Anda di halaman 1dari 15

TIPOLOGI RANCANGAN PINTU DAN JENDELA RUMAH TINGGAL

KOLONIAL BELANDA DI KAYUTANGAN MALANG


Nova Juwita Hersanti, Galih Widjil Pangarsa, Antariksa
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167, Malang 65145, Telp. 0341-567486
E-mail: vatati88@yahoo.com

ABSTRAK
Studi ini dilakukan sebagai salah satu kepedulian nyata terhadap konservasi bangunan
rumah tinggal kolonial Belanda. Lokasi studi di perkampungan kota, yaitu di belakang koridor Jl.
Jendral Basuki Rahmat, Malang. Pintu dan jendela merupakan elemen arsitektur yang penting
dalam sebuah hunian. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan
mendeskripsikan tipologi rancangan pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan Malang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan tipologi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara,
kuisioner, pengukuran, dan rekaman foto. Tipologi dianalisis berdasarkan aspek ruang, bentuk,
dan sistem teknologi struktur dan konstruksinya. Hasil studi menunjukkan bahwa hirarki ruang
publik-privat pada sebuah rumah tinggal kolonial Belanda mempengaruhi rancangan pintu dan
jendela. Tipe, ornamen, dan ukuran pintu dan jendela setiap ruang memiliki karakter. Bentuk
geometris banyak digunakan dalam rancangan bentuk pintu dan jendela rumah tinggal kolonial
Belanda di Kayutangan Malang. Kayu jati adalah material utama yang digunakan untuk rancangan
pintu dan jendela.
Kata kunci: rumah tinggal kolonial Belanda, pintu, dan jendela.

ABSTRACT
This research was carried out as one the real concerns for the conservation of Dutch colonial
dwellings. The research sites are in kampong’s urban space, focused on behind the corridor of
JPL. Jendral Basuki Rahmat, Malang. Door and window are the most important architecture
element for a residence. The research is aimed to identify, to analyze, and to describe typology of
door and window designs of the Dutch colonial dwellings at Kayutangan Malang. The research
method is using descriptive qualitative method with typology approach. The collecting data were a
performed by using observation, interview, questionnaire, measurement, and taking some
photographs. Typology was analyzed based on the aspects of room, form, and structure
technology system and its construction. The result of this study shows that the hierarchy of public-
private room on the Dutch colonial dwellings influence door and window designs. Types,
ornaments, and the measure of door and window in every room have their own character.
Geometrical style is much used in the door and window form designs for Dutch colonial dwellings
at Kayutangan Malang. Jati wood is the main material used for the door and window designs.
Key words: Dutch colonial dwellings, door, and window.

Pendahuluan
Indonesia merupakan bekas daerah jajahan Belanda selama lebih dari tiga ratus
tahun. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap perkembangan Indonesia dalam
segala hal, termasuk peninggalan-peninggalan bersejarah pada dunia arsitektur di
Indonesia. Belanda membawa gaya bangunannya yang disebut dengan gaya kolonial.
Bangunan dengan gaya arsitektur kolonial tidak sedikit yang ada di Indonesia termasuk
Kota Malang.
Saat ini, tidak sedikit bangunan bersejarah diabaikan, dibongkar tanpa melihat nilai-
nilai sejarah dan arsitekturnya. Hal ini terjadi karena perubahan fungsi ruang dalam kota.
Tidak tingginya apresiasi masyarakat terhadap bangunan bersejarah, banyak bangunan

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 157


yang bernilai sejarah dan seni tinggi tidak dirawat, hingga rusak, dirombak bahkan
dibongkar (Sumalyo 2001: 41). Pada kondisi sekarang ini di Kayutangan masih ditemukan
beberapa bangunan kolonial Belanda. Rumah tinggal yang berada di perkampungan kota
di Kayutangan beberapa masih terawat dan dipelihara, sehingga dapat digunakan
sebagai objek studi. Oleh karena itu, fokus studi ini adalah pada rumah kolonial Belanda
perkampungan kota di Kayutangan, Malang (Jl. Basuki Rahmat), tepatnya di Kayutangan
bagian Barat dan Kayutangan bagian Timur.
Arsitektur rumah tinggal sebagai hasil kebudayaan, adalah perpaduan suatu karya
seni dan pengetahuan tentang bangunan, dengan demikian arsitektur juga membicarakan
berbagai aspek tentang keindahan dan konstruksi bangunan. Dalam menelaah rumah-
rumah kolonial tidak terlepas dari gaya arsitektur yang dibawa oleh Belanda pada saat itu
(Tutuko, 2003:1). Terbentuknya rumah tinggal berkaitan dengan proses adaptasi manusia
dengan alam, sebagai usaha untuk menanggapi kondisi alam yang ditempatinya (Asikin,
2003:76). Iklim dan gaya hidup masyarakat setempat menjadi bagian yang menyatu
dengan bangunan. Dalam merancang selain aspek tata letak dan morfologi bangunan,
selalu memperhatikan aspek pencahayaan dan penghawaan pada bangunan (Sumalyo
1993:9). Pemukiman orang-orang Belanda dibangun dengan gaya yang diadopsi dari
negara asal dengan adanya penyesuaian terhadap iklim tropis basah di Indonesia.
Penyesuaian terhadap iklim tropis basah tersebut sangat mempengaruhi corak arsitektur
kolonial di Kota Malang. Rumah tinggal kolonial Belanda memiliki ciri khas pada bukaan
bangunannya. Bukaan pada bangunan seperti pintu dan jendela merupakan suatu elemen
penting pada suatu ruang. Rancangan pintu dan jendela, serta dimensi dan tata letaknya
dalam suatu ruang juga akan mempengaruhi sirkulasi bangunan tersebut dan aktivitas di
dalamnya.
Pintu tidak hanya sebagai pembatas antar ruang, tetapi juga sebagai akses masuk,
transisi ruang, penghubung antar ruang, dan sekaligus pengaman. Oleh karena itu,
rancangan desain pintu harus disesuaikan dengan fungsinya dan peletakannya. Peranan
pintu sebagai penghubung antar ruang juga mempengaruhi visual penghuni bangunan,
meskipun antar ruang memiliki keterkaitan, tetapi ada batasan-batasan yang
melingkupinya. Jendela merupakan elemen bukaan pada rumah tinggal yang memiliki
peranan penting memberikan kenyamanan pergantian sirkulasi udara, memasukkan
cahaya ke dalam ruang, penghubung visual dari sisi dalam maupun luar rumah, dan
jendela dapat mempercantik rumah. Jendela pada rumah tinggal kolonial memiliki
karakteristik yang unik dari segi fungsi, material, maupun rancangannya. Studi mengenai
elemen arsitektur masih sangat jarang sekali. Studi tipologi rancangan pintu dan jendela
rumah tinggal kolonial ini perlu dilakukan analisis, karena arsitektur kolonial Belanda
mempunyai ciri khas, yaitu adaptif dengan iklim setempat. Oleh karena itu, rancangan
bukaan rumah tinggal sangat penting untuk diperhatikan, karena memegang peranan
penting terhadap kenyamanan penghuni rumah, dan desain bukaannya juga menambah
nilai estetis pada suatu bangunan.
Tipologi merupakan suatu konsep mendeskripsikan kelompok objek berdasarkan
atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berupaya untuk memilah atau mengklasifikasikan
bentuk keragaman dan kesamaan jenis. Pengelompokkan atau pengklasifikasian ini
dilakukan agar dapat dianalisis rancangan bukaan pintu dan jendela yang cocok untuk
tiap ruangan, karena kebutuhan masing-masing ruang tidak sama, bukaan pada
bangunan juga disesuaikan dengan sifat ruangan (publik-privat), dan akses hubungannya
dengan ruang lainnya.
Arsitektur merupakan wujud aktivitas ’desain’ yang cukup tua sejalan dengan
peradaban manusia itu sendiri. Sejak surutnya masa kejayaan kebudayaan Hindu dan
Islam di Indonesia, pada masa kolonial awal pembangunan perumahan dan kawasan
hunian memiliki kecenderungan mengadopsi kebudayaan arsitektur yang ada di Eropa
(Sachari & Sunarya 2002:57).
Tipologi adalah studi tentang tipe. Tipe adalah kelompok dari objek yang memiliki
ciri khas struktur formal yang sama. Tipologi merupakan studi tentang pengelompokkan

158 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


objek sebagai model, melalui kesamaan struktur. Tipologi adalah studi tentang tipe
dengan kegiatan kategorisasi dan klasifikasi untuk menghasilkan tipe. Kegiatan kategori
dan tipe tersebut sekaligus dapat dilihat keragaman dan keseragaman (Iswati 2003: 124).
Ragam dan jenis daun pintu memiliki estetika tersendiri dalam mempermanis suatu
bangunan, selain itu daun pintu juga berfungsi untuk menyaring gangguan-gangguan.
Menurut Istiawan (www.kompas.com 2005), daun pintu punya fungsi penyaringan
terhadap empat jenis gangguan atau sumber daya yang ingin kita hindari atau hendak kita
tetap biarkan masuk, yaitu penglihatan dan suara yang umumnya berhubungan dengan
masalah privasi, serta sumber daya angin dan cahaya alam yang berhubungan dengan
kondisi suasana (ambience) dalam ruangan rumah kita. Menurut Kindangen (2003: 159)
ada banyak variasi jendela yang sering digunakan secara luas dan ada di pasaran umum.
Tipe jendela dapat diklasifikasikan ke dalam satu atau kombinasi dari beberapa tipe dasar
terutama dalam hubungannya dengan pengaturan aliran udara. Jendela dapat
dikelompokan dalam empat kategori, sebagai berikut:
1. Tipe putar, putar horisontal dan vertikal;
2. Tipe gantung, gantung-samping, atas atau bawah;
3. Tipe lipat; dan
4. Tipe sorong atau geser, geser secara vertikal dan horisontal.
Rumah tinggal yang menunjukkan ciri-ciri rumah kolonial menggunakan
pengamatan tampang rumah. Menurut Prijotomo et al. (1987) membedakan beberapa
tampang rumah, sebagai berikut:
1. Tampang rumah tipe kolonial pertama, dengan ciri-ciri tampang bangunan ornamental
penggarapan atau penyelesaian detil cermat (tapi bukan ruwet), pintu dan jendela
tinggi sehingga terkesan menegak (vertikal) yang kuat, penataan unsur dan
komponen tampang cenderung setangkup;
2. Tampang tipe tahun 1950-an (tipe jengki), memiliki ciri-ciri menghilangkan ornamen,
menampilkan dekorasi berupa garis geometrik, penyelesaian detil lugas, harafiah,
pintu dan jendela masih senada dengan tipe kolonial, penataan sudah tidak
setangkup, tetapi pintu rumah telah bergeser ke pinggir;
3. Tampang tipe ketiga adalah tipe tahun 1970-an, yaitu tipe rumah dengan ciri-ciri tidak
menampilkan ornamen atau dekorasi, penyelesaian detil tidak khusus, lebih harafiah,
pintu dengan jendela lebar atau dengan jendela nako, penataan seperti tipe 1950-an;
dan
4. Tipe terakhir adalah tipe campuran, yaitu penggabungan antara tipe 1970-an dengan
salah satu tipe yang ada (tipe kolonial atau 1950-an). Cirinya adalah bagian pintu-
jendela, yakni tubuh bangunan menunjukkan tipe 1970-an sementara bagian kepala
bangunan dari tipe kolonial atau 1950-an. Tipe ini hadir sebagai hasil peremajaan
(vermaakt) bangunan lama. Selain ciri-ciri tersebut di atas, pengamatan terhadap
warna cat, tekstur bahan dan ventilasi juga bisa memperlengkap ciri-ciri masing-
masing tipe.
Studi ini dilakukan untuk untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendeskripsikan
tipologi rancangan pintu dan jendela pada bangunan rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan, Malang pada periode masa penjajahan Belanda.

Metode Penelitian
Studi yang dilakukan secara umum menggunakan metode kualitatif deskriptif
dengan pendekatan tipologi. Pendekatan tipologi ini dipakai untuk mengklasifikasikan
objek ke dalam tipe tertentu. Menurut Moleong (2007:6), penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya.
Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 159


Objek studi yang diambil, yaitu rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan, yang
dibangun pada periode masa penjajahan Belanda (1600-1942). Lokasi penelitian berada
di perkampungan kota yang terdapat di koridor Kayutangan bagian Barat dan Timur
(Gambar 1). Lokasi studi secara administratif masuk ke dalam Kecamatan Klojen,
Malang.

Gambar 1. Lokasi penelitian di Kayutangan.

Metode penentuan sampel dengan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan


data untuk keperluan penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu pengumpulan data
primer dan sekunder. Pengumpulan data primer, yaitu observasi lapangan, wawancara,
kuisioner, pengukuran, dan dokumentasi. Pengumpulan data sekunder, yaitu berupa
pengumpulan data dari instansi terkait maupun dokumen yang dimiliki oleh pemilik rumah.

Hasil dan Pembahasan


Kayutangan termasuk ke dalam Kecamatan Klojen. Kecamatan Klojen ini
mempunyai banyak bukti bangunan bersejarah pada masa penjajahan Belanda yang
menjadi saksi perkembangan kota dan arsitektur kolonial Belanda di Malang. Menurut
Handinoto & Soehargo (1996:15), Belanda mulai menguasai daerah Kota Malang sejak
tahun 1767 dengan mendirikan benteng di daerah yang sekarang ditempati Rumah Sakit
Umum Daerah Syaiful Anwar, di daerah Klojen Lor. Pemukiman awal Belanda didirikan di
dalam benteng. Kata ”Klojen” berasal dari kata ”loji” yang berarti sebutan untuk rumah
orang Belanda. Kata tersebut berkembang menjadi ”ke-loji-an” dan akhirnya menjadi
Klojen.
Beberapa sumber sejarah telah banyak menyebutkan, bahwa pusat keramaian kota
Malang pada awal abad ke-19 terletak di sekitar alun-alun. Kayutangan merupakan salah
satu kawasan bersejarah di Kota Malang. Kawasan perdagangan “elit” yang disediakan
untuk kaum Belanda adalah di sepanjang Jl. Kajoetangan, dan di seputar alun-alun.
Kayutangan merupakan daerah perdagangan sektor formal. Daerah ini terbentuk pada
proses perkembangan Kota Malang pada masa penjajahan Belanda. Daerah ini terbentuk

160 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


memanjang dikarenakan pada masa itu perkembangan Kota Malang seperti "pita"
(memanjang). Kayutangan merupakan salah satu koridor jalan yang menyimpan sejarah
perkembangan dan arsitektur Kota Malang pada masa kolonial Belanda.
Pada awalnya, Kajoetangan straat merupakan cikal bakal pemukiman bagi warga
Eropa di Malang. Seiring dengan perkembangan kota, penggunaan lahan di sepanjang
Kajoetangan straat beralih menjadi guna lahan yang lebih komersial. Pada sekitar tahun
1930-1940-an, Kajoetangan straat berkembang menjadi suatu pusat perdagangan dan
perbelanjaan bagi masyarakat kalangan menengah ke atas dan warga Eropa di Kota
Malang (Utomo 2007: 1).
Menurut Handinoto & Soehargo (1996:29) Pemukiman Belanda menempati tempat-
tempat yang sangat strategis di dalam Kota Malang, yaitu daerah sekitar alun-alun
(Taloon, Tongan, dan Sawahan) dan daerah strategis sepanjang jalan kereta api yang
menuju kota (Kayutangan, Klojen lor, Rampal, dan sebagainya). Daerah orang pribumi
sendiri, yang berjumlah paling banyak, justru kurang mendapat perhatian dari pemerintah
kolonial. Penduduk setempat berdiam di perkampungan kota dan di gang-gang.
Berdasar survey primer wawancara langsung dengan Bpk. Rd. Bambang Sutrisno
(seorang saksi hidup Kota Malang yang sekarang berusia 93 tahun. Dulu beliau
merupakan seorang jurnalis yang menguasai lima bahasa) bercerita bahwa sejarah
Kayutangan awal mulanya berupa tanah kosong, hal tersebut juga sesuai dengan Bpk
Sabar Iman (seorang juru kunci kuburan Mbah Honggo Koesoemo yang sekarang berusia
80 tahun, dan kuburan ini terletak di Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg IV, Malang) yang
bercerita bahwa awalnya Kayutangan dulu berupa hutan kecil dan tidak banyak rumah.
Jalan Jendral Basuki Rahmat dulu bernama Kajoetangan straat.
Pada awalnya, Kajoetangan straat merupakan cikal bakal pemukiman bagi warga
Eropa di Malang. Seiring dengan perkembangan kota, penggunaan lahan di sepanjang
Kajoetangan straat beralih menjadi guna lahan yang lebih komersial (Utomo 2007: 1).
Menurut Handinoto & Soehargo (1996:29) Pemukiman Belanda menempati tempat-
tempat yang sangat strategi di dalam Kota Malang, yaitu daerah sekitar alun-alun (Taloon,
Tongan, dan Sawahan) dan daerah strategis sepanjang jalan kereta api yang menuju
keluar kota (Kayutangan, Klojen lor, Rampal, dan sebagainya). Daerah orang pribumi
sendiri, yang berjumlah paling banyak, justru kurang mendapat perhatian dari pemerintah
kolonial. Penduduk setempat berdiam di perkampungan kota dan di gang-gang.
Terbentuknya kampung di Kayutangan juga tidak lepas dari peran Mbah Honggo
Koesoemo. Pangeran Honggo Koesoemo adalah salah seorang keturunan Mataram.
Pada masa penjajahan Belanda beliau berjuang bersama Pangeran Diponegoro untuk
melawan Belanda (1825-1830).Peran Mbah Honggo Koesoemo di Malang, yaitu
membuka pasar Talun, mengubah area perkuburan menjadi perkampungan belakang
pertokoan Kayutangan (Kelurahan Kauman) sehingga lambat laun daerah ini menjadi
ramai dan banyak didirikan rumah. Pada masa hidupnya Mbah Honggo mempunyai peran
dan jasa dalam perkembangan Kota Malang, hingga akhir hayatnya disemayamkan di
makam Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg IV, Malang.
Sepanjang koridor Jl. Basuki Rahmad terlihat jejeran bangunan-bangunan kolonial
Belanda yang masih terlihat kokoh dan indah, tetapi ironisnya di belakang koridor jalan
tersebut terdapat pemukiman kampung yang memiliki bangunan yang kurang terawat.
Rumah-rumah kolonial Belanda yang masih berdiri kokoh tersebut terlihat kusam bahkan
ada beberapa rumah yang tidak berpenghuni, maka perlu kesadaran pemilik bangunan
dan usaha dari pemerintah untuk tetap melestarikan bangunan-bangunan yang masih
menyimpan sejarah masa lalu.
Berdasar telaah survey primer, maka didapat 12 kasus bangunan rumah tinggal
kolonial Belanda yang distudi. Bangunan rumah tinggal yang dipilih menjadi kasus
bangunan ini melalui tahap seleksi dengan digunakannya metode purposive sampling.
Pemilihan kasus bangunan ini diharapkan agar tiap kasus bangunan dapat
diperbandingkan satu sama lainnya, sehingga dapat diperoleh tipologi rancangan pintu
dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan, Malang. Kasus bangunan

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 161


yang terpilih jumlahnya 12 rumah tinggal Kolonial Belanda yang berlokasi di koridor
Kayutangan bagian Barat dan Timur (Tabel 1).

Tabel 1. Urutan Kasus Bangunan Berdasarkan Tahun Berdirinya


No Nama Pemilik Lokasi Tahun
1 Bu Naily Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VI/ 988 Malang 1870
2 Bpk Habib Salih Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg IV/ 942 Malang 1870-an
3 Bu Wahyu Suparno Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VII/ 29 Malang 1900-an
4 Bu Indah Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VI/ 974 Malang 1900-an
5 Bu Ana Ning Suci Jl. Arif Rahman Hakim Gg IV/ 193 Malang 1924
6 Bu Sutopo Jl. Semeru Gg IV/ 23 Malang 1928
7 Bu Siti Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VIII/ 5 Malang 1929
8 Bu Hauw Hien Nio Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VIII/ 90, Malang 1920-an

9 Bu Rahardjo Jl. Arif Rahman Hakim Gg IV/ 835 Malang. 1920-an

10 Bu Susiati Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg IIA/ 505 Malang 1920-an


11 Bu Yuris Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg IIC/ 1193, Malang 1920-an
12 Bu Toha Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VI/ 962 Malang 1930-an

Analisis rancangan pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda ditinjau dari
aspek ruang
Pintu merupakan elemen arsitektur yang penting dalam sebuah hunian atau rumah
tinggal, karena pintu merupakan media yang menghubungkan antar ruang. Pintu
merupakan media penghubung atau transisi ruang. Fungsi pintu sebagai transisi ruang,
maksudnya adalah pintu sebagai penghubung, sehingga ada keterkaitan antar ruang,
tetapi ada batas yang melingkupinya. Pintu memberikan kemudahan bagi penghuni
rumah untuk mencapai satu ruangan dengan ruang lainnya. Klasifikasi pintu dibedakan
berdasarkan atas fungsinya. Jenis pintu berdasarkan fungsi ruang, antara lain sebagai
berikut (Gambar 2): a. Pintu utama rumah; b. Pintu kamar; c. Pintu ruang lain dalam
rumah (ruang makan, dapur, ruang keluarga); d. Pintu kamar mandi/ WC; dan e. Pintu
belakang atau pintu samping. (Gambar 2)

5
3 6

2
4

1 Keterangan:
1. Pintu utama (entrance)
2. Pintu ruang keluarga
3. Pintu samping (side entrance)
4. Pintu kamar
5. Pintu dapur
6. Pintu kamar mandi

Gambar 2. Jenis pintu berdasarkan fungsi ruang.


162 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
Perubahan maupun penambahan ruang pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda
di Kayutangan ini juga berpengaruh terhadap pola sirkulasi, akses, dan tata letak pintu
dan jendela. Kasus tersebut antara lain sebagai berikut (Gambar 3 dan Gambar 4):
a. Penutupan teras. Teras yang dulu berfungsi sebagai ruang tamu terbuka, karena
pertimbangan faktor keamanan kemudian teras menjadi ruang tamu tertutup yang
diberi pembatas dengan ruang luar berupa dinding. Letak teras berada di posisi paling
depan pada sebuah rumah, maka diberi penambahan pintu masuk dan jendela depan
(Kasus bangunan rumah Bu Wahyu dan Bu Ana).
b. Penambahan dan perubahan lorong atau koridor samping rumah yang berupa
lompongan mulai dibangun. Salah satu ciri rumah tinggal kolonial Belanda, yaitu
memiliki koridor atau lorong di samping rumah, sehingga dapat menjadi akses pintu
samping. Kebutuhan ruang yang meningkat sejalan dengan bertambahnya penghuni
rumah maka lorong samping rumah mulai dibangun sebagai penambah fungsi ruang
dalam suatu hunian.
c. Penambahan ruang usaha. Pada awalnya berfungsi sebagai rumah tinggal, karena
desakan ekonomi, maka diberi penambahan ruang usaha untuk menambah
pemasukkan perekonomian keluarga. Hal ini berpengaruh terhadap tata letak jendela
pada fasade dan pintu sebagai akses masuk. Perubahan fungsi terjadi pada teras dan
ruang tamu, karena ruang usaha pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan berada di depan rumah, maka teras mengalami perubahan fungsi
sebagai tempat untuk memajang etalase (kasus rumah Bu Naily).
d. Penambahan lantai bangunan menjadi bertingkat. Rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan menggunakan pola sirkulasi horisontal karena hanya berlantai satu.
Ketika ada penambahan ruang atas pada lantai dua maka pola sirkulasinya juga
berpengaruh, sirkulasi berupa sirkulasi horisontal dan sirkulasi vertikal yang
dihubungkan oleh tangga (kasus rumah Bu Toha). Penambahan ruang pada bagian
atas berpengaruh pada bentuk fasade, denah, dan tata letak pintu dan jendela.

Jendela rangkap
pada fasade.
Jendela ini
merupakan jendela Jendela dan pintu
asli sejak awal depan merupakan
rumah ini penambahan pada
dibangun tahun tahun 1980. Dulu
1924. bagian paling
depan rumah ini
merupakan ruang
teras terbuka.

Gambar 3. Fasade rumah Bu Ana Ning Suci.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 163


Keterangan:
publik
semi publik
privat
servis

Pintu rangkap ciri


khas rumah tinggal
kolonial Belanda.

Zona servis terletak di


bagian belakang rumah.

Pola sirkulasi berupa pola


linier, pintu terletak pada
satu garis lurus (pintu utama-
pintu r. keluarga-pintu
belakang).

Jendela rangkap
pada fasade rumah.

Penambahan pintu masuk dan jendela depan tahun 1980.

Gambar. 4. Ilustrasi rumah Bu Ana Ning Suci.

Berdasar pengamatan setiap kasus bangunan dan analisis rancangan pintu kasus
rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan antara lain sebagai berikut:
• Pada bagian fasade rumah terdapat pintu utama yang terletak di antara dua buah
jendela.
• Letak rumah pasti lebih tinggi daripada ketinggian jalan. Pada beberapa rumah di
bawah pintu utama terdapat trap 2-3 buah anak tangga. Jika memasuki sebuah teras
juga sebelumnya melewati trap anak tangga terlebih dahulu. Ada perbedaan tinggi lantai
di setiap zona ruangnya.
• Penataan ruang tersekat-sekat. Antara zona publik dan semi publik (ruang tamu dan
ruang keluarga terdapat pintu penghubung dengan model pintu ganda (dua buah daun
pintu).
• Terdapat ruang transisi antara jalan dengan rumah. Ruang tersebut berupa halaman
atau teras rumah. Di perkampungan kota jarang yang mempunyai halaman di depan
rumahnya. Ruang transisi yang paling banyak ditemukan pada kasus bangunan adalah
teras rumah.
Pola sirkulasi pada setiap rumah, yaitu pola linier. Pada kasus rumah tinggal kolonial
di Kayutangan ditemukan beberapa pintu yang terletak satu garis, sehingga membentuk
sebuah jalur sirkulasi. Menurut Titisari (2006:21) pola ruang yang mengandung konsep
publik-privat yang menunjukkan konsep hubungan sosial lebih mampu bertahan
dibandingkan bentuk fisiknya.
Hubungan antar zona ruang berpengaruh terhadap ukuran setiap pintu. Pintu–pintu
dalam suatu hunian di desain berbeda-beda sesuai kebutuhannya. Ukuran lebar pintu
kamar lebih kecil daripada pintu utama, dan setiap pintu samping yang teletak di ruang

164 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


makan menggunakan model pintu model Belanda, yaitu pintu bagian bidang atas dan
bawah dapat dibuka dan ditutup secara terpisah (Gambar 5). Material pintu juga
mempengaruhi fungsi dan letak suatu pintu pada suatu ruang.

Daun pintu Daun pintu


bagian atas bagian atas
& bawah
dapat
dibuka-
Pintu kamar tutup secara Daun pintu
Pintu utama terdiri dari 2 terpisah bagian bawah
terdiri dari 4 buah buah daun
daun pintu (pintu pintu (pintu
rangkap/ dua ganda) Pintu samping (Pintu model
lapis) Belanda).

Gambar 5. Jenis pintu utama, pintu kamar, dan pintu samping.

Jendela merupakan salah satu bagian bukaan dalam suatu hunian. Jenis jendela
ada dua, yaitu jendela hidup dan jendela mati. Jendela hidup adalah jendela yang dapat
dibuka dan ditutup, sehingga dapat memasukkan aliran udara segar ke dalam ruangan.
Jendela mati adalah jendela yang tidak dapat dibuka dan ditutup karena tidak meiliki
engsel pada daun jendelanya. Jendela mati hanya berfungsi sebagai penghubung visual,
dan memasukan cahaya matahari ke dalam ruang, sehingga terjadi penerangan alami
pada sebuah rumah. Jendela-jendela yang terdapat pada kasus bangunan rumah tinggal
kolonial Belanda di Kayutangan hanya menghubungkan antara ruang dalam dengan
ruang luar saja. Jendela yang secara visual menghubungkan antar ruang di dalam rumah
jarang ditemukan.

Analisis rancangan pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda ditinjau dari
aspek bentuk
Pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan penataan pintu dan
jendela utama (fasade) ditemukan memiliki kecenderungan dominan, yaitu tatanannya
setangkup (simetris). Jenis pintu dan jendela utama yang cenderung dominan pada
fasade rumah objek penelitian adalah penggunaan pintu dan jendela rangkap (dua lapis),
yaitu menggunakan empat buah daun pintu/jendela. Kecenderungan dominan daun
pintu/jendela lapis depan menggunakan panil masif dari kayu jati dengan hiasan kayu-
kayu kecil pada bagian permukaannya. Panil masif kayu jati digunakan pada bagian lapis
depan karena bahan ini kuat dan kokoh sebagai pelindung pertama rumah tinggal kolonial
Belanda di Kayutangan. Pada bagian lapis dalam kecenderungan dominan daun
pintu/jendela menggunakan kombinasi perpaduan antara panil masif kayu dengan kaca
(Gambar 6).

Jendela dan pintu utama jenis rangkap. Pintu lapis luar Jendela dan pintu utama jenis rangkap. Daun pintu lapis
menggunakan panil masif kayu dengan sedikit hiasan pertama menggunakan bahan panil kayu jati berkisi-kisi/
ornamen kaca es. Pada pintu lapis dalam menggunakan krepyak, sedangkan lapis bagian dalam menggunakan
perpaduan bagian daun pintu bagian tengah ke bawah perpaduan panil kayu jati dan kaca transparan. Jika ditarik
berupa panil masif kayu jati sedangkan daun pintu
Gambar 6. Rancangan pintu dan jendela fasade rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan, Malang.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 165
Bentuk pintu utama kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan yang
didirikan pada periode masa penjajahan Belanda secara umum bentuk pintu utamanya
sederhana menggunakan bentuk kotak-kotak tanpa unsur lengkung. Unsur lengkung itu
pun hanya ditemukan pada bovenlicht besi tempa motif sulur-suluran di atas pintu utama
kasus rumah tertua (Rumah Bu Naily dan Habib Salih). Motif besi tempa sulur-suluran
pada rumah yang dibangun tahun 1870 mendapat pengaruh gaya art noveau (Gambar 7).

Angin-angin besi
tempa motif sulur-
suluran

Daun pintu
dalam
membuka ke
arah dalam

Daun pintu
krepyak/
Daun pintu
berkisi-kisi
dalam
menggunakan
bahan
Daun pintu luar penyusun kayu
membuka ke jati dan kaca es
arah luar

Pintu utama kasus rumah Bu Naily. Pintu utama kasus rumah Habib Salih.

Gambar 7. Bentuk rancangan pintu utama rumah tinggal kolonial Belanda.

Pintu kamar di desain solid namun tidak sekokoh pintu utama. Oleh karena itu,
penggunaan kaca transparan tidak digunakan dalam pintu kamar. Bentuk ukuran daun
pintu kamar lebih kecil daripada pintu utama. Dimensi lubang pintu kamar adalah ± 0.80
m x 1.80 m. Kaca yang digunakan pada pintu kamar adalah kaca yang sifatnya tidak
tembus pandang, karena pintu kamar bersifat pribadi maka material pintu yang dipakai
menyesuaikan dengan sifat ruang. Bahan penyusun pintu kamar yang digunakan umunya
adalah pintu papan panil kayu jati, namun kemudian pintu papan panil kayu ini bervariasi
dengan perpaduan antara papan kayu jati dengan kaca. Ornamen kaca yang digunakan
pada pintu kamar adalah kaca es dan kaca patri, maupun kombinasi antar keduanya.
Pintu kamar berdasarkan bahan penyusunnya terdapat beberapa variasi, sebagai
berikut (Gambar 8):
• Pintu kamar varian 1.
Pintu kamar varian 1 menggunakan pintu panil papan masif kayu dengan ornamen bentuk
kotak-kotak dari rangka kayu, tanpa ada unsur lengkung. Pada bagian atas pintu terdapat
ventilasi dari kisi-kisi kayu untuk sirkulasi udara.
• Pintu kamar varian 2.
Pintu kamar varian 2 menggunakan bahan penyusun pintu berupa papan kayu jati dengan
kaca es. Penggunaan kaca es membuat ruang kamar terkesan lebih terang karena
cahaya dapat masuk menembus masuk melalui ornamen kaca es ini.
• Pintu kamar varian 3
Pintu kamar varian 3 menggunakan bahan penyusun daun pintu dengan bahan kombinasi
antara papan kayu jati, kaca es, dan kaca patri. Pintu dengan variasi seperti ini jarang
digunakan pada rumah kolonial Belanda di Kayutangan. Pintu ini digunakan pada rumah
Bu Toha yang didrikan pada tahun 1930-an. Pintu kamar jenis ini merupakan pintu kaca
patri dengan bukaan sorong rel bawah. Motif kaca patri menggunakan bentuk geometris
dengan permainan warna. Ornamen pada pintu tersebut simetris.

166 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


Kisi-kisi dari
kayu sebagai
ventilasi udara.
Kaca
patri

Kaca
es

Panil

Pintu ganda dengan ornamen kaca Tampak pintu sorong


Pintu tunggal dengan
es, terbagi atas tiga buah kotak kaca patri.
ornamen kaca es
Ilustrasi pintu kamar Tampak pintu kamar

Pintu kamar varian 1. Pintu kamar varian 2. Pintu kamar varian 3.

Gambar 8. Variasi pintu kamar.

Pintu samping biasa disebut dengan istilah side entrance. Pintu samping adalah
suatu media penghubung aktivitas masuk dan ke luar hunian melalui halaman samping
atau belakang, tanpa melalui pintu utama. Lokasi objek studi berada di perkampungan
Kota Malang. Fenomena pintu samping juga terlihat pada setiap kasus bangunan rumah
tinggal kolonial Belanda. Pintu samping merupakan salah satu unsur rancangan sebuah
rumah yang menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kebiasaan masyarakat di
sekitarnya. Pintu samping kerap kali dipakai sebagai jalur “belakang” tetangga yang saling
gotong royong mengirim makanan ketika ada sebuah hajatan. Akses lewat pintu belakang
(side entrance) ibu-ibu tetangga membantu memasak, tanpa perlu menganggu aktivitas
pada pintu utama. Bentuk pintu samping pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di
Kayutangan, bentuknya sederhana tidak seindah pintu utama.
Bentuk pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan memiliki
bentuk-bentuk yang geometris dan simetris. Ciri ornamen bentuk yang sering digunakan
pada rancangan pintu/jendela adalah tata-susun bentuk-bentuk persegi. Bentuk daun
jendelanya dan bukaannya pun memiliki bentuk yang bervariasi, misalnya ada jendela
yang terdiri dari dua buah daun jendela, adapula jendela yang hanya terdiri dari satu daun
jendela saja, adapula yang yang daun jendelanya hanya menutup sebagian dari lubang
jendela. Model bukaannya berupa bukaan ayun. Adapula variasi bukaan ayun dengan
bagian bidang daun jendela atas dan bawah dapat dibuka dan ditutup secara terpisah.
• Variasi jendela rangkap (Gambar 9).
o Varian 1
Jendela rangkap yang terdiri dari empat daun jendela. Jendela lapis depan dua buah
daun jendela, dan jendela lapis dalam dua buah daun jendela
o Varian 2
Jendela rangkap dengan tiga buah daun jendela. Pada bagian jendela lapis depan terdiri
dari dua buah daun jendela, sedangkan bagian lapis dalamnya terdiri dari satu buah daun
jendela (jendela tunggal).
o Varian 3
Jendela rangkap yang terdiri dari empat daun jendela. Jendela lapis depan dua buah
daun jendela penuh, dan jendela lapis dalam dua buah daun jendela yang tingginya
hanya ± 1/3 dari lubang jendela.

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 167


Varian 1 Varian 2 Varian 3
Gambar 9. Variasi jendela rangkap.
• Variasi jendela ayun (Gambar 10).
o Varian 1
Jendela ayun dengan bukaan satu bidang daun jendela utuh.
o Varian 2
Jendela ayun dengan bukaan bidang daun jendela atas dan bawah terpisah, sehingga
daun jendela bagian atas dan bawah dapat dibuka dan ditutup secara terpisah.

Gambar 10. Jendela ayun varian 1 dan varian 2 (kiri-kanan).

Jenis kaca yang digunakan juga bervariasi, yaitu kaca patri, kaca es, dan kaca
transparan. Motif kaca yang dipakai oleh kaca patri kasus rumah Bu Toha adalah motif
dengan bentuk-bentuk geometris, dengan kaca warna merah, kuning, dan biru. Kaca
patri ini adalah salah satu bentuk seni kaca yang berasal dari Eropa (Gambar 11).

Kaca es
Kaca patri
Gambar 11. Motif kaca es dan kaca
patri

Gaya art noveau terlihat pada bovenlicht yang terletak di bovenlicht bagian atas
kasus pintu rumah Bu Naily dan Habib Salih, yaitu berupa motif sulur-suluran besi tempa.
Pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan maka pengaruh gaya art deco
terlihat pada motif kaca patri kasus rumah Bu Toha dengan bentuk zig-zag geometris, dan

168 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


bentukan geometris lainnya seperti bovenlicht di atas pintu yang terbuat dari bilah-bilah
kayu kecil yang di tata-susun membentuk bentukan geometris
Tampilan sebuah jendela dapat terlihat menarik dengan penambahan ornamen ‘ilat-
ilatan’ pada bagian bawah kusen. Menurut Pangarsa (2006: 33) berpendapat bahwa
suatu detil rancangan dapat dengan cepat “menjalar” ke berbagai tempat dan lokasi,
meskipun terjadi varian-varian, misalnya di sekitar tahun 1930-an, ornamen jendela,
kolom dan dinding batu kali dengan penyelesaian ornamen yang dalam bahasa tukang
batu adalah ‘ilat-ilatan', bergaya platonik dari mortar (Gambar 12).

Foto ornamen ”ilat-ilatan”.

Gambar 12. “Ilat-ilatan” detail ornamen jendela pada rumah tinggal kolonial
Belanda.

Analisis rancangan pintu dan jendela dari aspek sistem teknologi struktur dan
konstruksi
Kayu jati adalah bahan satu-satunya yang digunakan sebagai bahan struktur
rancangan pintu dan jendela kolonial Belanda di Kayutangan yang didirikan pada masa
penjajahan Belanda. Kayu jati adalah kayu yang kuat dan awet. Jika ada perubahan
hanya berupa pelepasan lapis pertama pintu/jendela rangkap. Pelepasan jendela/pintu
lapis pertama bukan dikarenakan pintu atau jendela tersebut rusak, tetapi agar
memberikan kesan terbuka dan terang ke dalam ruangan. Hal ini merupakan bukti
meskipun rumah-rumah ini telah dibangun puluhan tahun lalu, tetapi sistem teknologi
struktur dan konstruksinya masih kokoh dan kuat. Ornamen kaca yang digunakan pada
rancangan pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan, yaitu kaca es,
kaca patri, dan kaca transparan. Penggunaan jenis kacanya disesuaikan dengan
kebutuhan dan fungsi ruang. Finishing pintu dan jendela menggunakan cat (Gambar 13).

Sun shading menggunakan


bahan seng gelombang

Daun jendela krepyak,


dengan arah bukaan
keluar.

Espanyolet

Ornamen
‘ilat-ilatan',
bergaya
platonik dari
mortar.
Window hook

Gambar 13. Detil jendela rangkap.


arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 169
Window hook (hak angin jendela) dipasang di sudut bawah dari sebuah jendela.
Fungsi window hook adalah untuk menahan dan menyangga daun jendela. Bentuknya
seperti semacam pengait yang dikaitkan pada kusen dan daun jendela. Pemasangan hak
angin jendela dilakukan agar ketika angin berhembus dengan kencang ada pengait yang
menahan daun jendela agar tidak terhempas menutup.
Jendela rangkap kolonial Belanda ini juga menggunakan espanyolet sebagai
pengunci sayap jendela pada ibu jendela. Cara kerja espanyolet menurut Frick & Pujo
(1980: 360) pada umumnya kruk espanyolet jika diputar ke arah kanan, batang pengunci
akan terdorong ke luar (mengunci) dengan diputarnya kruk itu, maka roda gigi
menggerakkan pelat yang bergigi atau pelat yang berlubang-lubang untuk
mendorong/menarik batang pengunci. Batang pengunci dikaitkan oleh pasak atau lobang
yang ada pada bagian pelat pendorong itu. Selanjutnya jika hendak dibuka, kruk tersebut
diputarkan ke arah kiri, berarti batang-batang pengunci tertarik masuk ke rumah-
rumahnya.

Kesimpulan
a. Klasifikasi pintu berdasarkan fungsi ruang, yaitu pintu utama, pintu kamar, pintu ruang
lain dalam rumah (ruang makan, dapur, ruang keluarga), pintu kamar mandi/WC, dan
pintu belakang atau pintu samping. Sifat atau zona ruang berpengaruh pada bentuk,
ukuran, dan material pintu. Letak jendela pada rumah tinggal kolonial Belanda
berfungsi sebagai ventilasi sirkulasi udara, dan penghubung visual dengan ruang luar.
Jenis kaca es dan kaca patri yang digunakan pada jendela rumah tinggal kolonial
Belanda mendapat pengaruh dari gaya art deco.
b. Bentuk-bentuk geometris digunakan dalam rancangan desain pintu dan jendela rumah
tinggal kolonial Belanda. Susunan ornamen pada daun pintu dan jendela simetris
(setangkup)
c. Pintu dan jendela rangkap merupakan ciri khas bukaan rumah tinggal kolonial
Belanda. Penggunaan teritisan, serta pintu dan jendela krepyak (jalusi) merupakan
salah satu bentuk adaptasi rancangan terhadap iklim Indonesia. Namun dalam
perkembangannya rancangan pintu dan jendela disesuaikan meurut tujuan dan
kebutuhan pemilik atau pemakainya. Komposisi pintu dan jendela terhadap fasade
rumah setangkup (simetris).
d. Variasi model dan jenis pintu dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda bermacam-
macam variannya.
e. Kayu jati merupakan bahan kerangka utama yang digunakan untuk rancangan pintu
dan jendela rumah tinggal kolonial Belanda.

Daftar Pustaka
Asikin, D. 2003. Skema Publik Privat Pada Keragaman Pola Spasial Studi Kasus Rumah
Tinggal di Daerah Pengaliran Sungai Brantas Kelurahan Kotalama Malang. Jurnal
RUAS. 1 (2): 76-85.
Handinoto & Soehargo, P. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di
Malang. Surabaya: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Universitas Kristen PETRA.
Frick, H. & Pujo. 2002. Ilmu Konstruksi Perlengkapan Dan Utilitas Bangunan. Yogyakarta:
Kanisius.
Istiawan. 2005. Memanfaatkan Beberapa Elemen Praktis, Jakarta: Kompas,
http://www.kompas.com/kompas-cetak/Memanfaatkan Beberapa Elemen Praktis -
Jumat, 07 Oktober 2005.html (24 November 2007).
Iswati. 2003. Tipologi Morfologi Ruang Dalam Rumah-Rumah di Kampung Kudusan
Kotagede. Jurnal Arsitektur Komposisi. 1 (2):123-133.

170 arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008


Kindangen. 2003. Pengaruh Tipe Jendela Terhadap Pola Aliran Udara Dalam Ruang,
Dimensi Teknik Arsitektur. 31 (2): 158-162.
Moleong, Y. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pangarsa, G.W. 2006. Ambachtsschool di Malang Membentuk Kelas Pekerja Agen
Perubahan Arsitektur Rakyat. Jurnal RUAS, 4 (1): 23-37.
Prijotomo, J., Latief & Christiyani. 1987. Komposisi Olah Tampang Arsitektur Kampung,
Telaah Kasus Kampung Surabaya. Surabaya : ITS.
Sachari & Sunarya. 2002. Sejarah dan Perkembangan Desain & Dunia Kesenirupaan di
Indonesia. Bandung: ITB.
Sumalyo, Y. 1993. Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sumalyo, Y. 2001. Arsitektur Kolonial Belanda di Kota Lama Semarang, Jurnal Teknik. 8
(3): 40-48.
Titisari, E.Y. 2006. Gaya Arsitektur Kolonial Belanda pada Rumah Rakyat di Sekitar PG
Kebon Agung Malang. Jurnal RUAS. 4 (1): 13-22.
Tutuko, P. 2003. Ciri Khas Arsitektur Rumah Belanda. Jurnal Mintakat. 2 (1): 1-14.
Utomo, D.M. 2007. Tingkat Pelayanan Jalur Pedestrian di Koridor Kayutangan Malang,
Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Widodo, D. 2006. Malang Tempoe Doloe 2. Malang: Bayumedia Publishing.
Copyright © 2008 by antariksa

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 171

Anda mungkin juga menyukai