sungai yang sudah ditetapkan klas
sungai antara lain Bengawan Solo, Serayu, Progo, dan Kaligung.
Jumlah industri/kegiatan usaha di Jawa Tengah yang mengeluarkan limbah B3
sebanyak ± 1.160 buah. Dari jumlah tersebut menghasilkan limbah B3 berupa limbah
cair sebanyak ± 49.546.006,33 m3/tahun sedang yang berupa limbah padat / sludge B3
sebanyak ± 783.362,83 ton/tahun.
Dari jumlah limbah B3 tersebut di atas hanya ± 1,5 % yang dibuang ke Cileungsi
karena biaya yang terlalu mahal, sedang selebihnya dibuang ke lingkungan sekitar
pabrik. Di samping itu banyak industri yang berpotensi menghasilkan limbah B3 yang
belum ditangani dengan baik antara lain industri logam di Kabupaten Klaten, Tegal,
Juwana, industri kain tenun Troso di Kabupaten Jepara. Beberapa kegiatan
penambang emas yang tersebar di Kabupaten Banyumas, Banjarnegara, Kebumen,
Purworejo dan Wonogiri yang sebagian besar belum dilengkapi dengan bak tailing
maupun alat penangkap debu merkuri yang berupa retort.

11
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Strategi pengendalian pencemaran dengan pendekatan teknologi proses saat ini


mulai dikembangkan oleh dunia industri (sistem up of pipe) lebih efektif karena sifatnya
mengurangi pencemaran dari sumbernya. Pendekatan teknologi proses saat ini dikenal
dengan istilah Produksi Bersih atau Teknologi Ramah Lingkungan yang menitik
beratkan pada upaya 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle).
Pengelolaan sampah domestik merupakan kompetensi Pemerintah
Kabupaten/Kota. Untuk itu, upaya pengendalian pencemaran sampah dilakukan
bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup melalui pelaksanaan Program
Adipura guna mewujudkan lingkungan perkotaan yang bersih dan hijau/teduh.
Dalam rangka menjaga ketersediaan air pada sumber air dan untuk mencegah
dan menanggulangi pencemaran air, di Provinsi Jawa Tengah telah menggunakan
satu perangkat lunak yaitu Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 20 Tahun
2003 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Lintas
Kab./Kota. Salah satu upaya pengendalian diantaranya melalui pentaatan terhadap
perizinan bagi usaha/kegiatan dalam pembuangan air limbah ke sumber air lintas
Kab/Kota. Secara umum, upaya pengendalian didasarkan pada Perda Nomor 5 tahun
2007 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Jawa Tengah.
Kondisi kualitas udara dibeberapa kota di Jawa Tengah cenderung mendekati
nilai ambang batas Baku Mutu Udara yang ditetapkan disebabkan beban pencemar
udara semakin meningkat yaitu sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber
tidak bergerak (industri). Upaya pengendalian dampak pencemaran udara lebih banyak
berupa pengamatan kualitas sebagai bahan sosialisasi dan fasilitasi kepada
Kabupaten/Kota untuk memperluas hutan/taman kota atau pohon peneduh jalan.
Penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan kerusakan sumberdaya lahan
dan air serta kecenderungan meningkatnya pencemaran telah mengancam terjadinya
penurunan keaneka-ragaman hayati (kehati). Beberapa flora dan fauna yang terancam
punah akibat menurunnya luasan maupun kualitas habitat menjadi semakin terdesak.
Upaya pengelolaan kehati diarahkan melalui tahapan identifikasi, perlindungan dan
pemanfaatan. Sedangkan perlindungan habitat dilaksanakan melalui penetapan
kawasan perlindungan seperti cagar alam maupun hutan lindung.

Permasalahan :
1) Banyaknya pemanfaatan kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,
pengambilan air bawah tanah yang tidak terkendali, masih tingginya luasan
kerusakan hutan dan lahan serta penurunan daya tampung sungai dan waduk
sebagai akibat laju erosi dan sedimentasi yang tinggi.

12
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

2) Tingginya tingkat pencemaran udara pada kawasan kota akibat meningkatnya gas
buang dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor, serta berkurangnya ruang
terbuka hijau.
3) Menurunnya kualitas lingkungan perairan (sungai, waduk, rawa, telaga, estuaria
dan pantai) dan tanah sebagai akibat peningkatan pencemaran dan sedimentasi
yang bersumber dari kegiatan industri, rumah tangga, hotel, rumah sakit serta
kerusakan lingkungan (erosi) karena pengelolaan lahan.
4) Kendala pemulihan fungsi kawasan lindung diantaranya adalah faktor kepemilikan
lahan serta belum adanya insentif untuk pemulihan fungsi lindung.
5) Semakin meningkatnya ancaman terhadap keanekaragaman hayati.
6) Keterbatasan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan.
7) Masih rendahnya efektivitas pelaksanaan pengendalian dan pengawasan
pemulihan kerusakan lingkungan serta daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
8) Masih rendahnya kapasitas aparat/petugas dan masih rendahnya kesadaran serta
peran serta masyarakat/stakeholder dalam pemeliharaan, pengelolaan lingkungan
hidup dan pemahaman penerapan konsepsi pengurangan resiko bencana.
9) Belum lengkapnya perangkat hukum dan rendahnya pemahaman masyarakat
tentang aturan-aturan di bidang lingkungan serta belum optimalnya penegakan
hukum di bidang lingkungan.

Indikasi Pelanggaran Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat di Jawa Tengah

Hak atas lingkungan yang baik dan sehat secara khusus terdapat dalam Pasal
28 G ayat 1 UUD 1945 yaitu : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”. Ketentuan dalam amandemen UUD 1945
merupakan penguatan atas pengakuan hak serupa dalam UU No. 23 tahun 1997,
khususnya pasal 5 yang menyebutkan “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat”.
Pengakuan atas hak lingkungan yang baik dan sehat merupakan perwujudan
dari tanggung jawab Negara untuk menjamin warganya dari rasa aman dan nyaman
untuk hidup. Berbagai pelanggaran hak atas lingkungan terjadi sebagai konsekuensi
maraknya pembukaan kran industry yang mengakibatkan pencemaran, pembukaan
hutan, pertambangan secara massal. Lebih jauh kran ekspor yang dibuka secara
besar-besaran oleh Negara yang diwakili pemerintah membuat pengurasan sumber

13
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

daya alam semakin menjadi-jadi. Permasalahan ini dipicu oleh kuatnya persepsi
harfiah atas Hak Menguasai Negara (HMN) sebagaimana yang dicantumkan dalam
Pasal 33 UUD 45 “bumi,air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dikuasai oleh
Negara demi sebesarnya kemakmuran rakyat”. Hak atas lingkungan hidup terjebak
dalam arus kekuasaan sepihak Negara dalam mengekspoitasi sumber daya alam
untuk pembangunan.
Jika dilihat dari aspek pelanggaran, negara dan modal menjadi pelaku
pelanggaran hak atas lingkungan dan masyarakat marginal/miskin kerap menjadi
korban. Dalam posisi ini masyarakat miskin/marginal harus dikuatkan untuk
mendapatkan jaminan hak atas lingkungan yang baik dan sehat yang dapat diterapkan
secara adil dan berkelanjutan.

Perbandingan Pelanggaran Hak Atas Lingkungan yang Baik dan Sehat


Tahun 2006 dan 2007

80 -
70 - 36
60 - 24
50 -
40 - 36
30 - 28 26 33
20 - 5 11
10 - 16
0 - . . . . .
SUTET GALIAN C TOWER BTS PENCEMARAN LAIN-LAIN
Sumber: Hasil Pemantauan dan Advokasi Divisi Lingkungan dan Masyarakat Pesisir YLBHI Jateng

2006 2007

Sedangkan tahun 2007, sepanjang bulan Januari s/d Desember terdapat 91.

Berdasarkan hasil pemantauan dan advokasi Divisi Lingkungan dan


Masyarakat Pesisir LBH Semarang, sepanjang tahun 2007 ditemui 5 kasus SUTET, 24
kasus Penambangan Galian C, 26 kasus pendirian Tower BTS, dan 36 kasus
pencemaran, baik pencemaran udara, air maupun tanah. Menurut hasil mereka Jika
dibandingkan dengan tahun 2006 untuk kasus SUTET terjadi penurunan sejumlah 11
kasus, kasus pendirian tower BTS mengalami kenaikan dengan jumlah 15 kasus,

14
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

kasus pencemaran mengalami kenaikan 3 kasus, sedangkan kasus penambangan


galian C tidak ada perubahan alias stabil. Dari kwantitasnya terdapat penurunan
terhadap jenis kasus SUTET, namun bukan berarti kondisi lingkungan Jawa Tengah
lebih baik dari tahun 2006. Hal ini dikarenakan pemantauan memisahkan kasus-kasus
masyarakat pesisir, khususnya kasus lingkungan yang korbannya adalah komunitas
nelayan. Berikut gambaran kasus-kasus lingkungan hidup 2007 hasil pemantauan dan
advokasi Divisi Lingkungan dan Masyarakat Pesisir LBH Semarang.

a. Kasus SUTET Jawa Tengah

Kasus SUTET tahun 2007 mengalami penurunan hingga 11 kasus jika


dibandingkan tahun 2006. Sejumlah 5 kasus yang masuk dalam tahun 2007 adalah
kasus SUTET yang proses ganti ruginya masih belum terselesaikan karena adanya
pemotongan (pungli) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Bahkan korban
SUTET di Blimbing Kec.Sambirejo Kab.Sragen dipotong hingga 40%. Sedangkan 11
kasus dianggap selesai dalam konteks pemberian kompensasi ganti rugi.
Salah satu kasus SUTET yang terselesaikan melalui kompensasi ganti rugi
adalah kasus SUTET di Desa Adimulyo Kab.Kebumen. Kasus ini diselesaikan melalui
mediasi oleh Komisi Ombudsman Nasional perwakilan Jawa Tengah dan DIY. Dalam
mediasi tersebut PLN tetap harus memberikan uang kompensasi ganti rugi milik warga
yang dipotong oknum yang tidak bertanggung jawab sebesar Rp 3.000/m dari ganti
rugi yang diberikan oleh PLN sebesar Rp 5.000/m. Selain itu PLN juga harus
membayar ganti rugi bagi bangunan, baik Permanen, Semi Permanen maupun
sederhana.
Untuk SUTET dasar hukum pemberian ganti rugi adalah:
• Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi 01.P/MPE1992 tentang Ruang Bebas
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET).
• Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 975/K/MPE/1999 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi 01.P/47/MPE1992
tentang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET).
• Undang-undang No.15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
• Surat Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.975/K/MPE 1999,
mengenai Pedoman Pemberian Kompensasi Tanah dan Bangunan untuk kegiatan
SUTET menyatakan bahwa masyarakat yang mempunyai tanah di bawah jaringan

15
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

SUTET tidak akan dibebaskan tetapi diberikan ganti rugi. Sedangkan besaran
mengenai ganti rugi adalah sebesar 10% dai Nilai Jual Obyek Tanah.
Kelemahan dari aturan hukum ini adalah rendahnya kompensasi yang diberikan
oleh PLN, karena dilihat dari segi geografis biasanya jaringan SUTET melintang di
kawasan pedesaan atau pinggiran kota yang NJOP-nya sangat rendah.
Proses penyelesaian kasus SUTET sampai saat ini terbatas pada persoalan
ganti rugi, namun gangguan lingkungan yang tidak sehat, belum mendapatkan
penyelesaian. Padahal jika melihat hasil penelitian Dr. Anies M.Kes PKK terhadap
masyarakat yang berada di bawah jaringan SUTET di wilayah Tegal, Pemalang dan
Pekalongan menemukan bahwa SUTET 500kv mempunyai potensi gangguan
kesehatan berupa gejala-gejala sakit kepala, pening dan keletihan. Dengan demikian,
sampai saat ini warga yang tinggal di wilayah SUTET belum mendapatkan haknya atas
lingkungan yang baik dan sehat.

b. Kasus Penambangan Galian C

Seperti halnya tahun 2006, mayoritas kasus penambangan tidak dilengkapi


dengan SPID (Surat Penambangan Ijin Daerah). Kalaupun mengantongi SPID ijin ini
sudah kadaluarsa. Penambangan Galian C menimbulkan: 1) Bahaya longsor,
2)Sedimentasi di Daerah Aliran Sungai, 3) Membahayakan para pengguna jalan
lainnya, dan 4) Pencemaran udara (debu).
Kasus Penambangan Galian C di Kota Semarang sudah beberapa kali di
lakukan tindakan oleh Satpol PP berupa pemasangan pita kuning agar penambangan
dihentikan. Namun hingga saat ini masih ada yang melakukan penambangan, dan
Pemkot Semarang belum menggupayakan tindakan dengan mendayagunakan pasal
pidana dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

c. Pendirian Tower BTS

Dari 26 kasus pendirian Tower BTS di Jawa Tengah, masyarakat menolak


pendirian tower dengan alasan:
- Lahan tempat berdirinya tower didasarkan pada perjanjjian sewa menyewa
dengan pemilik lahan. Pemilik telephone seluler biasanya menyewa lahan milik
tokoh masayarakat setempat, misalnya kepala desa atau orang yang cukup

16
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

penting di desa tersebut. Hal ini berpengaruh terhadap warga sekitar yang
akhirnya segan dan menerima tower berdiri di dekat pemukiman masyarakat;
- Ketakutan akan radiasi dan kekhawatiran akan bahaya petir ataupun jika sewaktu-
waktu roboh dan menimpa rumah milik warga;
- Prosedur perjanjian ataupun pada saat membangun tower belum mempunyai ijin
yang lengkap, misalnya IMB, HO ataupun dokumen UKP/PL.
Di Jawa Tengah sendiri, belum terdapat regulasi yang mengatur pendirian tower
BTS. Regulasi yang digunakan adalah Undang-Undang Bangunan, ketika pihak
perusahaan telephone seluler telah mendapatkan ijin IMB maka Pemkot
memperbolehkan perusahaan mendirikan tower.

d. Pencemaran, baik pencemaran udara, air, maupun tanah

Dari 36 kasus pencemaran, umumnya adalah pencemaran terhadap udara,


baik pencemaran oleh cerobong asap perusahaan ataupun karena pengoperasionalan
industry. Di Kota Semarang sepanjang tahun 2007, pencemaran udara diakibatkan
oleh bahan baku operasional perusahaan, dalam hal ini adalah batubara. Hal ini terjadi
pula di Karangkandri Kabupaten Cilacap. Dampak yang secara nyata terpantau adalah
pemukiman warga yang kotor dan menimbulkan gangguan pernapasan seperti ISPA.
Sedangkan dalam pencemaran terhadap air, bisa dikatakan tercemar apabila
zat yang terkandung di dalamnya melebihi ambang batas minimum. Hal ini sesuai
dengan ketentuan dalam pasasl 1 (11) Undang-Undang Lingkungan Hidup, zat atau
energy atau komponen yang ada atau harus ada atau unsure tercemar ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Dengan ketentuan tersebut yang menjadi persoalan adalah ketika limbah yang ada
tidak melebihi ambang batas yang sudah ditetapkan. Padahal air sungai yang
tercampur limbah tetap digunakan oleh masyarakat, dan apabila digunakan terus
menerus akan berdampak terhadap kesehatan. Dengan kondisi tersebut perlu
terobosan dari pemerintah Jawa Tengah untuk melakukan upaya atau tindakan
walaupun pencemaran air dinilai tidak melebihi ambang batas yang sudah ditentukan.

Indikasi Pelanggaran Hak-Hak Nelayan dan Masyarakat Pesisir

Masyarakat nelayan dan pesisir yang sangat bergantung pada sumber daya
pesisir dan masih mengalami kemiskinan yang semakin hari semakin meninkat. Hal ini
disebabkan oleh: 1) Faktor alam, yaitu tingginga gelombang air laut dan menrunnya

17
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

daya dukung lingkungan hidup, dan 2) Kebijakan Negara yang tidak berpihak pada
kepentingan nelayan dan masyarakat pesisir, seperti penataan ruang, pola pemasaran
ikan.
Pada tahun 2007, nasib nelayan semakin sulit dengan ketidak pastian akan
akses atau sumber daya pesisir dan laut. Ini berkaitan dengan disahkannya Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (PWP dan P2K).
Pasal 1 UU PWP dan P2K menyatakan bahwa pengelolaan pesisir dilakukan
dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun pada faktanya
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat justru muncul karena kebijakan
pemerintah dalam melakukan pengelolaan kawasan pesisir. Penataan ruang kawasan
industry justru menjadi pemicu terjadi abrasi serta menurunnya daya dukung
lingkungan di kawasan pesisir. Pencemaran yang terjadi di kawasan peseisir justru
mengakibatkan kerugian bagi nelayan dan petani tambak.
Selain disebabkan karena kebijakan, menurunya daya dukung kawasan pesisir
disebabkan pula oleh ekploitasi sumber daya alam. Akses sumber daya kawasan
pesisir justru diberikan kepada pemilik modal. Seperti reklamasi Pantai Marina oleh PT
Indo Perkasa Usahatama, penambangan pasir laut, serta aktifitas industry lainnya
justru mencerabut hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya pesisir.
Ironisnya ekploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh pemilik modal dilegitimasi
oleh UU PWP dan P2K.
Amartya Sen dan diperjelas oleh Ostrom dan Schlager (1992) menyebutkan
ada lima hak yang dapat dimiliki masyarakat atas sumber daya alam (SDA) yaitu:
1. Hak akses
2. Hak memanfaatkan
3. Hak mengelola
4. Hak ekslusivitas, dan
5. Hak mentransfer atau alienasi.
Namun UU PWP dan P2K tidak memberikan jaminan akan hak-hak nelayan
tersebut secara tegas dan eksplisit.
Pasal 16 UU tersebut menyatakan bahwa pemanfaatan sumber daya pesisir
diberikan dalam bentuk hak pengusahaan perairan pesisir (HP3). Ini bisa dibaca
sebagai hanya mereka yang memiliki HP3lah yang berhak memanfaatkan sumber
daya perairan pesisir. Pasal 18 menyebutkan HP3 diberikan kepada perseorangan
Warga Negara Indonesia, badan hukum dan masyarakat adat. Secara prinsip, nelayan
dapat memliki HP3 baik sebagai individu, badan hukum dan masyarakat adat. Namun

18
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

mengacu pasal 21 menentukan berbagai persyaratan untuk mendapatkan HP3, maka


sangat disangsikan nelayan tradisional dapat memenuhinya.
Persoalan lain adalah berkaitan dengan penataan ruang kawasan pesisir,
penempatan kawasan industry di kawasan pesisir telah bertentangan dengan tujuan
UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, yaitu keberlangsungan lingkungan yang
berkelanjutan. Karena faktanyapenempatan kawasan industry di wilayah pesisir justru
mengakibatkan degradasi lingkungan, abrasi dan pencemaran di kawasan pesisir telah
mengakibatkan kerugian bagi masyarakat pesisir. Hal ini bisa dilihat dengan adanya
pencemaran di Denasri Kabupaten Batang, Tangunrejo, Mangunharjo Kota Semarang,
Kawasan Donan dan Kebon Baru Cilacap, serta kawasan pencemaran di kawasan
pesisir lainnya.
Degradsasi lingkungan dikawasan pesisir tersebut justru mengakibatkan
terampasnya hak masyarakat atas lingkungan yang baik dan sehat. Pencemaran,
banjir dan abrasi justru mengakibatkan lingkungan di kawasan pesisir Jawa Tengah
mengalammi kerusakan. Kondisi ini secara tegas bertentangan dengan hak
masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.
Berdasarkan hasil pemantauan Layar Nusantara dan LBH Semarang, telah
terindikasi terjadinya sejumlah pelanggaran terhadap hak masyarakat pesisir, antara
lain: abrasi, kecelakaan laut, konflik alat tangkap, banjir tata niaga perikanan, dan
konflik area tangkap.

a. Kerusakan lingkungan (Banjir, abrasi dan rob)

Laut Utara Jawa Tengah dan Laut Selatan Jawa Tengah mempunayi
karakteristik yang berbeda. Secara umum gelombang laut di Selatan Jawa lebih
besar jika dibandingkan dengan Laut Utara Jawa. Sehubungan dengan
penataan ruang, wilayah utara jawa didominasi oleh industry, hal ini terjadi di
Kabupaten Rembang, Kabupaten Demak, Kota Semarang dan Kabupaten
Kendal. Perusahaan-perusahaan dengan skala kecil hamper ada disetiap
wilayah peisir utara jawa. Mayoritas industry dengan skala kecil atau home
industry adalah industry pengolahan hasil laut. Sedangkan wilayah pesisir
selatan Jawa Tengah, hanya di Kabupaten Cilacap dijumpai Industri, seperti
Pertamina dan Pusat Listrik Tenaga Uap di Karangkandri.
Kondisi penataan ruang di wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa
merupakan salah satu factor menurunnya daya dukung lingkungan di kawasan
pesisir. Berdasarkan monitoring di media surat kabar terpantau 3.759 hektar

19
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

tambak yang hilang akibat abrasi. Selain itu abrasi menyebabkan 1.782 KK
kehilangan rumah, di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, ada 9 dusun yang
menjadi korban akibat abrasi, 2 dusun diantaranya sudah tenggelam. Abrasi
hamper terjadi di wilayah pesisir Utara Jawa Tengah, mulai Kabupaten,
Muarareja, Suradadi, Warurejko Kabupaten Kendal, Bedono Kabupaten
Demak, Mangunharjo, Tugurejo Kota Semarang, Rowosari, Cepiring Kabupaten
Kendal, Kabupaten Jepara, Sayung Kabupaten Demak, Kecamatan Serang
Kabupaten Rembang, serta Kecamatan Tayu Kabupaten Pati.
Faktor-faktor penyebab terjadinya abrasi, yaitu:
1. Berkurangnya hutan mangrove untuk perluasan kawasan industry;
2. Eksploitasi sumber daya alam di wilayah pesisir, salah satu contohnya
adalah penambangan pasir laut di Balong Kabupaten Jepara dan Patebon
Kabupaten Kendal. Sedangkan di Kabupaten Jepara, pencurian karang
laut telah menyebabkan berkurangnya habitat laut;
3. Perubahan arus gelombang laut
4. Penataan ruang wilayah pesisir, penempatan kawasan industry di wilayah
pesisir secara jelas berdampak terhadap lingkungan.
5. Pembangunan dengan cara mereklamasi di wilayah pesisir menyebabkan
hilangnya hutan mangrove dan tambak sebagai daerah tangkapan air.

b. Konflik area tangkap

Konflik area tangkap antara masyarakat pesisir dengan pemilik modal


disebabkan karena adanya perebutan dalam mengakses sumber daya laut.
Nelayan yang mengakses sumber daya laut dengan peralatan sedrhana
dipaksa berhadapan dengan pemilik modal yang memiliki kekuatan ekonomi
yang lebih besar. Konflik ini secara tidak langsung memaksa nelayan
meniggalkan lading penghidupannya.
Konflik area tangkap di Jawa Tengah b erdasarkan hasil pemantauan
LBH Semarang dan Layar Nusantara tercatat ada 4 konflik yang terjadi pada
tahun 2007, salah satunya terjadi di Kabupaten Jepara. Nelayan yang sudah
lama mengakses sumber daya laut tergusur karena kepentingan pemilik modal
yang mengeksploitasi sumber daya alam. Akibatnya 118 jaring nelayan rusak
akibat terseret kapal milik PLN yang mengangkut batubara untuk bahan bakar
PLTU. Selainitu penambangan pasir di Balong Jepara dan Patebon Kendal

20
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

telah menyebabkan kerusakan lingkungan, yaitu abrasi yang akhirnya


menghilangkan tambak masyarakat.

c. Keamanan laut

Patroli laut Polairud dan TNI AL di perairan Jawa Tengah ternyata juga
belum memberikan kepastian akan rasa aman bagi nelayan ketika sedang
mencari ikan. Perampokan tidak hanya terjadi di wilayah darat, akan tetapi juga
sering dialami oleh nelayan di tengah laut. Salah satu contohnya adalah yang
dialami oleh nelayan di Kabupaten Tegal, yang terpaksa menyerahkan hasil
tangkapan dan perbekalan senilai Rp. 50.000.000 kepada perampok. Akibatnya
15 buruh nelayan yang menjadi ABK terpaksa pulang tanpa membawa hasil.
Ancaman terhadap nelayan ternyata tidak hanya karena perampokan hasil
tangkapan, akan tetapi juga oleh factor lain seperti ditabrak perahu yang lebih
besar, dan menabrak batu karang.

2.1.2. Hak Atas Pangan (Pertanian Perkebunan, Peternakan)

2.1.2.1. Pertanian Tanaman Pangan

Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak
33.180.000 jiwa, memiliki kerentanan yang tinggi terhadap ketersediaan pangan beras.
Oleh sebab itu, peningkatan produksi beras untuk memenuhi kebutuhan penduduk
Jawa Tengah sekaligus memberikan kontribusi terhadap produksi beras tingkat
nasional merupakan prioritas pembangunan pertanian Jawa Tengah. Luas panen padi
rata – rata Jawa Tengah ( 2001 – 2006 ) seluas 1,6 juta Ha, dengan produksi rata –
rata 8,3 juta ton GKG, dan produktivitas rata – rata 53,17 ku/ha GKG.
Pada tahun 2007, pemerintah pusat mencanangkan Program Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN), dengan target Jawa Tengah untuk meningkatkan
produksi beras sebesar 500.000 ton, sehingga target produksi padi menjadi 9.102.272
ton GKG. Untuk mencapai sasaran produksi tersebut perlu adanya prioritas program
dan kegiatan yang tepat sasaran dan tepat manfaat. Berdasarkan Angka Ramalan III
tahun 2007 produksi padi 8.632.210 ton GKG atau 94,84% dibanding sasaran 2007.
Belum tercapainya target peningkatan produksi tersebut karena : 1) sebagian
besar bangunan irigasi sudah rusak; 2) turunnya daya dukung lahan pertanian; 3)

21
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

produktivitas yang melandai; 4) belum tersedianya varietas unggul baru yang


mempunyai potensi produktivitas tinggi.
Kondisi ketersediaan pangan secara agregat telah memenuhi standar
kecukupan pangan, yaitu sebesar 3.296,93 Kkal/kap/hari, angka tersebut lebih besar
dari angka kecukupan ketersediaan pangan sebesar 2.500 Kkal/kap/hari. Sedangkan
konsumsi pangan penduduk di tingkat rumah tangga menurut Susenas Tahun 2002
adalah 1.885,5 Kkal/kap/hari, berarti lebih kecil dari angka kecukupan energi sebesar
2.200 Kkal/kap/hari. Namun demikian, dari sisi cadangan pangan yang tersedia pada
masyarakat masih memerlukan pengawasan dalam sistem distribusi dan harga,
meskipun sudah banyak cara yang ditempuh oleh pemerintah, misalnya melalui
penyediaan dana talangan untuk pembelian gabah/beras hasip panen.
Sedangkan pendapatan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP), sejak
Tahun 2003 sampai 2007 rata-rata indek NTP Jawa Tengah berturut-turut sebagai
berikut : 98,49 (2003), 92,20 (2004), 97,275 (2005), 102,543 (2006) dan 107,907
(2007). Kondisi ini menggambarkan tingkat fluktuatif dari pendapatan petani yang
antara lain disebabkan oleh belum efektifnya tingkat distribusi dan jaminan harga hasil
pertanian.

2.1.2.2. Perkebunan

Untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri yang semakin meningkat,


pemerintah dan para pelaku agribisnis gula sepakat untuk melaksanakan Program
Akselerasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional 2002 – 2007 dan dengan
mengingat kondisi di lapangan saat ini, telah disepakati untuk memperpanjang
program ini sampai tahun 2009.
Peningkatan luas areal tebu dan peningkatan produksi tebu serta gula tersebut,
karena animo petani menanam tebu dengan menggunakan varietas unggul baru
mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh adanya perbaikan harga gula, yang
pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Dukungan dana dan
sarana yang diperlukan petani, didapatkan dari dana Bantuan Pinjaman Masyarakat
(BPLM) yang pengelolaan sepenuhnya diserahkan kepada petani secara bergulir,
sedangkan guna mendukung penglahan tanah pada kegiatan bongkar ratoon
disediakan sarana traktor sejumlah 17 unit yang dikelola oleh UPJA (Unit Pelayanan
Jasa Alat Mesin).
Dukungan sumberdaya lahan untuk perkebunan, seluas 715.276,89 ha yang
bertumpu pada perkebunan rakyat seluas 661.635,87 ha (92,50 %), perkebunan besar

22
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

(PBS dan PBN) seluas 53.641,02 ha (7,50 %), serta tenaga kerja yang terlibat
langsung dalam pembangunan perkebunan sebanyak 3,25 juta KK dengan
mengusahakan 67 komoditas, diantaranya 29 komoditas utama terdiri 20 jenis
tanaman tahunan dan 9 jenis tanaman semusim.
Sedangkan peningkatan kelembagaan diarahkan agar kelembagaan petani
dapt tumbuh dan berkembang guna meningkatkan kehidupan petani pekebun,
sehingga lembaga tersebut dapat berkembang dan mampu memenuhi kepentingan
pengembangan usaha perkebunan. Fasilitasi yang dilaksanakan untuk penumbuhan
dan peningkatan kelembagaan, meliputi Asosiasi Petani Komoditas Perkebunan, yang
sejak tahun 2002 telah terbentuk 7 asosiasi, yaitu APCI, APTO, APTI, APKI, DPD
APTRI, dan Pengusaha Agro Perkebunan; Asosiasi Komoditas Perkebunan Tingkat
Kabupaten (11 Asosiasi); Penumbuhan CCDC (Comodity Cooperative Development
Centre) sejumlah 7 buah; dan Penumbuhan Kelembagaan Pedagang Kecil Tembakau
(P3KT) di Kabupaten Temanggung meliputi 13 kecamatan; serta Penumbuhan
Koperasi berbadan hukum yang bergerak di bidang komoditas perkebunan di Jawa
Tengah telah terbentuk di 25 Kabupaten/Kota sebanyak 131 buah.

2.1.2.3. Peternakan

Adapun hasil pembangunan peternakan sebagai berikut :


1) Populasi ternak di Jawa Tengah mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2005
sebesar 3.114.404,68 AU (Animal Unit), pada tahun 2006 sebesar 2.977.042,65
AU, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 3.608.790,60 AU dari target
3.626.567,80 AU;
2) Produksi daging pada tahun 2005 sebesar 181.037.114 kg, pada tahun 2006
sebesar 212.597.638 kg, dan pada tahun 2007 sebesar 168.644.628 kg;
3) Produksi telur pada tahun 2005 sebesar 159.735.272 kg, pada tahun 2006
sebesar 191.636.859 kg, dan pada tahun 2007 sebesar 141.311.297 kg;
4) Produksi susu pada tahun 2005 sebesar 70.693.094 liter, pada tahun 2006
sebesar 71.375.710 liter, dan pada thaun 2007 sebesar 85.372.555 liter.
Sedangkan konsumsi daging pada tahun 2006 sebesar 6,29 gram/kap/tahun,
dan pada tahun 2007 sebesar 6,87 gram/kap/tahun dari target 8,24 kg/kap/tahun.
Konsumsi telur pada tahun 2007 sebesar 4,27 kg/kap/tahun dari target sebesar 4,33
kg/kap/tahun. Konsumsi susu pada tahun 2006 sebesar 3,16 liter/kap/tahun, dan pada
tahun 2007 sebesar 3,98 liter/kap/tahun dari target sebesar 4,84 liter/kap/tahun.
Adapun konsumsi protein hewani pada tahun 2005 sebesar 4,53 gram/kap/hari, pada

23
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

tahun 2006 sebesar 4,73 gram/kap/hari dan pada tahun 2007 sebesar 4,93
gram/kap/hari dari target 5,94 gram/kap/hari.
Revitalisasi pelayanan prima kepada publik khususnya masyarakat peternakan,
dilakukan melalui pengembangan Balai-Balai yang ada, yaitu meliputi :
1) Balai Inseminasi Buatan (BIB) Sidomulyo – Ungaran yang menyediakan benih
berupa semen beku sapi potong, sapi perah dan kambing PE yang berkualitas.
2) Balai Pelayanan Peternakan Terpadu (BPPT)untuk pelayanan kesehatan hewan.
3) Balai Perbibitan dan Budidaya Ternak (BPBT) untuk menyediakan bibit-bibit ternak
yang berkualitas.
4) Balai Pengembangan Sumberdaya Masyarakat Perternakan (BPSMP) untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui penyelenggaraan pelatihan
kepada masyarakat peternak maupun aparat bidang peternakan.

Permasalahan :
1) Belum beragamnya konsumsi pangan masyarakat, yaitu masih mengandalkan
ketergantungan pada beras, padahal di sisi lain terjadi pelandaian produktivitas
padi.
2) Belum optimalnya pengolahan hasil pertanian menjadi produk pangan yang
mempunyai daya saing dan mencerminkan ciri khas (kespesifikan) daerah.
3) Masih terbatasnya infrastruktur pendukung pertanian, dan semakin turunnya daya
dukung sumber daya lahan, seiring dengan masih tingginya tingkat konversi lahan
pertanian ke non pertanian.
4) Akses petani, nelayan, pembudidaya ikan, peternak dan masyarakat sekitar hutan
pada sumberdaya produksi termasuk permodalan, layanan usaha, teknologi dan
pasar masih sangat terbatas berakibat pada rendahnya produktivitas dan nilai
tambah.
5) Para pelaku agribisnis cenderung menjual produk primer, belum memanfaatkan
teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan hasil guna meningkatkan nilai
tambah.
6) Belum optimalnya kemampuan produksi untuk mendukung ketersediaan bibit
ternak yang berkualitas, serta masih rendahnya produktivitas ternak, terutama sapi
potong sebagai penghasil daging dan sapi perah sebagai penghasil susu.
7) Kurang tersedianya bahan pangan asal hewan dan hasil olahan bahan pangan
asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal, yang diidentifikasikan masih
tingginya tingkat pelanggaran, seperti penjualan ayam bangkai, sapi glonggongan
dan penyelundupan produk hasil ternak dari beberapa negara.

24
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

8) Masih rendahnya rendemen yang diperoleh petani tebu, mengakibatkan kemitraan


antara petani dengan Pabrik Gula (PG) menjadi kurang harmonis, sehingga masih
dijumpai pasokan tebu yang akan digiling ke luar daerah/provinsi.

2.1.3. Hak Atas Kelestarian Lingkungan Hidup (Kehutanan, Kalautan dan


Perikanan)

2.1.3.1. Kehutanan

Hutan di Propinsi Jawa Tengah saat ini luasnya 647.133,00 ha atau 19,88%
dari luas daratan. Apabila termasuk hutan rakyat luas kawasan berfungsi hutan
sebesar 992.955 ha (30,31%). Luas tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang menyatakan bahwa hutan dalam suatu
wilayah akan berfungsi optimal apabila luasnya minimal 30% dari luas daratan. Namun
demikian lahan kritis yang ada di Propinsi Jawa Tengah masih cukup luas yaitu
1.038.080,97 ha, terdiri dari lahan potensi kritis seluas 173.914,87 ha, agak kritis
209.369,33, kritis 640.126,87 ha dan sangat kritis 14.669,90 ha. Lahan kritis tersebut
perlu direhabilitasi melalui pengelolaan lahan dan hutan berbasis DAS dengan
melibatkan masyarakat dan pemerintah kabupaten/ kota, agar dapat meningkatkan
daya dukung lingkungan dan bermanfaat secara ekonomi. Disamping itu dalam
pembangunan kehutanan perlu ada keseimbangan antara daerah hulu dan hilir serta
kepastian hukum kawasan hutan, sehingga perlu penyiapan prakondisi yang mantap
agar pengelolaan hutan ke depan dapat berdayaguna dan berhasil guna.
Kawasan hutan negara di Jawa Tengah yang dikelola oleh Perum Perhutani
tidak semuanya dalam kondisi optimal, sebab hutan tersebut mendapat gangguan
yang sangat serius berupa pencurian kayu dan kebakaran hutan. Pada tahun 2006,
pencurian kayu sebanyak 36.802 batang dengan nilai kerugian finasial sebesar Rp
7,375 milyar. Kerugian sebesar ini relatif lebih kecil atau menurun sebesar 49,85% dari
tahun 2005. Namun angka kebakaran hutan mengalami kenaikan sebesar 80,47%
dibanding tahun 2005, yaitu mencapai luas 10.194 ha dengan kerugian finansial
sebesar Rp. 3,599 milyar. Akibat kerusakan hutan dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan tata air, kekeringan, banjir, dan lain-lain.
Kebutuhan Bahan baku kayu untuk 3.567 unit industri kayu di Propinsi Jawa
tengah sebanyak + 7,06 juta m3 per tahun. Di luar keperluan bahan baku industri
untuk kebutuhan masyarakat diperlukan + 2,9 juta m3 per tahun. Produksi kayu bulat
dari Perum Perhutani saat ini hanya + 2,4 ribu m3 per tahun dan produksi dari hutan

25
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

rakyat + 2,2 juta m3 per tahun sehingga masih kekurangan + 7,76 juta m3 per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan kayu tersebut disamping dipenuhi dari luar Pulau Jawa,
juga telah dilakukan penanaman tanaman kayu-kayuan bantuan bibit sebanyak
982.665 batang atau setara dengan 2.456,67 ha dan memalui Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/GERHAN) seluas 201.670 ha.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah dimana pengurusan hutan yang
sebelumnya menjadi kewenangan pusat telah menjadi kewenangan daerah, diperlukan
kelembagaan kehutanan yang kuat yang didukung oleh sumberdaya manusia yang
memadai dalam kualitas dan kuantitas serta sarana dan prasarana yang cukup.
Disamping itu pembangunan kehutanan perlu dikoordinasikan dengan stakeholder
kehutanan sehingga pembangunan kehutanan tepat sasaran. Adapun hasil yang
dicapai pada tahun 2007 sebagai berikut :
1) Pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis dan lahan tidak produktif di 22 kabupaten
melalui penanaman bibit pohon sebanyak 222.550 batang yang meliputi jenis
tanaman jati unggul, suren, rambutan, kina, bambu dan jenis tanaman lainnya
(jenis tanaman serbaguna/Multi Purpose Trees Species). Disamping itu telah
dibangun hutan rakyat dengan pola kemitraan seluas 300 hektar.
2) Peningkatan hasil hutan non kayu dengan memanfaatkan lahan dibawah tegakan
hutan, melalui penanaman porang, janggelan (cincau) dan kapulogo. Kegiatan ini
sekaligus untuk memberdayakan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
3) Penyusunan rencana pengelolaan zona penyangga Taman Nasional Merapi -
Merbabu. Sedangkan untuk memberdayakan masyarakat sekitar taman nasional
telah dilaksanakan pelatihan dan bantuan alat pengolah biogas.
4) Pembangunan Gapura/Pintu Gerbang, Rumah Kaca, Pos Pengelolaan Tahura,
Pembibitan dan fasilitas lainnya di Kebun Raya Baturaden dan Penangkaran Rusa
di Tahura Ngargoyoso. Diharapkan Tahura Ngargoyoso dan Kebun Raya
Baturaden menjadi sumber plasma nutfah dan daya tarik wisata Jawa Tengah.

Adapun pelaksanaan program dan kegiatan selama 5 tahun terakhir (tahun


2003–2007) antara lain :
1) Telah direhabilitasinya lahan kritis melalui penanaman bibit jati unggul dan
tanaman MPTS (Multi Purpose Trees Species) sebanyak 982.665 batang atau
setara 2.456 hektar melalui anggaran APBD dan 80.668.000 batang atau setara
201.670 hektar melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GNRHL/GERHAN) dari dana pusat.

26
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

2) Telah direhabilitasinya hutan mangrove di sepanjang Pantura Jawa Tengah


dengan penanaman bakau seluas 5.147 hektar.
3) Telah ditanamnya bibit mahoni dan tanjung untuk turus jalan utama Jawa Tengah
sepanjang 143 km sebanyak 56.332 batang (jalan Pantura 113 km dan jalan Jalur
Selatan 30 km).

Permasalahan :
1) Masih tingginya lahan kritis dan lahan tidak produktif di Jawa Tengah yang belum
dimanfaatkan secara optimal
2) Masih tingginya tingkat erosi dan sedimentasi yang diakibatkan oleh erosi tebing
sungai.
3) Keterbatasan modal dan informasi pasar para petani hutan rakyat di lahan kritis.
4) Daerah hulu (Catchment area) waduk dan bangunan strategis lainnya belum
tertangani secara optimal.
5) Tingkat kerusakan hutan di wilayah Pantura yang mengancam kehidupan wilayah
pesisir.
6) Pengelolaan lahan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis belum dilakukan
secara optimal.
7) Masih banyaknya gangguan keamanan dan perlindungan hutan sehingga
menyebabkan kerusakan hutan /berkurangnya fungsi hutan sebagai fungsi
produksi, fungsi pengatur tata air, fungsi pelestarian flora dan fauna dan fungsi
lainnya.
8) Fasilitas dan sarana penunjang kawasan konservasi Taman Nasional di Jawa
Tengah belum optimal.
9) Fasilitas dan sarana penunjang pelestarian alam Kebun Raya dan Taman Hutan
Raya belum optimal.
10) Partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan dan konservasi alam belum
optimal.
11) Kegiatan pengelolaan hutan Negara di Jawa Tengah dan pengusahaan hutan dan
hasil hutan di Jawa Tengah belum memberikan pendapatan Negara dari sumber-
sumber kehutanan yang optimal.
12) Beberapa industri perkayuan dikelola tidak efisien dan kebutuhan bahan baku
untuk industri perkayuan sudah melampaui ketersediaan bahan baku kayu yang
berasal dari hutan Negara maupun hutan rakyat.
13) Belum tersedianya data dan informasi tentang kondisi fisik, biofisik, perkembangan
dan perubahan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk memberikan informasi

27
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

cepat, akurat dan lengkap guna penyusunan perencanaan dan pengambilan


kebijakan yang tepat.
14) Informasi potensi hutan lindung dan perubahan akibat kerusakan hutan masih
kurang.
15) Beberapa kawasan hutan masih ada yang tumpang tindih dengan kawasan non
hutan sehingga menghambat perencanaan kehutanan maupun pelaksanaan
pembangunan kehutanan.
16) Kurangnya data dan informasi kehutanan yang cepat dan akurat untuk bahan
penyusunan rencana kehutanan dan pengambilan kebijakan kehutanan.
17) Masih kurangnya informasi masyarakat di bidang kehutanan sehingga partisipasi
masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan kehutanan masih kurang.

2.1.3.2. Kelautan dan Perikanan

Provinsi Jawa Tengah mempunyai wilayah seluas 32.284,268 km2 atau sekitar
23,97 % dari luas wilayah Pulau Jawa, terletak pada koordinat antara 5°40′ - 8°30′
Lintang Selatan, 108°30′ - 111°30′ Bujur Timur, memiliki potensi pengembangan usaha
perikanan laut yang sangat besar. Di Laut Jawa, kaya akan jenis-jenis ikan pelagis
kecil (small pelagic) dan ikan demersial dengan potensinya sebesar 796.640,00
ton/tahun, sedang Samudera Indonesia kaya dengan potensi udang dan ikan-ikan
pelagis besar seperti tuna, hiu dan lain sebagainya sebesar 1.076.890,00 ton/tahun.
Provinsi Jawa Tengah yang diapit oleh tiga provinsi besar, yaitu Provinsi Jawa
Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mempunyai
keuntungan tersendiri dari segi pemasaran, baik dalam bentuk ikan hidup atau segar,
maupun pemasaran benih ikan. Disamping itu, memiliki potensi yang cukup besar
untuk pengembangan usaha budidaya perikanan air tawar, perairan pedalaman, air
payau, maupun budidaya laut, yang keseluruhannya mencapai luasan 293.000 ha.
Disamping itu, juga merupakan salah satu provinsi yang kaya dengan potensi perairan
pedalaman, diperkirakan mencapai luas 44.328,46 ha, terdiri dari waduk (23.545,75
ha), sungai (15.876,20 ha), rawa (3.660,20 Ha), dan telaga (1.246,31 Ha). Untuk
waduk saja, di Jawa Tengah terdapat 37 buah waduk, di antaranya terdapat waduk-
waduk besar yang sangat potensial, yaitu Waduk Gajahmungkur (Kab. Wonogiri),
Waduk Wadaslintang (Kab. Wonosobo), Waduk Mrica (Kab. Banjarnegara), dan
Waduk Kedung Ombo (Kab. Sragen, Boyolali, dan Grobogan). Pada waduk-waduk
besar tersebut telah berkembang pula budidaya ikan di karamba jaring apung dengan
komoditas unggulan Nila Merah.

28
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Untuk mengakomodir usaha penangkapan ikan di laut, maka di Jawa Tengah


terdapat 77 buah TPI (Tempat Pelelangan Ikan), dimana 67 buah di antaranya terdapat
di Pantai Utara, sedang 10 buah TPI berada di Pantai Selatan. Dari 77 buah TPI yang
ada, tiga buah TPI masuk dalam Unit Pelaksana Teknis Pusat yaitu PPNP (Pelabuhan
Perikanan Nusantara Pekalongan), PPSC (Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap),
dan Pelabuhan Basis Perikanan Karimunjawa. Dua buah TPI yang menjadi penghasil
utama produksi perikanan laut di Jawa Tengah adalah PPNP Pekalongan dan PPI
Bajomulyo Pati. Kegiatan usaha nelayan tidak dapat dipisahkan dari peran KUD Mina
sebagai lembaga ekonomi nelayan. Dari 22 buah KUD Mina di Jawa Tengah,
seluruhnya sudah mencapai predikat KUD Mandiri, bahkan KUD Makaryo Mino
Pekalongan telah mendapatkan predikat KUD Mandiri Inti.
Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, 17 diantaranya terdapat di wilayah
pesisir, yang terdiri dari 426 desa yang terbagi menjadi 331 desa di pantai utara dan 95
desa di pantai selatan. Secara geografis memiliki garis pantai sepanjang 791, 76 km
yang terdiri dari pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang
289,07 km. Wilayah pantai Jawa Tengah terdapat berbagai potensi sumberdaya
kelautan yang sangat bervariasi, baik jenis organisme laut ekonomis penting seperti
ikan, udang, dan kerang, maupun ekosistem laut seperti terumbu karang, mangrove
dan estuaria.
Kecenderungan semakin besarnya gelombang akibat perubahan iklim global
dan intensifnya pembangunan prasarana yang menjorok ke laut telah berdampak pada
perubahan garis pantai karena abrasi atau akresi. Data dari Pem Kab/Kota
menunjukkan abrasi di Pantura tahun 2004 mencapai 4.708 ha, yang sebagian besar
berupa lahan tambak. Upaya pengendalian kerusakan abrasi dilakukan dengan
pembangunan sabuk pantai di Kab Kendal dan penanaman mangrove di Jepara.

Permasalahan :
1) Masih terbatasnya sarana dan prasarana untuk mendukung perikanan tangkap
(seperti Pelabuhan Perikanan, Pusat Pendaratan Ikan dan Tempat Pelelangan
Ikan), perbenihan ikan dan udang, perikanan budidaya, pasca panen dan
pengembangan kawasan agropolitan.
2) Belum seimbangnya ekploitasi sumberdaya perikanan dan kelautan antara wilayah
Pantai Utara dan Pantai Selatan, yang mengakibatkan tekanan pada sumberdaya
perikanan yang ada, serta usaha para nelayan menjadi kurang/tidak profitable.
3) Belum dimanfaatkannya teknologi ramah lingkungan dalam penangkapan dan
pengolahan hasil perikanan dan kelautan.

29
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

4) Hambatan non-tariff barier, mengakibatkan banyaknya ekspor hasil perikanan


ditolak atau ditahan oleh negara importir.
5) Lemahnya kelembagaan, posisi tawar dan sistem pemasaran yang belum
berpihak pada petani nelayan dan pembudidaya ikan.
6) Menurunnya kualitas ekosistem pantai dengan indikasi kecenderungan
meningkatnya pencemaran muara sungai dan terdapatnya endapan lumpur dan
sampah akibat pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya daratan yang kurang
terkontrol.
7) Meluasnya kerusakan terumbu karang dan hutan bakau akibat eksploitasi
berlebihan, sehingga menurunkan luasan spawning ground dan nursery ground
yang berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas biota laut.
8) Meningkatnya ancaman abrasi/akresi di wilayah pesisir.

2.1.4. Hak Untuk Meningkatkan Taraf Kehidupan (Perdagangan, Perindustrian,


Transmigrasi)

2.1.4.1. Perdagangan

Sektor perdagangan merupakan salah satu kegiatan ekonomi mempunyai


keterkaitan luas dengan sektor-sektor lainnya; yang diharapkan mampu berperan
sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional dan perekonomian
daerah dalam kerangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagai tolok ukur
keberhasilan sektor perdagangan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
tersebut antara lain tersedianya lapangan kerja, berkurangnya kemiskinan dan
pengangguran, berkurangnya kesenjangan antar wilayah, semakin berkembangnya
sektor riil, peningkatan ekspor.
Secara kumulatif jumlah unit usaha pedagang di Jawa Tengah sampai dengan
tahun 2006 sebanyak 146.799 unit usaha yang terdiri pedagang skala kecil 139.125
unit usaha, skala menengah 6.589 unit usaha dan skala besar 1.085 unit usaha.
Sedangkan jumlah kumulatif sarana pasar di Jawa Tengah sampai dengan tahun
2006 sebanyak 1.714 unit; yang terdiri atas Pasar Induk 26 unit, Pasar Tradisional
1.537 unit, Pasar Modern 44 unit dan Pasar Swalayan 107 unit.
Sebagai upaya penciptaan harga komoditas hasil pertanian yang transparan,
telah dikembangkan Pasar Lelang Forward dan Spot; dengan tujuan untuk membentuk
sistem perdagangan/ rantai distribusi yang efektif dan efisien dengan jalan
memperpendek rantai distribusi dan pembentukan harga yang adil dalam rangka

30
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

meningkatkan kesejahteraan petani. Pasar Lelang ini merupakan pasar yang


terorganisir sebagai sarana bertemunya pembeli (pedagang, eksportir dan pabrikan)
dan penjual (petani, kelompok tani ) dengan aturan tertentu dan harga terbentuk
berdasarkan lelang/ harga penawaran tertinggi. Sejak tahun 2003 sampai dengan
sekarang telah dilaksanakan sebanyak 23 kali Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa
Tengah.
Kegiatan ekspor Jawa Tengah periode 1997 – 2006 menunjukkan
kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1997 realisasi
nilai ekspor Jawa Tengah sebesar 1,624.36 juta dolar, dan pada tahun 2005
meningkat menjadi 2,768.52 juta dolar. Realisasi nilai ekspor tahun 2006 naik menjadi
3,156,60 juta dollar atau mengalami kenaikan sebesar 14,04% dari tahun 2005.
Komoditi utama ekspor non migas Jawa Tengah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),
Mebel, Kayu Olahan, Plastik dan Produk Plastik, Kertas dan Produk Kertas,
Elektronika, Barang dari Kayu, Barang Pecah Belah dan Gondorukem. Negara tujuan
ekspor Jawa Tengah sebagian besar masih ditujukan ke Pasar Negara-negara
tradisional seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Belanda, Perancis, Belgia,
Inggris, Australia, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan.
Sementara untuk realisasi nilai impor pada periode 1997 – 2006 menunjukkan
kecenderungan yang menurun. Pada tahun 1997 nilai impor Jawa Tengah sebesar
1,144.21 juta dolar dan pada tahun 2006 menurun sebesar 1,057,00 juta dolar.
Beberapa komoditas impor tersebut adalah kapas, mesin-mesin/ pesawat mekanik,
gandum-ganduman, mesin/ peraltan listrik dan plastic atau barang dari plastik,
Hasil-hasil pembangunan sektor perdagangan tersebut pada dasarnya tidak
terlepas dari peranan dunia usaha; utamanya dalam memanfaatkan peluang usaha,
dukungan sarana dan prasarana penunjang serta upaya-upaya intensif pemerintah
yang mengarah pada penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mendorong
terciptanya keunggulan kompetitif untuk menembus pasar global.
Dalam rangka mempertahankan kinerja sektor perdagangan di Jawa Tengah
dan sekaligus mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka perlu
ditempuh berbagai upaya yang utamanya diarahkan untuk meningkatkan daya saing
secara berkelanjutan di pasar global melalui akses dan penetrasi pasar,
mengembangkan pasar dengan penciptaan merek dagang yang dapat menerobos
pasar lokal dan internasional, perkuatan kelembagaan usaha perdagangan serta
peningkatan efisiensi dan efektifitas perdagangan dalam negeri.

31
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Permasalahan :
1) Persaingan Global yang semakin tajam terutama dengan negara China dan
Vietnam; sehingga berpengaruh terhadap kinerja pelaku ekspor.
2) Belum terintegrasinya networking akses suplai produk dan akses pasar yang
disebabkan oleh terbatasnya informasi pasar bagi dunia usaha.
3) Produktivitas dan daya saing (mutu dan sertifikasi) beberapa produk ekspor
masih rendah.
4) Penerapan standarisasi dan merek dagang atas produk berorientasi ekspor
masih terbatas.
5) Infrastruktur penunjang kegiatan ekspor kurang mendukung (pendangkalan
pelabuhan, rob, bongkar muat tinggi)
6) Terbatasnya networking para pelaku ekspor dalam pengembangan akses dan
perluasan pasar luar negeri.
7) Alokasi dana untuk program pengembangan ekspor dirasakan masih sangat
terbatas; sehingga belum mencukupi untuk membiayai cakupan lokasi dan
kegiatan yang lebih luas.
8) Pemahaman dan interpretasi atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai
dasar dalam pelaksanaan kegiatan APBD masih berbeda-beda sehingga
menyulitkan dalam pelaksanaan kegiatan dilapangan.
9) Belum terintegrasinya kebijakan dan program pengembangan perdagangan
antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota;
10) Adanya perbedaan persepsi terhadap kebijakan dan program pengembangan
perdagangan; sehingga penjabaran program kegiatan pada masing-masing
daerah berbeda-beda dan tidak terfokus sehingga hasil-hasil pelaksanaan
kegiatan perdagangan belum mencapai sasaran yang optimal.
11) Belum optimalnya jangkauan pelayanan kemetrologian yang disebabkan antara
lain terbatasnya sarana mobilitas dan peralatan standar yang sebagian besar
sudah tidak ekonomis untuk digunakan.
12) Berkembangnya usaha Ritel Modern yang dirasakan berpengaruh terhadap
perkembangan usaha Dagang Kecil dan Menengah di Pasar Tradisional.
13) Terjadinya fluktuasi dan kesenjangan harga kebutuhan pokok masyarakat antar
Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dan kurang lancarnya distribusi barang dan
jasa.
14) Rendahnya posisi tawar petani produsen komoditi hasil pertanian sehingga
belum memperoleh harga yang layak dan menguntungkan.

32
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

15) Terbatasnya alokasi dana untuk pengembangan program perdagangan dalam


negeri; sehingga belum secara keseluruhan mencakup kegiatan yang lebih luas.
16) Pemahaman dan interpretasi atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 sebagai
dasar dalam pelaksanaan kegiatan APBD masih berbeda-beda sehingga
menyulitkan dalam pelaksanaan kegiatan dilapangan.
17) Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh perempuan pelaku usaha di
bidang perdagangan
18) Sebagian besar usaha perdagangan yang dikelola oleh perempuan merupakan
usaha rumah tangga atau skala kecil.
19) Terbatasnya sarana usaha yang dimiliki oleh perempuan pelaku usaha di bidang
perdagangan
20) Belum terintegrasinya program kegiatan pemberdayaan perempuan antara
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
21) Lemahnya akses pasar dan permodalan usaha

2.1.4.2. Perindustrian

Industri merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Jawa Tengah


dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Sampai
dengan tahun 2007 potensi industri Jawa Tengah tercatat sebanyak 644.902 Unit
Usaha, terdiri dari Industri Besar sebanyak 764 Unit Usaha dan Industri Kecil dan
Menengah (IKM) sebanyak 644.138 Unit Usaha. Jumlah tenaga kerja yang terserap
sebanyak 3.287.468 orang, terdiri dari Industri Besar sebanyak 585.214 orang dan
Industri Kecil dan Menengah sebanyak 2.702.254 orang, dengan nilai investasi
sebesar Rp.14,005 triliun, terdiri dari Industri Besar sebesar Rp.12,52 triliun dan
Industri Kecil dan Menengah sebesar Rp.1,49 triliun. Nilai produksi yang dihasilkan
sebesar Rp.22,25 triliun terdiri dari Industri Besar sebesar Rp.16,79 triliun dan Industri
kecil dan Menengah sebesar Rp. 5,46 triliun.
Potensi yang besar tersebut ke depan diharapkan akan terus menjadi mesin
penggerak pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah. Dengan demikian upaya-upaya
untuk meningkatkan nilai tambah dalam mata rantai yang sama antara industri hulu
dan hilir, industri terkait dan pendukung maupun antara Industri Besar dengan Industri
Kecil dan Menengah harus terus dipacu. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa
industri hilir akan semakin kompetitif di pasar global apabila industri-industri terkait dan
pendukungnya juga memiliki keunggulan kompetitif di pasar global.

33
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Hasil yang dicapai pada tahun 2007 adalah penerapan pola perkuatan klaster
untuk meningkatkan kualitas produk, daya saing dan efisiensi pada industri khususnya
industri skala kecil dan menengah karena klaster merupakan aglomerasi ekonomi yang
melibatkan para pelaku Industri dari hulu hingga hilir yang membentuk mata rantai nilai
tambah sehingga terjadi sinergitas antara industri inti, industri terkait maupun
pendukungnya.
Disamping itu telah dilakukan pula peningkatan potensi agroindustri seperti
industri makanan dan minuman, upaya pengembangannya telah ditempuh melalui
berbagai kegiatan antara lain; pelatihan dan penerapan GMP (Good Manufacturing
Practices) atau cara berproduksi makanan dan minuman yang baik sehingga
memenuhi syarat sanitasi dan higienis perusahaan, HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Points) merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
diterapkan untuk menjamin keamanan pangan, bantuan mesin peralatan,
pendampingan usaha, peningkatan penerapan teknologi tepat guna, serta peningkatan
layanan di 6 UPT (Unit Pelayanan Teknis) bagi Industri skala kecil dan menengah.
Sementara itu untuk meningkatkan kandungan lokal serta penggunaan produksi
dalam negeri telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pelatihan, bantuan paket
peralatan dan magang, serta pengenalan produk melalui even-even pameran seperti
Inacraft, PPEI dan IKRA di Jakarta.
Berbagai langkah dan upaya juga terus dilakukan agar produk-produk Industri
skala kecil dan menengah orientasi ekspor semakin memenuhi persyaratan standar
mutu yaitu dengan pendampingan dan pelatihan sistem Manajemen Mutu ISO-9000
bagi Industri skala kecil dan menengah, antara lain industri keramik, mebel, tekstil dan
produk tekstil, makanan dan logam. Pengembangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
berbasis sutra juga terus dikembangkan melalui pelatihan teknologi produksi industri,
magang IKM sutra bagi 20 IKM di makasar, Provinsi Sulawesi selatan.
Untuk meningkatkan daya saing serta perlindungan hukum bagi IKM, telah
diberikan bantuan pendaftaran merk bagi 45 IKM serta registrasi HKI bagi 150 Perajin
Industri skala kecil dan menengah.

Permasalahan :
1) Masih lemahnya struktur industri.
2) Ketergantungan terhadap bahan baku yang berbasis impor untuk produk – produk
tertentu (30 – 60 %).
3) Kualitas SDM industri masih terbatas, utamanya dalam pengembangan desain,
penguasaan teknologi proses dan teknologi informasi.

34
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

4) Persaingan yang kompetitif sebagai akibat terjadinya globalisasi.


5) Banyak produk IKM belum berorientasi pasar (market oriented) dan kegiatan
produksinya belum mengarah pada spesialisasi produk.
6) Ketersediaan jaringan jaringan informasi pasar dalam dan luar negeri masih
terbatas bagi produk IKM, belum menjangkau produk-produk unggulan lainnya.
7) Keterkaitan antara industri hulu dan hilir belum terbangun secara optimal.
8) Belum optimalnya keterpaduan program antar sektor dan antar wilayah dalam
pengembangan industri dan masih berorientasi pada kepentingan masing-masing
instansi/lembaga/sektor/daerah sebagai implikasi dari otonomi.
9) Terjadinya perubahan lingkungan strategis sektor industri di dalam negeri dan luar
negeri (pelaksanaan otonomi daerah dan liberalisasi perdagangan dunia).

2.1.4.3. Transmigrasi

Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perkotaan pada umumnya


jauh baik dibandingkan dengan mereka yang yang tinggal di perdesaan. Hal tersebut
membawa konsekwensi banyaknya investasi ekonomi oleh swasta maupun
pemerintah cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan. Di sisi lain kegiatan
ekonomi di wilayah perkotaan banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di
perdesaan. Hal tersebut berakibat peran kota yang diharapkan dapat mendorong
perkembangan perdesaan justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan
perdesaan.
Di bidang ketransmigrasian animo masyarakat tahun 2007 tercatat sebesar
3.828 KK. Melalui program transmigrasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
dan taraf hidup bagi penduduk miskin dan penganggur. Animo masyarakat untuk
bertransmigrasi dirasa cukup besar, tercatat pada tahun 2007 yang telah mendaftakan
diri sebesar 4.615 KK.
Penyelenggaraan program transmigrasi sebagai salah satu upaya perluasan
kesempatan kerja belum berjalan dengan optimal antara lain dikarenakan
ketidaksiapan lahan/lokasi daerah penempatan, kurangnya informasi potensi daerah
penempatan dan kesiapan dari calon transmigran. Pada tahun 2004 target
penempatan transmigran dari Jawa Tengah sebanyak 1.279 KK, terealisir 906 KK
(70,84 %), sedangkan pada tahun 2005 dari target penempatan transmigran sebanyak
1.113 KK terealisir 890 KK (79.96 %). Pada tahun 2006 dari target penempatan
sebesar 3.168 KK terealisasi 861 KK, dan tahun 2007 target penempatan sebesar 845
KK telah terealisir 136 KK. Belum tercapainya target pengiriman disebabkan karena

35
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

belum terbitnya Surat Pemberitahuan Pemberangkatan Transmigran (SPPT) dari


Pemerintah Pusat berkenaan dengan kesiapan lahan/lokasi daerah penempatan calon
transmigran dimaksud.
Upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan program transmigrasi adalah melalui peninjauan tempat
tujuan penempatan transmigran untuk melihat persyaratan lokasi yang mencakup 2C
dan 4 L, yakni : Clean and Clear untuk status tanahnya serta apakah lokasi tersebut
Layak Usaha, Layak Huni, Layak Berkembang dan Layak Lingkungan. Selanjutnya
untuk meningkatkan efektivitas pengiriman transmigran ke luar Pulau Jawa akan
dilakukan kerjasama dengan 5 provinsi daerah penempatan dan MoU dengan 11
provinsi penempatan.

Permasalahan :
1) Rendahnya jalinan komunikasi antara daerah pengirim dan daerah penempatan
transmigran sehingga banyak dijumpai berbagai hambatan baik aspek
ekonomi/sosial budaya.
2) Masih rendahnya skill, knowledge dan attitude bagi calon transmigran.

2.2. Dua Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan (Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera)

Pada tahun 2006, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah 6.168.889 PUS
dan peserta KB sebanyak 4.681.482 pasang (75,89 %) dan bukan peserta sebanyak
1.487.407 (24,11%). Kondisi ini menjadi tatantangan yang cukup berat, karena harus
menjaga agar peserta KB tidak droup out, dan melayanai peserta KB baru. Sebagian
peserta KB isteri usia diatas 30 tahun, yaitu 4.126.220 orang (66,89 %) dan usia 20 –
30 tahun sebanyak 1.899.382 orang (30,79 %).
Dalam penggunaan alat kontrasepsi, suntik sebanyak 2.560.039 orang
(41,39%), pil sebanyak 862.307 orang (13,94%),dan IUD sebanyak 498.386 orang
(8,06 %). Peserta KB baru sebanyak 709.250 orang. Pada tahun 2006 terdapat 377
kasus kegagalan dalam penggunaan alat kontrasepsi dan 509 kasus komplikasi.
Kasus kegagalan IUD sebanayak 183 kasus (48,54 %), kegagalan implant 105 kasus
(27,85%), komplikasi IUD 233 kasus (45,78%), dan komplikasi suntik 149 kasus
(29,27%).

36
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Pengelolaan program KB di era otonomi daerah seperti komitmen politis dan


operasional pemerintah daerah, penyiapan dukungan kelembagaan yang efektif,
optimalisasi pendayagunaan personil/tenaga program KB, penyediaan sarana
prasarana dukungan manajemen dan pembiayaan.
Di samping itu dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor : 103 Tahun
2001, tentang penyerahan sebagian kewenangan di Bidang KB kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota menuntut adanya komitmen yang tinggi dari Pemerintah
Kabupaten/Kota guna mewujudkan kelestarian penyelenggaraan program KB.
Perkembangan peserta Keluarga Berencana (KB) aktif pada tahun 2007 telah
berhasil membina peserta KB aktif sebanyak 4.856.401 orang atau 77,71 % dari
Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 6.249.653 orang. Meningkatnya cakupan mutu
pelayanan KB dan kesehatan melalui pelayanan MOW sebanyak 12.946 orang, MOP
2.375 orang, dan penguatan kelembagaan pelayanan KB di 35 Kabupaten/Kota.

Permasalahan :
1) Banyaknya jumlah penduduk miskin termasuk di dalamnya Keluarga Pra Sejahtera
dan Keluarga Sejahtera-I.
2) Rendahnya akses, kualitas, cakupan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
3) Masih banyaknya penduduk yang melangsungkan perkawinan pada usia remaja
dan rendahnya pengetahuan remaja dalam hal Penyakit Menular Seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS.
4) Jumlah penduduk senantiasa mengalami peningkatan dan struktur penduduk
mengarah kepada penduduk Lanjut Usia (Lansia).
5) Menurunnya kualitas dan kuantitas pengelolaan program KB .

2.3. Hak Mengembangkan Diri

2.3.1. Hak Pendidikan

Pendidikan merupakan bidang strategis dan sentral dalam upaya


membangun SDM yang berkualitas. Dalam kehidupan manusia, proses pendidikan
berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dini bahkan sejak dalam kandungan sampai
pada akhir hayat.
Sebagaimana diamanatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(setelah Perubahan) dalam Pasal 31 ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran

37
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

pendidikan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) persen dari APBN serta dari APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Ketentuan 20 (dua puluh) persen sampai tahun 2007 ini baik secara nasional
maupun di Pemkab. Grobogan (kurang lebih baru 16 %) sendiri belum mampu
memenuhi amanat UUD Negara RI Tahun 1945 tersebut, disebabkan keterbatasan
alokasi anggaran meskipun dari tahun ke tahun telah mengalami peningkatan yang
signifikan.
Bagi Kabupaten Grobogan permasalahan berkaitan dengan bidang
pendidikan, antara lain sebagai berikut :
a) belum memadainya kualitas lulusan pendidikan ;
b) belum memadainya peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
pembangunan pendidikan ;
c) belum memadainya sarana dan prasarana pendidikan ;
d) belum meratanya pembangunan pendidikan bagi seluruh wilayah di Kabupaten
Grobogan ;
e) belum optimalnya sinkronisasi antara kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi
lulusan pendidikan ;

Pembangunan Bidang Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan dalam


kerangka pembangunan bidang pendidikan daerah dan nasional, yang terus diarahkan
untuk mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang cerdas, produktif dan berakhlak
mulia mulalui upaya pengembangan dan penyesuaian pendidikan dengan tuntuan
perkembangan iptek dan kebutuhan pasar tenga kerja. Upaya tersebut menunjukkan
hasil positif, yang ditunjukkan melalui beberapa indikator bidang pendidikan. Sejalan
dengan itu komitmen Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 akan merealisasikan anggaran
pendidikan sebesar 20 persen dari APBD sesuai dengan amanat Undang-Undang
Sisdiknas.
Beberapa indikator bidang pendidikan tersebut antara lain : Angka Partisipasi
Kasar (APK) pada tahun ajaran 2005/2006, untuk SD/sederajat meningkat sebesar
0,80 persen dari tahun ajaran sebelumnya sebesar 105,67 persen sehingga telah
melebihi standar ideal indikator pemerataan pendidikan. Tingkat SMP/sederajat
sebesar 89,57 persen atau meningkat sebesar 3,36 persen dari tahun ajaran
sebelumnya sebesar 86,21 persen dan SMA/sederajat tahun ajaran 2005/2006
sebesar 50,63 persen terjadi peningkatan sebesar 1,83 persen dari tahun ajaran
sebelumnya sebesar 48,80 persen. Untuk pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM),
pada tahun ajaran 2005/2006 pada SD/sederajat sebesar 89,98 persen meningkat

38
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

sebesar 0,26 persen dari tahun ajaran sebelumnya, sedangkan untuk SMP/sederajat
sebesar 69,01 persen atau meningkat sebesar 4,39 persen dari tahun ajaran
sebelumnya sebesar 64,62 persen serta pada SMA/sederajat sebesar 39,56 persen
atau meningkat sebesar 4,73 persen dari tahun ajaran sebelumnya.
Indikator lain dari perkembangan pendidikan juga dapat dilihat dari Angka
Putus Sekolah (APS) pada tahun ajaran 2005/2006 untuk SD/sederajat terjadi
penurunan sebesar satu persen dari tahun ajaran sebelumnya sebesar 0,29 persen,
sedangkan untuk SMP/sederajat 0,98 persen dibandingkan tahun anggaran
sebelumnya terjadi penurunan sebesar 0,05 persen, selanjutnya untuk SMA/sederajat
terjadi penurunan sebesar 0,04 persen dari tahun ajaran sebelumnya sebesar sebesar
0,90 persen.
Terkait dengan sarana prasarana bidang pendidikan, pada tahun ajaran
2005/2006 Jawa Tengah memiliki 23.832 unit SD/MI dengan jumlah guru sebanyak
212.420 orang dan sebanyak 3.888.779 siswa. Untuk tingkat SMP/MTs/sederajat
terdapat 4.101 unit sekolah, dengan guru sebanyak 97.071 orang dan jumlah siswa
sebanyak 1.508.517 orang. Tingkat SLTA/SMK terdapat 2.155 unit sekolah dengan
guru sebanyak 63.661 orang dengan murid sebanyak 878.245 orang. Untuk gedung
sekolah pada tahun 2006, terdapat 89.755 ruang kelas sekolah jenjang SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA dan SMK yang rusak. Jumlah ruang kelas yang rusak ringan
mencapai 67.175 (34,49 persen), rusak sedang mencapai 19.207 (9,86 persen) dan
rusak berat mencapai 14.231 (7,31 persen) dari total ruang kelas sebesar 194.760.
Tahun 2007 penuntasan Buta Aksara pada usia produktif sebanyak 294.090
warga belajar, sisa diluar usia produktif akan diselesaikan pada tahun 2008 yang
merupakan program penuntasan pembinaan dan pelestarian. Dari aspek keberhasilan
Program Pemberantasan Buta Aksara, Gubernur Jawa Tengah memperoleh Anugerah
Aksara Tingkat Utama pada peringatan Hari Aksara Internasional ke-42 di Makassar
pada bulan September 2007.
Berkaitan dengan relevansi pendidikan, khususnya pendidikan menengah
kejuruan, dari jumlah SMK yang ada sekitar 810 sekolah, 94,32% telah menerapkan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) melalui pemagangan di dunia kerja/industri. Hal
tersebut menunjukkan adanya upaya dunia pendidikan untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan pasar kerja. Aspek kualitas dan relevansi pendidikan sangat terkait dengan
peningkatan mutu dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang
berhubungan dengan input dan output proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu,
pada tahun 2007 Jawa Tengah keluar sebagai Juara Umum dalam kegiatan Pemilihan
Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Berprestasi Tingkat Nasional.

39
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Namun demikian, apabila dihadapkan dengan kondisi secara nasional dan


global, pembangunan pendidikan di Jawa Tengah masih dihadapkan pada berbagai
permasalahan, antara lain :
a) Kurangnya pemerataan pendidikan;
b) Kurangnya kualitas pendidikan;
c) Kurangnya relevansi pendidikan;
d) Kurangnya efisiensi dan efektifitas pendidikan;
e) Belum optimalnya manajemen dan kemandirian pendidikan.

2.3.2. Hak Mengembangkan dan Melestarikan Budaya

Keberagaman seni budaya yang ada di Jawa Tengah merupakan modal dasar
pembangunan bagi pengembangan bidang pariwisata dan bidang kebudayaan itu
sendiri. Potensi tersebut perlu digarap secara intensif sesuai dengan karakteristik
daerah sehingga nantinya dapat memperkaya khasanah budaya daerah yang pada
akhirnya dapat memberikan kontribusi serta mendukung pengembangan sektor
pariwisata. Kondisi tersebut menjadikan kebudayaan (seni-budaya) memiliki peran
yang strategis dalam membangun dan menggarap sisi nilai rohani, kemanusiaan serta
interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat melaui berbagai forum dan kegiatan
apresiasi dan pelestarian seni budaya daerah.
Dalam rangka pembinaan budaya di tingkat sekolah, Jawa Tengah telah
mencoba menerapkan kurikulum Bahasa Jawa sebagai Bahasa Jawa sebagai mata
pelajaran muatan lokal pada jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA/SMK. Selain itu
melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nomor 434/83/2006 tentang
Penggunaan Bahasa Jawa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai
komitmen untuk mendukung pelestarian bahasa/budaya daerah.
Beberapa hal yang telah dicapai dalam bidang kebudayaan antara lain :
pelestarian benda-benda cagar budaya, konservasi dan pembangunan kawasan situs,
berkembangnya jumlah Perpustakaan Daerah maupun Taman Bacaan Masyarakat
(TBM).

Permasalahan :
1) Masih belum optimalnya upaya penyelamatan dan pemanfaatan benda cagar
budaya sebagai asset peninggalan sejarah;
2) Kurang optimalnya fasilitasi apresiasi dan pengembangan bahasa serta sastra
daerah dan Indonesia;

40
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

3) Kurangnya pendayagunaan dan pengembangan perpustakaan serta media


pembelajaran pendidikan dan kebudayaan;
4) Belum optimalnya apresiasi karya seni budaya daerah;
5) Kurang optimalnya fasilitasi apresiasi dan pengembangan bahasa dan sastra
daerah/ Indonesia;
6) Kurang optimalnya upaya penyelamatan dan pemanfaatan benda cagar budaya
sebagai asset peninggalan sejarah;
7) Belum optimalnya pendayagunaan dan pengembangan perpustakaan serta
media penyiaran pendidikan dan kebudayaan;
8) Masih rendahnya perhatian terhadap pelestarian budaya spiritual.

2.3.3. Hak Berkomunikasi dan Memperoleh Informasi

Dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan, sistem informasi


manajemen pemerintah merupakan salah satu pendukung pelaksanaan fungsi
adimistrasi pemerintahan, pelayanan publik dan administrasi pembangunan. Salah
satu wujud nyata pelayanan publik yang lebih baik adalah adanya transparansi
informasi kepada masyarakat melalui berbagai media tentang penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, sehingga masyarakat dapat merespon kebijakan
pemerintah daerah secara cepat.
Terkait dengan peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan telah
dilaksanakan pengembangan jaringan dn komunikasi untuk mendukung pelayanan
informasi tentang Jawa Tengah dan mensosilaisasikan kebijakan serta hasil-hasil
pembangunan pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah dilaksanakan dialog interaktif
melalui media televisi dan radio, kegiatan lainnya dalam bentuk visualisasi video dan
foto.

2.3.4. Hak Pengembangan Diri Secara Kolektif

Untuk memberdayakan ekonomi rakyat, peran pemerintah masih sangat


diperlukan khususnya pada upaya penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi
pertumbuhan Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) dan pemberian
kemudahan-kemudahan lainnya.
Kinerja Pembangunan Koperasi selama Tahun 2007 secara kuantitatif
menunjukkan peningkatan yang cukup nyata apabila dilihat dari sejumlah indikator

41
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

seperti jumlah koperasi, jumlah anggota, penyerapan tenaga kerja, asset/permodalan


dan volume usaha.
Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah koperasi meningkat dari 16.110 unit
pada Tahun 2006 menjadi 16.752 unit pada Tahun 2007 ada kenaikan sebanyak 642
unit koperasi (meningkat sebesar 3,98%). Ditinjau dari aspek tenaga kerja di koperasi
sebanyak 35.026orang pada Tahun 2006 menjadi 40.139 orang pada Tahun 2007, ada
kenaikan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 5.293 orang (15,11%). Kenaikan
jumlah tenaga kerja ini menunjukkan bahwa koperasi mampu berperan dalam
mengurangi angka pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan, mendinamisasi
sektor riil dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat.

Permasalahan :
1) Diversifikasi usaha dan sistem distribusi KUMKM belum berkembang secara
optimal
2) Kebanyakan KUMKM memiliki keterbatasan dalam mengakses kepada sumber
pembiayaan dan permodalan, disamping kebanyakan KUMKM masih
mengandalkan modal sendiri yang sangat terbatas jumlahnya, akibatnya kegiatan
usahanya sulit memenuhi skala ekonomi dan tidak berjalan dengan baik bahkan
cenderung menurun karena biaya yang tinggi
3) Kualitas SDM dan kelembagaan KUMKM rata-rata masih rendah, khususnya
dalam bidang manajemen, organisasi, pemasaran, tekhnologi serta masih
rendahnya jiwa dan semangat kewirausahaan KUMKM
4) Iklim usaha masih belum sepenuhnya kondusif, khususnya yang mencakup aspek
legalitas usaha, praktek bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat,
ketidakpastian lokasi usaha dan masih lemahnya koordinasi dan pemberdayaan
KUMKM
5) Masih lemahnya KUMKM dalam penguasaaan teknologi khususnya dalam hal
packaging, sanitasi higienitas produk makanan dan minuman, perlindungan hukum
atas produk, informasi, sarana dan prasarana
6) Pengembangan komoditi unggulan daerah melalui kegiatan promosi, misi dagang,
pameran, kemitraan dan sebagainya belum optimal dilaksanakan

2.3.5. Hak Mengembangkan Diri (Kepemudaan dan Olahraga)

42
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

2.3.5.1. Kepemudaan

Besarnya jumlah pemuda merupakan salah satu modal dasar bagi pelaksanaan
pembangunan. Guna mengoptimalkan modal dasar tersebut, berbagai program
pembangunan kepemudaan telah dilaksanakan, antara lain melalui upaya pembinaan
pemuda, pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif pemuda dan pembinaan
lembaga / organisasi kepemudaan.
Upaya-upaya tersebut walaupun belum diperoleh optimalisasi hasil, namun
telah menunjukkan beberapa hasil yang positif. Generasi muda Indonesia di berbagai
event telah menunjukan prestasi yang cukup membanggakan, antara lain melalui
prestasi di bidang keolahragaan, seni-budaya, serta karya ilmiah baik di tingkat
regional, nasional dan bahkan internasional. Beberapa penghargaan telah diperoleh
generasi muda di Jawa Tengah, seperti :
1) Pemuda Pelopor Jawa Tengah mendapat Penghargaan Pemuda Pelopor Tingkat
Nasional (masing-masing Ahmad Failasuf untuk Bidang Kewirausahaan, Teguh
Subroto untuk Bidang Pendidikan, Joko Istianto untuk Bidang Teknologi Tepa
Guna dan Rianto Purnomi untuk Bidang Budaya dan Pariwisata);
2) Keikutsertaan dalam program Kapal Pemuda Nusantara dari Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga (2 orang pemuda);
3) Partisipasi dalam Porgram Pertukaran Pemuda Antar Negara ASEAN-Jepang,
Indonesia-Australia dan Indonesia-Kanada (3 orang pemuda).
Namun kondisi positif ini dirasakan menjadi sedikit menurun karena perilaku
sebagian masyarakat antara lain masih banyak dijumpai berbagai kasus kenakalan
pemuda-pelajar seperti tawuran antar pelajar, keterlibatan dalam tindak kriminal dan
pemakaian obat-obat terlarang.

Kebijakan Program :
Kebijakan-kebijakan pada urusan Kepemudaan tersebut dijabarkan dalam 3 (tiga)
program pembangunan, yang terdiri dari
1) Peningkatan Pembinaan Pemuda
Program ini bertujuan untuk melindungi segenap generasi muda dari
penyimpangan perilaku dan penyalahgunaan miras dan napza serta penyakit
sosial masyarakat lainnya.
2) Pengembangan Kegiatan Sosial Ekonomi Produktif Pemuda

43
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Program ini bertujuan untuk mengembangkan minat dan semangat


kewirausahaan di kalangan generasi muda yang berdaya saing, unggul dan
mandiri.
3) Pembinaan Lembaga/ Organisasi Kepemudaan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan iklim yang kondusif bagi generasi
muda dalam mengaktualisasikan segenap potensi, bakat dan minat dengan
memberikan kesempatan dan kebebasan mengorganisasikan dirinya.

Permasalahan :
1) Meningkatnya kenakalan dan perilaku kriminal dikalangan pemuda;
2) Belum berkembangnya kegiatan sosial ekonomi produktif dikalangan pemuda;
3) Belum optimalnya peran serta lembaga/organisasi kepemudaan dalam
penanganan permasalahan generasi muda.

2.3.5.2. Olahraga

Selaras dengan terbitnya Undang-Undang nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem


Keolahragaan Nasional, olahraga prestasi dikembangkan untuk mengoptimalkan
potensi olahraga daerah sehingga dapat berperan dalam event nasional maupun
intenasional. Sedangkan olahraga kemasyarakatan dikembangkan agar setiap anggota
masyarakat menjadikan olahraga sebagai media rekreasi dan kesehatan, sehingga
tercipta masyarakat sehat jasmani dan rohani.
Melalui Peraturan Daerah nomor 1 Tahun 2006, pembangunan olahraga di Jawa
Tengah diarahkan baik pembinaan olahraga prestasi maupun olahraga
kemasyarakatan.
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pembangunan olahraga dewasa ini
menunjukkan perkembangan dan kemajuan yang cukup menggembirakan. Hal ini
dapat diihat dari pencapaian prestasi olahraga baik di tingkat regional, nasional,
bahkan internasional. Adapun prestasi yang diperoleh atlet olahraga Jawa Tengah
pada tahun 2004 antara lain : 1) SEA Games Vietnam 11 emas, 8 perak dan 16
perunggu; 2) Pekan Olah Raga Mahasiswa Nasional (POMNAS) di Pakanbaru 18
emas, 10 perak dan 7 perunggu; 3) Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) di
Ujungpandang 17 emas, 28 perak dan 28 perunggu; 4) POSPENAS di Palembang 12
emas, 6 perak dan 5 perunggu; serta 5) Kejurnas Olahraga Siswa SD di Jakarta
sebagai juara umum 11 emas, 6 perak dan 5 perunggu.

44
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Tahun 2006, hal-hal yang telah dicapai antara lain : dilaksanakannya pembinaan
70 klub olah raga pelajar dan 180 pelatihan pembina olah raga, peningkatan prestasi
olah raga Jawa Tengah di tingkat regional, nasional dan internasional, peningkatan
perolehan jumlah medali dalam PON XVI di Sumatera Selatan. Pada pelaksanaan
PON XVI di Palembang Sumatera Selatan, Jawa Tengah menempati peringkat IV.
Walaupun belum memenuhi target sebagaimana yang diharapkan yaitu menempati
peringkat III, namun dari perolehan medali meningkat cukup significan yaitu dari
perolehan medali 42 emas, 62 perak dan 65 perunggu pada PON XV Surabaya
menjadi 56 emas, 64 perak dan 64 perunggu.
Kondisi positif ini tentu saja harus tetap dipertahankan melalui pembinaan,
pembibitan dan pemanduan bakat yang terarah dan berkesimbungan yang disertai
dengan penyediaan fasilitas sarana/ prasarana olahraga yang memadai dan
peningkatan profesionalisme manajemen organisasi olahraga daerah serta
peningkatan partisipasi masyarakat.
Di samping itu, perkembangan pemasyarakatan olahraga juga sudah
menunjukkan kemajuan yang relatif menggembirakan. Hal ini terlihat dari tumbuhnya
perkumpulan/kelompok olahraga masyarakat di berbagai tempat seperti fitnes,
olahraga pernapasan, perkumpulan bersepeda dan sebagainya.

Permasalahan :
1) Belum terarahnya pola pembibitan, pembinaan dan pemanduan atlet olahraga;
2) Lemahnya kapasitas kelembagaan organisasi olahraga daerah;
3) Sarana dan prasarana olahraga yang kurang memadai;
4) Belum membudayanya kebutuhan olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat
dikalangan masyarakat; serta
5) Pola pembinaan, pembibitan dan pemanduan bakat prestasi atlet olahraga belum /
kurang terarah.
6) Belum terjaminnya tingkat kesejahteraan bagi atlit berprestasi.

2.4. Hak Atas Kebebasan Pribadi

2.4.1. Hak Atas Kebebasan Berkumpul, Berpendapat dan Berekspresi

Kebebasan untuk menyampaikan pendapat dimuka umum merupakan


perwujudan dari demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

45
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

bernegara. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 21 dan 22 Konvensi Hak-Hak SIpil dan
Politik dan telah dijamin dalam Pasal 23 ayat 2 UU HAM yaitu “setiap orang berhak
untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati
nuraninya secara lisan dan atau tulisan”. Hal ini diperjelas dan diperkuat didalam Pasal
25 UU HAM, dijelaskan bahwa menyampaikan pendapat umum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur hak ini adalah UU No.9 tahun 1998, khususnya Pasal 10 yang mengatur
bahwa penyampaian pendapat dimuka umum wajib diberitahukan kepada pihak Polri.
Dan pihak kepolisian berkewajiban untuk memberikan SPPT setelah menerima surat
pemberitahuan. Berikut kasus-kasus pelanggaran hak kebebasan berkumpul,
berpendapat dan berekspresi di Jawa Tengah berdasarkan hasil moitoring LBH
Semarang:

a. Kasus Pembubaran Aksi Damai Falun Dafa

Pada tanggal 4 April 1997, Solidaritas Falun Gong telah mengirimkan surat
pemberitahuan kepada Kapolres Semarang Timur tentang rencana aksi damai pada
tanggal 7 April 2007 dalam bentuk pawai. Aksi damai dimulai dari taman KB –
Simpang Lima – Gajah Mada – Kranggan – Benteng – Ki Mangun Sarkoro – Tlogorejo
– Simpang Lima (finish). Namun pihak kepolisian yang menerima surat pemberitahuan
dari Falun Dafa, yaitu Polres Semarang Timur tidak memberikan Surat Tanda Terima
Pemberitahuan (STTP).
Sebagaimana direncanakan, maka pada tanggal 7 April 2007, 100 pengikut
Falon Gong melakukan pawai damai di Lapangan Pancasila Kawasan Simpang Lima.
Namun aksi damai ini dibubarkan Polwiltabes karena dinilai tidak mendapatkan STTP
–aksi tersebut dinilai tidak mendapat izin-. Sobagio al Liem Soe Hok sebagai pihak
penanggung jawab ditangkap dan disangkat dengan Pasal 216 KUHP Jo Pasal 15 UU
No.9 Tahun 1998 dan 510 KUHP.
Padahal sesuai dengan ketentuan undang-undang, jika seseorang atau
sekelompok orang akan melakukan penyampaian pendapat dimuka umum diminta
untuk memberitahukan, dan sebaliknya kewajiban polisi untuk memberikan STTP
kepada mereka yang menyampaikan pendapat dimuka umum. Ketentuan tersebut
seperti tercantum didalam Pasal 13 ayat 1a yang menyatakan bahwa setelah
menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Polri wajib
segera memberikan STTP.

46
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

b. Kasus Pembubaran Aktivis Papernas

Konferensi Daerah (Konferda) Papernas di Semarang dan Kendal dibubarkan


dengan alasan tidak mendapatkan STTP, padahal pihak Papernas sudah
memberitahukan kegiatannya. Sedangkan di Solo dan Sukoharjo, Konferda
dibubarkan oleh FPI, dan aparat Kepolisian membiarkan terjadinya pelanggaran hak
tersebut. Atas penghambatan untuk melaksanakan hak untuk berkumpul, berserikat,
berpendapat dan berekspresi, maka Papernas pada tanggal 23 April 2007
mengadukannya ke Panitia RANHAM Jawa Tengah. Panitia RANHAM memberikan
respon melalui surat yang mempersilahkan Papernas untuk mengajukan gugatan
secara hokum. Respon Panitia RANHAM sangkat mengecewakan dan tidak sesuai
harapan.

c. Kasus Pembubaran Seminar YAPHI.

Pada hari Kamis, 21 Juni 2007, di Aula Rumah Makan Taman Sari, Interaksi
Solidaritas Antar Elemen Masyarakat (INSAN EMAS) bekerjasama dengan Lembaga
Pengabdian Hukum YAPHI (LPH YAPHI) menyelenggarakan seminar nasional
dengan tema : “ MEMPERKUAT KETAHANAN MASYARAKAT SIPIL TANPA
KEKERASAN”.
Pada seminar tersebut panitia mengundang sekitar 170 peserta yang antara
lain terdiri dari: perwakilan Pemerintahan Kelurahan, perwakilan dari Kecamatan,
Tokoh Ormas, Tokoh Agama,dll. Pembicara dalam seminar tersebut adalah Imam
Aziz – mantan Direktur LIKS Yogyakarta yang menggantikan Dawam Raharda yang
sakit-, Arie Sujito–Dosen FISIP universitas Gajah Mada – dan Abina Musthofa Kamil–
Pengasuh/Pembina Pondok Pesantren Baitul Musthofa- dan sebagai moderator
adalah Abdullah Faisol- Dewan Presidium Insan Emas-.
Sehari sebelum pelaksanaan seminar, Sekretaris Panitia mendapatkan
telepon dari orang yang tak dikenal dengan mengatas namakan LUIS (Laskar Umat
Islam Surakarta) yang meminta seminar harus dibatalkan karena Dawam Raharjo
diharamkan dan tidak boleh masuk Solo. Pihak panitia memberikan keterangan
bahwa Dawam tak bias hadir karena sakit, selanjutnya penelepon menyatakan agar
Dawam bertobat karena dia membawa islam ke liberal dan Islam tidak bisa
diliberalkan.
Pada pelaksanaan seminar, Kapolsek Colomadu Karanganyar mendatangi
RM. Taman Sari, kepada pemilik rumah makan diminta supaya seminar dibatalkan

47
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

dan melarang makanan kecil dikeluarkan. Tetapi pemilik rumah makan menolak,
namun Kapolsek marah dan menggebrak meja dengan keras sehingga pemilik rumah
makan ketakutan dan meminta panitia segera dating. Selama itu pemilik rumah
makan dan staf diancam polisi, bahkan dilarang memasuki dapur dan memasak
makanan.
Panitia memutuskan untuk tetap melangsungkan seminar. Namun terjadi
tekanan dan ancaman bahwa seminar akan dihentikan. Maka terjadi keributan kecil di
lantai bawah antara Yusuf Suramto SH (advokat, Koordinator PPHM-LPH YAPHI),
Winarso dan aparat dari Polres Karanganyar. Akhirnya terjadi negosiasi bahwa
seminar harus selesai ja, 10.30 tapi panitia menolak, akhirnya disepakati bersama
jam 11.30. Namun aparat Polres Karanganyar melanggar kesepakatan dengan
mendatangkan pasukan satu kijang penuh dan 2 truk lengkap dengan pentungan dan
siap siaga di bawah ruang seminar.
Sebagai akibatnya peserta seminar kurang nyaman terutama aparat birokrasi.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka panitia memutuskan seminar dihentikan
dengan terpaksa. Setelah seminar selesai aparat kepolisian menceritakan bahwa
aparat kepolisian Karanganyar ketakutan akan tekanan dari LUIS.

d. Penolakan Pelaksanaan Rapat Akbar Petani FPPK.

Bahwa guna mendorong secara politik percepatan proses penyelesaian


konflik agraria yang melibatkan basis-basis keanggotaan Organisasi Tani Jawa
Tengah, khususnya yang berada di wilayah Kab. Kendal; menyediakan ruang
demokrasi secara terbuka bagi elemen pergerakan tani untuk mengapresiasikan
setiap tuntutannya menjadi program penyelesaian problema kaum tani di Jawa
Tengah, serta membangun kesepahaman antar organisasi petani, pemerintah,
legislatif dan elemen masyarakat lainnya di wilayah Jawa Tengah tentang Konsepsi
Reforma Agraria Sejati secara utuh dan dapat menyelesaikan problema politik
ekonomi, social budaya kaum tani Indonesia. Maka Forum Paseduluran Petani
Kendal (FPPK) pada Kamis 28 Juni 2007 pukul 09.00 s/d 13.00 WIB di Lapangan
Sepak Bola Desa Ngarianak, Kec. Singorejo Kab. Kendal Jawa Tengah
merencanakan penyelenggaraan RAPAT AKBAR FPPK.
Namun rencana pelaksanaan Rapat Akbar tersebut mengalami hambatan.
Bahwa pada 21 Juni 2007 atas nama Ketua Panitia Rapat Akbar FPPK, A. Zaenul
Rohim, menyampaikan Proposal Pemberitahuan Kegiatan Rapat Akbar, yang
ditujukan kepada Kapolres Kendal. Selanjutnya pada 26 Juni 2007 atas nama

48
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Kapolres Kendal, Wakil Kapolres Kendal mengeluarkan surat pemberitahuan


penolakan rapat akbar yang diselenggarakan oleh FPPK. Penolakan ini didasarkan
karena persyaratan yang diajukan FPPK dianggap masih kurang untuk
menyelengngarakan rapat akbar. Antara lain pertama tidak adanya STTP
keberadaan Organisasi (STTPKO), kedua akte notaris pendirian organisasi, ketiga
direkomendasikan untuk bisa melengkapi kekurangan syarat-syarat tersebut di atas.
Penolakan kegiatan tersebut menimbulkan kegelisahan ditengah panitia rapat
akbar tersebut. Apalagi FPPK sudah mencoba memenuhi ketentuan dalam UU NO.9
Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. Akhirnya
panitia memutuskan bahwa rapat akbar tersebut tetap dilaksanakan dengan
menghadirkan perwakilan BPN Pusat, untuk menjelaskan kepada petani tentang
keberadaan program PPAN. Rapat akbar ini akhirnya berhasil diselenggarakan,
dihadiri 3000 petani laki-laki, perempuan dan anak. Tidak hanya sekedar dari Kab.
Kendal namun juga perwakilan dari Kabupaten-kabupaten disekitarnya, termasuk
dukungan beberapa elemen pro perjuangan petani. Meskipun dengan penjagaan
aparat yang berlebihan baik dalam jumlah maupun peralatannya, rapat ini berhasil
dengan sukses.

2.4.2. Hak Atas Status Kewarganegaraan/Hak Atas Identitas Diri

Jumlah penduduk Jawa Tengah hingga tahun 2006 sebanyak 33.179.062 jiwa,
terdiri dari laki-laki 16.526.491 jiwa dan perempuan 16.712.657 jiwa dengan rata-rata
kepadatan penduduk sebesar 1.011 jiwa/km2. Prediksi jumlah penduduk pada akhir
tahun 2007 dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,67 % atau 33.186.292
jiwa. Sedangkan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 1.020 jiwa/km2, dengan
angka ketergantungan (dependency ratio) 49,01 %
Penyelenggaraan pelayanan kependudukan dan catatan sipil dirasakan masih
belum optimal. Karena Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berusaha terus
meningkatkan pengelolaan administrasi kependudukan dan catatan sipil. Sampai tahun
2007, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melaksanakan pelatihan dan fasilitasi
dalam rangka penerapan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) secara terpadu di
Kabupaten/Kota, penataan sistem Koneksi (Inter-Phase). Tahap Awal, Nomor Induk
Kependudukan (NIK), koordinasi kebijakan kependudukan dan catatan sipil antara
pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota, serta peningkatan pelayanan kepada
masyarakat.

49
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Sementara ini data kependudukan dan pencatatan sipil yang tersedia di Provinsi
Jawa Tengah belum terintergrasi dalam suatu sistem data base yang mudah diakses
untuk berbagai kepentingan.
Pada tahun 2006 telah melaksanakan pelayanan pembuatan Akte Kelahiran
secara gratis sebanyak 25 Kabupaten/Kota. Keberhasilan yang telah dicapai pada
Tahun 2007 meningkat menjadi 32 kabupaten/kota untuk pelayanan pembuatan Akte
Kelahiran secara gratis dan diharapkan pada tahun 2008 semua Kabupaten/Kota.
Selanjutnya dalam rangka persiapan untuk mendukung pelaksanaan PILKADA
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah
berhasil membuat database Daftar Pendududuk Potensial Pemilih Pilkada (DP4) ke
35 Kabupaten/Kota.

Permasalahan :
1) Data pendududuk kurang akurat
2) Belum tersedianya data base penduduk;
3) Belum optimal dan mantapnya pelayanan kependudukan dan catatan sipil,
pengelolaan admnistrasi serta sistem informasi kependudukan.

2.5. Hak Atas Rasa Aman

Ketertiban dan keamanan merupakan faktor yang sangat penting dalam


pembangunan. Oleh karena itu, keteriban dan keamanan mempunyai andil yang
cukup besar dalam proses menumbuhkan perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan tugasnya memelihara dan menyelenggarakan ketentraman
masyarakat dan ketertiban umum serta menegakkan Perda dan Peraturan atau
keputusan Bupati. Dalam pelaksanaan tugas Operasi Yustisia, antara lain Operasi
Miras, Operasi Penertiban PKL, Penataan Lalu Lintas terpadu. Penataan PKL
dilakukan secara adil dan komprehensif, dengan sasaran kebijakan ini adalah untuk
terciptanya usaha PKL sesuai dengan perencanaan tata ruang kota yang mendukung
terciptanya kelestarian lingkungan hidup supaya bersih, indah, tertib dan lancarnya lalu
lintas.
Peredaran dan pemakai miras di Kab. Grobogan dari waktu ke waktu semakin
meningkat, karena aparat kepolisian dan salpol PP diminta lebih giat memeranginya,
agar peredaran miras yang kadarnya di atas 5 % dapat ditekan. Peredaran minuman

50
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

beralkohol, saat ini tidak hanya berada di tengah kota saja, namun menjalar di
masyarakat pedesaan hingga ke pelosok hutan. Bahkan masih banyak warung-
warung yang menjualnya secara bebas. Hak Anak Disebutkan pemakai miras bukan
saja hanya orang dewasa, tapi sudah merambah kepada anak-anak sekolah (pelajar).
Padahal bagi pemakai miras, dampak negatifnya, bukan saja kepada dirinya saja,
melainkan juga kepada orang lain maupun masyarakat disekitarnya.
Banyak kejadian kriminalitas, mulai dari perkosaan, penganiayaan, dsb,
karena pelakunya lebih dahulu mabok setelah menenggak miras. Pemusnahan barang
bukti miras oleh Polres dan Satpol PP berlangsung di TPA Ngembak Kec. Purwodadi.
Barang bukti tersebut sebagai sitaan dan hasil Operasi yang dilakukan beberapa bulan
ini.

2.6. Hak Atas Kesejahteraan

2.6.1. Hak Atas Kesehatan

Pembangunan dibidang kesehatan termasuk dalam prioritas dalam rencana


strategis . Hal ini mengingat kesehatan masyarakat sangat berpengaruh dengan
pelaksanaan program pembangunan bidang yang lain. Secara umum pelayanan
publik terkait di bidang kesehatan pada tahun 2007 sudah mengalami peningkatan
yang berarti, namun demikian bukan berarti tanpa hambatan dan masalah, antara lain
masih tingginya angka kemiskinan dan angka kematian ibu melahirkan, kasus demam
derdarah masih sering menjadi endemi ditengah-tengah masyarakat, masih dijumpai
anak-anak berstatus gizi buruk/kekurangan gizi serta sarana dan prasarana yang
masih perlu mendapatkan perhatian kita bersama.
Adapun kegiatan/program terkait bidang kesehatan, antara lain meliputi
Pelayanan Kesehatan Bagi Keluarga Penduduk Miskin, Pelayanan Kesehatan
Bagi Ibu Hamil, Bayi Dan Anak.
Berdasarkan SK Bupati Tahun 2007 penentuan pasien askes sebanyak
523.849 jiwa dilayani 4 (empat) Rumah Sakit, sedangkan kuota berdasarkan SK.
Menteri Kesehatan sebanyak 547.557 jiwa, sementara sisanya dilayanai langsung oleh
30 Puskesmas yang menyediakan rawat inap.
Pelayanan Kesehatan Bagi Gakin ini bertujuan untuk pemenuhan hak
pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Adapun target dalam satu tahun untuk
rawat jalan 15 % dan rujukan 10 % dengan realisasi rawat jalan 20,6%, Rawat Inap

51
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

0,45 % dan rujukan 0,75 % Dalam pelaksanaan masih dijumpai kendala al.: masih ada
keluarga non gakin yang mendapatkan kartu Askeskin, masih ada keluarga miskin
yang belum tahu prosedur penggunaan haknya, guna mengatasi hal ini telah diambil
langkah seperti sosialisasi terhadap perangkat desa, tokoh masyarakat tentang
sasaran dan prosedur penggunaan Askeskin, sehingga diharapkan pada pelaksanaan
pada tahun 2008 dapat lebih tepat sasaran yaitu pada keluarga miskin yang telah
mempunyai askeskin.
Sedangkan untuk Pelayanan Kesehatan bagi ibu hamil, bayi dan anak
bertujuan untuk pemenuhan kesehatan dan hak-hak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Adapun target dalam 1 (satu) tahun, baik untuk ibu hamil, bayi, anak dan
persalinan sebesar 90%, sedangkat relaisasinya untuk ibu hamil 78,2%, persalinan
78,2%, bayi 74,4%, anak 69%, adapun kendalanya belum semua sasaran mau
periksa sesuai dengan standart yang ada, solusi yang diambil sosialisasi kepada
masyaratkat, peningkatan ketrampilan petugas kesehatan, dan memerintah kepada
seluruh Kepala Puskesmas untuk proaktif.
Sedangkan untuk kegiatan pemberantasan penyakit seperti DBD, untuk tahun
2007 ini tercatat 1.009 kasus DBD dan 19 orang diantaranya meninggal dunia. Salah
satu upaya yang dilakukan Dinkes adalah meninggalkan ketergantungan kepada
fogging (pengasapan) saja, namun lebih mengandalkan pada gerakan pencegahan
melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN), Jika pada tahun 2007 ini hanya
beberapa puluh desa saja, tahun depan (2008) ditargetkan ada 100 desa/Kel untuk
digiatkan gerakan PSN. Caranya dengan melibatkan kder pemantau jentik di desa-
desa.
Rencana pemberlakuan biaya berobat di Puskesmas gratis pada tahun 2008,
dengan target melayani 475 ribu pasien dalam setahun, mulai Bulan Januari 2008
sudah memprogramkan gratis biaya pengobatan di seluruh Puskesmas, sudah
termasuk pemeriksanaan rawat jalan, obat, tindakan medis, dan pemeriksaan laborat.
Kebijakan ini tidak berlaku bagi PNS, ataupun Askes Miskin, sebab mereka sudah
disubsidi dari PT Askes atau Pemerintah Pusat.
Wakil Bupati Icek Bakoro, SH. meminta kepada RSUD Raden Soejati
membebaskan biaya perawatan/pengobatan pasien korban bencana alam, termasuk
yang dirawat disejumlah Puskesmas yang ada di Grobogan. Pemerintah Kabupaten
Grobogan telah memberikan bantuan, baik berupa bahan makanan (sembako),
obat-obatan, dan juga sejumlah uang untuk memperbaiki rumah.
Secara umum, pembangunan kesehatan di Jawa Tengah diarahkan pada
tercapainya Visi “JAWA TENGAH SEHAT 2010 YANG MANDIRI DAN BERTUMPU

52
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

PADA POTENSI DAERAH”. Oleh karena itu, upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat di Jawa Tengah dilakukan melalui peningkatan kualitas dan jangkauan
pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat
dibidang kesehatan, secara simultan dilaksanakan program-program yang
mempertinggi kesadaran masyarakat dalam mewujudkan lingkungan sehat, dan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Beberapa indikator yang menunjukan keberhasilan pembangunan bidang
kesehatan antara lain : Umur Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Ibu (AKI). Berdasarkan perhitungan UHH waktu lahir mengalami
peningkatan dari 68,2 tahun pada tahun 2000 menjadi 70,6 tahun pada tahun 2005.
AKB dari tahun ke tahun mengalami penurunan, dari 31 per 1000 kelahiran hidup
(Tahun 2003), menjadi 33 per 1000 kelahiran hidup (Tahun 2004), 25 per 1000
kelahiran hidup (Tahun 2005), dan 14,23 per 1000 kelahiran hidup (Tahun 2006).
Sedangkan AKI, mengalami penurunan dari 116,12 per 10.000 kelahiran hidup (tahun
2003), menjadi 101 per 10.000 kelahiran hidup (tahun 2006).
Kondisi yang berkaitan dengan penyebaran penyakit menular seperti angka
kesakitan (Incidence rate/IR) DBD, berfluktuasi, dari 2,61 per 10.000 penduduk pada
tahun 2003 , meningkat menjadi 2,72 (tahun 2004), yang kemudian turun menjadi 2,00
(tahun 2005). Kasus penderita malaria mengalami penurunan yaitu pada tahun 2003
sebanyak 0,51/1.000 penduduk menjadi 0,15/1.000 penduduk tahun 2004 dan turun
menjadi 0,05/1.000 penduduk. Jumlah penderita HIV dan AIDS, dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari 98 penderita HIV dan 3 penderita
AIDS (98/3 penderita HIV/AIDS) pada tahun 2003, meningkat menjadi 130/19 (tahun
2004), 185/58 (tahun 2005), 287/135 (tahun 2006). Untuk angka kesembuhan penyakit
TB Paru mengalami peningkatan dari 74 % pada tahun 2002 menjadi 85,83 % pada
tahun 2005. Disamping itu terdapat penyakit menular tertentu yang berpotensi
menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) seperi Flu Burung. Di Jawa Tengah pada
tahun 2006 ditemui kasus Flu Burung pada manusia sebanyak 3 kasus yaitu di
Kabupaten Boyolali, Semarang dan Banjarnegara. Prevalensi penyakit tidak menular,
beberapa diantaranya cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2004 prevalensi
penyakit jantung coroner 0,8/1.000 penduduk, penyakit kencing manis 4,3/1.000
penduduk, neoplasma 0,3/1.000 penduduk.
Status Gizi Balita, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG), Tahun
2002, Balita gizi buruk di Jawa tengah sebesar 1,3 %, turun menjadi 1,15 % pada
tahun 2003, yang kemudian meningkat menjadi 1,76 pada tahun 2004. Sedangkan

53
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

untuk Balita gizi kurang, tahun 2002 sebesar 13,88 %, tahun 2003 turun menjadi 11,78
%, dan tahun 2004 meningkat menjadi 14,79% .
Untuk pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi
dalam pelayanan kesehatan, di Jawa Tengah terdapat 109 institusi pendidikan tenaga
kesehatan baik negeri maupun swasta pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 119
institusi pada tahun 2004. Dari jumlah tersebut pada tahun 2003 terakreditasi 79
Institusi (72%), dan pada tahun 2004 telah terakreditasi 84 institusi (70%). Namun
jumlah lulusan yang ada dan cukup banyak belum termanfaatkan dan didayagunakan
secara optimal.
Tahun 2004 ada 40 RSU Pemerintah dan 7 RS khusus pemerintah; RSU
swasta dari 89 pada tahun 2003 menjadi 96 pada tahun 2004. RS Khusus swasta ada
50 pada tahun 2004 yang terdaftar di Provinsi. Untuk Puskesmas pada tahun 2004 ada
845 Puskesmas, dan munculnya berbagai bentuk pelayanan kesehatan swasta di
seluruh kabupaten/kota. Mengacu pada kebijakan pemerintah Provinsi dalam rangka
pembangunan kesehatan di pedesaan, Polindes sebanyak 4322 yang semula hanya
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, dikembangkan fungsinya dengan
memberikan pelayanan kesehatan dasar lainnya dengan nama Poliklinik Kesehatan
Desa (PKD). Untuk tahun 2004 dan 2005 dikembangkan 2000 PKD, dan akan
diteruskan sampai dengan tahun 2008 untuk seluruh Polindes. Disamping itu mulai
tahun 2006 dalam rangka tersedianya obat-obatan di pedesaan, akan dikembangkan
Warung Obat Desa (WOD) yang keberadaannya melekat pada PKD. Selain itu
pemenuhan jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin juga menjadi
prioritas.
Kualitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta masih belum
optimal, dan harus terus diupayakan. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan
pencapaian akreditasi rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Rumah sakit
umum pemerintah yang lulus akreditasi sebanyak 38 RSU dengan rincian 5 RSU lulus
akreditasi 5 standar, 20 RSU lulus akreditasi 12 standar dan 3 RSU lulus akreditasi 16
standar. Rumah Sakit Khusus pemerintah yang lulus akreditasi 5 standar sebanyak 5
RSU walaupun pada tahun 2005 ini sudah habis masa berlakunya. Rumah sakit umum
swasta yang lulus akreditasi sebanyak 37 RSU dengan rincian 21 RSU lulus 5 standar,
15 RSU lulus 12 standar dan 1 RSU lulus 16 standar, sedangkan yang belum lulus
akreditasi sebanyak 59 RSU.
Untuk ketersediaan dan perlindungan masyarakat terhadap sediaan farmasi
dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan bagi kesehatan
dirasakan belum optimal. Obat asli Indonesia (OAI) merupakan potensi di Jawa

54
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Tengah, dan telah mulai dikembangkan untuk lebih berkualitas dan lebih dimanfaatkan,
dimana pada tahun 2004 dan 2005 dibentuk 3 pusat kajian pengembangan OAI yang
masih perlu dilanjutkan pada tahun berikutnya.
Tahun 2004, tingkat pemanfaatan air bersih mencapai 77%, pemanfaatan
jamban 61%, cakupan rumah sehat 69,77%, cakupan SPAL 40%. Berdasarkan hasil
survey PHBS yang dilakukan, strata PHBS tatanan rumah tangga tahun 2004 sebesar
sehat 65,3 % yang meningkat menjadi 75,95% pada tahun 2006.
Tahun 2006, beberapa keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang
kesehatan antara lain adalah: (1) Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat ditandai
dengan peningkatan usia harapan hidup waktu lahir, menurunnya Angka Kematian
Bayi (AKB) dan menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) per kelahiran hidup; (2)
Dikembangkannya fungsi Polindes dari 4322 menjadi Poliklinik Kesehatan Desa
(PKD) sebanyak 3000 unit dan akan diteruskan sampai tahun 2008; (3)
Berkembangnya sarana pelayanan kesehatan khususnya pelayanan rujukan; (4) Telah
dicapainya angka penemuan kasus AFP yang ditargetkan > 1 per 100.000 anak hal
tersebut karena adanya peningkatan kualitas Surveilans yang terpadu dengan RS,
pelatihan tenaga dan adanya SO; (5) Meningkatnya angka kesembuhan penderita TB.
paru; (6) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat dengan target 65% pada tahun 2010 ditahun 2005 telah mencapai 65,30%; (7)
Produksi dan distribusi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan termasuk makanan
dan minuman berkembang pesat; (8) Berkembangnya industri obat tradisional dan
industri kecil obat tradisional sebesar 27%.

Permasalahan :
1) Belum mantapnya kebijakan dan manajemen kesehatan, terutama dalam hal
keterpaduan lintas program dan lintas sektoral.
2) Pembangunan berwawasan kesehatan belum sepenuhnya menjadi pertimbangan
dalam pembangunan secara keseluruhan.
3) Dalam upaya mendapatkan pelayanan kesehatan, masyarakat lebih berorientasi
pada aspek kuratif. Aspek promotif dan preventif belum dianggap sebagai
kebutuhan, sehingga cakupan penerapan PHBS masih rendah.
4) Masih banyak daerah yang sulit dijangkau oleh sarana pelayanan kesehatan yang
berkualitas sebagai akibat dari faktor geografis.
5) Kecenderungan meningkatnya beberapa penyakit menular tertentu dan penyakit
tidak menular dan penyakit degeratif.
6) Masih banyak ditemukan balita gizi buruk.

55
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

7) KLB DBD masih sering terjadi.


8) Meningkatnya jumlah bencana yang teradi, baik dalam skala kecil, menengah,
maupun besar.
9) Jumlah Penderita HIV/AIDS meningkat secara sangat signifikan.

2.6.2. Hak Milik Bersama Atas Sarana dan Prasarana Umum

Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah


Kabupaten Grobogan adalah penyediaan sarana dan prasarana umum. Dalam hal
ini adalah prasarana jalan dan jembatan yang merupakan infrastruktur yang sangat
dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat. Mengingat kondisi alam
Kab. Grobogan, banyak jalan dan jembatan yang rusak, disebabkan daya dukung
tanah rendah. Sehubungan dengan kondisi di atas Pemerintah Kabupaten
berkomitmen bahwa untuk tahun 2007 dicanangkan Tahun Kualitas.
Adapun kegiatan/program antara lain Program Pembangunan Jalan dan
jembatan, Pembangunan talud/bronjong, Rehab/pemeliharaan jalan & jembatan,
Peningkatan Sapras Kebinamargaan, Pembangunan Infrastruktur Perdesaan &
Perkotaan. Sampai dengan Semeter II tahun 2007 untuk kegiatan fisik secara
umum telah dapat terselesaikan / 100 %, namun ada 11 (sebelas) Rekanan yang
terlambat menyelesaikan pekerjaan, dan terhadap ke –11 rekanan tersebut telah
dikenai sanksi berupa denda sebesar seperseribu kali nilai kontrak per hari, besarnya
denda bervariasi antara Rp. 100 ribu hingga Rp. 40 juta dan sudah disetorkan ke Kas
daerah.

2.6.3. Hak Bekerja dan Hak Atas Pekerjaan

Di Provinsi Jawa Tengah bahwa masih banyak permasalahan


ketenagakerjaan yang belum dapat diselesaikan secara tuntas, misalnya
perlindungan tenaga kerja di luar negeri maupun dalam negeri, penyampaian informasi
pasarkerja belum optimal, serta pelatihan bagi tenaga kerja belum dapat dilaksanakan
secara maksimal dan lain sebagainya.
Masalah dan tantangan yang dihadapi, antara lain : rendahnya kualitas
ketrampilan naker ; rendahnya kualitas perlindungan terhadap naker ; lapangan kerja
yang tersedia belum seimbang dengan jumlah angkatan kerja ; dan rendahnya
ketrampilan calon transmigran. Guna mengatasi masalah tersebut, program yang

56
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

akan dan telah dilaksanakan adalah Program peningkatan ketrampilan Naker,


Pembinaan dan Perlindungan Naker, dan program peningkatan transmigrasi.
Perusahaan yang merealisasikan UMK 2007 baru sekitar 30%, bahwa belum
banyak pengusaha atau pelaku usaha yang membayar gaji karyawan berdasarkan
UMK 2007, yang ditetapkan sebesar Rp. 502.000 per / bulan / karyawan, masih
banyak yang melanggar. “ Belum semua perusahaan membayar karyawan sesuai
dengan UMK. Sosialisasi dan pengarahan sudah dilakukan, melibatkan 250 (dua ratus
lima puluh) orang namun kondisi kemampuan perusahaan masih kurang memadai dan
hal ini dimaklumi oleh karyawan.
Data di Disnakertrans Pemkab. Grobogan menyebutkan sampai dengan Bulan
September tahun 2007 ini Grobogan memberangkatkan tidak kurang 1.477 orang
calon TKI diberangkatkan ke LN, mayoritas dari mereka adalah perempuan yang
masih produktif. Negara tujuan paling banyak sekitar 85 % Arab Saudi jadi tenaga
kerja informal tau PRT., Namun diluar data tersebut masih banyak TKI Grobogan yang
ke LN tanpa sepengetahuan Dinas alias non prosedural. Padahal ketentuan tersebut
jelas melanggar UU 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan perlindungan TKI Di LN,
disamping pengawasannya sangat menyulitkan Dinas. Dibenarkan, jika beberapa
kasus TKI yang meninggal dunia di LN rata-rata tidak prosedural. Pada Tahun 2007 ini
tidak kurang sudah ada 5 (lima) kasus, terakhir awal november lalu, Safaah, TKI asal
Dukuh Krajan, Brabo, Kec. Tanggungharjo yang meninggal dunia di Yordania.
Pihak dinas tidak menyangkal, jika masih banyak TKI LN semata-mata karena
alasan ekonomi.Pekerjaan di Desa yang hanya jadi buruh kasar dan petani kecil
dianggapnya kurang menguntungkan.
Disamping sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Namun pemikiran pemikiran
masyarakat saat ini sudah bergeser, dulu banyak ke Arab Saudi, sekarang ke Taiwan.
Sebab di Taiwan gajinya lebih besar, walau harus bayar Rp.2 juta waktu berangkat.. “
Pemicunya soal ekonomi atau nikah terlalu muda. Padahal mereka belum punya bekal
yang matang, jelas sumber tersebut sembari menyorot jika pemerintah atau Pemkab
dapat meyediakan lapangan pekerjaan idealnya tidak ada TKI luar negeri lagi.
Kondisi ketenagakerjaan dan di Jawa Tengah memperlihatkan bahwa jumlah
penduduk 10 tahun ke atas senantiasa mengalami fluktuasi yaitu dari 26.627.570
orang pada tahun 2004, meningkat menjadi 27.323.479 orang pada tahun 2005 dan
meningkat kembali menjadi 27.041.083 orang pada tahun 2006. Pada kurun waktu
yang sama jumlah angkatan kerja mengalami fluktuasi yaitu dari 15.974.670 orang
(59.99 %) naik menjadi 16.634.255 orang (60.88 %) turun menjadi 16.408.175 orang
(60,68 %).

57
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Jumlah penduduk yang bekerja juga mengalami fluktuasi yaitu dari


14.930.097 orang atau 94.34 % dari jumlah angkatan kerja, naik menjadi 15.655.303
orang (94.12 %) turun menjadi 15.210.931 orang (92,70 %) . Sedangkan jumlah
penduduk yang mencari pekerjaan (penganggur terbuka) mengalami fluktuasi yaitu
dari 1.044.573 orang (6.54 %) turun menjadi 978.952 orang (5.88 %) naik menjadi
1.197.244 orang (7,30 %). Dari jumlah penduduk yang bekerja tersebut terdapat
penduduk dengan katagori setengah penganggur yaitu penduduk yang bekerja kurang
dari 35 jam per minggu yang jumlahnya mengalami penurunan. Pada tahun 2004,
jumlah setengah penganggur tercatat sebanyak 5.394.865 orang (36,13%) turun
menjadi 5.185.409 orang (33,12%) pada tahun 2005 dan naik menjadi 5.062.062 orang
(33,28 %).
Selanjutnya dilihat dari lapangan pekerjaan terlihat bahwa sebagian besar
penduduk bekerja pada sektor pertanian, disusul kemudian sektor perdagangan,
industri, jasa dan selebihnya bekerja pada sektor yang lain seperti konstruksi,
angkutan dan komunikasi, keuangan, pertambangan, listrik, air dan gas. Secara rinci
dapat diuraikan bahwa prosentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian
mengalami penurunan dari tahun 2004 sebesar 41,81 %, turun menjadi 37,53 % pada
tahun 2005 dan turun menjadi 36,57 pada tahun 2006. Kemudian pada kurun waktu
yang sama untuk sektor perdagangan mengalami fluktuasi yaitu berturut-turut
menunjukkan angka 20,13 %, 21,91% dan 20,54 %. Pada sektor industri mengalami
kenaikan yaitu 16,03 %, 16,58 % dan 17,92%. Kondisi ini berlaku pada sektor jasa
yang mengalami kenaikan yaitu berturut-turut menunjukkan angka 10,32 %, 11,17 %
dan 11,59 %.
Dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan pencari kerja (penganggur
terbuka) prosentase terbesar adalah tamat SMTA. Tercatat pada tahun 2005 berturut-
turut tamat SD sebesar 8,88 %, tamat SMTP 9,75 %, tamat SMTA 60,36 %, tamat
sarjana muda 8,93 % dan tamat sarjana 12.08 %. Pada tahun 2006 tamat SD sebesar
3,73 %, tamat SMTP 9,57 %, tamat SMTA 61,45 %, tamat sarjana muda 8,21 % dan
tamat sarjana 12.08 %.
Kondisi lain yang dijumpai adalah masih banyaknya TKI illegal yang
mengindikasikan masih lemahnya pemahaman dan kesadaran pekerja dan
perusahaan pengguna jasa pekerja terhadap ketentuan dan peraturan pengiriman
tenaga kerja ke luar negeri.
Meskipun upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja telah dilakukan,
tetapi secara umum kondisi kesejahteraan pekerja belum memadai. Salah satunya
dilihat dari penetapan upah minimum yang masih di bawah Kebutuhan Hidup Minimum

58
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

(KHM). Rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Tengah pada tahun
2005 sebesar 98,47 % dari KHM tahun 2005 dan pada tahun 2006 turun menjadi 83,67
% dari KHL tahun 2006. Nilai rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di
Jawa Tengah mengalami kenaikan pada tahun 2005 sebesar Rp. 422.575,68,- dan
pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 491.552,70,-.
Jumlah perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan penerapan
upah minimum pada tahun 2006 relatif kecil yaitu sebanyak 40 perusahaan. Dari
jumlah tersebut sebanyak 29 perusahaan disetujui, 4 perusahaan ditolak dan 7
perusahaan mencabut permohonannya.
Hubungan industrial juga dirasakan belum berjalan harmonis. Hal ini terlihat
dari banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Pemutusan Hubungan
Industrial (PHI). Pada tahun 2006, kasus PHK sebanyak 295 kasus melibatkan 3.121
orang tenaga kerja, kasus PHI sebanyak 43 kasus melibatkan 219 orang tenaga kerja.
Hasil yang telah dicapai pada tahun 2007 bidang ketenagakerjaan, meskipun
jumlah penganggur dan setengah penganggur di Jawa Tengah pada tahun 2007 masih
cukup tinggi, namun demikian di bidang ketenagakerjaan beberapa hasil yang telah
dicapai antara lain perluasan lapangan kerja dan usaha baik di dalam maupun di luar
negeri antara lain meliputi :
a) kesempatan bekerja dan berusaha bagi 12.720 orang melalui kegiatan perluasan
kesempatan kerja, fasilitasi penempatan TKI ke Malaysia, pengawasan
penempatan TKI;
b) penempatan TKI sebanyak 21.895 orang
c) penyelenggaraan Job Marker Fair dan tercatat sebanyak 10.000 orang mendapat
informasi lowongan kerja di 70 perusahaan;
d) pembinaan dan pengembangan kewirausahaan melalui CBT, Usman, SI, UEP dan
TKS;
e) perluasan kesempatan kerja melalui mekanisme Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)
sebanyak 3.741, mekanisme Antar Kerja Antar Negara (AKAN) sebanyak 21.895;
Disamping itu peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja juga telah
dirasakan berkat dari pelaksanaan kegiatan seperti :
a) pelatihan kerja bagi penganggur sebanyak 743 orang;
b) pelatihan dan pemberdayaan Penca;
c) pelatihan kerja bagi CTKI;
d) pemagangan bagi calon tenaga kerja di perusahaan;
e) penyiapan pemagangan ke Jepang.

59
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Di bidang ekonomi, pendekatan ekonomi kerakyatan seperti yang tertuang


dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 belum tercermin jelas dalam kebijakan,
program, dan kegiatan. Kenyataan menunjukkan, sektor informal terutama usaha
mikro, yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam menciptakan lapangan kerja
dan menopang kelangsungan hidup sebagian besar keluarga di Jawa Tengah, belum
mendapatkan perhatian proporsional. Berbagai atribut melekat pada mereka, seperti
terbatasnya ketrampilan SDM sektor informal dan usaha mikro(terutama ketrampilan
manajemen berusaha dan penguasaan teknologi), bermodal kecil karena akses untuk
mendapatkan modal sangat sulit; kecilnya akses pada informasi terutama informasi
pasar; keterbatasan pasar; keterbatasan sarana dan prasarana pendukung; dan belum
adanya perlindungan bagi keberlangsungan usaha mereka. Pada bagian lain, mereka
harus berhadapan dengan para pemodal dan pemilik usaha besar, yang lebih banyak
memperoleh kemudahan dalam akses permodalan, sarana dan prasarana pendukung,
serta informasi pasar.
Usaha yang dilakukan untuk mengoptimalkan Informasi Pasar kerja (IPK) dan
Bursa Kerja dilakukan melalui pelatihan 10 orang sebagai pengelola BKO dan dapat
terinformasikan sebanyak 2.500 lowongan.
Hubungan industrial antara pekerja, buruh dan pengusaha terdapat
kecenderungan menuju harmonis. Kasus Pemutusan Hubungan Industrial (PHI) tahun
2006 sebanyak 43 kasus dengan melibatkan tenaga kerja sebanyak 219 orang dan
295 kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan melibatkan tenaga kerja
sebanyak 3.121 orang. Kasus Pemutusan Hubungan Industrial (PHI) tahun 2007
sebanyak 14 kasus melibatkan tenaga kerja sebanyak 59 orang dan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) terdapat 59 kasus dengan melibatkan tenaga kerja sebanyak
1.630 orang.
Kesejahteraan tenaga kerja juga meningkat, salah satunya adalah dengan
ditetapkannya upah pekerja yang mengarah kepada Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Rata-rata Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) mengalami kenaikan pada tahun
2006 sebesar Rp. 491.552,- naik menjadi Rp. 548.729,73,- pada tahun 2007. UMK
tertinggi di Kota Semarang (Rp. 650.000,-) dan terendah Kab. Purworejo dan Kab.
Wonogiri (Rp. 500.000,-).
Untuk melakukan perlindungan dan pengembangan hubungan industrial antara
lain dilaksanakan melalui :
a. pengawasan upah minimum;
b. pemberdayaan pengurus organisasi pekerja;
c. penyusunan Raperda Kesejahteraan Kerja Purna Kerja

60
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

d. fasilitasi kesejahteraan pekerja dan penyandang cacat, kegiatan K3 dan


lingkungan kerja;
e. fasilitasi penyelesaian kasus pelanggaran norma kerja dan jamsostek;
f. perlindungan hak tenaga kerja perempuan.
Untuk meningkatkan peran dan fungsi lembaga ketenagakerjaan telah berhasil
dilaksanakan kegiatan, seperti :
a. Uji kompetensi dan sertifikasi;
b. Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) di Lembaga Pelatihan
Kerja terhadap 75 orang tenaga pelatih;
c. Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI);
d. Pengadaan sarana prasarana pelatihan.

Permasalahan :
1) Banyaknya jumlah penganggur dan setengah penganggur.
2) Belum mantapnya Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD).
3) Belum optimalnya Informasi Pasar Kerja (IPK) dan Bursa Kerja.
4) Belum mantapnya pelayanan penempatan tenaga kerja baik dalam maupun luar
negeri.
5) Rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan belum sepenuhnya
kegiatan pelatihan berorientasi pada kebutuhan pasar kerja.
6) Kurangnya sumber daya pelatihan pada Balai Latihan Kerja Pemerintah maupun
Swasta.
7) Relatif rendahnya kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja.
8) Belum harmonisnya hubungan industrial dan masih banyaknya kasus Pemutusan
Hubungan Industrial / Pemutusan Hubungan Kerja (PHI/PHK).
9) Masih kurangnya peran dan fungsi Lembaga Ketenagakerjaan.

Indikasi Pelanggaran Terhadap Hak Bekerja

Dari hasil pemantauan dan monitoring LBH Semarang, sepanjang tahun 2007
terpantau 68 kasus pelanggaran hak bekerja di 23 Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah
yang menimpa PKL, yang berarti tidak kurang dari 9.828 orang kehilangan sumber
penghasilan.
Bentuk penyelesaian penggusauran sendiri terdapat 4 pola yaitu: 1) Tidak
ada/belum ada penyelesaian; 2) Relokasi dan penataan ulang; 3) Toleransi;dan 4)
Penyelesaian lain-lain.

61
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Dari pola penyelesaian di atas, relokasi dan tata ulang menjadi pola
penyelesaian yang umumnya dipilih. Namun pola relokasi ini dalam pelaksanaannya
tidak melibatkan PKL sejak tahap awal perencanaan seperti pemilihan lokasi. Relokasi
cenderung memindahkan persoalan dan tidak memikirkan kelangsungan hidup PKL
sendiri. Hal ini Nampak dari infrastruktur penujang lokasi relokasi, seperti akses jalan,
dan akses transportasi. Dan penyelesaian kedua yang umumnya adalah tidak ada
penyelesaian, pemerintah kota menggusur PKL tanpa memberikan solusi untuk
mengatasi akibat penggusuran tersebut. Untuk toleransi sebagai penyelesaian
merupakan win-win solusion yang memadukan kepentingan pemkot akan kebersihan
dan ketertiban di sisi lain dan kepentingan PKL untuk mencari nafkah di sisi lainnya.
Namun besarnya kasus yang tidak ada penyelesaiannya memperlihatkan bahwa
pemerintah kota kurang memiliki peremcanaan yang baik.

2.6.4. Hak Jaminan Sosial Serta Hak Atas Kesediaan dan Ketersediaan Pangan

Pelaksanaan Program Raskin tahun 2007 selama 11 (sebelas) bulan


didasarkan pada alokasi pagu Raskin dari Gubernur Jawa Tengah dengan Daftar
penerima manfaat (DPM) sebanyak 139.325 KK, masing-masing KK mendapat 10 Kg
dengan harga per Kg Rp. 1.000. Adapun penentuan DPM mekanismenya
diserahkan pada masing-masing Desa melalui Musyawarah Desa.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial memegang peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, melalui upaya-upaya perlindungan bagi
masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), yang perlu perhatian
untuk dapat diupayakan pemecahannya.
Pembangunan dan perlindungan kesejahteraan sosial pada PMKS di Jawa
Tengah ditujukan dalam rangka mencegah timbulnya dampak sosial negatif seperti :
terjadinya disintegrasi sosial, melemahnya potensi sosial dan identitas diri serta
lemahnya ketahanan sosial. Dengan diterapkannya otonomi daerah telah membawa
perubahan di dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Meskipun demikian mengingat kompleksitasnya pembangunan kesejahteraan
sosial upaya penanganan PMKS harus tetap dilakukan, sehingga masih perlu
dikembangkan keterlibatan Potensi Sumber Kesejahteraan sosial dan dunia usaha.
Panti sosial yang dimiliki oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 52
Panti, Panti sosial milik Departemen Sosial RI di Jawa Tengah sebanyak 5 panti, panti
sosial milik masyarakat (swasta) sebanyak 388 panti. Secara umum sarana dan

62
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

prasarana yang dimiliki panti sosial khususnya yang milik pemerintah daerah dan
milik masyarakat ( swasta) relatif masih kurang memadai.
Berdasarkan data terakhir pada tahun 2006 tercatat kejadian bencana meliputi
bencana alam banjir 101 kali, angin topan 76 kali, tanah longsor 106 kali, kebakaran
113 kali, gempa bumi 11 kali dan pada tahun 2006 terjadi bencana tsunami di Kab.
Cilacap, Kebumen dan Purworejo serta bencana lainnya yang dalam kurun waktu dua
tahun terakhir frekuensinya semakin meningkat dan diperlukan upaya tindak lanjut
untuk penanggulangannya baik pada waktu sebelum, saat dan sesudah terjadi
bencana melalui tindakan yang bersifat prefentif, represif maupun rehabilitatif
Untuk sarana dan prasarana penanggulangan bencana/ bencana alam yang
dimiliki saat ini meliputi : perahu jukung 1 unit, perahu karet 13unit, mesin tempel 15
unit, pelampung / rompi 85, dayung 36, tenda 4, mobil truk 5.
Sampai dengan tahun 2007 keberhasilan pembangunan di bidang kesejahteraan
sosial adalah meningkatnya kesejahteraan sosial bagi masyarakat Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial melalui pelayanan Kesejahteraan Sosial Keluarga
Rawan Sosial Ekonomi bagi 500 KK, meningkatnya kualitas sarana dan prasarana
pelayanan kesejahteraan sosial melalui penyempurnaan prasarana 7 panti sosial dari
52 panti milik Provinsi Jawa Tengah, meningkatnya potensi dan sumber kesejahteraan
sosial bagi aparatur pemerintah dan infra struktur masyarakat dalam usaha
kesejahteraan sosial serta meningkatnya manajemen pelayanan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) melalui UEP bagi orsos, bimbingan penumbuhan
paguyuban PSM (350 orang), bimbingan dan pelatihan profesi pekerja sosial bagi
tenaga kesejahteraan sosial di panti Swasta (545 orang).

Permasalahan :
1) Rendahnya peranserta masyarakat dalam penanganan permasalahan yang
dihadapi PMKS
2) Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pejuang dan keluarganya
3) Kurangnya kemandirian Orsos/LSM sehingga selalu mengharapkan bantuan dari
pemerintah
4) Masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan potensi dalam
kegiatan UKS
5) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap masalahnya karena didukung faktor
ekonomi dan pengaruh lingkungan
6) Kurangnya kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam penanganan anak
jalanan,anak terlantar serta lanjut usia

63
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

7) Belum efektifnya penanganan bencana-bencana alam baik yang bersifat preventif,


represif/ tanggap darurat maupun rehabilitasi

2.6.5. Hak Milik Atas Tanah/Pertanahan

Kegiatan pembangunan pertanahan di Jawa Tengah dikembangkan melalui


penataan pertanahan antara lain melalui kegiatan-kegiatan pengaturan penguasaan
dan penatagunaan tanah yang diikuti dengan pemberian kepastian hukum hak-hak
atas tanah melalui peningkatan peran serta masyarakat.
Kegiatan yang telah dilakukan dalam bidang pertanahan adalah melakukan
inventarisasi tanah Hak Guna Usaha (HGU) di seluruh Provinsi Jawa tengah. Sampai
dengan tahun 2006 ini telah terinventarisasi tanah HGU sebanyak 127 HGU pada 38
lokasi. Kegiatan inventarisasi dan evaluasi perubahan penggunaan tanah sawah irigasi
dan produktif di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah telah selesai seluruhnya
pada tahun 2005 tetapi belum dapat implementatif langsung dilaksanakan karena
belum “disepakati” oleh Kabupaten/kota dan berketetapan hukum dengan Peraturan
Daerah Sawah Lestari.
Secara umum monitoring terhadap penguasaan dan pemilikan tanah sangat
rendah, yaitu rata-rata 6 % per tahun dengan capaian hanya 8 Kabupaten/Kota dari 31
Kabupaten/Kota sasaran. Hal yang sama juga terjadi pada identifikasi dan inventarisasi
tanah timbul, dimana sasaran tidak sesuai dengan hasil yang dicapai, yaitu hanya 6
lokasi dengan sasaran 168 bidang.
Penyelesaian kasus pertanahan melalui fasilitasi tidak berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Kasus-kasus pertanahan sebagian besar diselesaikan melalui
pengadilan, dengan sendirinya membutuhkan waktu penyelesaian yang relatif lama.
Untuk menunjang kegiatan pembangunan pertanahan di Provinsi Jawa Tengah,
kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2007 adalah : Optimalisasi pengendalian
lahan kawasan lindung di Jawa Tengah; Penyusunan penggunaan lahan dan peta
rekomendasi program pengelolaan zona rawan bencana di kawasan lindung; Evaluasi
paduserasi TGH dengan Rencana Tata Ruang Kabupaten; Penyempurnaan dokumen
pengukuhan dan Peningkatan koordinasi bidang pertanahan dan peta wilayah.

Permasalahan :
1) Belum secara keseluruhan identifikasi dan inventarisasi tanah HGU, HGB, HPL
dan tanah timbul dapat dilaksanakan;

64
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

2) Belum terintegrasinya data tanah HGU, HGB, HPL dan tanah timbul dalam satu
sistem;
3) Masih adanya konflik dalam pemilihan atau penggunaan tanah serta penentuan
batas administrasi antar wilayah;
4) Terbatasnya data pertanahan, sarana dan prasarana untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas bidang pertanahan di Jawa Tengah dalam rangka
mewujudkan sistem informasi pertanahan secara lengkap.
5) Belum adanya data faktual pemanfaatan lahan kawasan lindung di Jawa Tengah
oleh masyarakat setempat, baik mengenai luasan maupun sebarannya;
6) Beberapa Kabupaten/Kota belum memiliki Perda kawasan Lindung;
7) Belum finalnya kesepakatan antara Gubernur dengan Kepala Daerah Kab/kota
mengenai sawah yang harus dipertahankan dan yang boleh dialihfungsikan di
masing-masing Kab/Kota di Prop. Jateng;

2.7. Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan (Hak Memilih dalam Pemilu)

Pembangunan politik di daerah sebagai bagian pembangunan politik nasional


memiliki keterkaitan yang erat terhadap keberhasilan bidang lainnya. Pencapaian iklim
politik yang kondusif di daerah merupakan prasarat untuk mewujudkan cita-cita yang
diinginkan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dalam kerangka Negara Kesataun Republik Indonesia.
Pembangunan politik di Indonesia menorehkan sejarah baru, dengan adanya
perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, yaitu dengan dilaksanakannya
Pemilihan Pimpinan secara langsung baik di tingkat nasional (Presiden / Wakil
Presiden) maupun Daerah (Gubernur dan Bupati / Walikota). Di Jawa Tengah telah
dilaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung, umum dan
demokratis di berbagai Kabupaten/Kota. Sampai dengan Tahun 2007 telah berhasil
dilaksanakan pemilihan Bupati/Walikota secara langsung di 28 Kabupaten/Kota
dengan hasil sebagian Bupati/Walikota menjabat kembali untuk jabatan periode yang
kedua. Pada Tahun 2008 ada 4 Kabupaten yang akan melaksanakan pemilihan kepala
daerah yaitu Kabupaten Banyumas, Kudus, Temanggung dan Karanganyar. Dan pada
waktu yang sama akan dilaksanakan pemilihan gubernur secara langsung untuk
pertama kalinya.
Terkait dengan tuntutan masyarakat tersebut terdapat beberapa permasalahan
yang dihadapi, salah satunya adalah belum optimalnya aspirasi politik rakyat;

65
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Dalam bidang politik, realitas menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat


dalam proses pengambilan keputusan publik masih rendah, demikian pula pada ranah
politik praktis di mana keterlibatan masyarakat belum pada tahap kesadaran tentang
hak untuk dipilih dan memilih. Pada bagian lain, kelembagaan-kelembagaan yang
berbasis masyarakat belum sepenuhnya mampu mengakomodasi berbagai
kepentingan masyarakat dan kondisinya pun belum berdaya. Dalam era otonomi,
partisipasi pada proses pengambilan keputusan merupakan manifestasi terpenting dari
kekuasaan, sedangkan kekuasaan merupakan wacana penting dalam keberdayaan
masyarakat. Selain itu, fungsi kontrol masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan dan
program juga masih rendah.

2.8. Hak Perempuan

Berdasarkan data yang diperoleh dari LRC-KJHAM (Legal Resources Center-


Keadilan Jender dan HAM, selama November 2006 hingga Oktober 2007 telah
melakukan monitoring terhadap kasus-kasus kekerasan berbasis jender di Jawa
Tengah, baik itu kasus yang didampingi oleh LRC-KJHAM maupun kasus yang diambil
dari pemberitaan di 5 (lima) media massa yaitu Suara Merdeka, Wawasan, KOMPAS,
Jawa Pos-Radar Semarang, diketahui beberapa permasalahan atau kasus-kasus hak
perempuan sebabagi berikut:

2.8.1. Perlindungan Hak Perempuan

2.8.1.1. Kasus Perkosaan

Sepanjang tahun 2007 berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources
Center-Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM), tercatat 170 kasus perkosaan yang
terjadi di Jawa Tengah yang tersebar di 35 Kab/Kota. Kota Semarang merupakan
daerah dengan kasus perkosaan paling tinggi dengan 30 kasus, kemudian Kab.
Purworejo 14 kasus dan Kota Surakarta dengan 13 kasus. Berikut daerah sebaran
kasus perkosaan di Jawa Tengah :

66
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Daerah Sebaran Terjadinya Kasus Perkosaan


No Kabupaten /Kota Jumlah Kasus
1 Kota Semarang 30
2 Kab. Semarang 6
3 Kota Salatiga 5
4 Kab. Demak 5
5 Kab. Kendal 7
6 Kab. Grobogan 5
7 Kab. Kudus 7
8 Kab. Pati 2
9 Kab. Rembang 1
10 Kab. Jepara 3
11 Kab. Blora 1
12 Kab. Batang 3
13 Kab. Pekalongan 7
14 Kota Pekalongan 4
15 Kab. Pemalang 1
16 Kota Tegal 4
17 Kab. Tegal 1
18 Kab. Brebes 2
19 Kab. Banjarnegara 3
20 Kab. Purbalingga 1
21 Kab. Banyumas 7
22 Kab. Cilacap -
23 Kab. Kebumen 2
24 Kab. Purworejo 14
25 Kab. Wonosobo 5
26 Kab. Temanggung 4
27 Kab. Magelang 2
28 Kota Magelang -
28 Kab. Boyolali 4
29 Kota Surakarta 13
30 Kab. Sukoharjo 2
31 Kab. Klaten 3
32 Kab. Sragen 6

67
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

33 Kab. Karanganyar 7
34 Kab. Wonogiri 7
Jumlah 174 Kasus
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

Dari tabel di atas, tercatat di PN Surakarta terdapat kasus perkosaan dengan


korban masih anak-anak, tetapi JPU tidak menggunakan UU No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak melainkan dengan Pasal 290 KUHP tentang Pencabulan,
sehingga vonis hakim sangat rendah yaitu 6 bulan. Ada perbedaan tradisi
penggolongan perkosaan antara aparat yang menggunakan KUHP dan UU No.23
Tahun 2002. Aparat penegak hukum yang menggunakan KUHP akan menggolongkan
perkosaan dengan korban anak kedalam Pasal 290 tentang pencabulan, sedangkan
jika memakai UU No.23 Tahun 2002 tetap dikategorikan sebagai perkosaan.
Selain kasus perkosaan dimana korban/orang tua korban memilih jalur hukum
atau melaporkan ke kepolisian, juga terdapat penyelesaian melalui kekeluargaan dan
kedinasan yaitu pelaku bersedia menikahi korban. Dengan bersedianya pelaku
menikahi korban, umumnya korban/keluarganya akan mencabut pengaduan di
kepolisian sehingga proses hukumnya dihentikan.

2.8.1.2. Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang LRC-KJHAM monitoring lebih pada
kasus kekerasan kepada isteri. Adapun Kasus-Kasus Kekerasan dalam Rumah
Tangga di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2007 dengan sebaran daerah sebagai
berikut :

Daerah Sebaran Kasus KDRT


No Kabupaten /Kota Jumlah Kasus
1 Kota Semarang 66
2 Kab. Semarang 6
3 Kota Salatiga 7
4 Kab. Demak 6
5 Kab. Kendal 4
6 Kab. Grobogan 4

68
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

7 Kab. Kudus 4
8 Kab. Pati -
9 Kab. Rembang 1
10 Kab. Jepara 1
11 Kab. Blora -
12 Kab. Batang -
13 Kab. Pekalongan 2
14 Kota Pekalongan 1
15 Kab. Pemalang 3
16 Kota Tegal 1
17 Kab. Tegal 1
18 Kab. Brebes 1
19 Kab. Banjarnegara 1
20 Kab. Purbalingga 4
21 Kab. Banyumas 2
22 Kab. Cilacap 1
23 Kab. Kebumen 2
24 Kab. Purworejo 3
25 Kab. Wonosobo 1
26 Kab. Temanggung 1
27 Kab. Magelang 3
28 Kota Magelang -
28 Kab. Boyolali 1
29 Kota Surakarta 4
30 Kab. Sukoharjo -
31 Kab. Klaten 4
32 Kab. Sragen 4
33 Kab. Karanganyar 3
34 Kab. Wonogiri 3
Jumlah 146 Kasus
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

Sedangkan bentuk-bentuk KDRT sepanjang tahun 2007 yang paling banyak terjadi
adalah perselingkuhan dengan 78 kasus. Disamping itu juga terdapat 10 perempuan

69
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

meninggal akibat penganiayaan/kekerasan yang dialami korban, 8 perempuan


dibunuh/dianiaya dan 2 bunuh diri sebab tidak tahan dengan perlakuan suaminya.
Selain itu juga terdapat 1 kasus di Kab. Semarang dimana istrinya dipaksa menjadi
pelacur/dilacurkan di Bandungan.

2.8.1.3. Kekerasan terhadap Perempuan Prostitute

Kekerasan/pelanggaran terhadap hak-hak perempuan prostitute pada tahun


2007 tercatat 77 kasus dengan 655 korban. Kekerasan tersebut dapat dilakukan oleh
aparat saat melakukan razia atau juga dapat dilakukan oleh masyarakat umum (bukan
aparat pemerintah).

2.8.1.4. Kekerasan terhadap Buruh Migran Perempuan

Sebaran Kasus Kekerasan/Pelanggaran Hak-hak Buruh Migran Perempuan/TKW di


Jawa Tengah Tahun 2007
No Kabupaten /Kota Kasus Korban
1 Kota Semarang 1 2
2 Kab. Semarang 2 5
3 Kab. Demak 1 1
4 Kab. Kendal 1 1
5 Kab. Grobogan 2 2
6 Kab. Kudus 1 1
7 Kab. Pati 2 2
8 Kab. Pekalongan 1 1
9 Kab. Pemalang 1 1
10 Kab. Tegal 2 2
11 Kab. Brebes 4 4
12 Kab. Banjarnegara 4 4
13 Kab. Purbalingga 1 1
14 Kab. Banyumas 8 12
15 Kab. Cilacap 1 1
16 Kab. Kebumen 1 1
17 Kab. Purworejo 1 1
18 Kab. Wonosobo 2 2

70
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

19 Kab. Boyolali 1 1
20 Kota Surakarta 2 4
21 Kab. Sragen 2 2
Jumlah 41 Kasus 51 Korban
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Buruh Migran Perempuan (TKW) di


JawaTengah

BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP BURUH MIGRAN PEREMPUAN (TKW) DI


JAWA TENGAH
No Jenis kekerasan Asal daerah Pelaku Jumlah
korban
dan usia
1. Korban jatuh dari tangga Banjarnegara Majikan di Singapura 1 orang
apartemen majikan dan korban PJTKI PT. (19)
meninggal Intamarajasa,
Jakarta
2. Korban jatuh dari lantai 14 Banyumas Majikan si Singapura 1 orang
rumah majikan dan korban PTKIS Luhur Asa (25)
meninggal Prima Tangerang
3. • Tidak diberi gaji selama Cilacap Penyalur 1 orang
bekerja 14 tahun 7 bulan Majikan di Malaysia (33)
• Ditipu disuruh menandatangani
cek kosong untuk bukti majikan
telah memberi gaji pada korban
4. • Dianiaya, dipukul, ditendang, Purwokerto Majikan di Malaysia 1 orang
dijambak PJTKI PT. Nusa (19)
• Pagi bekerja sebagai cleaning Sinar Perkasa
service, malam sbg PRT dirumah
majikan
5. • Korban ditipu 1 juta Kudus • Calo TKI 1 orang
• Dipenampungan diperlakukan • PJTKI PT. Laguna
tidakmanusiawi

71
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

• Minta pulang, disuruh


membayar 1,5j juta dari 22 juta
6. • Disiksa Purwokerto • PT Bina Karya 5 orang
• Tidak digaji Wilastri, Cilacap
• Ny Buyung
(penyalur TKW)
• PT Bantar Laguna
Tanjung, Pwkt
7. Meninggal karena keracunan Kebumen PJTKI PT Yosnindo 1 orang
Intra Pratama (19)
Majika di Malaysia
8. Berangkat pamit menjadi TKW Sragen Ny. Marsono (calo 1 orang
dan hilang tidak ada di TKW) (15)
penampungan
9. Kecelakaan kerja hingga tangan Purwokerto PT HKT Snd Bhd 1 orang
mati rasa dan cacat (36)
Dikembalikan ke Indonesia dan
tidak diperjakan lagi
10 Salah minum obat di klinik Kendal PJTKI PT Ekoristi 1 orang
tempat bekerja hingga meninggal Berkarya, (37)
Kaliwungu, Kendal
11 Disiksa hingga badan bengkak Purworejo PJTKI PT Bughsan 1 orang
Kedua kakinya terdapat bekas Labrindo, Jak Tim (30)
luka Majikan di Arab
Pandangan matanya kabur Saudi
12 Dipukul dengan kayu Banyumas PT Megah Utama 1 orang
Ditendang hingga jatuh ke lantai Kriya Nugraha (20)
Dipulangkan ke Indonesia perwakilan
dengan diberi uang Rp.300rb dan Purbalingga
10 ringgit. Diperjanjikan 450 Majikan di Malaysia
ringgit/bulan
13 Tidak boleh berhubungan Purwokerto • Calo 1 orang
dengan pihak luar dan tidak • Majikan di Malaysia (31)
diperbolehkan keluar rumah
6 tahun tidak ada kabar

72
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

14 Jatuh dari tangga hingga Banyumas PT Bidar Timur 1 orang


meninggal RS King Abdul (30)
Jenazah tidak bisa langsung Aziz
dipulangkan karena majikan tidak Majikan di Arab
mau bertanggungjawab Saudi
15 Jatuh dari lantai empat hingga Sragen PJTKI PT Wahana 1 orang
meninggal Karya Suplaindo, (26)
6 bulan bekerja idak pernah Wates Kulon,
memberi uang Yogyakarta
16 Disiram air panas oleh tetangga Pati PT Hikmah 1 orang
majikan korban Suryajaya Surabaya (30)
Tetangga majikan
korban
17 Meninggal karena gantung diri Wonosobo Majikan di Malaysia 1 orang
Ada bekas jahitan di dada dan (31)
kepala bagian samping
Selama 2 tahun 7 bulan tidak
mendapat gaji
18 Selama 5 tahun tidak mendapat Pabelan, PT Kemuning Bunga 1 orang
gaji Kab. Sejati, Jakarta (38)
Dihamili anak majikan hingga Semarang Kepolisian Abu Dhai
melahirkan anak laki-laki Emirat Arab
Melaporkan pelaku ke polisi, Majikan
malah dipenjara 2 tahun karena Anak majikan
terbukti tidak mempunyai akta
kelahiran anak
19 Meninggal karena sakit Grobogan PT Intersolusi 1 orang
Jenazah sulit dipulangkan Indonesia, (41)
karena rumitnya prosedur Surakarta
Agency Taisu
20 Korban meninggal karena sakit, Purwokerto PT Irfan Jaya 1 orang
tubuhnya menggigil dan Saputra (18)
bengkak2
Korban masih berumur 18 tahun
21 Di penampungan selama 4 bulan Solo PJTKI PT Bina 2 orang

73
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Saat di penampungan dilarang Kerja Cemerlang


berhubungan dengan pihak luar
terutama keluarga
22 Melarikan diri karena disiksa Kota Lai Brothers Agency 2 orang
Melarikan diri dan jatuh dari Semarang 2 majikan di Malaysia (27 dan
lantai 3 karena dikekang majikan 26)
23 Bekerja selama 4,5th Brebes PT Damin Harapan 1 orang
seharusnya masa kontrak habis Abadi, Jak Tim (18)
2th Majikan di Arab
Korban sulit diajak Saudi
berkomunikasi dan dirawat di RS
Bhayangkari
24 Takut pada majikan laki-laki dan Banjarnegara PJTKI PT Amri 1 orang
pernah sembunyi di dalam lemari Brothers Jakarta (28)
sampai majikan perempuan Majikan di Arab
datang Saudi
25 Berangkat pamit menjadi TKW di Banjarnegara 1 orang
Singapura dan pernah mengirim
surat saat di penampungan
merasa tidak nyaman. Selama 4
tahun tidak ada berita
26 Bekerja selama 4,5 bulan Brebes Majikan di Malaysia 1 orang
Keluarga tidak dikabari saat sakit (40)
Atas kematian korban keluarga
korban dikabari korban
meninggal dan penjelasan
kematian korban baru diterima
bersamaan dengan kedatangan
jenazah
27 Korban dianiaya majikan dan Brebes Malaysia 1 orang
meninggal a.n.
Ceriyati
28 Selama 4 tahun tidak diberi gaji Paserean, Majikan laki-laki dan 1 orang
dan jarang diberi makan Kec. perempuan di Aran (25)
Sering disiksa ke-2 majikan Pagerbarang Saudi

74
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Korban hilang Tegal PJTKI PT Alfindo


Mas Buana Jak Tim
29 Selama 6 bulan tidak pernah Boyolali PJTI Koperasi Bakti 1 orang
digaji Mandiri (38)
Sering disiksa dan membekas Majikan perempuan
ditubuh korban di Malaysia
Bangun pukul 4 pagi, mengepel
dan memasak, dilarang memakai
mesin cuci
Diberi makan seharu dengan
cara kasar, dengan cara
menyiramkan ke rambut korban
dulu
Tidak diperbolehkan tidur di
dalam rumah namun tidur di
dekat limbah
Korban minta pulang, tidak
diperbolehkan dan majikan bilang
sudah dibeli 4 tahun
30 Jatuh dari mobil angkutan di Banjarnegara PJTKI PT Mutiara 1 orang
Malaysia hingga meninggal Putra Utama
Diberangkatkan illegal Cabang Wonosobo
31 Meninggal karena kecelakaan di Pemalang PT Tegana 1 orang
jalan raya Sejahtera Batam (20)
Korban dikubur di Malaysia
32 Dianiaya, disiksa Brebes PJTKI PT Bina Insani 1 orang
Dijambak dan dihantam dengan Majikan di Malaysia (23)
batu dan kunci mobil
Dicambuk dan disuruh berlari
naik turun tangga
Tidak pernah diberi gaji
Tidak diberi makan dengan
alasan hukuman
Melarikan diri
33 Korban mengalami tekanan batin Kab. Tegal Majikan di Arab 1 orang

75
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

hingga korban meninggal Saudi


34 Disiksa majikan hingga Pati PT Alifindo Mas 1 orang
meninggal Buana Cabang
Cluwak, Pati
Majikan di Arab
Saudi
35 Korban ditipu 5-20 juta Solo Sponsor PJTKI 2 orang
36 Selama 4 tahun tidak ada kabar Purbalingga PJTKI PT Graha 1 orang
Sang majikan mengirim keluarga Indrawahana (23)
korban uang melalui Western Perkasa
Union, ketika akan diambil Agency Lapindo
dikantor pos dinyatakan belum Consultant and
sampai Employment Agung
Majikan di Malaysia
37 Disiksa, dipukul, ditendang, Wonosobo PT Luki Mitra Abadi, 1 orang
disabet dengan rotan Jakarta (17)
Muka dan perut ditonjok dan kaki Majikan di Malaysia
ditendang dan dipukuli memakai
rotan
Disiksa hingga bibirnya bengkak
Melarikan diri
38 Korban ditemukan meninggal di Demak Majikan laki-laki dan 1 orang
rumah majikannya dengan perempuan korban (24)
sekujur tubuh korban penuh luka,
bag wajah lebam dan satu
giginya tanggal. Tangan, leher
dan tubuh bagian belakang juga
penuh luka
39 Disekap dalam kamar, tidak Kab. Sponsor PJTKI 4 orang
diperbolehkan pulang Semarang PT Bijak di Colomadu (22,25,35
Dijanjikan bekerja sebagai PRT dan 30)
di Malaysia
40 Hamil saat bekerja Kab. 1 orang
Pekalongan (34)
41 Tidak digaji Kab. PJTKI di Mangkang 1 orang

76
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Beban kerja berlebihan Grobogan


Mengalami gangguan kejiwaan
(sempat dirawat di RSJ)
Jumlah 51 Korban
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

2.8.1.5. Kasus Perdagangan Perempuan

Sebaran Kasus Trafiking di Jawa Tengah Tahun 2007


No Kabupaten /Kota Jumlah Kasus
1 Kota Semarang 4
2 Kab Semarang 6
3 Kab Demak 3
4 Kab Kendal 11
5 Kab Grobogan 3
6 Kab Pati 6
7 Kab Jepara 4
8 Kab Pekalongan 3
9 Kab Temanggung 3
10 Kota Surakarta 2
11 Kab Klaten 1
12 Kab Banyumas 1
13 Kab Purworejo 1
Jumlah Kasus 48 kasus
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan Jender dan
HAM (LRC-KJHAM)

Daerah /Negara Tujuan Kasus Trafiking di Jawa Tengah


Negara /Daerah
No Tujuan Tujuan Eksploitasi Kasus Kasus Korban
Trafiking
1 Malaysia Dijadikan sebagai Pembantu Rumah 27 50 korban
Tangga kasus

77
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

(Tanpa gaji & Mendapatkan


Kekerasan)
Dijadikan sebagai Pelayan 2 kasus 2 korban
Toko/Restoran
(Tanpa gaji & Mendapatkan
Kekerasan)
Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 4 kasus 4 korban
2 Jordania Dijadikan sebagai Pembantu Rumah 1 kasus 1 korban
Tangga
(Tanpa gaji & Mendapatkan
Kekerasan)
3 Dubai Dijadikan sebagai Pembantu Rumah 1 kasus 1 korban
Tangga
(Tanpa gaji & Mendapatkan
Kekerasan)
4 Riau Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 1 kasus 13 korban
5 Medan Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 1 kasus 1 korban
6 Kalimantan Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 3 kasus 3 korban
7 Banyumas Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 1 kasus 4 korban
8 Kota Semarang Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 3 kasus 38 korban
9 Kab Semarang Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 2 kasus 2 korban
(Bandungan)
10 Kota Surakarta Dijadikan sebagai Pelacur /Prostitut 2 kasus 3 korban
Jumlah 48 99 korban
kasus
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

Bentuk Kekerasan yang dialami Korban Trafiking di Jawa Tengah


No Jenis Bentuk Kekerasan
Kekerasan
1 Fisik Disiksa, dipukul, disuruh tidur di dapur, diberi makan tanpa
lauk, sakit dan tidak diperbolehkan berobat, kepala dibentur-
benturkan tembok, rambut digunduli, disiram dengan air
2 Psikologis Dilarang keluar rumah, dimarahi dan diancam akan dibunuh,

78
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

memaki, membentak, dilarang berhubungan/berkomunikasi


dengan keluarga/oranglain, disekap di ruang gelap
3 Seksual Diperkosa (majikan/keluarga majikan, calo, agen, sesama
TKI), dipaksa telanjang (dengan alasan medical check),
difoto telanjang, dipaksa menjadi pelacur, dipegang/diremas
pantat dan payudara oleh majikan, dipeluk dan dicium paksa
4 Ekonomi Tiddak diberi gaji, gaji diambil agen, bekerja tidak sesuai
kontrak (job order), diperas PJTKI/calo

Rekapitulasi Sebaran Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2007 di Jawa


Tengah
Prp
Perko- Plchn Traffic
No Kab/Kota KDRT KDP Pros- TKW Jml
saan Sek -king
titute
1 Kota Semarang 30 66 27 4 18 1 4 150
2 Kab. Semarang 6 6 4 - 2 2 6 26
3 Kota Salatiga 5 7 3 - 2 - - 17
4 Kab. Demak 5 6 - - 6 1 3 21
5 Kab. Kendal 7 4 1 1 1 1 11 26
6 Kab. Grobogan 5 4 5 - 4 2 3 23
7 Kab. Kudus 7 4 2 - 3 2 - 18
8 Kab. Pati 2 - 3 - 2 2 6 15
9 Kab. Rembang 1 1 - - - - - 2
10 Kab Jepara 3 1 2 - - - 4 11
11 Kab. Blora 1 - - - - - - 1
12 Kab. Batang 3 - 1 - 4 - - 8
13 Kab. 7 2 - - 3 1 3 16
Pekalongan
14 Kota 4 1 - - - - - 5
Pekalongan
15 Kab. Pemalang 1 3 1 - 3 1 - 9
16 Kota Tegal 4 1 1 - 2 - - 8
17 Kab. Tegal 1 1 - - - 2 - 4
18 Kab. Brebes 2 1 2 - - 4 - 9

79
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

19 Kab. 3 1 1 - 1 4 - 10
Banjarnegara
20 Kab. 1 4 1 1 - 1 - 8
Purbalingga
21 Kab. Banyumas 7 2 4 1 3 8 1 26
22 Kab. Cilacap - 1 - - 1 1 - 3
23 Kab. Kebumen 2 2 - - 1 1 - 6
24 Kab. Purworejo 14 3 - - 2 1 1 21
25 Kab. Wonosobo 5 1 4 2 3 2 - 17
26 Kab. 4 1 1 2 - - 3 11
Temanggung
27 Kota Magelang - - - - - - - -
28 Kab. Magelang 2 3 - - - - - 5
29 Kab. Boyolali 4 1 - - - 1 - 6
30 Kota Surakarta 13 4 6 1 10 2 2 38
31 Kab. Sukoharjo 2 - 1 - 3 - - 6
32 Kab. Klaten 3 4 3 1 2 - 1 13
33 Kab. Sragen 6 4 2 - - 2 - 14
34 Kab. 7 3 4 - - - - 14
Karanganyar
35 Kab. Wonogiri 7 3 3 - 1 - - 14
Berdasarkan data yang dihimpun dari Legal Resources Center-Keadilan
Jender dan HAM (LRC-KJHAM)

2.8.2. Pemberdayaan Perempuan

Kebijakan pembangunan yang dirancang oleh pemerintah tidak lepas dari


berbagai kepentingan politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya, mulai dari tingkat
pusat maupun daerah. Selama ini, kebijakan dan berbagai program pembangunan
dirancang untuk semua orang dengan harapan semua sumber daya pembangunan
dapat diakses oleh perempuan dan laki-laki. Dalam kaitan ini perempuan diharapkan
dapat berpartisipasi yang sama dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan,
sehingga mempunyai dampak yang sama pula bagi perempuan dan laki-laki di semua
kelas, ras, dan etnis. Namun, seringkali tidak disadari bahwa kebijakan dan program
pembangunan ternyata membawa dampak dan manfaat yang berbeda bagi

80
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

perempuan dan laki-laki. Keadaan kenyataannya, laki-laki lebih banyak mendapat


peran dan manfaat dalam kegiatan pembangunan. Padahal penduduk perempuan
lebih besar jumlahnya dibanding penduduk laki-laki (laki-laki 49,81 % dan perempuan
50,19 %). Bahkan dijumpai pula perempuan yang menjadi kepala keluarga sebesar
11,52 % dari total rumah tangga di Jawa Tengah dan 50 % di antaranya berpendidikan
rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD).
Hal itu dapat dilihat dari berbagai bidang pembangunan, yang tercermin dari 12
isu kritis perempuan, seperti pendidikan, kesehatan, politik, hukum dan HAM, ekonomi
dan ketenagakerjaan, lingkungan hidup, dan lain-lain.
Di bidang pendidikan, menunjukkan angka melek huruf perempuan lebih
rendah dibanding laki-laki (perempuan 84,85 % dan laki-laki 92,63 %). Akses
perempuan pada pendidikan SD dan SMA lebih rendah dibanding laki-laki (jenjang SD,
laki-laki 94,23 % dan pempuan 91,77 %; jenjang SMA, laki-laki 53,49 % dan
perempuan 50,70 %). Pada jenjang SMP, akses laki-laki sebanding dengan
perempuan. Angka putus sekolah perempuan pada jenjang SD dan SMA lebih rendah
(Jenjang SD laki-laki 0,65 % dan perempuan 0,56 %; Jenjang SMA : laki-laki 1,43 %
dan perempuan 0,54 %), sedangkan pada jenjang SMP, angka putus sekolah
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki (laki-laki 0,37 % dan perempuan 0,88 %).
Penduduk perempuan yang berhasil menamatkan pendidikan SMP lebih rendah
dibanding laki-laki (laki-laki 17,69 % dan perempuan 15,47 %).
Pada bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, yaitu 92,30 % untuk laki-laki
dan 87,43 % untuk perempuan, sedangkan untuk Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) laki-laki sebesar 4,85 % dan perempuan 6,57 % (perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki) . Rata-rata jam kerja perempuan per minggu lebih rendah dibanding
laki-laki (36,45 : 41,91), disamping itu upah perempuan lebih kecil dibandingkan laki-
laki. Secara umum, meskipun peraturan ketenagakerjaan melarang adanya
diskriminasi dalam jabatan maupun upah, namun kenyataan menunjukkan bahwa
persoalan upah dan jabatan masih dijumpai adanya berbagai bentuk diskriminasi.
Selain itu, akses perempuan usaha mikro pada sumber daya produktif (modal,
informasi pasar, ketrampilan, kemampuan manajerial, dan penguasaan teknologi)
relatif kecil. Di sisi lain, perempuan bekerja masih harus dibebani pekerjaan-pekerjaan
domestik (dalam rumah tangga), sehingga beban kerja lebih tinggi dibanding laki-laki.
Di bidang politik, partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan
publik dan keterwakilan perempuan dalam lembaga pengambilan keputusan masih
sangat rendah, termasuk dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan. Hal itu antara lain

81
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

dapat dilihat dari persentase perempuan yang berada pada Badan Perwakilan Desa
(BPD) hanya sebesar 4,66 %, sebagai Kepala Desa sebesar 2,29 % dan DPRD
Provinsi sebesar 15 %.
Di bidang hukum dan perlindungan HAM, berdasarkan identifikasi yang
dilaksanakan di 35 Kab/kota selama tahun 2006 terdapat sejumlah kasus kekerasan
berbasis gender dan anak yang ditangani oleh Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di
kab/kota yaitu 142 kasus kekerasan fisik, 23 kasus kekerasan psikis, 44 kasus
perkosaan, 51 kasus pencabulan, dan 17 kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Hingga tahun 2006 telah 26 kab/kota yang membentuk Sistem Pelayanan Terpadu
untuk korban kekerasan. Namun di sisi lain dalam sistem pelayanan terpadu untuk
penanganan kekerasan terhadap perempuan belum dilengkapi dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP)
Di bidang kesehatan, Angka Kematian Ibu pada tahun 2006 tercatat sebesar
117 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa penyebab terjadinya AKI antara lain
pendarahan, eklamsia, infeksi dan kecenderungan masih cukup tingginya persalinan
yang dibantu oleh tenaga non-medis. Demikian pula angka anemia Wanita Usia Subur
(WUS) juga menjadi persoalan tersendiri. Selain itu, di berbagai daerah di Jawa
Tengah masih banyak praktek-praktek budaya yang membahayakan bagi kesehatan
reproduksi perempuan, seperti perawatan pasca persalinan secara tradisional. Kondisi
ini diperburuk dengan masih rendahnya akses suami istri pada informasi tentang
kesehatan reproduksi dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan reproduksi.
Menyikapi berbagai persoalan perempuan yang muncul, pemerintah telah
melakukan banyak hal untuk memajukan kaum perempuan melalui berbagai kebijakan
dan program. Berbagai kebijakan dan program yang dirancang untuk perempuan pada
awalnya dibuat untuk meningkatkan peran perempuan tanpa meninggalkan peran
domestiknya dan lebih banyak memenuhi kebutuhan praktis perempuan. Kebijakan
dan program tersebut tidak terlalu memperhatikan persoalan diskriminasi gender yang
dihadapi perempuan yang disebabkan oleh sosial budaya.
Oleh karena itu, melalui Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, diinstruksikan bahwa setiap
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang dirancang oleh pemerintah
termasuk pemerintah Provinsi, harus mengintegrasikan permasalahan, aspirasi,
pengalaman, dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dalam setiap tahapan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, dengan memperhatikan kebutuhan praktis
dan strategis gender. Instruksi Presiden tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

82
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 tahun 2003 tentang Implementasi
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah.
Upaya untuk mengimplementasikan Inpres 9 tahun 2000 bukanlah hal yang
mudah karena tidak banyak pengelola pembangunan yang memahami
Pengarusutamaan Gender sebagai sebuah strategi pembangunan. Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah telah menjabarkan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 ke
dalam kebijakan dan program yang dikemas dalam bentuk khusus sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas perempuan dan pelembagaan pengarusutamaan gender.
Melalui program tersebut diharapkan mampu mewujudkan pemenuhan kebutuhan
praktis perempuan sekaligus juga mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap
program dinas/instansi.
Keberhasilan yang telah dicapai pada tahun 2007 antara lain : tersusunnya Draft
rancangan Pengarusutamaan Gender di Jawa Tengah ( Grand Design ) tahun 2008-
2012 yang diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh SKPD dalam mengintegrasikan
perspektif gender dalam pembagunan, terbentuknya sistem pelayanan terpadu di 26
Kab/Kota serta menurunnya jumlah kasus kekerasan yang terlaporkan, meliputi 17
kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 44 kasus perkosaan, 23 kasus
kekerasan psikis dan sebagai komitmen Pemerintah Daerah Jawa Tengah dalam
memberikan perlindungan terhadap perempuan, maka dibentuklah Komisi
Perlindungan Perempuan Dan Anak Provinsi Jawa Tengah dengan diterbitkannya
Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 76 Tahun 2006 dan draft rencana strategis
perlindungan perempuan dan anak . Selanjutnya pemerintah Provinsi Jawa Tengah
sedang mempersiapkan rancangan Peraturan Daerah yang diharapkan dapat
mengatur tentang Penyelenggaraan dan Penangganan bagi korban kekerasan
berbasis gender dan anak, serta peraturan pendukungnya untuk mengatur Standar
Operasional Prosedur (SOP) penyelenggaraan dan penanganan bagi korban
kekerasan.

Permasalahan :
1) Belum semua Pemerintah Kabupaten/Kota peduli dan memiliki komitmen dalam
mengembangkan pemberdayaan masyarakat yang berperspektif gender;
2) Belum tersedianya sistem informasi dan data pilah gender untuk mendukung
pelaksanaan Pengarusutamaan Gender;
3) Belum semua aparatur pemerintah dan pengambil kebijakan memahami dan
memiliki pengetahuan tentang PUG;

83
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

4) Belum adanya model penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan


dan anak sekolah;
5) Masih ada 9 Kabupaten/Kota yang belum memiliki sistem pelayanan terpadu
kekerasan terhadap perempuan dan anak;
6) Belum semua pelayanan terpadu yang sudah terbentuk (26 Kabupaten/Kota)
bekerja sesuai yang diharapkan;
7) Belum semua Pemerintah Kabupaten/Kota peduli dan memiliki komitmen untuk
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak;
8) Belum adanya standar pelayanan minimal dalam penanganan terhadap korban
tindak kekerasan membuat pelayanan yang diberikan belum optimal;
9) Rendahnya kapasitas, peran dan partisipasi perempuan dalam bidang ekonomi,
politik, pariwisata, lingkungan hidup, kewirausahaan;
10) Masih adanya diskriminasi, perlakuan yang berbeda antara pekerja laki-laki dan
perempuan;
11) Sulitnya mengembangkan model kerjasama antar daerah dalam penanganan
kekerasan terhadap perempuan dan anak karena setiap kabupaten/kota
mempunyai model penanganan yang berbeda dengan standar dan mekanisme
yang berbeda pula;
12) Sulitnya mengungkap kasus perdagangan orang karena aturan hukumnya belum
tersedia;
13) Implementasi GSI di Kabupaten/Kota dan masyarakat kurang optimal;
14) Koordinasi dalam pelaksanaan GSI kurang optimal.

TELAHAAN

a. Substansi Hukum

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU No.23


tahun 2004) sudah tiga tahun berjalan. Melihat substansi UU PKDRT ada catatan
penting yang perlu menjadi perhatian bersama. Kasus yang banyak terjadi adalah
kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan terhadap Pekerja Rumah Tangga
(PRT). Karakteristik kasus perkosaan adalah minim saksi dan barang bukti yang
lemah. UU PKDRT diharapkan mampu menjawab dengan aturan khususnya seperti
satu saksi ditambah satu alat bukti sah cukup untuk memproses kasus pidananya.
Maka dalam kasus tersebut Polisi kesulitan untuk memakai aturan KUHP dan KUHAP.
Dan lebih mudah memakai dasar UU PKDRT.

84
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Namun dalam kasus ini ketika PRT yang menjadi korban setiap hari tidak
tinggal di rumah majikan, pengenaan pasalnya menemui kendalanya kata “menetap”
pada pasal 8 huruf (a) yang lengkapnya berbunyi pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga.
Secara filosofi sejarah lahirnya undang-undang ini tentu tidak ada niatan untuk
melakukan pembedaan bagi PRT yang tinggal atau tidak tinggal di rumah majikan.
Namun dengan adanya kata “menetap”tersebut menimbulkan resiko undang-undang
ini dimaknai sempit hanya melindungi PRT atau setiap orang yang tinggal bersama
pelaku. Padahal berdasarkan filosofi dan sejarah lahirnya undang-undang ini, kata
“menetap” tidak mutlak diartikan bertempat tinggal. Namun bisa lebih luas seperti
pekerjaannya menetap, tidak berpindah-pindah, ada intensitas saling bertemu. Untuk
kasus ini, PRT yang tidak tinggal bersama termasuk objek yang dimaksud oleh pasal 8
huruf (a).

b. Struktur Hukum

Pada tahun 2007 Polri menambah komitmennya terhadap perlindungan


perempuan dan anak dengan menstrukturkan Ruang Pelayanan Kusus (RPK) menjadi
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA). Kekurangannya Unit PPA hanya sampai
pada tingkat Polres. Padahal faktanya kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP)
sering terjadi pada masyarakat yang jangkauannya lebih dekat dengan Polsek. Bukan
hanya belum ada unit PPA, di Polsek juga tidak ada polisi wanita atau Polwan. Polisi
laki-laki atau Polkinya pun banyak yang belum mengerti tentang hak perempuan dan
hak anak. Padahal dengan sudah adanya UU PKDRT akan mendorong pada
masyarakat untuk mempidanakan kasus KTP. Dan Polsek adalah tingkatan yang
terdekat dengan lingkungan masyarakat. Artinya Polsek adalah ujung tombak yang
seharusnya menjadi organ yang paling sensitif jika terjadi tindak pidana KTP. Namun
hal ini belum berjalan maksimal pada Polsek karena terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan anggota polisi.
Meskipun sudah ada Unit PPA, jika masyarakat akan melaporkan tindak
pidana KTP yang dialaminya tetap melalui SPK. Ada sisi kekurangan dari mekanisme
ini. Menurut pengalaman LBH APIK Semarang, untuk kasus KTP terutama KDRT akan
terjadi gagal melapor karena sikap Polki SPK yang menurut kami tidak seharusnya
demikian. Contohnya saran-saran yang cenderung menakut-nakuti sehingga
menggugah kebimbangan korban yang ingin melapor. Seperti “sudah, diselesaikan

85
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

baik-baik saja, nanti suami kamu malah dendam dan apa kamu siap? Itu kan masalah
internal rumah tangga”. Itu sedikit contoh yang biasa dilakukan oleh polki SPK.
Seharusnya ketika masyarakat atau perempuan korban ingin melaporkan dan
sudah sampai pada kantor polisi berarti memang mereka sedang mengalami masalah
secara serius. Seharusnya SPK tetap merespon laporan itu dan diteruskan di unit PPA.
Karena korban yang datang melapor ke kantor polisi minimal berharap pihak polisi
memanggil pelaku agar para pelaku mengerti bahwa yang dilakukan adalah sebuah
pelanggaran hukum. Ketika perempuan korban tidak direspon oleh SPK biasanya akan
semakin larut dalam kekerasan karena tidak ada yang membantu mengingatkan
pelaku yang telah bertindak melawan hukum. Selain itu jika mengingat sejarah
dibentuknya unit PPA adalah agar perempuan dan anak mendapatkan pelayanan
khusus, dengan polisi yang lebih sensitif dan berperspektif HAP dan Hak anak, namun
jika pintu utama melapor ada pada SPK dengan tetap memakai polisi yang cara
berpikir dan bersikap masih tidak berperspektif HAP dan Hak Anak maka penegakan
hukum untuk kasus KTP tetap akan kurang maksimal.

c. Kultur hukum

Pada tahun 2007 dalam sejarah pelaksanaan Undang-Undang PKDRT


khususnya di Jawa Tengah mencatat satu hal baru. Kekerasan Psikis yang dulu tidak
pernah dipidanakan, melalui UU PKDRT hal tersebut bisa dipidanakan. Tahun 2007
Pengadilan Negeri Semarang menyidangkan kasus kekerasan psikis dengan menjerat
terdakwa memakai UU PKDRT pasal 5, pasal 7 dan dinyatakan terbukti melanggar
pasal 45 ayat 2 dengan hukuman kurungan 3 bulan. Meskipun hukumannya ringan
namun hal ini diharapkan mampu memotivasi polisi untuk memproses kasus
kekerasan psikis.
Sebenarnya pada kasus kekerasan psikis tersebut, korban juga mengalami
kekerasan fisik, juga mempersoalkan perzinahan yang dilakukan suaminya. Proses di
kepolisian cukup lama dengan berbagai kendala kultur internal Polri. Yang masih
belum bisa berjalan adalah pengenaan pasal secara berlapis. Dalam kasus tersebut,
kekerasan fisik dan laporan perzinahan diabaikan meski perkara tetap lanjut namun
hanya dengan penjeratan pasal kekerasan psikis. Begitu pula pada kasus KTP yang
lain. Korban KDRT tidak hanya mengalami kekerasan fisik, pula mengalami depresi
dan ditelantarkan secara ekonomi. Namun seringkali yang dipersoalkan hanya
kekerasan fisik saja, untuk kekerasan psikis dan penelantaran ekonomi.diabaikan oleh

86
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

polisi. Selama ini yang terjadi polisi hanya memproses satu tindak pidananya saja
padahal yang terjadi korban mengalami lebih dari satu tindak pidana kekerasan.
Jika kekerasan psikis yang diatur UU PKDRT pada pasal 7 sudah pernah
terlaksana maka sebaliknya pasal 9 pasal 1 dan 2 tentang penelantaran ekonomi
dalam UU PKDRT masih sulit terlaksana. Meskipun angka KDRT penelantaran
ekonomi tahun 2007 cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan pelaku
penelantaran adalah tidak cukup mampu secara ekonomi dan belum pernah Aparat
Penegak Hukum menggunakan pasal dengan alasan kesulitan membuktikan.
UU PKDRT memang banyak memunculkan hal baru, seperti konsep
perlindungan bagi korban kekerasan terhadap perempuan (KTP). Hal tersebut diatur
secara rinci pada pasal 16, pasal 28 sampai pasal 38. Namun sudah 3 tahun usia UU
PKDRT ini, Aparat Penegak Hukum (APH) kita terbiasa belum berani melaksanakan
hal-hal baru tersebut. Padahal pada kenyataannya korban KTP benar-benar
merasakan rasa keterancaman yang luar biasa. Ketika APH belum pernah
melaksankan perihal perlindungan yang telah secara rinci diatur dalam UU PKDRT
tersebut maka korban KTP akan mengakibatkan banyak yang tidak berani
mengungkap dan melaporkan kekerasan yang dialaminya. Selama ini langkah
perlindungan hanya sebatas mengakseskan rumah amn bagi korban. Namun hal
tersebut memiliki keterbatasan. Karena rumah aman melindungi dengan cara
menyembunyikan korban, artinya gerak dan langkah korban sangat terbatas. Padahal
tidak semua korban adalah ibu rumah tangga. Banyak juga yang beraktifitas bekerja
dan biasanya pekerjan itulah yang menjadi sumber penghidupan mereka. Sehingga
satu hal yang tidak mungkin membatasi gerak perempuan yang mempunyai tanggung
jawab bekerja.
Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan belum bisa dikatakan menurun
jumlahnya. Meskipun telah mulai meningkat perempuan yang bersedia menyuarakan
tentang kekerasan yang dialaminya. Namun ketika APH belum maksimal
melaksanakan perintah Undang-undang, ini akan menyebabkan tidak maksimalnya
penghapusan tindak KTP.
Proses membutuhkan waktu, namun layaknya bayi yang belajar, harapannya
bertambah hari bertambah baik. Dari kekurangan yang terkuak di analisis, harapannya
ada respon perbaikan untuk kemudian hari. Masing-masing pihak bisa menjalin
komunikasi dan memperkuat komitmen untuk melindungi dan menghapus kekerasan
terhadap perempuan. Dengan cara maksimal dalam malaksanakan Undang-undang
yang sudah ada.

87
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Kehidupan yang didominasi oleh kultur patriarkhi telah memposisikan


perempuan jauh menjadi tidak setara dengan laki-laki. Hubungan yang seharusnya
setara menjadi sub ordinat. Hal tersebut berdampak pada perlakuan sewenang-
wenang terhadap kaum perempuan. Bahkan terjadi di rumah sendiri padahal
semestinya rumah adalah tempat yang paling aman untuk semua orang. Namun
kenyataannya tidak demikian bagi perempuan.
Seiring dengan makin gencarnya dunia menyuarakan penghormatan Hak
Asasi Manusia demikian juga saat yang tepat untuk mengingatkan tentang hak
perempuan yang makin parah telah terkebiri. Ketika manusia banyak yang terlanggar
HAM nya lebih-lebih manusia perempuan. Maka dari fakta tersebut diatas banyak
langkah afirmasi yang coba dilakukan. Seperti secara khusus muncul istilah HAP.
Dunia mendorong kesetaran yang jauh meninggalkan perempuan dengan CEDAW.
Negara kita melahirkan banyak aturan untuk perlindungan terhadap perempuan.
Peraturan baru ada artinya jika dilaksanakan.

2.9. Hak Anak

2.9.1. Hak Kesehatan Anak

Jumlah anak balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten
Ngawi masih tinggi dan tersebar di seluruh kecamatan. Mayoritas para penderita ini
berasal dari keluarga miskin.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi,
Rabu (2/4), jumlah penderita gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2007 mencapai
1.000 anak balita. Sementara sampai Maret 2008, jumlah penderitanya masih 938
anak balita. Adapun total anak balita di seluruh Ngawi sebanyak 53.291 anak balita.
Kecamatan dengan jumlah terbanyak anak balita yang menderita kurang gizi
atau gizi buruk adalah Paron dengan jumlah 205 anak balita dan Widodaren sebanyak
89 anak balita. Pada tahun 2007, Paron juga menjadi salah satu kecamatan dengan
jumlah terbanyak anak balita yang menderita gizi buruk dengan jumlah 140 anak balita.
Staf Seksi Gizi, Sub Dinas Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Kabupaten
Ngawi, Hadi Murbiyanto, mengatakan, mayoritas dari penderita gizi buruk dan kurang
gizi itu berasal dari keluarga miskin yang karena keterbatasan dana tidak mampu
memberikan gizi yang baik kepada anaknya.

88
H H
F-XC A N GE F-XC A N GE
PD PD

!
W

W
O

O
N

N
y

y
bu

bu
to

to
k

k
lic

lic
C

C
w

w
m

m
w w
w

w
o

o
.d o .c .d o .c
c u-tr a c k c u-tr a c k

Sementara 242 anak balita lainnya yang menderita gizi buruk atau kurang gizi
di antaranya disebabkan pola asuh orangtua yang salah karena minimnya
pengetahuan mereka tentang pemberian gizi kepada anak balita.
"Selain itu, kurangnya kepedulian orangtua terhadap anaknya. Sebagai
contoh, kalau membeli makanan bergizi untuk anak balita lebih sulit dibandingkan
membeli barang-barang non-pangan, seperti rokok," tuturnya. (Sumber: Kompas, 3
April 2008)

Jakarta, November 2008

89

Anda mungkin juga menyukai